Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

Otitis Media Akut Stadium Perforasi


Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit THT-KL
di RSUD Tugurejo Semarang

Disusun Oleh :
Dean Gama Putrisani
H2A014040P

Pembimbing :
dr. Sukamta Yudi, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG


TENGGOROK KEPALA LEHER- RSUD TUGUREJO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang
disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah Otits
media akut (OMA) dapat terjadi kare beberapa faktor penyebab, seperti sumbatan
tuba eustachius (merupakan penyebab utama dari kejadian otitis mediayang
menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu),
ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), dan bakteri (Streptococcus peumoniae,
Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis, dan bakteri piogenik lain, seperti
Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus
vulgaris).
Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 9,3 juta anak-anak
mengalami serangan OMA pada 2 tahun pertama kehidupannya. Menurut Teele
(2009) dalam Commisso et al. (2011), 33% anak akan mengalami sekurang-
kurangnya satu episode OMA pada usia 3 tahun pertama. Terdapat 70% anak usia
kurang dari 15 tahun pernah mengalami satu episode OMA. Faktanya, ditemukan
bahwa otitis media menjadi penyebab 22,7% anak-anak pada usia dibawah 1
tahun dan 40% anak-anak pada usia 4 sampai dengan 5 tahun yang datang
berkunjung ke dokter anak. Selain itu, sekitar sepertiga kunjungan ke dokter
didiagnosa sebagai OMA dan sekitar 75% kunjungan balik ke dokter adalah untuk
follow-up penyakit otitis media tersebut. Menurut Casselbrant (2009) dalam
Titisari (2005), menunjukkan bahwa 19% hingga 62% anak-anak mengalami
sekurang-kurangnya satu episode OMA dalam tahun pertama kehidupannya dan
sekitar 50-84% anak-anak mengalami paling sedikit satu episode OMA ketika ia
mencapai usia 3 tahun. Di Amerika Serikat, insidens OMA tertinggi dicapai pada
usia 0 sampai dengan 2 tahun, diikuti dengan anak-anak pada usia 5 tahun

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Usia : 42 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kaliwungu, Semarang
Masuk Poli Klinik : 16 Januari 2018
Status : Umum
II. Anamnesis
a. Keluhan utama
Telinga kiri berdenging
b. Anamnesis
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Tugurejo Semarang
dengan keluhan telinga sebelah kiri berdengung sejak 1 bulan yang lalu.
Sebelumnya pasien mengalami batuk 1 hari sebelumnya. Sejak saat itu
pasien mengeluhkan telinga sebelah kiri terasa penuh, berdenging, dan
pasien merasakan adanya gangguan pada pendengaran. Beberapa hari
ksetelahnya telinga pasien merasakan nyeri serta keluar cairan dari
telinga kiri. Keluhan dirasakan terus menerus dan menggaggu aktivitas
pasien. 2 minggu kemudian pasien memeriksakan diri ke RS Elisabeth
dan saat di periksakan gendang telinga pasien berlubang serta terdapat
cairan pada liang telinga pasien. Lalu telinga pasien di bersihkan dan
diberikan obat untuk diminum secara rutin. Kemudian pasien di rujuk
ke RSUD Tugurejo untuk melakukan pemeriksaan audiometri. Saat ini
pasien tidak mengeluhkan adanya batuk, pilek, demam, maupun nyeri
pada saat menelan.

3
c. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat penyakit kongenital : disangkal
c. Riwayat operasi : disangkal
d.Riwayat ISPA : disangkal
e. Riwayat alergi : diakui, dingin
f. Riwayat trauma : disangkal
g. Riwayat sakit hidung (rhinitis, sinusitis) : disangkal
h. Riwayat penyakit pada telinga sebelumnya : diakui
i. Riwayat penyakit lain : DM (-),Hipertensi (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat hipertensi : diakui
c. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal
f. Riwayat keganasan : disangkal
e. Riwayat Pribadi
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
c. Riwayat konsumsi obat-obatan : disangkal
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang pelaut. Saat ini pasien tinggal bersama
istri dan dua orang anaknya.Keadaan rumah bersih, lingkungan sekitar
rumah bersih dan tidak padat penduduk. Biaya pengobatan pasien
secara mandiri. Kesan ekonomi cukup.
g. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
 KU : Baik
 Kesdaran : Kompos mentis
 Status Gizi: BB : 65kg

