Disusun Oleh:
Agung Wahyu Hidayat
G99141093
G99141101
Pembimbing
dr. Guntur S , Sp.B, Sp.BA
BAB I
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
Tanggal Masuk
Tanggal Periksa
No. RM
: Anak K
: 3 tahun 11 bulan
: Laki-laki
: Islam
: Jatipurno, Wonogiri
: 18 Mei 2015
: 21 Mei 2015
: 01300071
: disangkal
: disangkal
V. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dari ibu usia 27 tahun secara normal. Sahat lahir menangis
spontan, ketuban jernih dan tidak berbau.
Usia kehamilan
: 38 minggu
Berat badan lahir
: 2900 gram
Usia ibu saat melahirkan : 27 tahun
VI. Riwayat Kehamilan dan Prenasi
Riwayat ANC
: rutin di bidan
Riwayat sakit saat hamil
: disangkal
Riwayat konsumsi jamu saat hamil : disangkal
VII. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi pasien lengkap.
B. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Compos mentis, sakit sedang, gizi baik
BB
: 21 kg
TB
: 102 cm
b. Vital sign
:
S
: 36,8c
N
: 86 x/menit
RR
: 22 x/menit
c. Kepala
: mesocephal
d. Mata
: konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-)
e. Telinga
: secret (-/-)
f. Hidung
: nafas cuping hidung (-/-)
g. Mulut
: mukosa basah (+), sianosis (-), jejas (-)
h. Tenggorokan
: tonsil T1-T1, hiperemis (-)
i. Leher
: pembesaran limfonodi (+) kanan
j. Thorak
: normochest, retraksi (-)
k. Jantung
:
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bising jantung I-II interval regular, bising (-)
l. Paru-paru
:
Inspeksi
: pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) suara tambahan (-/-)
m. Abdomen
:
Inspeksi
: distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) N
Perkusi
: Tympani
Palpasi
: massa (-), nyeri tekan (-)
n. Genitourinaria : anus (+) normal
o. Muskuloskeletal : nyeri (-), kelemahan (-), keterbatasan ROM (-)
p. Ekstremitas
:
Akral dingin
Oedema
-
C. STATUS LOKALIS
Regio zigoma (D): I : pipi kanan tampak benjolan berukuran 4x3x3cm
P : teraba benjolan lunak Mobile
D. ASSESMENT I
Suspek hygroma colli dextra DD
-
Warthins tumor
Abscess
E. PLANNING I
-
MRS
USG
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (7 Mei 2015) di RSUD Dr. Moewardi
Pemeriksaan
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Golongan Darah
Hemostasis
PT
APTT
INR
Serologi Hepatitis
HBsAg
Hasil
Satuan
Rujukan
11.8
38
26.9
465
4.71
B
g/dL
%
ribu/l
ribu/l
juta/l
10.8 12.8
35 43
5.5 17.0
150 450
3.90 5.30
12.2
28.7
0.930
detik
detik
10.0 15.0
20.0 40.0
-
Non reactive
Non reactive
G. ASSESMENT II
Hygroma colli dextra
H. PLANNING II
-
Injeksi Bleomycin
Konsul anestesi
Konsul jantung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SYNONIM
CH,
cystic
lymphatic
lesion,
macrocystic
lymphatic
malformation,
Kista higroma juga dapat dilihat dengan menggunakan USG abdominal pada
usia gestasi 10 minggu, meskipun USG transvaginal dapat memberikan gambaran
yang lebih detail. MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi perluasan dari kista
higroma pada fetal.
Higroma kistik pada bayi dapat berlanjut ke keadaan hydrops (peningkatan
jumlah cairan di dalam tubuh) yang kadang-kadang dapat menyebabkan kematian dan
dapat menjadi sangat besar di bandingkan dengan badan bayi/anak.
Kista higroma coli yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap saluran
nafas dan pencernaan sehingga memerlukan penatalaksanaan sesegera mungkin.
Modalitas terapi utama berupa tindakan eksisi bedah untuk membuang lesi kista.
Prognosis kista higroma coli bergantung pada ukurannya dan tindakan yang dilakukan
karena jarang ada kasus yang mengalami regresi spontan.
