Anda di halaman 1dari 4

*Sinartrosis adL sendi yg tdk memungkinkan tulang2 yg berhubungan dpt

bergerak satu sama lain. Di antara tulang yg saling bersambungan tsb terdpt jar.
yg dpt berupa jar. ikat (sindesmosis), spt pada tulang tengkorak, antara gigi dg
rahang, dan antara radius dg ulna; / jar. tulang rawan (sinkondrosis), misalnya
antara kedua os pubika pada orang dewasa; / jar. tulang (sinostosis), misalnya
persambungan antara os ilium, os iskium, dan os pubikum.
*Diartrosis (sendi sinovial) adL sambungan antara dua tulang / lebih yg
memungkinkan tulang2 tsb bergerak satu sama lain. Di antara tulang2 yg
bersendi tsb terdpt rongga yg disebut kavum artikulare. Sendi ini tersusun atas
bonggol sendi (kapsul artikulare), bursa sendi, dan ikat sendi (ligamentum).
Berdasarkan bentuknya diartrosis dibagi, yaitu sendi engsel (interfalang,
humeroulnaris, talokruralis), sendi kisar (radioulnaris), sendi telur (radiokarpea),
sendi pelana (karpometakarpal I), sendi peluru (glenohumeral), dan sendi buah
pala (coxae).
*Amfiartrosis mrpkn sendi yg memungkinkan tulang2 yg saling berhubungan
dpt bergerak secara terbatas, misalnya sendi sakroiliaka dan sendi-sendi antara
korpus vertebra.
*Osteoartritis mrpkn penyakit sendi degeneratif yg berkaitan dg kerusakan
kartilago sendi. Diagnosis osteoartritis biasanya didasarkan pada gambaran
klinis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologis. Hasil yg tampak
pada pemeriksaan laboratorium unt kasus osteoartritis antara lain : laju endap
darah normal, serum kolesterol sedikit meningkat, dan pemeriksaan reumatoid
factor negatif. Pemeriksaan radiologi unt osteoartritis dilakukan dg
menggunakan foto polos dan radionuklida scanning. Gambaran radiografi sendi
yg menyokong diagnosis osteoartritis adL :
Penyempitan celah sendi yg seringkali asimetris (lebih berat pada bag yg
menanggung beban)
Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
Kista tulang
Osteofit pada tepi sendi
Perubahan strujtur anatomi sendi.
*Pengelolaan osteoartritis didasarkan atas distribusinya (sendi mana yg
terkena) dan berat ringannya sendi yg terkena. Pengelolaannya terdiri dari tiga
hal, yaitu :
T. non-farmakologis : edukasi/ penerangan; terapi fisik dan rehabilitasi;
penurunan berat badan.
T. farmakologis : analgesik oral non-opiat; analgesik topikal; OAINS;
chondroprotective; steroid intra-artikuler
T. Bedah : maligment, deformitas lutut valgus-varus, dsb; arthroscopic
debridement dan joint lavage; osteotomi; artroplasti sendi total.
(Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007)

