Anda di halaman 1dari 12

Presentasi Kasus Bedah Anak

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 3 TAHUN DENGAN HYGROMA COLLI DEXTRA

Disusun Oleh:
Agung Wahyu Hidayat

G99141093

Niken Ayu Pratiwi

G99141101

Pembimbing
dr. Guntur S , Sp.B, Sp.BA

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2015

BAB I
STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
Tanggal Masuk
Tanggal Periksa
No. RM

: Anak K
: 3 tahun 11 bulan
: Laki-laki
: Islam
: Jatipurno, Wonogiri
: 18 Mei 2015
: 21 Mei 2015
: 01300071

II. Keluhan Utama


Benjolan pada pipi dan bawah telinga kanan
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan benjolan di pipi kanan dan telinga bawah
sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya benjolan hanya kecil tetapi lama kelamaan
semakin membesar dan keluar nanah,benjolan terasa nyeri, benjolan kistik
dengan ukuran 6x 3 x 2 cm. Satu bulan SMRS telah dilakukan operasi pada pipi
bawah kanan pasien di RSUD Wonogiri dengan diagnosis sup tumor colli dextra,
satu post operasi tumbuh benjolan baru di bawah telinga dan benjolan bertambah
besar dan nyeri.
Pasien ini merupakan rujukan dari RSUD Wonogiri dengan diagnosis
multiple cyst regio colli dextra yang telah dilakukan USG dengan hasil infected
cyst dan hygroma colli, karena keterbatasan sarana pasien dirujuk ke poli bedah
RSUD Dr. Moewardi untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
IV. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama
Riwayat alergi

: disangkal
: disangkal

V. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dari ibu usia 27 tahun secara normal. Sahat lahir menangis
spontan, ketuban jernih dan tidak berbau.
Usia kehamilan
: 38 minggu
Berat badan lahir
: 2900 gram
Usia ibu saat melahirkan : 27 tahun
VI. Riwayat Kehamilan dan Prenasi

Riwayat ANC
: rutin di bidan
Riwayat sakit saat hamil
: disangkal
Riwayat konsumsi jamu saat hamil : disangkal
VII. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi pasien lengkap.
B. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Compos mentis, sakit sedang, gizi baik
BB
: 21 kg
TB
: 102 cm
b. Vital sign
:
S
: 36,8c
N
: 86 x/menit
RR
: 22 x/menit
c. Kepala
: mesocephal
d. Mata
: konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-)
e. Telinga
: secret (-/-)
f. Hidung
: nafas cuping hidung (-/-)
g. Mulut
: mukosa basah (+), sianosis (-), jejas (-)
h. Tenggorokan
: tonsil T1-T1, hiperemis (-)
i. Leher
: pembesaran limfonodi (+) kanan
j. Thorak
: normochest, retraksi (-)
k. Jantung
:
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bising jantung I-II interval regular, bising (-)
l. Paru-paru
:
Inspeksi
: pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) suara tambahan (-/-)
m. Abdomen
:
Inspeksi
: distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) N
Perkusi
: Tympani
Palpasi
: massa (-), nyeri tekan (-)
n. Genitourinaria : anus (+) normal
o. Muskuloskeletal : nyeri (-), kelemahan (-), keterbatasan ROM (-)
p. Ekstremitas
:
Akral dingin
Oedema
-

C. STATUS LOKALIS
Regio zigoma (D): I : pipi kanan tampak benjolan berukuran 4x3x3cm
P : teraba benjolan lunak Mobile

D. ASSESMENT I
Suspek hygroma colli dextra DD
-

Warthins tumor

Abscess

E. PLANNING I
-

MRS

Cek lab darah

USG

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (7 Mei 2015) di RSUD Dr. Moewardi
Pemeriksaan
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Golongan Darah
Hemostasis
PT
APTT
INR
Serologi Hepatitis
HBsAg

Hasil

Satuan

Rujukan

11.8
38
26.9
465
4.71
B

g/dL
%
ribu/l
ribu/l
juta/l

10.8 12.8
35 43
5.5 17.0
150 450
3.90 5.30

12.2
28.7
0.930

detik
detik

10.0 15.0
20.0 40.0
-

Non reactive

Non reactive

2. Pemeriksaan USG 6 Mei 2015 di RSUD Wonogiri


Tampak lesi kistik solid regio parotis meluas ke colli lateroposterior kanan, diameter
massa terbesar > 4,75 cm, vaskularisasi prominent curiga Warthins tumor
(pleomorfik adenoma) DD 1. Hygroma colli
2. Infected cyst
Saran: Biopsi

G. ASSESMENT II
Hygroma colli dextra
H. PLANNING II
-

Pro drainase dalam GA

Injeksi Bleomycin

Konsul anestesi

Konsul jantung

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SYNONIM

CH,

cystic

lymphatic

lesion,

macrocystic

lymphatic

malformation,

hemangiomas, microcystic lymphangioma dan cystic lymphangioma.


