Anda di halaman 1dari 13

REFERAT KLINIK

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan
Pada Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun Oleh:
Adelia Novia Sani
42170201

Dosen Pembimbing Klinik:


dr. R. Gatot Titus W., Sp. THT, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2019
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Tahun lahir : 1968
Usia : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Mantrijeron, Yogyakarta
Tanggal periksa : 08 Agustus 2019

II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Telinga kanan berdenging
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan telinga kanan berdenging sejak 1 minggu terakhir.
Keluhan dirasakan sepanjang hari. Pasien mengatakan 1 minggu yang lalu
membersihkan telinganya menggunakan cotton bud, namun kapas cotton bud nya
tertinggal di dalam telinga selama 2 hari. Setelah itu pasien merasakan telinga
terasa sangat penuh, gatal, telinga berdenging, pendengaran mulai berkurang dan
kadang- kadang keluar cairan dari telinga kanannya. Kadang pasien juga
mengeluhakan nyeri ditelinga kanannya namun hilang timbul. Lalu pasien pergi ke
dokter untuk mengambil sisa kapas cotton bud. Setelah diambil, keluhan belum
berkurang sampai sekarang. Untuk telinga kiri pasien tidak mengeluhkan apa-apa.
Pasien membersihkan telinganya secara rutin 2 hari sekali.
c. Riwayat penyakit dahulu
 Keluhan serupa : (-)
 Hipertensi : (-)
 Jantung : (-)
 Gastritis : (-)
 DM : (-)
 Alergi : (-)
 Trauma : (-)
 Vertigo : (-)
d. Riwayat penyakit keluarga
 Alergi : (-)
e. Riwayat pengobatan
 Obat tetes telinga dan antibiotik
f. Lifestyle
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, pola makan teratur, 3x sehari dengan nasi,
sayur dan lauk, buah jarang. Kebiasaan mengorek telinga (+) 2 hari sekali.
Lingkungan sekitar rumah tenang, tidak bising.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Status gizi : baik
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/80
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 16x/menit
Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan

STATUS GENERALIS
a. Kepala
 Ukuran : Normocephali
 Mata : Conjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (-)
 Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Telinga : Sesuai status lokalis
 Mulut : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesara thyroid (-), nyeri tekan (-)
b. Thorax
 Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi: Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Abdomen
 Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi: Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Ekstremitas
 Atas : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Bawah : Tidak dilakukan pemeriksaan

STATUS LOKALIS
a. Telinga
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Auricula Dbn, deformitas (-) Dbn, deformitas (-)
Kelainan Tidak didapatkan Tidak didapatkan
kongenital
Tumor Tidak didapatkan Tidak didapatkan
Nyeri tekan Tidak didapatkan Tidak didapatkan
tragus
Planum Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
mastoidium
Glandula limfatik Pembesaran (-) Pembesaran (-)
Canalis Auditory Tampak discharge berwarna Discharge (-), edema (-),
Externa keruh kuning kental, menempel hiperemis (-)
pada dinding
Membrana Cone of light di arah jam 5, Cone of light di arah jam 7,
tymphani tampak kusam, retraksi (-), tulang tampak bening, retraksi (-),
menonjol (-), terdapat discharge tulang menonjol (-)
yang menempel pada membran
timpani

 Pemeriksaan Audiometri
Tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
V. DIAGNOSA BANDING
 Otomikosis
 Otitis Eksterna Difusa
 Serumen Prop
VI. DIAGNOSA BANDING
 Otomikosis
VII. PENATALAKSANAAN
 R/ otopain ear dops ml 8 lag No. II
S.2.d.d gtt 2 ad
( Polymyxin B sulfate 50000 iu, neomycin sulfate 25 mg, fludrocortisone acetate 5
mg, lidocaine HCl 200 mg)
 R/ nystatin cr mg 30 tub No. I
S.p.r.n ungt ad
 R/ Asam asetat 2% fl ml 10 No. I
Alkohol 70% fl ml 90 No. I
SUC
VIII. EDUKASI
 Obat harus dipakai sesuai aturan.
 Diusahakan agar telinga tidak kemasukan air. Bisa menggunakan penutup telinga
saat mandi atau wudhu. Menjaga agar telinga tetap kering.
 Tidak mengorek telinga menggunakan cotton bud atau lainnya
 Penyakit ini bisa berulang, tetap menjaga kebersihan dan kelembaban telinga.

