Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Higroma dalam bahasa Yunani berarti tumor yang berisi air. Higroma
merupakan kelainan kongenital dari sistem limfatik. Higroma pertama kali
dideskripsikan oleh Wernher pada tahun 1843 sebagai lesi kista limfatik yang
dapat mengenai berbagai daerah anatomi pada tubuh manusia. Akan tetapi,
sebagian besar mengenai daerah kepala dan leher (75%), dengan predileksi
sebelah kiri.1,2
Insidens dari kejadian higroma colli di dunia berjumlah 1 kasus setiap
6000-16000 kelahiran dan merupakan kelainan yang paling sering menjadi
penyebab massa pada leher yang dapat dideteksi pada prenatal. Higroma colli juga
biasa ditemukan pada saat lahir sebagai sebuah pembengkakan yang kurang nyeri,
dan sebagian besar lesi (90%) menetap sebelum usia 2 tahun.3,4
Higroma colli yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap saluran
nafas dan pencernaan sehingga memerlukan penatalaksanaan sesegera mungkin.
Modalitas terapi utama berupa tindakan eksisi bedah untuk membuang lesi kista.
Prognosis kista higroma colli bergantung pada ukurannya dan tindakan yang
dilakukan karena jarang ada kasus yang mengalami regresi spontan.5
Bayi dan anak-anak yang ditemukan dengan massa di leher sering
diajukan ke radiologist untuk evaluasi lebih lanjut. Berbagai modalitas seperti
USG , CT-Scan dan MRI dapat membantu membedakan jenis massa pada leher
ini. Foto polos diindikasikan apabila ada kompresi dan pergeseran struktur pada
leher.6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Higroma Colli, dikenal juga dengan limfangioma, jugular limfatik

obstruktif, dan higroma colli kistikum. Higroma adalah suatu kantong berisi
cairan yang obstruksi sistem limfatik akibat defek perkembangan sistem limfatik.
Higroma biasanya ditemukan di daerah kepala dan leher pada trigonum colli
posterior tepat di atas klavikula dan jarang ditemukan di aksila dan trungkus,
tetapi dapat pula muncul pada seluruh daerah aliran limfe.6
2.2

Epidemiologi
Insiden higroma di dunia berjumlah 1 kasus setiap 6.000-16.000 kelahiran.

Dari sumber lain disebutkan bahwa kasus higroma berkisar 1,7:10.000 kehamilan.
Prevalensi pada fetus adalah sekitar 0,2-3%. Byrne dkk. melaporkan higroma colli
ditemukan pada 0,5% dari kasus abortus spontan dengan crown-lump length besar
dari 30 mm.7
Sebagian besar kasus higroma (50-65%) ditemukan saat lahir, dengan 8090% kasus terdeteksi sebelum usia 2 tahun. Higroma dapat terjadi baik pada anak
laki-laki maupun anak perempuan dengan frekuensi yang sama. Kejadiannya
sama pada populasi kulit berwarna maupun kulit putih.8
Kebanyakan (sekitar 75%) higroma terdapat di daerah leher, dan secara
tipikal sering berada di posterior dan lateral leher dibandingkan bagian anterior
leher, dan sering juga terjadi bilateral dengan tampilan yang tidak simetris.
Kelainan ini antara lain juga ditemukan di aksilla (20%), mediastinum dan regio
inguinalis (5%).8

Angka kematian akibat kelainan ini dilaporkan sebesar 2-6%, yang


biasanya merupakan sekunder dari pneumonia, bronkiektasis, dan gangguan jalan
napas akibat lesi yang besar. Lesi ini juga dapat menekan struktur di sekitarnya
seperti saraf, pembuluh darah, dan pembuluh limfe sehingga menimbulkan
berbagai kelainan berdasarkan struktur yang terkena.8
2.3

Anatomi
Leher merupakan bagian tubuh yang memisahkan kepala dari bagian

tubuh lainnya. Komponen utama yang terdapat di leher adalah vena jugularis,
arteri karotis, saraf-saraf, esofagus, pita suara atau laring, vertebra servikal, dan
otot sternokleidomastoideus (Gambar 2.1).9

Gambar 2.1 Anatomi Leher10

Vena jugularis terdiri dari vena jugularis interna dan eksterna. Vena
jugularis interna menerima aliran darah dari wajah, otak, dan leher. Sedangkan
vena jugularis eksterna menerima aliran darah dari cranium dan wajah bagian
dalam (Gambar 2.2).9