B. DEFINISI
Higroma dalam bahasa Yunani berarti tumor yang berisi air. Higroma
merupakan anomali dari sistem limfatik yang ditandai dengan single atau multiple
kista pada soft tissue. Kista higroma pertama kali dideskripsikan oleh Wernher pada
tahun 1843 sebagai lesi kista limfatik yang dapat mengenai berbagai daerah anatomi
pada tubuh manusia. Kebanyakan (sekitar 75%) higroma kistik terdapat di daerah
leher , dan secara tipikal sering berada di posterior dan lateral leher dibandingkan
bagian anterior leher, dan sering juga terjadi bilateral dengan tampilan yang tidak
simetris. Kelainan ini antara lain juga ditemukan di aksilla (20%), mediastinum dan
regio inguinalis (5%).
Higroma kistik merupakan benjolan yang berisi cairan yang jernih atau keruh
seperti cairan lympe yang diakibatkan oleh blok atau hambatan pada system limpatik.
System limpatik merupakan jaringan pembuluh yang menyuplai cairan ke dalam
pembuluh darah sebagai transport asam-asam lemak dan sel-sel system immune.
Higroma kistik dapat merupakan kelainan kongenital yang dibawa saat lahir
ataupun yang terjadi pada masa neonatus. Sebagian besar kasus kista higroma (5065%) ditemukan saat lahir sebagai sebuah pembengkakan yang kurang nyeri, dengan
80-90% kasus menetap sebelum usia 2 tahun.
Insidensi dari kejadian kista higroma di dunia berjumlah 1 kasus setiap 600016000 kelahiran dan merupakan kelainan yang paling sering menjadi penyebab massa
pada leher yang dapat dideteksi pada prenatal. Kista higroma dapat terjadi baik pada
anak laki-laki maupun anak perempuan dengan frekuensi yang sama. Kejadiannya
sama pada populasi kulit berwarna maupun kulit putih.
Bayi dan anak-anak yang ditemukan dengan massa di leher sering diajukan ke
radiologist untuk evaluasi lebih lanjut. Berbagai modalitas seperti USG , CT dan MRI
dapat membantu membedakan jenis massa pada leher ini. Foto Polos diindikasikan
apabila ada kompresi dan pergeseran struktur pada leher.

Kista higroma juga dapat dilihat dengan menggunakan USG abdominal pada
usia gestasi 10 minggu, meskipun USG transvaginal dapat memberikan gambaran
yang lebih detail. MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi perluasan dari kista
higroma pada fetal.
Higroma kistik pada bayi dapat berlanjut ke keadaan hydrops (peningkatan
jumlah cairan di dalam tubuh) yang kadang-kadang dapat menyebabkan kematian dan
dapat menjadi sangat besar di bandingkan dengan badan bayi/anak.
Kista higroma coli yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap saluran
nafas dan pencernaan sehingga memerlukan penatalaksanaan sesegera mungkin.
Modalitas terapi utama berupa tindakan eksisi bedah untuk membuang lesi kista.
Prognosis kista higroma coli bergantung pada ukurannya dan tindakan yang dilakukan
karena jarang ada kasus yang mengalami regresi spontan.
C. PREVALENSI
Belum banyak data yang menjelaskan, akan tetapi hygroma kistik dapat terjadi
antara 1,7:10000 atau sekitar 0,83% kehamilan mempunyai risiko terjadi anomali.
Higroma kistik ini dapat terjadi kira-kira 1% pada janin mulai umur kehamilan 9
minggu sampai 16 minggu. Kejadian pada bayi sekitar 50% - 65% dan pada anak usia
2 tahun sekitar 80% - 90%.
D. ETIOLOGI
Anyaman pembuluh limfe yang pertama kali terbentuk di sekitar pembuluh
vena mengalami dilatasi dan bergabung membentuk jala yang di daerah tertentu akan
berkembang menjadi sakus limfatikus. Pada embrio usia 2 bulan, pembentukan sakus
primitive telah sempurna. Bila hubungan saluran kearah sentral tidak terbentuk maka
timbul penimbunan cairan yang akhirnya membentuk kista berisi cairan. Hal ini
paling sering terjadi di daerah leher (higroma kistik colli). Kelainan ini dapat meluas
ke segala arah seperti ke jaringan sublingualis di mulut.
Higroma kistik dapat terjadi akibat beberapa faktor antara lain:
1. Faktor lingkungan