IX. PLANNING
 Rujuk ke dokter spesialis THT untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
 Irigasi discharge

X. PROGNOSIS
 Ad vitam : ad bonam
 Ad fungtionam : ad bonam
 Ad Sanationam : ad bonam
PEMBAHASAN

Otomikosis merupakan peradangan pada kanalis auditorius eksternus yang disebabkan


oleh jamur. Faktor yang menyebabkan tumbuhnya jamur di liang telinga pada pasien ini
yaitu kebiasaan dan hyginenitas. Pasien mengenakan penutup kepala / hijab memiliki
faktor predisposisi untuk terjadinya otomikosis. Hijab / penutup kepala tradisional dapat
meningkatkan kelembaban di saluran telinga dan menciptakan lingkungan yang ideal
untuk pertumbuhan jamur. Selain itu, adanya benda asing di liang telinga dalam jangka
waktu lama yang menyebabkan bertumbuhnya jamur di liang telinga. Seringnya
membersihkan telinga menggunakan cotton bud atau benda lain juga dapat membuat
liang telinga tersebut iritasi dan menyebabkan bakteri atau jamur mudah tumbuh pada
liang telinga. Pasien ini membersihkan telinga sebanyak 2 hari sekali dengan
menggunakan cotton bud. Namun cotton bud sempat tertinggal di liang telinga selama 2
hari sehingga meningkatkan resiko tumbuhnya jamur pada liang telinga. Ketaatan
penggunaan obat juga sangat mempengaruhi penyembuhan. Prinsip pengobatan
otomikosis yaitu, menggunakan aural toilet, menjaga telinga tetap kering, meminimalisir
faktor predisposisi, identifikasi organisme penyebab, mengeliminasi otomikosis dengan
anti jamur yang efektif (antijamur spesifik maupun non spesifik). Pemberian larutan asam
asetat 2% (10ml) yang dicampur dengan alkohol 70% (90ml) dapat menurunkan pH pada
canalis auricular dan membantu dalam tatalaksana otomikosis. Umumnya baik bila
diobati dengan pengobatan yang adekuat dan pada orang dengan immunokompeten.
Resiko kekambuhan otomikosis tinggi jika faktor yang menyebabkan infeksi tidak
dikoreksi. Menjaga agar liang telinga tetap kering dan bersih, tidak mengorek telinga
menggunakan cotton bud atau yang lainnya sehingga kekambuhan tidak terjadi.
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Otomikosis merupakan peradangan pada kanalis auditorius eksternus yang disebabkan
oleh jamur Penyebab terbanyak adalah Aspergillus sp. Berdasarkan waktu, otomikosis
didefinisikan sebagai infeksi akut, subakut, maupun kronik akibat ragi dan filamentosa
jamur yang dapat merusak epitel skuamosa meatus akuctikus eksternal, dan
komplikasinya jarang menyebabkan telinga tengah.

II. ETIOLOGI
Dalam 80% kasus, agen etiologi adalah Aspergillus, sedangkan Candida adalah jamur
berikutnya yang paling sering diisolasi. Patogen jamur lain yang lebih jarang termasuk
Phycomycetes, Rhizopus, Actinomyces, dan Penicillium. Aspergillus niger biasanya merupakan
agen dominan walaupun A.flavus, A. flavus, A.terreus (jamur berfilamen), Candida albicans dan
C.parapsilosis (seperti ragi) juga umum.
Kumar (2005) mempelajari pasien otomycosis dan mengisolasi Aspergillus niger (52,43%),
Aspergillus fumigates (34,14%), C.albicans (11%), C.pseudotropicalis (1,21%) dan Mucor sp
(1,21%). 8 Ahmad et al (1989) melakukan penelitian prospektif pada 53 pasien di Departemen
THT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mereka lebih sering mengisolasi spesies
Aspergillus daripada spesies Candida.

