Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

Otitis Media Akut

Disusun Oleh:

Audrey Fidelia
112019150

Pembimbing:

dr. Irma Suryati, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN


TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
Periode 10 Desember 2020 – 26 Desember 2020
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jakarta Barat
Tanggal pemeriksaan : 15 Desember 2020

B. Anamnesa
1. Keluhan utama:
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan gangguan pendengaran terasa penuh
pada telinga sejak 2 hari SMRS.
2. Riwayat penyakit sekarang:
Seorang laki-laki usia 30 tahun datang dengan nyeri dan gangguan pendengaran
terasa penuh pada telinga sejak 2 hari SMRS. Keluhan disertai penurunan pendengaran
dan keluar cairan dari dalam telinga. Pasien mengaku sempat mengalami demam 4 hari
lalu setinggi 38°C. Pasien memiliki riwayat batuk dan pilek 2 bulan lalu. Pasien belum
ke dokter dan minum obat. Riwayat trauma kepala, operasi, hipertensi, dan diabetes
melitus disangkal.

3. Riwayat penyakit dahulu:


 Riwayat hipertensi : Disangkal
 Riwayat asma : Disangkal
 Riwayat laringitis : Disangkal
 Riwayat alergi : Disangkal
 Riwayat gastritis : Disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
 Riwayat sinusitis : Disangkal
 Riwayat telinga keluar cairan : Ada
 Riwayat trauma kepala dan leher : Disangkal

4. Riwayat penyakit keluarga:


Tidak ada riwayat penyakit keluarga

5. Riwayat pribadi dan sosial ekonomi


 Riwayat merokok : Disangkal
 Riwayat minum alkohol : Diakui, setiap 1 minggu sekali pasien minum
alcohol.
Pasien bekerja sebagai pedangang, biaya pengobatan ditanggung BPJS

C. Pemeriksaan fisik
1. Status generalis
 Keadaan umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Pernafasan : 16 x/menit
Suhu : 36°C
Nadi : 88x/menit
 Berat badan : 85 kg
 Kulit : Dalam batas normal
 Kepala dan leher : Dalam batas normal
 Mata : Dalam batas normal
 Jantung dan paru : Dalam batas normal

2. Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
No Pemeriksaan Auris Dextra Auris Sinistra
. Telinga
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-), batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-) nyeri tarik aurikula (-)
3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-), Serumen (-), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (-), furunkel (-), edema (-),
otorhea (-) otorhea (-)

4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-), hiperemi (+), edema (-),
perforasi (-), cone of light perforasi (-), cone of light (-)
(+)

6. Tes Rinne Positif Positif

7. Tes Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi

Tes Schwabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa


Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri


Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-), Bentuk (normal), hiperemi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-) nyeri tekan (-), deformitas (-)

Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)
Cavum nasi Lapang, mukosa pucat (+), Lapang, mukosa pucat (+),
hiperemia (-) , benda asing (-) hiperemia (-), benda asing (-)
Konka nasi inferior Edema (+), mukosa hiperemi Edema (+), mukosa hiperemi
(-), hipertrofi (+) (-), hipertrofi (+)
Konka nasi media Edema (+), mukosa hiperemi Edema (+) Hipertrofi (-),
(-), hipertrofi (-) mukosa hiperemi (-)
Septum nasi Deviasi (+) huruf (c), kearah Deviasi (+) huruf (c), kearah
kiri, perdarahan (-), ulkus (-) kiri, perdarahan (-), ulkus (-)
Pemeriksaan sinus Nyeri tekan pada pipi bagian kanan (-).

Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)


Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Normal
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),
sekret (-)
Tonsila palatine Kanan Kiri
T1 T1
Fossa Tonsillaris hiperemi (-) hiperemi (-)
dan Arkus Faringeus
RESUME
Seorang laki-laki usia 30 tahun datang dengan nyeri dan gangguan pendengaran
terasa penuh pada telinga sejak 2 hari SMRS. Keluhan disertai penurunan pendengaran dan keluar
cairan dari dalam telinga. Pasien mengaku sempat mengalami demam 4 hari lalu setinggi 38 °C.
Pasien memiliki riwayat batuk dan pilek 2 bulan lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan membrane timpani telinga kiri tampak
hiperemis (+) disertai dengan reflex cahaya (-). Pemeriksaan hidung dan tenggorokan tampak normal,
tidak ada kelainan.