Gambar 2.2 Vena Jugularis11

Arteri karotis mendistribusikan darah ke kepala dan leher. Terdapat dua


arteri karotis mayor yang terdapat pada masing-masing sisi leher. Arteri karotis
sinistra berasal dari cabang arkus aorta, sedangkan arteri karotis dextra berasal
dari cabang trunkus brachiocephalika. Masing-masing arteri karotis ini bercabang
menjadi arteri karotis interna dan eksterna.9
Saraf-saraf di daerah leher merupakan cabang-cabang saraf cranial dan
servikal. Faring, laring, trakea dan sebagian esofagus disebut sebagai kolumna
viseralis. Sedangkan tulang-tulang yang terdapat di leher terdiri dari tujuh tulang
vertebra servikal yang berfungsi untuk pergerakan kepala, melindungi korda
spinalis, serta menyokong otot-otot dan ligamen-ligamen leher.9
Otot-otot leher merupakan struktur yang rumit, sehingga dibagi menjadi
komponen-komponen segitiga untuk memudahkan dalam memahami anatomi.
Otot sternokleidomastoideus yang berinsersi di prosesus mastoideus tulang
temporal dan berorigo di sternum membagi leher menjadi dua segitiga mayor,
yaitu regio segitiga posterior dan anterior (Gambar 2.3).9

Gambar 2.3 Ilustrasi diagram anatomi segitiga anterior dan posterior leher11

Regio segitiga posterior memiliki komponen otot yang lebih banyak


daripada segitiga anterior. Daerah ini dibatasi oleh otot trapezius (posterior),
sternokleidomastoideus (anterior), dan klavikula (inferior). Sedangkan daerah
segitiga anterior di dibatasi oleh mandibula (superior), midline (medial), dan
sternokleidomastoideus (lateral) (Gambar 2.3).9
Pada potongan axial daerah anatomi leher dibagi menjadi lima
kompartemen atau ruang utama, yaitu : (Gambar 2.4).10
1.

Ruang viseral
Merupakan ruang sentral yang terdiri dari organ visera seperti laring,
tiroid, hipofaring, dan esofagus servikal.

2.

Ruang karotid
Merupakan sepasang ruangan di lateral dari ruang viseral yang terdiri dari
arteri karotis interna, vena jugularis interna, dan beberapa struktur saraf.

3.

Ruang retrofaringeal
Merupakan ruangan kecil yang hanya berisi jaringan lemak dan
berhubungan dengan ruang suprahyoid dan mediastinum medial.

4.

Ruang Servikal Posterior


5

Merupakan sepasang ruangan yang terdapat di posterolateral ruang karotid


dan terdiri atas jaringan lemak, nodus limfoid, dan elemen saraf.
5.

Ruang Perivertebral
Ruangan ini merupakan ruangan luas yang mengelilingi korpus vertebra
termasuk otot-otot pre dan paravertebral.

Gambar 2.4 Potongan axial leher9

2.4

Etiologi
Higroma dapat terjadi sebagai temuan tunggal atau dapat juga ditemukan

bersamaan dengan defek lainnya sebagai suatu sindrom. Penyebabnya bervariasi


melibatkan faktor lingkungan, genetik, dan faktor yang tidak diketahui.12
Faktor lingkungan :
-

Infeksi virus maternal seperti Parvovirus

Maternal substance abuse, seperti konsumsi alkohol selama kehamilan.

Faktor genetik yang berhubungan dengan higroma :

Sebagian besar diagnosis prenatal dari higroma berhubungan dengan


sindrom Turner, yaitu abnormalitas kromosom sex pada wanita dimana
hanya terdapat satu kromosom X.

Abnormalitas kromosom lain seperti trisomi 13, 18, dan 21.

Sindrom Noonan
Higroma yang berupa temuan tunggal dapat diturunkan sebagai kelainan
autosomal resesif dimana orang tuanya adalah silent carrier. Akan tetapi,
banyak kelainan higroma ini ditemukan dengan penyebab yang tidak
diketahui.

2.5

Patofisiologi
Saluran limfe terbentuk pada usia kehamilan minggu keenam. Dari saluran

ini, akan terbentuk sakus yang akan menyediakan drainase ke sistem vena.
Kegagalan drainase ke sistem vena ini akan menyebabkan dilatasi dari saluran
limfe, dan apabila berukuran besar maka akan menjadi suatu higroma. Pada
embrio, drainase sistem limfatiknya menuju ke sakus limfatik jugularis.4,12
Hubungan antara struktur primitif sistem limfatik dengan vena jugularis
terbentuk pada usia 40 hari kehamilan. Kegagalan pembentukan hubungan
struktur ini menyebabkan terjadinya stasis aliran limfe dan sakus limfatik
jugularis akan melebar sehingga terbentuklah suatu kista di daerah leher. Apabila
sistem drainase ke sistem vena tidak juga terbentuk pada masa ini, maka akan
terjadi lymphooedem perifer yang progresif dan dapat menyebabkan kematian
intrauterine.12
Aliran limfe yang statis akan menyebabkan kista membesar dan muncul
sebagai suatu massa pada leher bayi baru lahir. Obstruksi napas serius yang

diakibatkan oleh higroma ini jarang terjadi pada bayi baru lahir.. Obstruksi napas
mungkin terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya: a) infiltrasi, dimana pada
beberapa kasus, telah ditemukan perluasan sampai ke linguae frenum dan regio
sub-milohyoid, b) makroglossia, dan c) efek dari perdarahan, yang mungkin
timbul karena trauma pada saat lahir yang menyebabkan perluasan kista sehingga
terjadi peningkatan tegangan dan tekanan dari trakea.13
2.6