III. PATOFISIOLOGI & FAKTOR RESIKO


Otomikosis terhubung dengan histologi dan fisiologi kanalis auditorius eksternus.
Kanal silinder selebar 2,5 cm, lebar 7-9 mm ini dilapisi dengan epitel skuamosa keratin
terstratifikasi yang berlanjut di sepanjang sisi luar membran timpani. Pada reses timpani
interior, medial ke isthmus cenderung menumpuk sisa-sisa keratin dan cerumen dan itu
adalah area yang sulit dibersihkan.
Cerumen memiliki sifat antimikotik dan bakteriostatik serta anti serangga.
cerumen terdiri dari lipid (46 hingga 73%), protein, asam amino bebas dan ion mineral
yang juga mengandung lisozim, imunoglobulin, dan asam lemak tak jenuh ganda. Asam
lemak rantai panjang hadir di kulit yang tidak terputus mungkin menghambat
pertumbuhan bakteri. Karena komposisi hidrofobiknya, cerumen mampu menolak air,
membuat permukaan kalanalis impermeable dan mencegah maserasi dan kerusakan
epitel.
Mikroorganisme normal yang ditemukan dalam kanalis auditorius eksternus
seperti Staphylococcus epidermidis, Corrynebacterium sp, Bacillus sp, cocci Gram-positif
(Staphylococcus aureus, Sterptococcus sp, mikrokokus non-patogenik), basil Gram-
negatif (Pseudomonas aeruginus, Escherichia coli dll) dan jamur miselia dari Genus
Aspergillus dan Candida sp. Mikroorganisme komensal ini bukan patogen kecuali
keseimbangan masih ada antara bakteri dan jamur
Berbagai faktor mempengaruhi transformasi jamur saprofit menjadi patogen seperti:
 Faktor lingkungan (panas, kelembaban) umumnya pasien dirawat di musim panas
dan musim gugur saat itu panas dan lembab.
 Perubahan penutup epitel (penyakit kulit, trauma mikro).
 Peningkatan level pH dalam EAC (mandi) Ozcan et al (2003) menemukan bahwa
perenang reguler dilaporkan sebagai faktor predisposisi untuk otomycosis.
 Cerumen alterasi kualitatif dan kuantitatif (mandi). Tampaknya ada sedikit
konsensus sehubungan dengan faktor predisposisi untuk otomycosis. Selain itu,
cerumen telah berspekulasi untuk mendukung pertumbuhan jamur.
 Faktor sistemik (perubahan kekebalan, penyakit yang melemahkan, kortikosteroid,
antibiotik, sitostatika, neoplasia). Jackman et al (2005) melaporkan ofloxacin
dapat berkontribusi pada pengembangan otomycosis.
 Riwayat otitis bakteri, otitis media supuratif kronis (OMSK) dan rongga mastoid
pascabedah. Kontaminasi bakteri pada kulit EAC awalnya terjadi oleh otitis media
supuratif atau otitis eksterna akut. Permukaan epitel yang terganggu adalah media
yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kerusakan epitel juga
menyebabkan penurunan ekskresi dari kelenjar apokrin dan serumen yang
mengubah lingkungan EAC menjadi lebih cocok untuk mikroorganisme (pH
normal 3-4).
 Dermatomycosis dapat menjadi faktor risiko untuk kambuh karena inokulasi
otomatis dapat dilakukan di antara bagian tubuh.
 Kondisi dan kebiasaan sosial. Wanita mengenakan penutup kepala tradisional
dilaporkan sebagai faktor predisposisi untuk otomycosis. Penutup kepala
tradisional dapat meningkatkan kelembaban di saluran telinga dan menciptakan
lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan jamur.
IV. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang paling sering ditemui pada pasien otomikosis merupakan pruritis, aural
fullness, dan otorea. Tetapi pasien juga dapat mengeluhkan otalgia dan pendengaran
berkurang. Pendengaran berkurang biasanya akibat akumulasi debris mikotik.
Otoskopi menampilkan adanya miselia. KAE dapat eritem dan debris fungal dapat
berwarna putih, abu-abu, atau hitam. Pasien biasanya sudah mencoba agen antibiotik
topikal namun tidak ada respon perbaikan.

V. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis dapat didapatkan adanya keluhan rasa gatal
yang dominan, nyeri di dalam telinga, rasa penuh serta adanya sekret yang keluar dari
telinga. Pada riwayat biasanya terdapat kecenderungan beraktifitas yang berhubungan
dengan air, misalnya berenang, menyelam, dan sebagainya.
Pada pemeriksaan KAE ditemukan berbagai variasi derajat inflamasi meliputi
hiperemi, edema liang telinga hingga terbentuknya jaringan granulasi. Membran
timpani sering tertutup debris, tampak meradang, tampak penebalan dan kadang terjadi
perforasi. Terkadang setelah debris dibersihkan akan tampak ekskoriasis pada dinding
KAE. Pada pemeriksaan otoskopi terdapat gambaran Aspergillus sp berupa sumbatan
oleh massa yang berwarna kelabu kotor terdiri dari miselium dengan hifa dan
konidiofora serta spora bersamaan eksudat dan menyumbat hampir menutupi seluruh
liang telinga. Pada pemeriksaan otoskopi seringkali terdapat debris serta KAE yang
eritema dan edem. Jika A. niger adalah agen penyebab, dapat terlihat tumpukan
jamur dengan bulatan spora berwarna kehitaman. Debris ini meliputi meatus sehingga
dapat mengakibatkan obstruksi, terkadang digambarkan seperti kertas basah kehitaman
dan KAE dapat terlihat membengkak.
Gambar 1. Otoskopik otomikosis
(Dikutip dari http:// www,inspq.qc.ca/ english/mould-compendium/aspergillus-niger )

Diagnosis klinis otomikosis dapat dibuat berdasarkan gejala dan ditemukannya


gambaran jamur di KAE serta ditunjang dengan gambaran yang tampak pada mikroskop
serta pertumbuhan jamur dari debris yang diperoleh dari KAE pada biakan. Pada infeksi
jamur Aspergillus sp akan tampak KAE yang cenderung kering, tampak kumpulan
konidiofora seperti jarum pentul halus dengan warna bervariasi dari putih, kuning,
coklat, hitam atau hijau tergantung umur dan spesies Aspergilus.

