Anda di halaman 1dari 12

TUTORIAL KLINIK 1

OTOMIKOSIS
Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan RS Bethesda pada
Program Pendidikan Dokter tahap Profesi
Fakultas Kedokeran Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun oleh:
Youlla Anjelina (42210509)

Dosen Pembimbing Klinik:


Dr. R. Gatot Titus W., Sp. THT-KL., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN RS BETHESDA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2021
DAFTAR ISI

BAB I PEMAPARAN KASUS ...................................................................................................... 3

1.1. Identitas Pasien ........................................................................................................................ 3


1.2. Anamnesis ................................................................................................................................ 3
1.3. Pemeriksaan Fisik .................................................................................................................... 4
1.4. Diagnosis Kerja ........................................................................................................................ 6
1.5. Diagnosis Banding ................................................................................................................... 6
1.6. Penatalaksanaan ....................................................................................................................... 6
1.7. Edukasi ..................................................................................................................................... 7
1.8. Prognosis .................................................................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 8

2.1. Definisi ............................................................................................................................. 8


2.2. Etiologi ............................................................................................................................. 8
2.3. Patofisiologi ...................................................................................................................... 8
2.4. Manifestasi klinis .............................................................................................................. 9
2.5. Diagnosis ........................................................................................................................ 10
2.6. Tatalaksana ..................................................................................................................... 11
2.7. Komplikasi ...................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 12

2
BAB 1

PEMAPARAN KASUS

1.1. Identitas Pasien

Nama : Nn. AS

Tanggal Lahir : 05/09/1993

Usia : 26 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Tanggal pemeriksaan : 18 Februari 2022

1.2. Anamnesis
a. Keluhan utama
Telinga kiri terasa penuh dan gatal pada telinga kanan-kiri

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan telinga kiri seperti bengkak dan sudah terjadi
selama 2-3 hari, keluhan disertai dengan adanya sedikit penurunan pendengaran serta
rasa gatal pada telinga kanan dan kiri. Beberapa hari sebelum mengunjungi
poliklinik, pasien merasakan sedikit demam, namun hanya sebentar. Pasien tidak
mengeluhkan nyeri telinga ataupun pusing.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami hal serupa pada tahun 2019 dan sudah diberikan
pengobatan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit pada hidung ataupun
tenggorokan. Pasien memiliki riwayat gangguan kesehatan yaitu asam lambung,

3
tidak ada gangguan kesehatan yang lain seperti hipertensi, diabetes mellitus,
gangguan ginjal maupun penyakit jantung.

d. Riwayat Alergi
Tidak ada.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien memiliki riwayat DM, tidak ditemukan keluhan serupa pada
keluarga.

f. Riwayat Pengobatan
Tidak ada pengobatan rutin yang sedang dikonsumsi pasien.

g. Gaya Hidup
Pasien memiliki kebiasaan mengorek telinga. Pasien tidak merokok, tidak
mengkonsumsi alkohol dan tidak menggunakan obat-obatan terlarang. Pasien banyak
menghabiskan waktu keseharian dirumah. Pasien makan 3 kali sehari dengan gizi
yang cukup dan seimbang. Kondisi rumah bersih dan ventilasi cukup.

1.3. Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Status gizi : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis E4V5M6
 Vital Sign
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/ menit
Suhu : 36 °C

4
b. Status Lokalis THT

a) Telinga

Pemeriksaan Telinga Dextra Telinga Sinistra


Auricula Dalam batas normal Dalam batas normal
Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus dan Tidak ada Tidak ada
auricular
Kelenjar getah bening Pembesaran (-) Pembesaran (-)
preauricular dan
retroauricular
Canalis auditori Hiperemis (+) Edema CAE (+)
eksterna Edema (-) Hiperemis (+)
Discharge (-) Discharge seropurulen
Hifa kehitaman
Membrane timpani Membran timpani intak, Membran timpani
cone of light arah jam 5, belum terlihat
hiperemis (-)
Kesan: telinga kanan hiperemis, telinga kiri adanya infeksi jamur
(otomikosis)

b) Hidung

Pemeriksaan Hidung Dextra Hidung Sinistra


Dorsum Nasi Deformitas (-), jejas (-) Deformitas (-), jejas (-)
Cavum Nasi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Sinus paranasal Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Rhinoskopi anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rhinoskopi posterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kesan hidung dalam batas normal.