Gambaran Klinis
Keluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir

tanpa nyeri atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol, dan
lunak. Permukaannya halus, lepas dari kulit, difus, berbatas tegas, dan sedikit
melekat pada jaringan dasar. Pada palpasi teraba ireguler. Kebanyakan terletak di
regio trigonum posterior colli. Sebagai tanda khas, pada pemeriksaan
transluminasi positif tampak terang sebagai jaringan diafan (tembus cahaya).1
Higroma kecil dan sedang biasanya asimptomatis. Benjolan ini jarang
menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat membesar karena radang
dan menimbulkan gejala gangguan pernafasan akibat pendesakan saluran nafas
seperti trakea, orofaring, maupun laring. Bila lebih besar maka perluasan terjadi
ke arah wajah, lidah, kelenjar parotis, laring, atau dada (15% meluas ke
mediastinum) dan dapat disertai komplikasi-komplikasi lain. Dapat timbul
gangguan menelan dan bernafas, sementara perluasan ke aksilla dapat
menyebabkan penekanan pleksus brakhialis dengan berbagai gejala neurologik.1
2.7

Diagnosis
Pada 80% kasus, lokasi higroma berada pada regio cervico-facial. Oleh

karena itu, higroma harus selalu menjadi pertimbangan pertama dalam diagnosis
8

banding setiap lesi kistik yang memiliki onset pada waktu lahir. Lebih dari 60%
higroma memiliki onset saat lahir, dan sekitar 90% ditemukan sebelum usia dua
tahun.1
Tampilan awal higroma pada saat bayi lahir adalah berupa massa yang
tidak nyeri pada leher. Gejala lainnya berhubungan dengan komplikasi atau efek
dari kista higroma seperti respiratory distress, gangguan makan, demam,
peningkatan ukuran yang tiba-tiba dan infeksi pada lesi. Pada pemeriksaan klinis,
lesi ini tampak lembut, compressible, transluminant, dan tanpa bunyi.1
Pemeriksaan radiologi seperti USG dapat menunjukkan gambaran kista
multipel dan dengan USG Doppler tidak tampak adanya aliran darah dalam lesi
tersebut. Modalitas lain seperti CT-Scan dapat juga memperlihatkan gambaran
kista multiplel, homogen,batas tegas, dan tidak ada invasi ke jaringan sekitar. CTScan sangat membantu dalam melihat perluasan lesi dan hubungannya dengan
saraf dan pembuluh darah sekitarnya.4,14
Diagnosis prenatal higroma dapat dilakukan menggunakan USG.
Karakteristik gambaran USG pada antenatal adalah tampak massa kistik yang
multiseptum dan berdinding tipis.8
Penegakan diagnosis pada prenatal higroma meliputi:15
a.

Ultrasound lengkap, temasuk echocardiogram, untuk melihat jenis anomali


yang lain untuk menentukan penyebab dari higroma.

b.

Riwayat keluarga yang lengkap untuk menilai apakah test diindikasikan


untuk sindroma herediter.

c.

Amniosintesis atau CVS untuk melihat abnormalitas kromosom atau


sindrom genetik spesifik.

d.

Pengkajian virus pada cairan amnion dilakukan jika ada indikasi adanya
hydrops. Skrining serum maternal tidak membantu dalam menilai prognosis
janin dengan higroma.

e.

Evaluasi ultrasound secara periodik dibutuhkan untuk melihat adanya


resolusi kista dan atau perkembangan anomali-anomali yang lain atau fetal
hydrops.

2.8

Pemeriksaan Radiologis

2.8.1

Rontgen
Radiografi atau foto polos rontgen tidak membantu dalam mendiagnosa

higroma. Massa higroma terdiri dari jaringan lunak sehingga tidak memberikan
gambaran dengan kontras yang baik pada foto polos rontgen. Tampilan higroma
pada foto polos hanya sebagai soft tissue mass dengan densitas sama dengan
jaringan lunak sekitar leher.16,17
Foto polos rontgen bermanfaat bila higroma meluas atau berlokasi pada
rongga tubuh, terutama jika tidak terdapat CT Scan dan MRI. Sebagai contoh, foto
rontgen toraks normal menyingkirkan adanya perluasan limfangioma servikal
yang besar ke mediastinum. Foto rontgen juga berguna untuk mengevaluasi trakea
dan sangat membantu pada tindakan anestesi dan intubasi trakea.6

2.8.2

Ultrasonografi (USG)
Telah diketahui bahwa diagnosis prenatal untuk higroma dapat dilakukan

oleh USG transvaginal. Faktanya, kondisi ini sering didiagnosa selama


penggunaan USG prenatal dan penemuannya bisa tepat dan tidak diragukan.
Karakteristik USG pada higroma dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini.3

10

Gambar 2.5 Gambaran USG potongan longitudinal oblik yang diperoleh melalui kepala dan dada
janin. Tanda panah merah menunjukkan higroma. Kantong normal di sekelilingnya merupakan
cairan amnion.3