Gambar 2. Koloni aspergillus dibawah mikroskop


(Dikutip dari http://www,inspq.qc.ca/english/mould-compendium/aspergillus-niger)

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan terhadap


preparat langsung maupun dengan pembiakan. Pada pemeriksaan preparat langsung,
skuama yang diambil dari kerokan kulit liang telinga diperiksa dengan KOH 10 % dan
akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum, serta kadang-kadang dapat ditemukan spora-
spora kecil.
Isolasi agen penyebab dengan kultur dapat menunjukkan spesies jamur penyebab
otomikosis. Skuama dibiakkan pada media agar Saboraud dan dieramkan pada suhu
kamar. Media ini memiliki pH 5,6 + 0,2 dan mengandung kasein dari hasil pencernaan
pancreas, jaringan binatang hasil pencernaan lambung, dekstrose, agar dan air. Media ini
adalah media yang optimal untuk pertumbuhan jamur tetapi tidak baik untuk
pertumbuhan bakteri. Untuk menekan pertumbuhan bakteri dapat ditambahkan
kloramfenikol atau gentamisisn dan untuk menekan pertumbuhan jamur saprofit

ditambahkan cycloheximide. Sediaan diinkubasikan pada suhu 37⁰ C selama 48 jam dan
koloni yang tumbuh kemudian dievaluasi. Koloni dapat tumbuh dalam satu hingga dua
minggu berupa koloni filamen berwarna putih. Dengan mikroskop tampak hifa-hifa
lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan spora berjejer melekat pada
permukaannya. Identifikasi jamur secara makroskopis didasarkan pada bentuk, ukuran
dan warna koloni. Identifikasi secara mikroskopik biasanya dengan mengevaluasi fragile
asexual conidia dan fragmen growth teased free. Pemeriksaan dilakukan dengan
pewarnaan lactophenol cotton blue, methylen blue atau pengecatan Gram yang akan
mewarnai miselia, konidia dan spora.

VI. DIAGNOSIS BANDING


- Otitis eksterna et causa bakteri
- Dermatitis pada canalis auricular

VII. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan otomikosis:
 Menggunakan aural toilet
 Menjaga telinga tetap kering
 Meminimalisir faktor predisposisi
 Identifikasi organisme penyebab
 Mengeliminasi otomikosis dengan anti jamur yang efektif (antijamur spesifik
maupun non spesifik)
Kondisi pH yang asam dapat bersifat anti fungal. Keasaman pada liang telinga dapat
berubah apabila terdapat perubahan kelembapan telinga, berenang, membersihkan telinga
dengan cotton bud. Maka, larutan asam asetat 2% (10ml) yang dicampur dengan alkohol
70% (90ml) dapat menurunkan pH pada canalis auricular dan membantu dalam
tatalaksana otomikosis.
Pada orang dengan immunokompeten, pengobatan anti jamur cukup dengan topikal,
namun pada orang dengan immunokompromais pengobatan anti jamur perlu dikombinasi
antara topikal dan sistemik.
Terapi anti jamur spesifik terdiri atas:
 Nistatin, adalah antibiotik makrolida yang menghambat sintesis sterol pada
membran sitoplasma jamur
 Azol, adalah agen sintetis yang mengurangi ergosterol. Klotrimazol merupakan
azol yang paling banyak digunakan sebagai terapi efektif otomikosis karena
sifatnya juga sebagai bakterisid dan menjadi keuntungan apabila infeksi
merupakan campuran infeksi jamur dan bakteri.
Anti jamur sistemik yang biasa digunakan : amphotericin B, ketoconazole, fluconazole,
itraconazole.

VIII. PROGNOSIS
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat dan pada orang dengan
immunokompeten. Resiko kekambuhan otomikosis tinggi jika faktor yang menyebabkan
infeksi tidak dikoreksi.
Pada orang dengan immunokompromais, dapat terjadi otitis media dan yang terberat
dapat terjadi perforasi membran timpani.
DAFTAR PUSTAKA

Kumar, Ashish. (2005). Fungal Spectrum in Otomycosis Patients. JK Science. Vol. 7 No.
3, July-September
Lalwani, AK. (2008). Current Diagnosis & Treatment : Otolaryngology Head and Neck
Surgery. 2nd ed. USA: The McGrawHill Companies, Inc
Panduan Praktik Klinis Dokter Pelayanan Kesehatan Primer Edisi I Tahun 2013
Soepardi.E.A, et al. (2012). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. 7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Vennewald, I., & Klemm,, E. (2010). Otomycosis: Diagnosis and treatment. Clinics in
Dermatology, 28(2), 202–211. doi:10.1016/j.clindermatol.2009.12.003

Anda mungkin juga menyukai