*Tulang rawan sendi memiliki letak strategis, yaitu di ujung-ujung tulang unt
melaksanakan dua fungsi, (1) menjamin gerakan yg hampir tanpa gesekan di
dalam sendi, berkat adanya cairan sinovium; (2) di sendi sbg penerima beban,
menebarkan beban ke seluruh permukaan sendi sedemikian shg tulang di
bawahnya dpt menerima benturan berat tanpa mengalami kerusakan. Kedua
fungsi ini mengharuskan tulang rawan elastis (yaitu memperoleh kembali
arsitektur normalnya setelah tertekan) dan memiliki daya regang (tensile
strength) yg tinggi. Kedua ciri ini dihasilkan oleh dua komponen utama tulang
rawan: kolagen tipe II dan proteoglikan dimana keduanya dikeluarkan oleh
kondrosit. Spt pada tulang orang dewasa, tulang rawan sendi secara tdk statis;
tulang ini mengalami pertukaran; komponen matriks tulang tsb yg aus
diuraikan dan diganti. Keseimbangan ini dipertahankan oleh kondrosit. Oleh krn
itu, kesehatan kondrosit dan kemampuan sel ini memelihara sifat esensial
matriks tulang rawan menentukan integritas sendi.
(Kumar et. al., 2007)
Osteoporosis adL gangguan tulang yg ditandai dg penurunan densitas massa
tulang dan perburukan mikroarsitektur yg menyebabkan tulang menjadi rapuh
dan mudah patah.
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer terbagi atas dua tipe, yaitu :
Tipe I : tipe yg timbul pada wanita pasca menopause
Tipe II : terjadi pada orang usia lanjut baik pria maupun wanita
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang
erosif (misalnya mieloma multipel, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme) dan
akibat obat-obatan yg toksik unt tulang (misalnya glukokortikoid)
3. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis idiopatik adL osteoporosis yg tdk diketahui penyebabnya dan
ditemukan pada :
Usia kanak-kanak (juvenil)
Usia remaja (adolesen)
Wanita pra-menopause
Pria usia pertengahan
Sebagian besar penyebab osteoporosis adL :
1. kurangnya stres fisik terhadap tulang krn tdk aktif;
2. malnutrisi yg berlebihan shg tdk dpt dibentuk matriks protein yg cukup;
3. kurangnya vitamin C yg diperlukan unt sekresi bahan-bahan intraseluler
oleh seluruh sel termasuk osteoblas;

4. kurangnya sekresi estrogen pada masa postmenopause, sebab estrogen itu


mempunyai aktivitas perangsang osteoblas;
5. pada usia tua, dimana hormon pertumbuhan dan faktor-faktor pertumbuhan
lainnya sangat berkurang ditambah dg kenyataan bahwa fungsi anabolik
protein buruk, shg matriks tulang tdk dpt diendapkan dg baik; dan
6. penyakit cushing, krn glukokortikoid yg disekresikan pada penyakit ini
jumlahnya banyak sekali shg menyebabkan berkurangnya pengendapan
protein di seluruh tubuh, dan meningkatnya katabolisme protein, dan juga
mempunyai efek khusus menekan aktivitas osteoblastik.
(Guyton and Hall, 1997)
*Unt dpt melakukan fungsinya dg baik, rawan sendi harus bersifat elastis dan
memiliki daya regang tinggi. Kedua sifat tsb normalnya dimiliki oleh rawan sendi
krn adanya dua komponen utama matriks rawan sendi, yaitu kolagen tipe II dan
proteoglikan.
Komponen matriks tulang rawan sendi selalu mengalami
pertukaran shg komponen yg telah aus akan diuraikan dan diganti dg yg baru.
Keseimbangan ini dipertahankan oleh kondrosit yg tdk hanya bertugas
menyintesis matriks, tetapi juga mengeluarkan enzim yg dpt menguraikan
matriks. Pada osteoartritis, keseimbangan ini terganggu di mana pengrusakan
matriks terjadi lebih cepat dari pembentukannya. Hal ini mengakibatkan
terganggunya integritas rawan sendi shg rawan sendi menipis sampai akhirnya
habis. Seiring dg penipisan tulang rawan sendi, akan terbentuk osteofit, yaitu
suatu tulang baru yg sebenarnya ditujukan unt memperbaiki kerusakan yg
muncul, tetapi gagal unt mengatasi kerusakan tsb. Bahkan, pembentukan
osteofit akan menambah berat OA.
*Yang dpt menjadi sumber nyeri, yaitu sinovium, jar. lunak sendi, dan tulang.
*Kortikosteroid mempunyai efek merangsang resorpsi tulang yaitu melalui
penurunan absorbsi kalsium yg kemudian akan diikuti oleh peningkatan PTH.
Pemberian kortikosteroid jangka pendek pada konsentrasi fiologik, dpt
merangsang sintesis kolagen tulang. Tetapi pemberian jangka panjang dpt
menurunkan replikasi sel preosteoblastik, shg jumlah osteoblas menurun dan
pembentukan matriks tulang terhambat. Selain itu, kortikosteroid juga
menghambat sintesis PGF I oleh sel tulang dan hal ini mungkn berperan dalam
penghambatan formasi tulang.
*Frekuensi osteoartritis meningkat seiring dg penambahan usia krn pada
orang yg berusia lanjut, pembentukkan kondroitin sulfat yg mrpkn penyusun
proteoglikan pada tulang rawan berkurang dan dpt terjadi fibrosis tulang rawan.
Selain itu, perubahan pada pembuluh darah sendi akan mengurangi aliran darah
ke sendi yg bersangkutan shg akan mempengaruhi proses perbaikan sendi bila
terjadi kerusakan.