Gambar 2.6 Transulensi nuchal normal (tanda panah merah) pada daerah sagital dari fetus.
Membran amnion digambarkan terpisah (tanda panah hijau).3

Gambar 2.7 Gambaran USG potongan transversal oblik dari fetal skull yang menunjukkan
higroma posterior.3

Gambar 2.8 Gambaran USG longitudinal yang diperoleh melalui kepala dan dada janin
menunjukkan higroma yang meluas ke bagian atas kepala. (tanda panah).3

11

Penemuan klasik pada higroma adalah massa kista dengan multipel septum
yang muncul sebagai kista yang berdinding tipis, asimetris dan multipel yang
berhubungan dengan bagian posterior dari leher. Massa ini berkaitan dengan
aneuploidi.3

Gambar 2.9 Gambaran USG transversal dari dada janin dengan hydrops. Perhatikan dinding yang
menebal dan jaringan subkutan dengan beberapa ruang kistik kecil. Perhatikan juga adanya
pengumpulan pada pleura janin.3

Jika higroma membesar, kista dapat meluas ke daerah lateral atau anterior
dari leher (gambar pertama). Adanya ligament nuchal (gambar kedua) yang
ditunjukkan sebagai posterior midline band yang meluas melalui kista merupakan
penemuan yang khas.3

Gambar 2.10 Gambaran ultrasonogram yang melalui leher janin menunjukkan higroma meluas
mengelilingi leher sampai ke daerah anterior.3

12

Gambar 2.11 Gambaran ultrasonogram menunjukkan higroma posterior besar (tanda panah) di
belakang thorak sebelah kiri dan di daerah tengkorak sebelah kanan. Perhatikan ligament nuchal
yang meluas dari spina pada kedua gambar. H merupakan jantung.3

USG membutuhkan keahlian dari operator dan harus dilakukan oleh


petugas yang memiliki kemampuan dalam mengevaluasi kelainan pada janin.
Pemeriksaan janin dengan seksama menunjukkan hasil yang dapat dipercaya.
Seringkali USG merupakan teknik yang penting untuk menegakkan diagnosis
prenatal.3
Higroma pada janin harus bisa dibedakan dari ensefalokel posterior
(gambar di bawah), dimana terdapat defek di tengkorak dan dari mielomeningokel
servikal, dimana terdapat defek pada daerah vertebral.3

Gambar 2.12 Ensefalokel posterior berukuran besar. Perhatikan defek pada tengkorak pada
gambaran USG janin dengan higroma. 3

Oligohidramnion dapat terjadi tapi bukan penemuan yang khas. Adanya


oligohidramnion dapat menghalangi penemuan kelainan pada jantung dan organ
lainnya yang dapat terjadi bersamaan dengan higroma.3
Seperti yang disebutkan sebelumnya, higroma dapat salah diagnosa ketika
adanya oligohidramnion yang berat. Higroma dapat disalahartikan dengan
kantong amnion (perhatikan gambar dibawah).3

13

Gambar 2.13 Gambaran USG menunjukkan higroma posterior masif (tanda panah merah)
dibelakang thorax (tanda panah biru). Gambar tersebut menunjukkan kemungkinan higroma yang
dapat disalahartikan sebagai kanting amnion. Perhatikan septum internal. Tanda panah hijau
merupak spina.3

Sebuah artefak biasa disebabkan oleh adanya loop dari tali pusar dekat
tulang belakang servikal janin. Pada keadaan tertentu, loop ini dapat mensimulasi
terjadinya kista servikal. Higroma pada janin juga harus dibedakan dari massa
leher dan kista lainnya, seperti kista higroma anterior, gondok, dan teratoma
servikal. Dibandingkan dengan massa lainnya, massa kista anterior pada leher
janin mempunyai prognosis yang lebih baik dan dapat sembuh spontan.3
2.8.3. CT Scan
Computed Tomography (CT) juga menyediakan informasi yang diberikan
oleh USG dan sangat ideal untuk evaluasi jaringan lunak yang berdekatan dengan
pertumbuhan massa yang lebih besar yang tidak dapat seluruhnya divisualisasikan
dengan USG. Selain itu, CT sangat baik untuk mendeteksi kalsifikasi dan
vaskularisasi

lesi

jika

ditambahkan

penggunaan

bahan

kontras

dalam

pemeriksaan. Bersama MRI, gambaran CT scan lebih baik digunakan untuk


melihat batas massa dan ada atau tidaknya perluasan kearah mediastinum.18
Pada gambar CT, higroma kistik cenderung muncul sebagai poorly
circumscribed, multioculated, dan hypoattenuated mass. Mereka biasanya
memiliki karakteristik atenuasi fluida homogen.16