Diagnosis Kerja
Otitis Media Akut

Diagnosis Banding
1. Otitis Media Serosa Akut

Tatalaksana
1. Medikamentosa
 Amoxicillin 3 x 250 mg

Edukasi
1. Menutup telinga dengan kapas saat mandi
2. Mengurangi aktivitas berkeringat
3. Istirahat yang cukup
4. Menjaga higenitas telinga
5. Hindari telinga dari kemasukan air

Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Santionam : Dubia ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Otitis media akut adalah suatu peradangan akut yang berlangsung di telinga tengah
akibat berbagai faktor predisposisi seperti sumbatan tuba Eustachius, infeksi, dan alergi.
Yates et al melaporkan bahwa populasi anak yang terpapar OMA memiliki riwayat pernah
terunfejsu setidaknya satu episode serangan OMA pada saat masa kecil. Pada saat usia 3
tahun ditemukan anak yang terpapr dengan satu episode otitis media sekitar 50-85%.
Berdasarkan pelaporan dari Divisi Otologi Departemen THT FKUI/RSCM pada
periode April 2010 sampai April 2011 ditemukan dua kasus OMA dengan komplikasi
intratemporal (labirintitis, gangguan pendengaran) dan intrakranial (meningitis). Terdapat
beberapa mekanisme terjadinya komplikasi ke intratemporal dan intrakranial yaitu melalui
erosi tulang, invasi langsung, dan tromboflebitis. Kecenderungan invasi kuman dari telinga
tengah ke intrakranial dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu virulensi kuman, sensitivitas
antibiotik, imunitas, terapi antibiotik yang adekuat, jalur anatomi, dan barier yang dapat
menyebarkan infeksi dan drainase daerah pneumatisasi karena operasi atau alami.
Pilihan dilakukan pembedahan pada OMA bertujuan untuk mencegah terjadinya
rekurensi. Mencakup tindakan miringotomi dengan atau tanpa pemasangan pipa ventilasi,
adeniodektomi, dan tonsilektomi. Miringotomi dengan pipa ventilasi terbukti dapat
menurunkan angka kematian dan rekurensi OMA dibandingkan miringotomi saja. 1

Anatomi Telinga
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai ke membran timpai.
Daun telinga teridiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berebntuk huruf S,
dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya sekitar 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit
liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya
sedikit dijumpai kelenjar serum.2
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung jika dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran
Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya
berlapis dua yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam di
lapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa memiliki satu
lapis lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang
berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. 2
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo.
Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) menuju arah bawah yaitu pada
membran timpani kiri menuju pukul 7 dan membran timpani kanan mnuju pukul 5. Reflek
cahaya merupakan cahaya yang keluar dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani.
Pada membran timpani terdapat 2 macam serabut, yaitu sirkuler dan radier. Membran timpani
dibagi dalam 4 kuadaran untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Garis ditarik
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lutus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, dan bawah-belakang. 2
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Puncak atau ujung koklea
disebut helikoterma yang menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkarang
yang tidak lengkap. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak
organ Corti. 2

Gambar 1. Anatomi telinga2


Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
untuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang menuju koklea. Getaran ini
menggetarkan membran timpani yang diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang sudah
di amplifikasi akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getarkan ditersukan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris
dan membran tektoria. 2
Prosis ini adalah suatu bentuk rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
infeksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf audditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius hingga ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.2

Otitis Media Akut


Otitis media merupakan suatu peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkaan
gejalanya dibagi menjadi otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, masing-masing
memiliki bentuk akut dan kronis. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah
dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat akut. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik
dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah,
diare, otore, dan dapat terjadi perforasi.3
Dalam perjalanan penyakit OMA, dibagi menjadi lima stadium yang bergantung pada
perubahan pada mukosa telinga tengah. Lima stadium yaitu stadium oklusi tuba Eustachius,
stadium hiperemis (pre-supurasi), stadium supurasi, stadium perforasi, dan stadium resolusi.
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai dengan
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam
telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan
posisi malleus menjadi lebih horizontal, dan refleks cahaya berkurang. Edema yang
terjadi pada tuba Eustachius dapat menyebabkan telinga tersumbat. Selaain retraksi,
membran timpani terkadang dapat tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin sudah terjadi namun tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dariotitis media serosa yang disebabkan
oleh virus dan alergi. Pada stadium ini tidak terjadi demam. 3

Gambar 2. Membran timpani normal3


2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani.
Membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa, dan adanya sekret eksudat
serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berkepanjangan
sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di
telinga tengaj dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda
infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga terasa penuh,
dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan,
tergantung dari cepaatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan
udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam
hingga satu hari. 3