*Estrogen mrpkn regulator pertumbuhan dan homeostasis tulang. Estrogen


memiliki efek langsung dan tak langsung pada tulang. Efek tak langsung
estrogen terhadap tulang berhubungan dg homeostasis kalsium yg meliputi
regulasi absorbsi kalsium di usus, modulasi 1,25 (OH) 2 vitamin D3, ekskresi Ca di
ginjal dan sekresi hormon paratiroid (PTH). Terhadap sel-sel tulang, estrogen
akan meningkatkan formasi tulang dan menghambat resorpsi tulang oleh
osteoklas. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh
bone marrow stromal cell dan sel-sel mononuklear, spt IL-1, IL-6, dan TNF- yg
berperan meningkatkan kerja osteoklas.
*Penurunan kadar estrogen pada wanita menopause akan memacu aktivitas
remodeling tulang yg makin tdk tdk seimbang krn osteoblas tdk dpt
mengimbangi kerja osteoklas, shg massa tulang akan menurun dan tulang
menjadi osteoporotik. Aktivitas osteoklas yg meningkat akan menyebabkan
terbentuknya lakuna Howship yg dalam dan putusnya trabekula, shg kekuatan
tulang akan menurun dan tulan mudah mengalami fraktur. Selain itu, defisiensi
estrogen juga akan meningkatkan osteoklastogenesis. Lingkungan mikro di
dalam tulang berperan pentng dalam osteoklastogenesis, krn disini dihasilkan
berbagai sitokin spt TNF- dan berbagai macam interleukin spt IL-1 dan IL-6.
Faktor-faktor sistemik yg turut menunjang suasana ini adL berbagai hormon spt
PTH, estrogen, dan 1,25 (OH)2 vitamin D3 yg turut berperan merangsang
osteoklastogenesis melalui perangsangan reseptor permukaan sel turunan
osteoblas. Osteoblas menghasilkan osteoprotegerin (OPG) yg dpt menghambat
osteoklastogenesis. Sedangkan faktor yg menghambat maupun meragsang
osteoklastogenesis yg dihasilkan osteoblas adL reseptor nuklear factor k-B
(RANK) ligand (RANKL), yg akan melekat pada reseptor RANK pada permukaan
osteoklas. Seain itu, osteoblas dan sel stromal sumsum tulang juga meghasilkan
proliferasi sel prekursor osteoklas. Perlekatan OPG pada RANKL akan
menghambat perlekatan RANKL terhadap RANK di permukaa progenitor
osteoklas, shg akan menghambat maturasi osteoklas dan resorpsi tulang.
*Dari hasil pemeriksaan darah, diperoleh peningkatan kadar CRP. C-Reactive
Protein (CRP) mrpkn salah satu protein fase akut. CRP terdpt dalam konsentrasi
rendah (trace) pada manusia. CRP adL suatu alfa globulin yg timbul dalam
serum setelah terjadinya proses inflamasi. CRP terdiri atas berbagai ligan
biologik yaitu berupa fosfokolin, fosfolipid lainnya serta protein histon dan mrpkn
konstituen dari membran sel dan inti sel, yan akann terpapar bila terjadi
kerusakan jar.CRP mempunyai kemampuan unt mengaktivasi jalur klasik
komplemen setelah berintegrasi dan berikatan dg berabgai ligan biologik,
kemudian memacu perubahan sel fagosit melalui jalur proinflamasi dan anti
inflamasi. Pada proses tsb, CRP diduga mempunyai peranan dalam proses
inflamasi. Adanya stimulus inflamasi akut, konsentrasi CRP akan meningkat
secara cepat dan mencapai puncaknya setelah dua sampai tiga hari. Secara