Dapat disebabkan oleh infeksi karena virus selama masa kehamilan dan
penyalahgunaan zat, obat-obatan dan alkohol. Infeksi pavovirus merupakan yang
paling sering terjadi. Ketika virus menginfeksi ibu, maka virus akan masuk ke
dalam tubuh dan menyerang ke plasenta dan dapat menyebabkan higroma pada
janin.
2. Faktor genetik
Mayoritas higroma kistik yang ditemukan pada masa prenatal banyak
dihubungkan dengan Syndrom Turner, dimana terjadi abnormalitas pada wanita
yang mempunyai satu kromosom X dibanding yang mempunyai dua kromosom
X. Abnormalitas kromosom termasuk trisome 13, 18, 21 dan 47 XXY juga dapat
menyebabkan higroma kistik.
E. PATOLOGI
Pada mulanya bagian dalam kista dilapisi oleh selapis sel endotel dan berisi
cairan jernih kekuningan yang sesuai dengan cairan limfe. Pada permukaan
ditemukan kista besar yang makin ke dalam menjadi makin kecil seperti buih sabun.
Higroma kistik dapat mencapai ukuran yang besar dan menyusup ke otot leher dan
daerah sekitarnya seperti faring, laring, mulut dan lidah. Yang terakhir dapat
menyebabkan makroglosia.
F. GAMBARAN KLINIK
Keluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa
nyeri atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol dan lunak.
Permukaannya halus, lepas dari kulit dan sedikit melekat pada jaringan dasar.
Kebanyakan terletak di regio trigonum posterior colli. Sebagai tanda khas, pada
pemeriksaan transiluminasi positif tampak terang sebagai jaringan diafan (tembus
cahaya).
Benjolan ini jarang menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat
membesar karena radang dan menimbulkan gejala gangguan pernafasan akibat
pendesakan saluran nafas seperti trakea, orofaring maupun laring. Bila terjadi

perluasan ke arah mulut dapat timbul gangguan menelan. Perluasan ke aksila dapat
menyebabkan penekanan pleksus brakialis dengan berbagai gejala neurologik.
G. STAGING TUMOR
Stadium tumor dapat di bedakan menjadi 5 stage menurut De Serres, yaitu:

Stage I

: Unilateral infrahyoid (17% complication rate)

Stage II

: Unilateral suprahyoid (41% complication rate)

Stage III

: Unilateral, infrahyoid dan suprahyoid (67% complication rate)

Stage IV

: Bilateral suprahyoid (80% complication rate)

Stage V

: Bilateral infrahyoid dan suprahyoid (100% complication rate)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG

CT Scan leher untuk melihat batas area tumor

MRI dapat dilakukan dan lebih detail dibanding CT Scan

Foto leher untuk melihat deviasi tulang servikal akibat desakan tumor

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
Seorang bayi dengan diagnosis prenatal sebagai kista higroma harus dilahirkan
di pusat pelayanan kesehatan yang memiliki sarana lengkap untuk mewaspadai
komplikasi neonatal. Seorang obstetrician biasanya memutuskan metode melahirkan
yang sesuai. Jika kista higromanya besar, harus dipersiapkan operasi

sesar dan

bekerja sama dengan neonatalogist, otolaryngologist, pediatric surgeon dan


anesthesiologist .
Setelah lahir, neonatus dengan kista higroma yang persisten harus diwaspadai
tanda-tanda obstruksi jalan napas. Observasi neonatus oleh neonatalogist setelah lahir

sangat direkomendasikan. Jika resolusi kista tidak terjadi setelah lahir, harus konsul
ke ahli bedah anak.
Modalitas terpilih untuk kista higroma adalah eksisi bedah, akan tetapi sudah
ada beberapa laporan kasus yang mendokumentasikan hasil yang cukup baik dengan
menggunakan agen sclerosant. Kista higroma merupakan lesi jinak dan bisa tetap
asimptomatik dalam periode waktu yang cukup lama. Indikasi pengobatan adalah
apabila terjadi infeksi pada lesi, respiratory distress, disfagia, perdarahan di dalam
kista, peningkatan ukuran yang tiba-tiba, dan terbentuk sinus. Respiratory distress
ditangani dengan melakukan trakeostomi apabila terjadi kompresi laring atau trakea
oleh massa kista. Regresi spontan lesi ini jarang terjadi, meskipun ada beberapa
pasien yang menunjukkan terjadinya regresi parsial spontan.
1. Eksisi
Eksisi kista ini tidak mudah, karena melibatkan struktur dalam dan
vital. Perawatan ekstrim harus dilakukan untuk menghindari komplikasi
selama operasi. Komplikasi yang mungkin terjadi selama operasi adalah
kerusakan nervus facialis, arteri facial, arteri carotid, vena jugularis interna,
duktus torasikus dan pleura, serta eksisi inkomplit. Komplikasi post operasi
yang mungkin terjadi adalah infeksi luka operasi, perdarahan, hypertrophic
scar, dan keluarnya cairan limfe dari luka operasi. Pada 20% kasus, ditemukan
adanya rekurensi setelah eksisi komplit.
Eksisi total merupakan pilihan utama. Pembedahan ini dimaksudkan
untuk mengambil keseluruhan massa kista. Akan tetapi, bila tumor besar dan
telah menyusup ke organ penting, seperti trakea, esofagus, atau pembuluh
darah, ekstirpasi total sulit dikerjakan. Oleh karena itu, penanganannya cukup
dengan pengambilan sebanyak-banyaknya kista, namun mungkin perlu
dilakukan beberapa kali tindakan operasi. Pada akhir pembedahan,
pemasangan drain sangat dianjurkan. Kemudian, pasca bedah diberikan injeksi
bleomisin subkutan untuk mencegah kekambuhan. Hal ini merupakan cara
penanganan yang paling baik dan aman.
Pembedahan sebaiknya dilakukan setelah proide neonatus karena
mortalitas akibat pembedahan pada priode neonatus cukup tinggi.

