Penatalaksanaan
1. Penegakan Diagnosis
a. Pemeriksaan Klinis
i.
Anamnesis
ii.
Pemeriksaan Fisik
b. Pemeriksaan Radiodiagnostik/Imaging
i.
ii.
iii.
iv.
MRI
v.
USG Hepar
vi.
Bone Scintigraphy
vii.
MPC-stream
viii.
Positrom
Emission
Tommography
(PET)
(untuk
melihat
Namun, tidak semua jenis kanker memiliki tes skrining dan beberapa tes
hanya untuk orang-orang dengan risiko genetik yang spesifik (Harrison,
Tinsley R, 2008; Nolodewo A, 2007).
Pemeriksaan skrining kanker nasofaring secara massal bisa
dilakukan dengan pemeriksaan di laboratorium (serologi) yaitu untuk
mendeteksi adanya antibodi IgA untuk virus Epstein Barr. Titer IgA anti
VCA sangat sensitif untuk kanker nasofaring tetapi kurang spesifik.
Sebaliknya IgA anti EA sangat spesifik untuk kanker nasofaring tetapi
kurang sensitif. Pemeriksaan ini juga berguna untuk mengevaluasi
penderita pasca pengobatan untuk mengetahui kemungkinan berulangnya
kanker tersebut. Pada daerah endemik, pemeriksaan ini menjadi petunjuk
bagi dokter untuk merujuk penderita ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas pemeriksaan lebih lanjut (Lin HS et al, 2003).
3. Prosedur Terapi
Penatalaksanaan kanker nasofaring dilakukan dengan serangkaian
pengobatan meliputi radioterapi, kemoterapi, kombinasi radioterapi dan
kemoterapi, implantasi biji Iodium 125, i . Pengobatan ini ditujukan untuk
memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta
menghilangkan
gejala-gejalanya.
Keberagaman
jenis
terapi
ini
(b)
distribusi,
perubahan
metabolism
serta
perbuahan eksresi).
Beberapa jenis obat dan keadaan yang dapat menambah
sensitifitas radioterapi : Oksigenasi, Hipertermi, Levamisol,
beberapa sitostatika.
iii. Imunitas Tubuh dan kemampuan pasien untuk menerima terapi
yang kita berikan.
iv. Efek samping terapi yang diberikan
b. Modalitas terapi
i. Radioterapi
Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit-penyakit
maligna dengan menggunakan sinar peng-ion, bertujuan untuk
mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara
jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak menderita kerusakan
terlalu berat. Kanker nasofaring bersifat radiosensitive dan
kemoresponsif sehingga terapi utama karsinoma nasofaring yang
masih terbatas pada daerah kepala dan leher adalah radioterapi.
Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan
elektrolit dari cairan tubuh baik intra maupun ekstra seluler,
sehingga timbul ion H dan OH yang sangat reaktif. Ion itu dapat
bereaksi dengan molekul DNA dalam kromosom, sehingga dapat
terjadi : rantai ganda DNA pecah, perubahan cross-linkage dalam
rantai DNA serta perubahan base yang menyebabkan degenerasi
atau kematian sel. Dasar untuk radioterapi pada kanker adalah
dosis lethal dan kemampuan reparasi kerusakan pada sel-sel
kanker lebih rendah dari sel-sel normal, sehingga akibat radiasi
sel-sel kanker lebih banyak yang mati dan yang tetap rusak
dibandingkan dengan sel-sel normal. Sel-sel yang masih tahan
hidup akan mengadakan reparasi kerusakan DNA-nya sendiri-
teknologi,
metode
IMRT
(Intensified
ketahanan
hidup
penderita
karsinoma
nasofaring
(kuratif/paliatif),
pemeriksaan
fisik
dan
primer
dan
sekitarnya
potensi
penjalaran
Secara
garis
besar,
batas-batas
lapangan
penyinaran adalah :
(i)
Batas atas
basis
kranii,
Batas depan
terletak
Batas belakang :
dibelakang
eksterna,
tepat
meatus
kecuali
bila
akustikus
terdapat
Batas bawah
terletak
pada
(ii)
(iii)
(d) Radioisotop
(i) Sinar gamma
(ii) Cobalt
(iii) Radium
(iv)sinar alfa, beta, gamma
(e) Teknik Radioterapi
pemulihan
keadaan
penderita
sehingga
sekalipun
kelenjar.