14

.
Gambar 2.14 Higroma colli pada seorang pria 28 tahun dengan riwayat 4 minggu pembengkakan
menyakitkan dari sisi kiri leher yang tidak responsif terhadap antibiotik. Aspirasi jarum halus
menghasilkan cairan serosa. Kontras ditingkatkan dan CT scan menunjukkan hypoattenuated mass
(h) dalam ruang servikal posterior yang masuk sampai ke otot sternokleidomastoid. Pada
pembedahan massa itu menempel pada vena jugularis interna. 16

Gambar 2.15 Sagital CT scan menunjukkan erosi dari mandibula yang merupakan invasi dari
rongga mulut.19

Infected lesions menunjukkan higher attenuation daripada yang terlihat


pada simple fluid. Biasanya massa terpusat di segitiga posterior atau di ruang
submandibula. Hal yang tidak lazim terjadi pada beberapa lesi dimana lesi ini
memanjang dari suatu ruang di leher ke ruang lain sebagai akibat dari sifat
infiltrasi mereka.16

15

Gambar 2.16 Gambar CT Scan. Higroma terletak pada lantai kanan mulut pada seorang pasien
dewasa muda.19

Gambar 2.17 Higroma pada seorang gadis 20 bulan dengan bengkak di bawah rahang kanan dan
leher. Kontras-enhanced CT Scan menunjukkan sebuah massa di sisi kanan leher dengan fluid
level (panah) menunjukkan perdarahan.20

CT scan menggunakan radiasi pengion sehingga merupakan kontraindikasi


pada kehamilan kecuali terdapat pertimbangan utama.16
2.8.4

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan antara higroma

dengan jaringan lunak yang berdekatan di leher dan menilai sejauh mana infiltrasi
dari kista ke struktur di sekitarnya. MRI dengan kemampuan multiplanar dan
resolusi kontras yang superior, menunjukkan jangkauan yang luas terhadap
gambaran suatu massa dan memberikan informasi tambahan yang penting untuk
perencanaan pra operatif yang akurat. Hal ini dapat sangat relevan dalam kasus
perluasan ke mediastinum atau ruang dalam dari leher. Selain itu, pencitraan MRI
menawarkan resolusi superior untuk mengevaluasi massa yang terletak di daerah
anatomis yang kompleks, seperti dasar mulut.21
Pola paling umum adalah massa dengan intensitas sinyal rendah atau
menengah pada T1 dan hyperintensity pada T2.

Jarang ditemukan lesi ini

hyperintense pada potongan T1, jika ditemukan kemungkinan berhubungan

16

dengan adanya suatu gumpalan darah atau high lipid (chyle). Dalam kasus
perdarahan, fluid level dapat diamati.19

(a)

(b)

Gambar 2.18 (a) Potongan aksial T1 menunjukkan intensitas sinyal yang heterogen dalam massa
(m), yang mengisi ruang parotis kanan dan bagian dari ruang mandibula. Wilayah hyperintensity
sesuai dengan daerah perdarahan. (b) Potongan koronal T1 menunjukkan perpanjangan massa ke
dalam ruang submandibula dan sublingual.1

Gambar 2.19 Higroma pada wanita 36 tahun dengan massa leher sisi kiri yang membesar saat
virus infeksi saluran pernapasan atas. Potongan T1 koronal menunjukkan massa hypointense besar
di sisi kiri leher memanjang dari ruang submandibula ke cerukan dada. Beberapa septum (panah)
menyilang pada lesi.19

17

Gambar 2.20 Higroma. Potongan Aksial T1 menunjukkan suatu well-defined mass (m) di ruang
kanan serviks posterior yang menggantikan otot sternokleidomastoid yang berdekatan. 19

2.9 Diagnosis Banding


1.

Kista Lipatan Branchial ke 2


Tampilan

yang

paling

sering

dikombinasikan dengan sinus atau

adalah

kista,

dan

kadang-kadang

fistula. Infeksi ditandai oleh penambahan

densitas, septum, dan menebalnya dinding.10


Pada anamnesis diketahui bahwa kista merupakan benjolan sejak lahir.
Fistel terletak didepan sternokleidomastoid dan mengeluarkan cairan. Fistel yang
buntu akan membengkak

merah, atau lekukan kecil yang dapat ditemukan

unilateral dan bilateral.10

Gambar 2.21 Pada tampilan USG longitudinal dan transversal diatas, terlihat sebuah kista lipatan
brachial ke dua yang besar pada gadis 12 tahun, terletak di antara kelenjar parotis (kiri) dan
kelenjar submandibula (kanan). Ini berada superfisial dari arteri carotis dan vena jugularis
(ditunjuk panah). Kista tampak hipoechoic berisi debris yang yang bergerak.10

Gambar 2.22 : Gambaran CT-Scan Kista Lipatan Brachial ke 2.10

18

Gambar 2.23 MRI pada pasien yang sama dengan gambaran USG diatas, mengkonfirmasi adanya
massa kistik pada kanan ruang karotid. tampak diantara kelenjar submandibular dan di garis
depan m.sternocleidomatoid, merupakan tempat khas dari kista lipatan branchial ke dua.10

2.