5
c) Tenggorokan

Pemeriksaan Hasil
Bibir Dalam batas normal
Mukosa Oral Warna merah muda, stomatitis (-)
Gusi dan gigi Warna merah muda, karies dentis (-), ulkus (-)
Lingua Simetris, atrofi papil (-), lidah kotor (-), ulserasi (-)
Atap mulut Ulserasi (-), edema palatum molle (-)
Dasar mulut Ulserasi (-), edema palatum molle (-)
Uvula Tervisualisasi baik, hiperemis (-), edema (-)
Tonsil palatine Hiperemis (-), edema (-)
Peritonsil Abses (-), hiperemis (-)
Faring Hiperemis (-)
Laringoskopi indirect Tidak dilakukan
Kesan tenggorokan dalam batas normal.

c. Pemeriksaan Khusus
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya.

1.4. Diagnosis Kerja


AS Otomikosis

1.5. Diagnosis Banding


1. Otomikosis
2. Serumen prop
3. Otitis Eksterna Diffusa

1.6. Penatalaksanaan
 Racikan tetes telinga
R/ Polymycin B sulfate + Neomycin sulfate + Fludrocortisone acetate +
Lidocaine HCL No I

6
S.2.d.d.gtt.IV.AS (dimiringkan 5-10 menit)
 Cream antijamur
R/ Lot. Ketoconazole 30 ml No I
S.2.d.d.ue.AS

1.7. Edukasi
 Meminta pasien untuk selalu menjaga liang telinga dalam keadaan bersih, kering
dan tidak lembab, salah satunya dengan cara menutup telinga saat mandi dengan
sumbatan telinga dan mengeringkan telinga setiap mandi dengan menggunakan
hairdryer.
 Meminta pasien mengelap telinga luar dengan tisu jika terkena air
 Menjelaskan mengenai cara penggunaan obat tets telinga kepada pasien
 Mengaplikasikan obat secara rutin, dan kontrol setelah 1 minggu
 Menginfokan kepada pasien untuk cek rutin ke dokter THT setiap 6 bulan sekali
untuk membersihkan liang telinga

1.8. Prognosis
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad sanam : bonam
c. Quo ad fungsionam : bonam

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Otomikosis merupakan ineksi jamur di saluran telinga luar yang sering disebabkan oleh
Pytosporum, Aspergilus, Candida albikans dan dipicu oleh kelembapan yang tinggi. Infeksi
jamur pada saluran telinga luar dapat menyebar ke telinga tengah dan mastoid. Jamur akan
menyerang pembulu darah area infeksi dan menyebabkan destruksi jaringan (Soepardi et al.,
2017)
2.2.Etiologi
Pada 80% kasus, ditemukan bahwa agen etiologi otomikosis adalah Aspergillus,
sedangkan Candida adalah jamur yang paling sering diisolasi. Jamur patogen lain yang lebih
langka termasuk Phycomycetes, Rhizopus, Actinomyces, dan Penicillium. Aspergillus niger
biasanya merupakan agen yang dominan meskipun A.flavus, A.fumigatus, A.terreus (jamur
berfilamen), Candida albicans dan C.parapsilosis (seperti ragi) juga umum terjadi (Lalwani,
2015).
2.3.Patofisiologi
Otomikosis berkaitan dengan histologi dan fisiologi dari Kanalis Auditorius Eksternal
yang merupakan kanal silindris dengan panjang 2,5 cm serta lebar 7-9 mm. Kanalis ini dilapisi
dengan epitel gepeng berlapis keratin berlanjut hingga di sepanjang sisi luar membran timpani.
Reses timpani interior, dari medial ke isthmus cenderung ditumpuk oleh sisa-sisa keratin dan
serumen serta merupakan daerah yang sulit dibersihkan (Anwar and Gohar, 2014)
Serumen memiliki sifat antimikotik dan bakteriostatik dan merupakan penolak
serangga. Serumen terdiri dari lipid (46 hingga 73%), protein, asam amino bebas dan ion
mineral, juga mengandung lisozim, imunoglobulin, dan asam lemak tak jenuh ganda. Asam
lemak rantai panjang yang ada di kulit mungkin dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Karena komposisi hidrofobiknya, serumen mampu menolak air, membuat permukaan saluran
menjadi kedap air dan menghindari maserasi dan kerusakan epitel (Debta et al., 2020)
Mikroorganisme normal yang ditemukan di Kanalis Aurikularis Eksterna seperti
Staphylococcus epidermidis, Corrynebacterium sp, Bacillus sp, Gram-positif cocci
(Staphylococcus aureus, Sterptococcus sp, nonpathogenic micrococci), basil Gram-negatif
(Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Haemophilus influenza, Moraxella catharalis