C. PREVALENSI
Belum banyak data yang menjelaskan, akan tetapi hygroma kistik dapat terjadi
antara 1,7:10000 atau sekitar 0,83% kehamilan mempunyai risiko terjadi anomali.
Higroma kistik ini dapat terjadi kira-kira 1% pada janin mulai umur kehamilan 9
minggu sampai 16 minggu. Kejadian pada bayi sekitar 50% - 65% dan pada anak usia
2 tahun sekitar 80% - 90%.
D. ETIOLOGI
Anyaman pembuluh limfe yang pertama kali terbentuk di sekitar pembuluh
vena mengalami dilatasi dan bergabung membentuk jala yang di daerah tertentu akan
berkembang menjadi sakus limfatikus. Pada embrio usia 2 bulan, pembentukan sakus
primitive telah sempurna. Bila hubungan saluran kearah sentral tidak terbentuk maka
timbul penimbunan cairan yang akhirnya membentuk kista berisi cairan. Hal ini
paling sering terjadi di daerah leher (higroma kistik colli). Kelainan ini dapat meluas
ke segala arah seperti ke jaringan sublingualis di mulut.
Higroma kistik dapat terjadi akibat beberapa faktor antara lain:
1. Faktor lingkungan
Dapat disebabkan oleh infeksi karena virus selama masa kehamilan dan
penyalahgunaan zat, obat-obatan dan alkohol. Infeksi pavovirus merupakan yang
paling sering terjadi. Ketika virus menginfeksi ibu, maka virus akan masuk ke
dalam tubuh dan menyerang ke plasenta dan dapat menyebabkan higroma pada
janin.
2. Faktor genetik
Mayoritas higroma kistik yang ditemukan pada masa prenatal banyak
dihubungkan dengan Syndrom Turner, dimana terjadi abnormalitas pada wanita
yang mempunyai satu kromosom X dibanding yang mempunyai dua kromosom
X. Abnormalitas kromosom termasuk trisome 13, 18, 21 dan 47 XXY juga dapat
menyebabkan higroma kistik.
E. PATOLOGI
Pada mulanya bagian dalam kista dilapisi oleh selapis sel endotel dan berisi
cairan jernih kekuningan yang sesuai dengan cairan limfe. Pada permukaan
ditemukan kista besar yang makin ke dalam menjadi makin kecil seperti buih sabun.
Higroma kistik dapat mencapai ukuran yang besar dan menyusup ke otot leher dan
daerah sekitarnya seperti faring, laring, mulut dan lidah. Yang terakhir dapat
menyebabkan makroglosia.
F. GAMBARAN KLINIK
Keluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa
nyeri atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol dan lunak.
Permukaannya halus, lepas dari kulit dan sedikit melekat pada jaringan dasar.
Kebanyakan terletak di regio trigonum posterior colli. Sebagai tanda khas, pada
pemeriksaan transiluminasi positif tampak terang sebagai jaringan diafan (tembus
cahaya).
Benjolan ini jarang menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat
membesar karena radang dan menimbulkan gejala gangguan pernafasan akibat
pendesakan saluran nafas seperti trakea, orofaring maupun laring. Bila terjadi
perluasan ke arah mulut dapat timbul gangguan menelan. Perluasan ke aksila dapat
menyebabkan penekanan pleksus brakialis dengan berbagai gejala neurologik.
G. STAGING TUMOR
Stadium tumor dapat di bedakan menjadi 5 stage menurut De Serres, yaitu:
Stage I
Stage II
Stage III
Stage IV
Stage V
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG
Foto leher untuk melihat deviasi tulang servikal akibat desakan tumor
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
Seorang bayi dengan diagnosis prenatal sebagai kista higroma harus dilahirkan
di pusat pelayanan kesehatan yang memiliki sarana lengkap untuk mewaspadai
komplikasi neonatal. Seorang obstetrician biasanya memutuskan metode melahirkan
yang sesuai. Jika kista higromanya besar, harus dipersiapkan operasi
sesar dan
sangat direkomendasikan. Jika resolusi kista tidak terjadi setelah lahir, harus konsul
ke ahli bedah anak.