Kista Duktus Tiroglosus


Kasus terbanyak ditemukan pada usia 2-10 tahun. Sekitar 90% ditemukan

setinggi tulang hyoid, sekitar 8% ditemukan setinggi kelenjar tiroid, dan sekitar
2% ditemukan setinggi lidah.10
Duktus tiroglosus berjalan dari pangkal lidah pada foramen sekum ke
kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid embrio berjalan melalui saluran untuk mencapai
posisi akhir normalnya. Biasanya, saluran tiroglosus kemudian mengalami
involusi, tetapi ketika salurannya menetap, kista duktus tiroglosus dapat terjadi di
mana saja di sepanjang saluran (Gambar 2.20).10

Gambar 2.24 Duktus Tiroglosus.10

Kista tiroglosus ini dapat berlokasi di garis tengah atau paramedian. 65%
berlokasi infrahyoidal, 20% dan 15% berlokasi di suprahyoidal.10

19

Gambar 2.25 Pada gambar diatas seorang anak tiga tahun dengan tumor yang perlahan membesar
di garis tengah. Pada USG tampak t lesi hypoechoic berbatasan bulat telur, tepi reguler, terlihat
pada tingkat tulang hyoid dan sedikit ke kanan dari garis tengah (gambar kiri). Selama
pemeriksaan USG, lesi bergerak bersamaan dengan ekstrusi lidah.10

Gambar 2.26 Kista duktus tiroglossus: axial T1- and T2-weighted images pada tingkatan
tulang hioid.10

Gambar diatas merupakan sebuah lesi kistik di garis tengah, sebagian.


diluar tulang hioid dan sebagian di dalam tulang hioid dan berlokasi di visceral
space. Lesi menempel pada jaringan otot.10

Gambar 2.27 Kista duktus tiroglosal paramedian10

Pada gambar di atas, salah satu contoh

kista paramedian duktus

tiroglosus. Lesi tidak berada di tengah, tapi khas lesi adalah kista dan tertanam
dalam serat otot.10
2.10

Penatalaksanaan
20

Seorang bayi dengan diagnosis prenatal sebagai kista higroma harus


dilahirkan di pusat pelayanan kesehatan yang memiliki sarana lengkap untuk
mewaspadai komplikasi neonatal. Seorang obstetri biasanya memutuskan metode
melahirkan yang sesuai. Jika higromanya besar, harus dipersiapkan operasi sesar
dan bekerja sama dengan neonatalogist, otolaryngologist, pediatric surgeon dan
anesthesiologist.8
Setelah lahir, neonatus dengan kista higroma yang persisten harus diawasi
terhadap obstruksi jalan napas. Observasi neonatus oleh neonatalogist setelah lahir
sangat direkomendasikan. Jika resolusi kista tidak terjadi setelah lahir, ahli bedah
anak harus dikonsul.14
Modalitas terpilih untuk higroma adalah eksisi bedah, akan tetapi sudah
ada beberapa laporan kasus yang mendokumentasikan hasil yang cukup baik
dengan menggunakan agen sclerosant. Higroma merupakan lesi jinak dan bisa
tetap asimptomatik dalam periode waktu yang cukup lama. Indikasi pengobatan
adalah apabila terjadi infeksi pada lesi, respiratory distress, disfagia, perdarahan di
dalam kista, peningkatan ukuran yang tiba-tiba, dan terbentuk sinus. Respiratory
distress ditangani dengan melakukan trakeostomi apabila terjadi kompresi laring
atau trakea oleh massa kista. Regresi spontan lesi ini jarang terjadi, meskipun ada
beberapa pasien yang menunjukkan terjadinya regresi parsial spontan.1
1.

Eksisi
Eksisi kista ini tidak mudah, karena melibatkan struktur dalam dan vital.

Perawatan ekstrim harus dilakukan untuk menghindari komplikasi selama operasi.


Komplikasi yang mungkin terjadi selama operasi adalah kerusakan nervus fasialis,
arteri fasial, arteri karotid, vena jugularis interna, duktus torasikus dan pleura,

21

serta eksisi inkomplit. Komplikasi post operasi yang mungkin terjadi adalah
infeksi luka operasi, perdarahan, hypertrophic scar, dan keluarnya cairan limfe
dari luka operasi. Pada 20% kasus, ditemukan adanya rekurensi setelah eksisi
komplit.1
Eksisi total merupakan pilihan utama. Pembedahan ini dimaksudkan untuk
mengambil keseluruhan massa kista. Akan tetapi, bila tumor besar dan telah
menyusup ke organ penting, seperti trakea, esofagus, atau pembuluh darah,
ekstirpasi total sulit dikerjakan. Oleh karena itu, penanganannya cukup dengan
pengambilan sebanyak-banyaknya kista, namun mungkin perlu dilakukan
beberapa kali tindakan operasi. Kemudian pascabedah dilakukan infiltrasi
bleomisin subkutan untuk mencegah kekambuhan. Hal ini merupakan cara
penanganan yang paling baik dan aman. Pada akhir pembedahan, pemasangan
penyalir isap sangat dianjurkan.1
2.