Metode
tidak
dijumpai
brakhiterapi,
pembesaran
yakni
dengan
saat
ini
banyak
digunakan
guna
Pemberian
radiasi
dapat
Suatu
Larutan
(ii)
(iii)
(iv)
jumlah
sel
limfosit
T namun
juga
Bleomycin,
Hydroxyurea,
Doxorubicin,
semua
sitostatika
mempengaruhi
proses
yang
Antimetabolit
Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin.
Contoh: MTX (menghambat pembentukan folat tereduksi
yang dibutuhkan untuk sintesis timidin)
(b)
molekul
DNA
dan
dengan
demikian
neoadjuvan
yaitu
pemberian
kemoterapi
simultaneous
atau
concomitant
chemoradiotherapy
(c)
Penderita yang
Pemberian
single
drug
karsinoma
sel
skuamosa
diferensiasi
buruk
atau
tidak
yang
dilakukan
melalui
arteri
temporalis
Kemoradioterapi
Kemoradioterapi
kombinasi
adalah
pemberian
survival
sel
kanker
pasien
secara
dengan
cara
sistemik
lewat
saat
ini
belum
didapatkan
standar
massa
tumor,
karena
dengan
radiasi
lebih
efektif.
Telah
diketahui
melekul
menyebabkan
sel
DNA
lebih
oleh
kemoterapi
sensitive
terhadap
menghambat
tumor
yang
(Darmaniah
pertumbuhan
sudah
N,
sempat
2007).
kembali
terpapar
Kemoterapi
sel
radiasi
neoajuvan
radioterapi.
Pemberian
kemoterapi
yang
memberantas
diberikan
sejak
mikrometastasis
dini
sistemik
dapat
seawal
yang
sebelum
terapi
organ
pada
tempat
tumbuhnya
tumor
(organ preservation).
Secara sinergi agen kemoterapi seperti Cisplatin
mampu menghalangi perbaikan kerusakan DNA
fase
Kemoterapi
sensitif
yang
terhadap
diberikan
secara
radiasi.
12
bersamaan
dimaksud
untuk
radiasi.
Keuntungan
keduanya
bekerja
kemoradioterapi
sinergistik
yaitu
Toksisitas
Kemoradioterapi
dapat
secara
bersamaan
dengan
radiasi
pemberian
sebaiknya
gunakan
sederhana
sesuai
tidak
diperpanjang,
regimen
jadwal
kemoterapi
pemberian.
maka
yang
Untuk
kemoterapi
tunggal
(single
agent
meningkatkan
sensitivitas
sel
kanker
sering
digunakan
adalah
Cisplatin,
5-
Fluorouracil dan MTX dengan response rate 15%47%. Kombinasi pengobatan dengan kemoterapi diperlukan
apabila kanker sudah tumbuh sedemikian besarnya sehingga
menyulitkan tindakan radioterapi. Di samping itu pemberian
kemoterapi diharapkan dapat meningkatkan kepekaan jaringan
tumor terhadap radiasi serta membunuh sel sel kanker (Silor PA,
2007; Yusmawan W et al, 2007).
v.
vi.
Immunoterapi
Cara terapinya adalah dari pasien karsinoma nasofaring
dikeluarkan darah tepinya, dipisahkan sel mononukleusnya,
ditambahkan interleukin-2 dan diinkubasi ekstrakorporal untuk
menginduksi produksi sel dendritik. Kemudian dari pasien
karsinoma nasofaring dikeluarkan sel kankernya, dinonaktifkan,
Terapi Fotodinamik
Sel kanker dapat secara khusus mengikat zat fotosensitif, mulamula disuntikkan zat fotosensitif, 48 jam kemudian dimasukkan
serat optic hingga ke tepi kanker nasofaring, disalurkan laser
merah 630nm. Di bawah penyinaran laser, zat fotosensitif
mengatalisis molekul oksigen (O2) menjadi oksigen tunggal
yang berefek sitotoksik hingga membasmi sel kanker. Metode
ini terutama sesuai bagi kanker yang tersisa di rongga
nasofaring atau kasus yang sudah menginfiltrasi basis kranial.