Gambar 3. Membran timpani hiperemis 3


3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai dengan terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edemaa pada mukosa
telinga tengaj menjadi semakin hebat dan sel epitel superfisila hancur. Terbentuknya
eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol
atau bulging ke arah liang telinga luar. 3
Pada keadaan ini pasien akan tampang sangat kesakitan, nadi dan suhu
meningkat, serta rasa nyeri hebat di telingaaa. Pasien selalau gelisah, tidak dapat tidur
nyenyak, dan terkadang disertai gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi gejala
dapat ditemukan adanya demam tinggi yang disertaai muntah dan kejang. 3
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat tumbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadinya penumpukan nanah yang terus berlangsung
di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran akan meningkat laalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih
lembek dan berwarna kekuningan atau biasa yang disebut yellow spot. 3

Gambar 4. Membran timpani bulging dengan pus purulen 3


4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai dengan rupturnya membran timpani sehinggaa
sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak. Nanah akan mengalur dari telinga
tengah ke telinga luar. Terkadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).
Stadium ini sering dikarenakan oleh terlambatnya antibiotik dan tingginya virulensi
kuman. Setelah nanah keluar, pasien menjadi lebih tenang, suhu tubuh akan menurun,
dan dapat tidur nyenyak. 3
Jika membran timpani tetap mengalami perforasi dan pengeluaran sekret atau
nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih dari
satu setengah bulan hingga dua bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
kronik (OMSK). 3

Gambar 5. Membran timpani perforasi 3


5. Stadium Resolusi
Stadium ini merupakan stadiun akhir OMA yang ditandai dengan dan
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal
hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan
berkurang dan akhirnya kering. Peradangan kembali normal. Stadium ini berlngsung
walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh
akan baik, dan virulensi kuman rendah. 3
Jika stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi OMSK.
Kegagalan pada stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan
sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif
akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media seorsa
dapat terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi
membran timpani. 3

Epidemiologi
Hampir 85% anak memiliki episode otitis media akut paling sedikit satu kali dalam 3
tahun pertama kehidupan dan 50% anak mengalami 2 episode atau lebih. Anak yang
menderita otitis media pada tahun pertama, memiliki kenaikan risiko otitis media kronis
maupun otitis media berulang. Insiden penyakit akan cenderung menurun setelah usia 6
tahun. Di Amerika Serikat, hampir seluruh anak berusia 2 tahun akan mengalami otitis media.
Kira-kira 17% anak usia 6 bulan sudah mengalami 3 episode atau lebih. Episode yang sering
berulang mengakibatkan peningkatan kekhawatiran dan kecemasan orang tua, disamping juga
biaya kesehatan yang harus dikeluarkan. Pada negara berkembang, komplikasi yang sering
ditemukan antara lain gangguan pendengaran. Maka dari itu pemberian vaksinasi
pneumokokus sangat penting untuk mencegah otitis media serta komplikasinya.4

Etiologi
Otitis media akut dapat disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling sering
ditemukan yaitu Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemopilus influenza, Moraxella
catarhalis, Streptococcus group A, dan Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme
lain yang jarang ditemukan adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, dan
Clamydia tracomatis. 5
Broides et al menemuka prevalensi bakter penyebab OMA yaitu H.influenza 48%,
S.pneumoniae 42,9%, M.catarrhalis 4,8%, Streptococcus group A 4,3% pada pasien usia
dibawah usia 5 tahun pada tahun 1995-2006 di Negeb, Israil. Titisari menemukan bakteri
penyebab OMA pada pasien yang berobat di RSCM dan RSAB Harapan Kita Jakarta pada
bulan Agustus 2004 – Febuari 2005 yaitu S.aureus 78,3%, S.pneumoniae 13%, dan
H.influenza 8,7%.5
Virus terdetekksi pada sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA dan
terdeteksi pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan gangguan OMA. Virus yang
sering menyebabkan OMA yaitu respiratory syncytial virus. Selain itu dapat disebabkan oleh
virus parainfluenza (tipe 1,2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus, adenovirus, enterovirus,
dan koronavirus.5

Faktor Risiko
Faktor risiko terjadi otitis media yaitu usia, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status
sosioekonomi, lingkungan, asupan air susu ibu atau susu formula, lingkungan merokok,
kontak dengan pasien lain, abnormalitas kraniofasialias kongenital, status imunologi, infeksi
bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmantur tuba
Eustachius, dan lainnya. 4
Faktor usia berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada bayi
dan anak-anak kemungkinan disebabkan karena struktur dan fungsi tidak matang atau
inmatur tuba Eustachius. Selain itu sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga
masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding
dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native Amercian, Inuit, dan Indigenous
Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor
genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi berpengaruh seperti kemiskinan, kepadatan
penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan
terbatas. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu anak-anak yang
kurangnya asupan ASI banyak mendertia OMA. Lingkungan merokok dapat menyebabkan
anak-anak mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Adanya
riwayat kontak yang sering dengan anak-anak seperti di pusat penitiapn anak, insidens OMA
juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena
OMA karena fungsi tuba Eustachius yang terganggu, anak mudah mendertia penyakit telinga
tengah.4