Aspirasi
Aspirasi perkutan diikuti oleh reakumulasi cepat dari cairan dalam kista

atau oleh perkembangan infeksi. Aspirasi higroma bisa dilakukan sebagai


penanganan sementara untuk mengurangi ukuran dari kista sehingga dapat
mengurangi efek tekanan terhadap saluran pernafasan dan pencernaan.
Trakeostomi dan gastrostomi dilakukan terutama pada pasien dengan gangguan
menelan dan pernafasan yang berat.1
3.

Skleroterapi
Modalitas primer untuk higroma telah dicoba dengan teknik skleroterapi

menggunakan bleomisin intralesi. Banyak kasus menunjukkan respon yang baik


terhadap terapi ini. Agen lain yang digunakan adalah OK432, yang memberikan

22

hasil yang lebih memuaskan dengan komplikasi yang lebih minimal daripada
bleomisin.1
2.11

Komplikasi
Higroma merupakan lesi yang jinak, akan tetapi dapat menimbulkan

beberapa komplikasi seperti:1


1.

Infeksi pada Lesi


Sumber infeksi dari higroma ini biasanya merupakan sekunder dari fokus

infeksi di traktus respiratorius, meskipun bisa juga bersifat infeksi primer. Selama
proses infeksi, ukuran kista membesar dan menjadi hangat, merah, dan nyeri.
Infeksi bisa melibatkan seluruh kista atau sebagian kista. Selama infeksi aktif,
transiluminasi bisa tidak terlihat lagi dan kadang-kadang bisa menjadi abses.1
2.

Perdarahan
Pada perdarahan, kista menjadi keras dan tegang. Ruptur spontan pada

higroma leher yang besar pernah dilaporkan sehingga memerlukan intervensi


bedah segera.1
3.

Gangguan Pernafasan dan Disfagia


Gangguan ini disebabkan oleh penekanan oleh massa kista pada saluran

pernafasan dan pencernaan.1


2.12

Prognosis
Prognosis higroma tergantung pada ukuran kista dan komplikasi-

komplikasi yang terjadi. Pertumbuhan kista dan pertumbuhan ke jaringan sekitar


tidak dapat diprediksi. Sebagian kista dapat mereda secara spontan. Akan tetapi,
tetap ada kemungkinan terjadi rekurensi.13

23

Higroma yang berkembang pada trimester ketiga (setelah 30 minggu


kehamilan) atau periode postnatal biasanya tidak berhubungan dengan
abnormalitas kromosom. Ada kemungkinan rekurensi kista higroma setelah
pengangkatan secara bedah. Kemungkinan rekurensi tergantung atas perluasan
kista higroma dan apakah dinding kista dapat diangkat sempurna.13
Sebuah higroma umumnya mulai berkembang pada usia kehamilan
minggu ke 6- ke 9, hal ini merupakan kegagalan dalam kantong limfatik jugular
untuk mengalir ke vena jugular internal, yang menghasilkan dilatasi dari kantong
limfatik menjadi kista dan menyebabkan obstruksi limfe jugular dan hydrops
fetalis. Prognosis pada kasus ini adalah buruk. Higroma ini terjadi hampir 75%
pada leher dan leher lateral dan belakang lebih sering dibandingkan bagian depan
leher, sering terjadi secara bilateral dalam posisi yang tidak simetris.8

BAB III
KESIMPULAN
Higroma Colli merupakan salah satu kelainan kongenital yang disebabkan
oleh obstruksi saluran limfe yang menyebabkan dilatasi sakus limfe dan berubah
menjadi massa kistik. Angka kejadiannya jarang. Dapat ditemukan dari masa

24

prenatal, saat lahir dan sebelum usia 2 tahun. Higroma dapat terjadi sebagai
temuan tunggal atau dapat juga ditemukan bersamaan dengan defek lainnya
sebagai suatu sindrom.
Higroma colli ini memiliki tampilan berupa massa yang lunak pada daerah
leher terutama bagian posterior lateral leher. Keluhan adalah adanya benjolan di
leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa nyeri atau keluhan lain. Benjolan ini
berbentuk kistik, berbenjol-benjol, dan lunak. Permukaannya halus, lepas dari
kulit, difus, berbatas tegas, dan sedikit melekat pada jaringan dasar. Pada palpasi
teraba irreguler.
Pemeriksaan radiologi seperti USG dapat menunjukkan gambaran kista
multipel dan dengan USG Doppler tidak tampak adanya aliran darah dalam lesi
tersebut. Modalitas lain seperti CT-Scan dapat juga memperlihatkan gambaran
kista multiple, homogen,batas tegas, dan tidak ada invasi ke jaringan sekitar. CTScan sangat membantu dalam melihat perluasan lesi dan hubungannya dengan
saraf dan pembuluh darah sekitarnya.
Penatalaksanaan kista higroma colli yang paling utama adalah eksis kista.
Ada kemungkinan angka kejadian rekuren pada beberapa kasus.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Acevedo L.Jason.2011.Cystic Hygroma. Diunduh dari


http://www.emedicine.medscape.com/article/994055-overview#a0101 pada
tanggal 6 februari 2016.