Kami dengan metode ini telah menerapi 14 kasus karsinoma
nasofaring stadium lanjut, semuanya efektif. Untuk pasien yang
kambuh setelah terapi konvensional, metode ini dapat menjadi
pilihan utama (Yusmawan W et al, 2007).
Kelebihan : Relatif selektif pada jaringan yang ada sel
tumornya. Dapat digunakan untuk semua tumor. Toksisitasnya
rendah, keamanannya terjamin, tidak menekan daya tahan tubuh
maupun sumsum tulang. Tidak ada dampak buruk bersama cara
pengobatan
lain
seperti
pembedahan,radioterapi
maupun
kemoterapi
ix.
x.
Pemberian Tetrasiklin
xi.
Pemberian Interferon
xii.
hasil
pengobatan
dengan
kemoterapi,
baik
f. Disamping
itu,
dikenal
suatu
periode
penderita
(diakses
tanggal
14
September 2011)
Kartika,
H.
2008.
Penatalaksanaan
Karsinoma
Nasofaring.
HS.,
Fee,
WE.
2003.
Malignant
Nasopharygeal
Tumors.
http://www.emedicine.com.
Darmaniah, N., Hartanto, H., Wulandari, N. (eds). 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins Volume 1 Edisi 7. Jakarta : EGC. pp: 186
Heriady, Y. 2005. Kanker Nasofaring (1) Telinga Berdengung, Lendir Darah dari
Hidung.http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?
Berita=Konsultasi&id=83673 (diakses tanggal 14 september 2011)
Nolodewo, A., Yuslam, dan Muyassaroh. 2007. Paparan Formaldehid sebagai
Faktor Risiko Kanker Nasofaring Kajian pada Penderita Karsinoma
Nasofaring di RS. Dr. Kariadi Semarang, dalam Cermin Dunia
Kedokteran Volume 34 No. 155. Jakarta : Grup PT. Kalbe Farma Tbk. pp:
96-99.
Soepardi, E.A., dan Iskandar, N. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Kepala
dan Leher. Jakarta : FKUI.
Wulandari, N., Hartanto, H., Darmaniah, N.(eds). 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC. pp: 568-569
Yusmawan, W., dan Amriyatun. 2007. Hubungan antara Densitas Mikrovaskuler
dengan Respon Klinik Penderita Karsinoma Nasofaring WHO 2 dan
WHO 3
Volume 34 No. 155. Jakarta : Grup PT. Kalbe Farma Tbk. pp: 100-103.
Guyton, Arthur C dan John E Hall; alih bahasa Setiawan. 1997. Buku ajar
Fisiologi kedokteran, edisi ke-9. Jakarta : EGC
Keluarga
Besar
Asisten
Anatomi
Fakultas
Kedokteran
PA.
2007.
Karsinoma
Nasofaring.
http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/paulus-febrianto-silor078114130.pdf
Harrison, Tinsley R. 2008. Harrisons PhPrinciples of Internal Medicine. 17th ed.
Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Boon NA et al.2007. Davidsons Principle and Practice of Medicine. 20th ed.
(http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?
ISBN=9780443100574&ID=P1).
LAMPIRAN 1
Skema dasar molekular kanker:
Perbaikan
Perbaikan
DNA Gagal
Ekspansi klonal
Mutasi tambahan (progresi)
Heterogenitas
Sumber : Hartanto, 2007
LAMPIRAN
Stadium klinis kanker nasofaring dengan system TNM menurut UICC (1997):
T
: Tumor Primer
: N0, Mo
T2b, N2, Mo
T3, NoN1N2, Mo
Stadium IVA : T4, NoN1N2, Mo
Stadium IVB :
T1-4, N3, Mo
Stadium IVC :
T1-4, N0-3, M1
(Arina, 2004)
LAMPIRAN
(Arina, 2004)
LAMPIRAN