8
dll) dan jamur miselia dari Genus Aspergillus dan Candida sp. Mikroorganisme komensal ini
tidak akan menjadi sumber pathogen jika keseimbangan masih terukur dan kelembapan masih
normal. Jika terjadi ketidakseimbangan, maka jamur yang komensal akan berubah menjadi
pathogen serta akan merusak epitel pada kanalis auditorius eksterna dan mengakibatkan
maserasi epitel.
Berikut adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi transformasi jamur menjadi
jamur pathogen, yaitu:
- Faktor lingkungan (panas, kelembaban): umumnya pasien mengalami gejala pada musim
panas dan keadaan lembab
- Perubahan permukaan epitel: penyakit dermatologis, trauma mikro
- Peningkatan kadar pH di EAC: saat mandi
- Seorang perenang
- Serumen
- Faktor sistemik: perubahan imunitas, deficit imunitas, penggunaan kortikosteroid,
antibiotik, sitostatika, neoplasia
- Riwayat otitis bakterial, otitis media supuratif kronis (OMSK) dan pasca operasi rongga
mastoid: kontaminasi bakteri pada kulit EAC awalnya terjadi oleh otitis media supuratif
atau otitis eksterna akut. Permukaan epitel yang rusak merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Kerusakan epitel juga menyebabkan penurunan ekskresi
dari kelenjar apokrin dan serumen yang mengubah lingkungan EAC menjadi lebih cocok
untuk mikroorganisme (pH normal).
(Anwar and Gohar, 2014)

2.4.Manifestasi klinis
Gejala klinis otomikosis sering kali sulit dibedakan dengan otitis eksterna bakterial,
namun sering ditemukan bahwa keluhan utama penderita otomikosis yaitu rasa gatal dan rasa
penuh pada liang telinga, namun juga sering tanpa keluhan. Selain itu dapat terlihat adanya
tanda infeksi berupa sub akut atau akut yang ditandai dengan peradangan, scaling dan
ketidaknyamanan yang parah. (Soepardi et al., 2017)
Mikosis menyebabkan inflamasi, debris berupa sekret seropurulen yang mengandung
epitel superficial, hifa putih, abu-abu atau kehitaman. Selain itu, gejala gangguan pendengaran

9
dan kepenuhan aural dapat ditemukan sebagai akibat dari akumulasi debris jamur di saluran.
Pruritis telah sering dikutip sebagai salah satu gejala khas hingga 93% dalam satu penelitian
(Opperman and Copelyn, 2020)

2.5.Diagnosis
Diagnosis ditentukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis
sering kali pasien mengeluhkan rasa gatal (pruritus) dan rasa penuh pada telinga yang
terinfeksi. Pada pemeriksaan otoskopi nampak adanya eritem serta hifa – hifa berwarna putih,
abu atau kehitaman pada kanalis auditorius eksterna. Untuk mengetahui pathogen penyebab
maka dapat dilakukan identifikasi jamur dengan menggunakan KOH atau dengan kultur fungi.
Pada pemeriksaan otoskopi dapat terlihat ciri khas dari jamur penyebab infeksi, jika
menyerupai jamur biasa dengan hifa halus dan spora (kondiofor) maka merupakan tanda dari
aspergillus. Candida sering membentuk miselia dengan karakteristik putih ketika, dan ketika
bercampur dengan serumen nampak kekuningan. Candida cukup sulit untuk ditegakan secara
klinis karena ciri khasnya yang kurang spesifik, sedangkan gejala klinis pada aspergilus lebih
terlihat nyata seperti otorrhea, dan sering kali infeksi akibat candida tidak berespon dengan
antimikroba (Kamali Sarwestani et al., 2019)
Pemeriksaan kultur jarang dilakukan, namun pemeriksaan dapat membedakan
morfologi fungi antara yang yeast-like dan filamentous. Sebagian besar koloni yang berwarna
putih, halus atau kasar adalah yeast-like, sedangkan jamur berfilamen cenderung tumbuh
membentuk koloni yang menggumpal-gumpal dan menampilkan berbagai warna seperti outih,
kuning, hijau, hitam pekat, dan lain-lain (Soepardi et al., 2017)