Modalitas terpilih untuk kista higroma adalah eksisi bedah, akan tetapi sudah
ada beberapa laporan kasus yang mendokumentasikan hasil yang cukup baik dengan
menggunakan agen sclerosant. Kista higroma merupakan lesi jinak dan bisa tetap
asimptomatik dalam periode waktu yang cukup lama. Indikasi pengobatan adalah
apabila terjadi infeksi pada lesi, respiratory distress, disfagia, perdarahan di dalam
kista, peningkatan ukuran yang tiba-tiba, dan terbentuk sinus. Respiratory distress
ditangani dengan melakukan trakeostomi apabila terjadi kompresi laring atau trakea
oleh massa kista. Regresi spontan lesi ini jarang terjadi, meskipun ada beberapa
pasien yang menunjukkan terjadinya regresi parsial spontan.
1. Eksisi
Eksisi kista ini tidak mudah, karena melibatkan struktur dalam dan
vital. Perawatan ekstrim harus dilakukan untuk menghindari komplikasi
selama operasi. Komplikasi yang mungkin terjadi selama operasi adalah
kerusakan nervus facialis, arteri facial, arteri carotid, vena jugularis interna,
duktus torasikus dan pleura, serta eksisi inkomplit. Komplikasi post operasi
yang mungkin terjadi adalah infeksi luka operasi, perdarahan, hypertrophic
scar, dan keluarnya cairan limfe dari luka operasi. Pada 20% kasus, ditemukan
adanya rekurensi setelah eksisi komplit.
Eksisi total merupakan pilihan utama. Pembedahan ini dimaksudkan
untuk mengambil keseluruhan massa kista. Akan tetapi, bila tumor besar dan
telah menyusup ke organ penting, seperti trakea, esofagus, atau pembuluh
darah, ekstirpasi total sulit dikerjakan. Oleh karena itu, penanganannya cukup
dengan pengambilan sebanyak-banyaknya kista, namun mungkin perlu
dilakukan beberapa kali tindakan operasi. Pada akhir pembedahan,
pemasangan drain sangat dianjurkan. Kemudian, pasca bedah diberikan injeksi
bleomisin subkutan untuk mencegah kekambuhan. Hal ini merupakan cara
penanganan yang paling baik dan aman.
Pembedahan sebaiknya dilakukan setelah proide neonatus karena
mortalitas akibat pembedahan pada priode neonatus cukup tinggi.
1. Aspirasi
Aspirasi perkutan diikuti oleh reakumulasi cepat dari cairan dalam
kista atau oleh perkembangan infeksi. Aspirasi kista higroma bisa dilakukan
sebagai penanganan sementara untuk mengurangi ukuran dari kista sehingga
dapat mengurangi efek penekanan terhadap saluran pernafasan dan
pencernaan. Trakeostomi dan gastrostomi dilakukan terutama pada pasien
dengan gangguan menelan dan pernafasan yang berat.
2. Skleroterapi
Modalitas primer untuk kista higroma telah dicoba dengan teknik
skleroterapi menggunakan bleomisin intralesi. Banyak kasus menunjukkan
respon yang baik terhadap terapi ini. Agen lain yang digunakan adalah
OK432, yang memberikan hasil yang lebih memuaskan dengan komplikasi
yang lebih minimal daripada bleomisin.
Komplikasi
Kista higroma merupakan lesi yang jinak, akan tetapi dapat menimbulkan
beberapa komplikasi seperti :
1. Infeksi pada lesi
Infeksi pada kista higroma ini biasanya merupakan infeksi sekunder
dari fokus infeksi di traktus respiratorius, meskipun bisa juga bersifat infeksi
primer. Selama proses infeksi, ukuran kista membesar dan menjadi hangat,
merah, dan nyeri. Pasien bisa juga menjadi demam. Infeksi bisa melibatkan
seluruh kista atau sebagian kista. Selama infeksi aktif, transiluminasi bisa
tidak terlihat lagi dan kadang-kadang kista ini juga bisa menjadi abses
sehingga memerlukan tindakan drainase untuk meredakan gejala. Infeksi ini
diobati dengan antibiotik, antipiretik, dan analgetik.
2. Perdarahan kista
Pada perdarahan, kista menjadi keras dan tegang. Ruptur spontan pada
kista higroma leher yang besar pernah dilaporkan sehingga memerlukan
intervensi bedah segera.