umu, konsentrasi CRP merefleksikan luasnya kerusakan jar.. Peningkatan


konsentrasi CRP secara persisten menggambarkan adanya proses inflamasi
kronik spt arthritis rheumatoid, tuberkulosis, dan keganasan. Kadar CRP pada
manusia dewasa sehat adL kurang dari 0,2 mg/dl.
*Disamping peningkatan CRP, hasil pemeriksaan darah menunujukkan hasil
negatif unt faktor reumatoid. Faktor teumatoid (rheumatoid factor, RF) mrpkn
autoantibodi (biasanya IgM) yg bereaksi dg imunoglobulin lain (biasanya IgG)
membentuk kompleks imun. Kada RF yg sangat tinggi menandakan prognosis
buruk dg kelainan sendi yg buruk dg kemungkinan komplikasi sistemik. Pada
penderita seropositif kadar komplemen dalam cairan sendi menurun pada
keadaan akut, sedangkan pada penderita seronegatif kadar kmplemen ini
normal. Faktor reumatoid tdk meningkat / menurun sesuai dg akivitas penyakit /
penyembuhan.
*Indikasi dokter melakukan pemeriksaan faktor reumatoid adL unt
menyingkirkan diagnosis banding osteoartritis yaitu artritis reumatoid.
Pemeriksaan RF terutama dipakai unt mendiagnosis dan memantau artritis
reumatoid. Artritis reumatoid adL penyakit inflamasi non-bakterial yg bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronik, dan mengenai sendi serta jar. ikat sendi
secara simetris
*American Rheumatism Association menetapkan beberapa kriteria unt AR,
yaitu : (1) kaku pagi; (2) artritis pada tiga daerah persendian / lebih; (3) artritis
pada persendian tangan; (4) nodul reumatoid; (5) faktor reumatoid serum
positif; dan (6) perubahan gambaran radiologis. Pasien dikatakan menderita AR
jika memenuhi sekurang-kurangnya krtieria satu sampai empat yg diderita
sekurang-kurangnya enam minggu.
*Penurunan kadar estrogen mrpkn salah satu penyebab osteoporosis.
Penurunan estrogen menyebabkan aktivitas remodeling tulang yg makin tdk tdk
seimbang krn osteoblas tdk dpt mengimbangi kerja osteoklas, shg massa tulang
akan menurun dan tulang menjadi osteoporotik. Berbeda dg osteoporosis, resiko
osteoartritis meningkat setara dg densitas tulang, dan kadar estogen yg tinggi
berhubungan dg peningkatan resiko. Disini terlihat adanya hal yg bertolak
belakang antara osteoporosis dan osteoartritis shg kedua penyakit ini tdk saling
berhubungan.
*Osteoporosis terjadi karena ketidak seimbangan proses remodeling tulang,
sehingga resorpsi oleh osteoclas lebih aktif dibandingkan dengan formasi oleh
osteoblas.
*Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1. Jenis kelamin, umumnya wanita lebih ringan dan tulang lebih kecil
dibanding pria.

2.
3.