1. Aspirasi
Aspirasi perkutan diikuti oleh reakumulasi cepat dari cairan dalam
kista atau oleh perkembangan infeksi. Aspirasi kista higroma bisa dilakukan
sebagai penanganan sementara untuk mengurangi ukuran dari kista sehingga
dapat mengurangi efek penekanan terhadap saluran pernafasan dan
pencernaan. Trakeostomi dan gastrostomi dilakukan terutama pada pasien
dengan gangguan menelan dan pernafasan yang berat.
2. Skleroterapi
Modalitas primer untuk kista higroma telah dicoba dengan teknik
skleroterapi menggunakan bleomisin intralesi. Banyak kasus menunjukkan
respon yang baik terhadap terapi ini. Agen lain yang digunakan adalah
OK432, yang memberikan hasil yang lebih memuaskan dengan komplikasi
yang lebih minimal daripada bleomisin.
Komplikasi
Kista higroma merupakan lesi yang jinak, akan tetapi dapat menimbulkan
beberapa komplikasi seperti :
1. Infeksi pada lesi
Infeksi pada kista higroma ini biasanya merupakan infeksi sekunder
dari fokus infeksi di traktus respiratorius, meskipun bisa juga bersifat infeksi
primer. Selama proses infeksi, ukuran kista membesar dan menjadi hangat,
merah, dan nyeri. Pasien bisa juga menjadi demam. Infeksi bisa melibatkan
seluruh kista atau sebagian kista. Selama infeksi aktif, transiluminasi bisa
tidak terlihat lagi dan kadang-kadang kista ini juga bisa menjadi abses
sehingga memerlukan tindakan drainase untuk meredakan gejala. Infeksi ini
diobati dengan antibiotik, antipiretik, dan analgetik.
2. Perdarahan kista
Pada perdarahan, kista menjadi keras dan tegang. Ruptur spontan pada
kista higroma leher yang besar pernah dilaporkan sehingga memerlukan
intervensi bedah segera.

3. Gangguan pernafasan dan disfagia


Gangguan ini disebabkan oleh penekanan oleh massa kista pada
saluran pernafasan dan pencernaan.
Prognosis
Prognosis higroma kistik tergantung pada ukuran kista dan komplikasikomplikasi yang terjadi. Pertumbuhan kista dan pertumbuhan ke jaringan sekitar tidak
dapat diprediksi. Sebagian kista dapat mereda secara spontan. Akan tetapi, tetap ada
kemungkinan terjadi rekurensi.
Kista higroma yang berkembang pada trimester ke tiga (setelah 30 minggu
kehamilan) atau periode postnatal biasanya tidak berhubungan dengan abnormalitas
kromosom. Ada kemungkinan rekurensi kista higroma setelah pengangkatan secara
bedah. Kemungkinan rekurensi tergantung atas perluasan kista higroma dan apakah
dinding kista dapat diangkat sempurna.
Sebuah kista hygroma umumnya mulai berkembang pada usia kehamilan
minggu ke 6- ke 9, hal ini merupakan kegagalan dari sakus limfatikus jugularis untuk
mengalir ke vena jugularis interna, yang menghasilkan dilatasi dari sakus limfatikus
menjadi kista dan menyebabkan obstruksi limfe jugular dan hydrops fetalis. Prognosis
pada kasus ini adalah buruk. Hygroma ini terjadi hampir 75% pada leher. Bagian
lateroposterior leher lebih sering dibandingkan bagian anterior leher, sering terjadi
secara bilateral dalam posisi yang tidak simetris.

Anda mungkin juga menyukai