2.

Bilal Mirza, Lubna Ijaz, Muhammad Saleem, Muhammad Sharif, Afzal


Sheikh.2011.Cystic Higroma. Department of Pediatric Surgery, The
25

Children's Hospital and The Institute of Child Health, Lahore, Pakistan.


Diunduh dari www.jcasonline.com pada tanggal 6 februari 2016.
3.

Sabih, Durre. 2011. Cystic Hygroma Imaging.Diunduh dari


www.medicine.medscape.com/article/402757-overview pada tanggal 10
februari 2016.

4.

Turkington et all. Neck Masses in Children. In British Journal Radiologi


(2005) 78, 75-88. British Institute of Radiology. Diunduh dari
www.bjr.birjournals.org/cgi/content/full/78/925/75 pada tanggal 14
februari 2016.

5.

Varma, Thangam R. Cystc hygroma, colli.London: St. Georges Hospital &


Medical School. Diunduh dari www.sonoworld.com/fetus/page.aspx?id=202
pada tanggal 6 februari 2016.

6.

Trager,Jochen: Seidensticker, Peter. 2008.Head and Neck in Paediatric

7.

Imaging Text Book, Chapter 3:39-40.


Wiley, John. 2003. Prenatal Diagnosis of a Huge Cystic Hygroma Colli.
Journal Ultrasound Obstet Gynecol; 22: 323324. Published online in Wiley
InterScience. Diunduh dari
www.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/uog.219/pdf pada tanggal 14
februari 2016.

8.

Sandhyarani, Ningthoujam. Anatomy of neck. Diunduh dari


www.buzzle.com/articles/anatomy-of-neck.html pada tanggal 10 februari

9.

2016.
Pameijer, Frank et all. 2009. Neck spaces - Infrahyoid Neck ;Normal
Anatomy and Pathology. Radiology Department of the University Medical
Centre of Utrecht, the Rijnstate Hospital in Arnhem and the Rijnland hospital
in Leiderdorp, the Netherlands. Diunduh dari
www.radiologyassistant.nl/en/49c603213caff pada tanggal 17 februari

2016.
10. Ellis, Harrold. 2006.The Vein of The Head and Neck. In Clinical Anatomy
Text Book. UK: Blackwell publishing. Part 5::304.
11. Departemen of Human Genetics of Medicals Genetics. Cystic Higroma.
Emory University of Human Genetics. Diunduh dari
www.genetics.emory.edu/.../Emory_Human_Genetics_Cystic_Hy... - Amerika
Serikat pada tanggal 10 februari 2016.

26

12. Wilson, JW.1995. Neonatal Respiratory Obstruction due to Hygroma Colli


Cysticum. Hospitals Group, Northern Ireland, City and County Hospital,
Londonderry. Diunduh dari
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/.../pdf/ulstermedj00154-0089.pdf pada
tanggal 9 februari 2016.
13. Domansky, Mark etc all. 2007. Pediatric Neck Masses. Diunduh dari
www.utmb.edu/otoref/grnds/pedi-neck-mass.../pedi-neck-mass-071021.pdf
pada tanggal 14 februari 2016.

14. Estroff JA. 2001. Nuchal translucency in Turner syndrome. In: Cohen HL,
Sivit CJ, eds. Fetal & Pediatric Ultrasound. Columbus, OH: McGraw-Hill;
36-8.
15. Amin,Umar et All. 2007. Cystic Hygroma an Unusual Cause of Induced
Abortion in Journal: J Ayub Med Coll Abbottabad 2007; 19(1) :61. Diunduh
dari www.docpdf.info/articles/hygroma+report+a+case.html pada tanggal
10 februari 2016.

16. Graesslin, et al.2007. Characteristics and Outcome of Fetal Cystic Hygroma


Diagnosed In the First Trimester. Acta obstet Gynecol Scand. 86(12):1442-6.
17. Chervenak,FA, et al. 1983. Fetal Cystic Higroma. Cause ang Natural
History. N ; J Med, Oct 6; 309(14):822-5.
18. Rasidaki M, Sifakis S, Vardaki E, Et al. Prenatal diagnosis of a fetal chest
wall cystic lymphangioma using ultrasonography and MRI: a case report
with literature review.Fetal Diagn Ther. Nov-Dec 2005; 20 (6):504-7.
19. Cohen HL. Ascites and pleural effusion in hydrops. In: Cohen HL, Sivit CJ,
eds. Fetal and Pediatric Ultrasound. New York, NY: McGraw-Hill;2001:7982.
20. Ameh, Emmanuel, et All. Lymphangiomas.661-669.
21. Mota R, Ramalho C, Monteiro J, et al. Envolving indication for the exit
procedure: usefulness of combining ultrasound and fetal MRI. Fetal Diagn
Ther.2007; 22(2):107-11.

27

Anda mungkin juga menyukai