Usia lanjut.
Ras, wanita Asia&Caucasian lebih mudah trkena osteoporosis
dibandingkan wanita Afrika.
4. Bentuk badan, makin kecil&kurus tubuh sseorang makin berisiko
mngalami osteoporosis.
5. Beberapa penyakit seperti : anoreksia, diabetes, diare kronis, penyakit
ginjal atau hati.
*Faktor risiko yang dapat diubah
1. Merokok, dapat dihentikan
2. Peminum alkohol , Kopi kurangi konsumsi alkohol & kopi
3. Kekurangan asupan kalsium, dapat diatasi
4. Kurang olah raga, lakukan program latihan
5. Menambah berat badan.
6. Menghindari obat-obat yang dapat mengakibatkan OSTEOPOROSIS
*Patofisiologi

Selama hidup tulang akan dibongkar atau diserap dan dibentuk kembali
dalam suatu proses dinamis yang disebut: Bone remodeling, yang
dilakukan oleh sel-sel tulang.

Keseimbangan penyerapan dan pembentukan tulang : Coupling.

Pada anak-anak pembentukan tulang lebih banyak dari penyerapan.

Massa tulang puncak pada umur antara 30-35 tahun.

Penyerapan tulang dimulai pada umur 40 tahun.

Pada wanita kehilangan tulang lebih cepat terutama 10 tahun setelah


menopause.

Pada pria kehilangan tulang terjadi lambat sampai umur 65 tahun


(diduga oleh penurunan testosteron).
*Patah tulang belakang

Paling banyak terjadi.

Sekalipun tidak begitu mengeluh.

Sering mengeluh nyeri punggung.

Tinggi badan berkurang.

Tambah bongkok.
*Pengukuran massa tulang (BMD):

Dengan pemeriksaan densitrometri tulang.

Dengan alat DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry).

Diukur: Lumbal, femur proksimal, radius distal.

Ukuran osteoporosis: T-Score.


*Indikasi pemeriksaan massa tulang (BMD) pada wanita:

Semua wanita post menopause di bawah usia 65 th yg memiliki 1 atau


lebih faktor risiko.

Semua wanita usia 65 th atau lebih.

Wanita postmenopause yang mengalami patah tulang.


Wanita yg dipertimbangkan untuk mendapatkan terapi osteoporosis, ok
BMD dapat mendukung keputusan terapi.

Wanita yg telah menjalani terapi hormon pengganti dalam jangka


panjang.

Wanita yg mengalami operasi pengangkatan indung telur.


*Kriteria Osteoporosis (WHO).

Normal: densitas massa tulang diatas -1 SD dari T-Score.

Osteopenia: -1 SD dan 2,5 SD dari T-Score.

Osteoporosis: < -2,5 dari T-Score.

Osteoporosis berat: adanya patah tulang.


*Mengatur konsumsi
1. Konsumsi protein yang tinggi membuat resiko pengeluaran kalsium pada
urin meningkat (hypercalciuric) sehingga keseimbangan Ca dalam tubuh
menjadi negatif. Protein yang tinggi kandungan fosfornya, seperti daginig
dapat menimbulkan keseimbangan negatif Ca.
2. Konsumsi serat makanan (serealia, sayuran, dan buah) akan
menyebabkan peningkatan ekskresi (pengeluaran) Ca.
Pada waktu
konsumsi serat tinggi, keseimbangan metabolisme Ca dapat dicapai jika
konsumsi Ca juga tinggi.
3. Kandungan sodium.
Meningkatnya konsumsi garam menyebabkan
bertambahnya ekskresi Ca pada urin. Pada usia muda tubuh mampu
beradaptasi sehingga keseimbangan Ca tidak berubah, tetapi hal tersebut
tidak terbukti pada wanita usia lanjut.
4. Vitamin D. Meskipun osteoporosis tidak disebabkan oleh kekurangan
vitamin D, tetapi dilaporkan bahwa suplemen Ca dengan vitamin D dapat
mencegah terjadinya keropos tulang.
5. Vitamin K. Pada wanita penderita osteoporosis dijumpai serum vitamin K
yang lebih rendah.
6. Konsumsi kafein.
Ekskresi Ca meningkat pada peminum kopi dan
peningkatan ini akan terlihat sangat nyata jika konsumsi kopi melebihi 15
gelas per hari (kadar kafein lebih dari satu gram).

Anda mungkin juga menyukai