Gambar 1. Otoskopi pada liang telinga menunjukan otomikosis

10
2.6.Tatalaksana
Penatalaksanaan otomikosis adalah dengan membersihkan liang telinga menggunakan
suction ataupun spoon (tergantung dari sekret yang dihasilkan) pada kanalis auditorius
eksterna. Selanjutnya dapat diberikan larutan asam asetat 2% dalam alcohol, larutan iodium
povidone 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran antibiotic dan steroid yang
diteteskan pada liang telinga (Soepardi et al., 2017). Selain itu diperlukan juga obat anti-jamur
yang diberikan secara topical, yaitu cream yang mengandung nystatin, kloritomazole ataupun
ketoconazole (Kiakojori et al., 2018).

2.7.Komplikasi
Komplikasi otomikosis termasuk perforasi membran timpani, gangguan pendengaran
dan infeksi tulang temporal invasive. Perforasi membran timpani dapat terjadi sebagai
komplikasi otomikosis yang dimulai di telinga dengan gendang telinga yang utuh. Dalam studi
klinis, insiden perforasi membran timpani pada otomikosis ditemukan 11% dan perforasi lebih
sering terjadi pada otomikosis yang disebabkan oleh Candida albicans. (Koltsidopoulos and
Skoulakis, 2020). Sebagian besar perforasi berada di belakang gagang maleus. Mekanisme
perforasi telah dikaitkan dengan trombosis mikotik dari pembuluh darah membran timpani
yang mengakibatkan nekrosis avaskular membran timpani (Viswanatha and Naseeruddin,
2011)

11
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, K. and Gohar, M. S. (2014) ‘Otomycosis; Clinical features, predisposing factors and
treatment implications’, Pakistan Journal of Medical Sciences, 30(3), pp. 2–5. doi:
10.12669/pjms.303.4106.

Debta, P. et al. (2020) ‘Otomycosis : A Comprehensive Review Otomycosis : A Comprehensive


Review’, (December).

Kamali Sarwestani, H. et al. (2019) ‘Investigation of etiologic agents and clinical presentations
of otomycosis at a tertiary referral center in Tehran, Iran’, Iranian Journal of Public
Health, 48(2), pp. 331–337. doi: 10.18502/ijph.v48i2.832.

Kiakojori, K. et al. (2018) ‘Assessment of response to treatment in patients with otomycosis’,


Iranian Journal of Otorhinolaryngology, 30(1), pp. 41–47. doi:
10.22038/ijorl.2017.24813.1807.

Koltsidopoulos, P. and Skoulakis, C. (2020) ‘Otomycosis With Tympanic Membrane


Perforation: A Review of the Literature’, Ear, Nose and Throat Journal, 99(8), pp.
518–521. doi: 10.1177/0145561319851499.

Lalwani, A. (2015) External & middle ear: Diseases of the external ear. 2nd edn, Graw Hills-
Lange. 2nd edn. Graw Hills-Lange.

Opperman, C. J. and Copelyn, J. (2020) ‘Aspergillus niger otomycosis in a child with chronic
otitis externa’, Southern African Journal of Infectious Diseases, 35(1), pp. 1–3. doi:
10.4102/sajid.v35i1.128.

Soepardi, E. A. et al. (2017) Buku Ajar Telinga, Hidung, dan Tenggorokan FK UI. Tujuh, Tht
Ui. Tujuh. Jakarta.

Viswanatha, B. and Naseeruddin, K. (2011) ‘Fungal infections of the ear in


immunocompromised host: A review’, Mediterranean Journal of Hematology and
Infectious Diseases, 3(1), pp. 1–4. doi: 10.4084/MJHID.2011.003.

12

Anda mungkin juga menyukai