Patogenesis
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh. Sumbatan
pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini. Dengan
terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam
telinga tengah sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba
Eustachius ini akan menyebabkan terjadinya tekanan negatif di telinga tengah, sehingga
menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi. Pencetus terjadinya OMA yaitu infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA).2
Semakin sering anak-anak terkena ISPA, semakin besar kemungkinan terjadinya
OMA. Pada bayi dan anak kasus terjadinya OMA lebih sering karena: 1. morfologi tuba
Eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal; 2. Sistem kekebalan tubuh
masih dalam perkembangan; 3. Adenoid pada anak terinfeksi sehingga infeksi dapat
menyebar ke telinga tengah. Beberapa faktor laain dapat berhubungan dengan terjadinya
penyakit telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan / atau sinus, dan
kelainan sistem imun. 2

Manifestasi Klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan usia pasien. Pada anak yang
sudah dapat bicara keluhan utama yang dirasakan yaitu rasa nyeri di dalam telinga dan suhu
tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang
usianya lebih besar atau pada orang dewaasa, selain rasa nyeri dapat adanya gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak
kecil, gejala khas OMA yaitu suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39.5OC (pada stadium
supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, dan kejang.
Saat terjadu ruptur di membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh
menurun, dan anak sulit tidur tenang.3
Penilaian klinik OMA dapat digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu
penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien
mengenai anak yang gelisah, dan menarik telinga, serta membran timpani yang kemerahan
hingga membengkak atau bulging. Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Jika
didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan dan jika melebih 3, berarti OMA berat.6

Tabel 1. Skor penilaian OMA6


Skor Suhu (OC) Gelisah Tarik telinga Kemerahan Bengkak pada
pada membran membran timpani
timpani (bulging)
0 <38,0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
1 38,0 – 38,5 Ringan Ringan Ringan Ringan
2 38,6 – 39,0 Sedang Sedang Sedang Sedang
3 >39,0 Berat Berat Berat Berat, termasuk
otore

Diagnosis
Kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu :
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti
menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan
pada membran timpani, adanya bayangan cairan di belakang membran timpani, dan
adanya cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdaapt tanda maupun gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut : kemerahan pada membran timpani, nyeri
telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.3
Keparahan OMA dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu ringan, sedang, dan berat.
Diagnosis ringan an sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran
timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani,
membengkak pada membran timpani, dan ototre yang purueln. Selain itu terdapat pula tanda
dan gejala inflamsi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran,
tinitus, vertigo, dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat ini meliputi semua
kriteria tersebut dengan tambhaan ditandai dengan demam melebihi 39,0OC dan adanya
otalgia yang bersifat sedang hingga berat.3

Tatalaksana
A. Medikamentosa
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan
pada stadium awal diberikan untuk mengobati infeksi saluran napas. Dalam hal ini
dapat diberikan antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media yaitu untuk menghindari komplikasi intrakrania dan
ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba
Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imun
lokal dan sistemik.6
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes
hidung HCL efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun
atau HCL efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak yang berusia di atas 12
tahun dan pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobatin dengan pemberian
antibiotik.3
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golonga penisilin atau eritromisin. Jika
terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya
adekuat di dalam darah. Sehingga tidak terjadi msatoiditis terselubung dan gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin. Pada
anak diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis,
amokisisilin, atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB.hari yang terbagi menjadi
3 dosis.3
Pada stadium supurasi, sering terlihat banyak sekret yang keluar. Pasien harus
dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga
gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur. 3
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali. Sekret
tidak ada dan perforasi menutup. Jika tidak terjadi resolusi biasanya sekret akan
mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat
dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, maka kemungkinan sudah
terjadi mastoiditis. 3
B. Pembedahan
Pada tatalaksana OMA rekuren terdapat beberapa tindakan pembedahan seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis dan adenoidektomi.4
1. Miringotomi
Miringotomi merupakan tindakan insisi pada pars membran timpani supaya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syarat pembedahan
ini yaitu harus dapat dilihat secara langsung. Pasien harus tenang supaya membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi terdapat di kuadaran
posterior-inferior. Jika terapi yang diberikan sudah adekuat, mirinotomi tidak
perlu dilakukan., kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringotomi
pada anak dengan OMA yaitu nyeri berat, demam, komplikasi seperti paresis
nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. 4
2. Timpanosintesis
Timpanosintesis adalah pungsi pada membran timpai dengan analgesia lokal
supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi pembedahan ini
yaitu jika terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada
bayi baru lahir atau pasien yang memiliki sistem imun tubuh rendah. 4
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadinya otitis media efusi
dan OMA rekuren. Dapat dilakukan pada anak yang sudah menjalani miringotomi
dan insesri tuba timpanosintesis namun hasil masih tidak memuaskan. Pada anak
kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak
dianjurkan untuk pembedahan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan
napas dan rinosinusitis rekuren. 4

Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita adalah kehilangan pendnegaran,
meskipun kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh otitis media biasanya bersifat
sementara. Namun jika otitis media tidak diobati, maka dapat menyebabkan gangguan
pendengaran yang permanen. Pada anak-anak yang mengalami otitis media kronis dan
terdapat cairan pada telinga tengah yang bersifat menerap bisa menyebabkan menurunnya
pendengaran, dimana hal ini sangat penting untuk perkembangan bicara dan bahasanya. 7
Komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani,
mastoiditis akut, paresis nervus fasialis, labirinitis, dan petrositis) , ekstratemporal (abses
subperiosteal), dan intracranial (abses otak, trombofelbitis).3
Pencegahan
Vaskin dapat digunakan untuk mencegha anak mengalami OMA. Secara teori, vaksin
terbaik adalah yang menawarkan imunitas terhadap semua patogen berbeda yang
menyebabkan OMA. Meskipun vaksin polisakardia mengandung jumlah serotipe yang relatif
besar, preparat polisakarida tidak menginduksi imunitas seluler yang bertahan lama pada
anak dibawah 2 tahun. Oleh karena itu, strategi vaksin terkini untuk mengontrol OMA adalah
konjungat polisakarida pneumokokal dengan protein nonpneumokokal imunogenik,
pendekatan yang dapat memicu respon imun yang kuat dan lama pada bayi. 5
Vaksin pneumokokus konjugat yang disetujui oleh Food and Drug Administration
(FDA) yang dapat mendinuksi respon imun lama terhadap Pneumococcus serotipe 4, 6B, 9V,
14, 18C, 19F, dan 23F. Serotipe ini dipilih berdasarkan frekuensinya yang sering ditemukan
pada penyakit pneumokokus invasif dan hubungannya dengan organisme yang multidrug-
resistant. Data dari penelitian di AS dari 500 pasien dengan OMA menunjukkan bahwa 84%
dari total pneumokokus dan 95% serotipe yang resisten antibiotik diisolasi dari aspirasi
telinga tengah merupakan kandugnan dari vaksin konjugat.5

Kesimpulan
Seorang laki-laki usia 30 tahun datang dengan nyeri dan gangguan pendengaran
terasa penuh pada telinga sejak 2 hari SMRS. Keluhan disertai penurunan pendengaran dan keluar
cairan dari dalam telinga. Pasien mengaku sempat mengalami demam 4 hari lalu setinggi 38 °C.
Pasien memiliki riwayat batuk dan pilek 2 bulan lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan membrane
timpani telinga kiri tampak hiperemis (+) disertai dengan reflex cahaya (-). Pemeriksaan hidung dan
tenggorokan tampak normal, tidak ada kelainan. Didiagnosa mengalami otitis media akut. Pasien
diberikan terapi amoxicillin dan dianjurkan untuk menghindari telinga kemasukan air dan saat mandi
dapat menutup telinga menggunakan kapas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Priyono H, dkk. Komplikasi intratemporal dan intrakranial pada otitis media akut anak. 2011.
ORLI. 41(1) : 23-9.
2. Soepardi E.A., dkk. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Vol
VI(6). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.
3. Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R. D. 2007. Kelainan telinga tengah.
4. Kerschner, J.E. 2007. Otitis media. In : Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th ed. USA : Saunders Elsevier, 2632-46.
5. Munislon J, Edward Y, Yolaznia. Penatalaksanaan otitis media akut. Padang : Bagian Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
6. Titisari, H. 2005. Prevalensi dan sensitivitas Haemophilus influenzae pada otitis media akut di
PSCM dan RSAB Harapan Kita. Jakarta : Fakultas Keodkteran Universitas Indonesia.
7. Mahardika IWP, Sudipta IM, Sutanegara SWD. Karakteristik pasien otitis media akut di
rumah sakit umum pusat sanglah denpasar periode januari-desember tahaun 2014. Januari
2019. E-Jurnal Medika. 8(1):51-5.

Anda mungkin juga menyukai