4
TB : 170 cm
IMT : 22,5(Kesan : Normal)
 Vital Sign : TD : 125/83 mmHg
N : 89 kali/menit,
RR : 20 kali/menit,
T : 36,7o C
 Kulit : sawo matang
 Kepala : mesosefal
 Wajah : simetris, facies adenoid (-)
 Mata : refleks pupil (+/+), isokor, konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-)
 Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
 Thorax : dalam batas normal
 Abdomen : dalam batas normal
 Ekstremitas : akral hangat
Status THT
Telinga:
Gambar :

Bagian Telinga Telinga kanan Telinga kiri


Deformitas (-), hiperemis Deformitas (-), hiperemis
Aurikula (-), edema (-), nyeri tarik (-), edema (-),nyeri tarik
aurikula (-) aurikula (-)
Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
Daerah
fistula (-), abses (-), nyeri fistula (-), abses (-), nyeri
preaurikula
tekan tragus (-) tekan tragus (-)
Daerah Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),

5
retroaurikula fistula (-), abses (-), nyeri fistula (-), abses (-), nyeri
tekan (-) tekan (-)
Serumen (-), edema (-), Serumen (-), edema (-),
Meatus
hiperemis (-), furunkel (-), hiperemis (-), furunkel (-),
akustikus
otorea (-) otorea (-)
Hiperemis (-), retraksi (-), Hiperemis (+),retraksi (-),
Membran bulging (-), perforasi (-), bulging (-), perforasi (+)
timpani cone of light (+), posisi pinpoint central, cone of
jam 7 light (-)

Hidung:
Gambar :

Pemeriksaan Hidung Hidung Kanan Hidung Kiri


Hidung Luar Bentuk (N), Inflamasi (- Bentuk (N), Inflamasi (-
), nyeri tekan (-), ), nyeri tekan (-),
deformitas (-). deformitas (-).
Rinoskopi Anterior
Vestibulum N N
Dasar kavum nasi Bentuk (N), mukosa Bentuk (N), mukosa
media hiperemi (-). hiperemi (-).
Meatus nasi media Mukosa hiperemi (-), Mukosa hiperemi (-),
sekret (-), konka nasi sekret (-), konka nasi
media (N), massa (-), media (N), massa (-),
sekret (-). sekret (-).
Meatus nasi inferior Mukosa hiperemi (-), Mukosa hiperemi (-),

6
edema (-) edema (-)
Konka nasi inferior Mukosa hiperemi (-), Mukosa hiperemi (-),
edema (-) edema (-)
Septum nasi Deviasi (-), benda asing Deviasi (-), benda asing
(-), perdarahan (-). (-), perdarahan (-).

Mulut dan Tenggorokan:


Gambar :

Bagian Keterangan
Gigi geligi Dalam batas normal
Mukosa bukal Hiperemis (-), massa (-)
Ginggiva Hiperemis (-), massa (-)
Palatum durum dan
Hiperemis (-), massa (-)
palatu mole
Hiperemis (-), edema (-), massa (-), granul (-),
Mukosa faring
ulkus (-)
Tonsil Hiperemis (-), ukuran T1-T1, detritus (-)

h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat diusulkan :
1. Endoskopi
2. Laboratorium (Darah Rutin)
3. Kultur sensitivitas test (Bila Perlu)
4. Audiometri ( Bila perlu)

7
i. Resume
Tn. F usia 20 tahun dengan keluhan telinga sebelah kiri
berdengung sejak 1 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien mengalami
batuk 1 hari sebelumnya. Sejak saat itu pasien mengeluhkan telinga
sebelah kiri terasa penuh, berdenging, dan pasien merasakan adanya
gangguan pada pendengaran. Beberapa hari ksetelahnya telinga pasien
merasakan nyeri serta keluar cairan dari telinga kiri. Keluhan dirasakan
terus menerus dan menggaggu aktivitas pasien. 2 minggu kemudian
pasien memeriksakan diri ke RS Elisabeth dan saat di periksakan
gendang telinga pasien berlubang serta terdapat cairan pada liang
telinga pasien. Lalu telinga pasien di bersihkan dan diberikan obat
untuk diminum secara rutin. Kemudian pasien di rujuk ke RSUD
Tugurejo untuk melakukan pemeriksaan audiometri. Saat ini pasien
tidak mengeluhkan adanya batuk, pilek, demam, maupun nyeri pada
saat menelan.

Pasien tidak ada riwayat sakit seperti ini sebelumnya, dan juga
tidak memiliki riwayat penyakit telinga hidung maupun tenggorok. Di
keluarga pasien tidak ada yang sakit seperti ini, namun ada riwayat
Hipertensi dari ayah pasien. Pasien merupakan seorang pelau. Saat ini
pasien tinggal bersama istri dan dua orang anaknya. Kesan ekonomi
cukup

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada telinga membran


timpani tampak hiperemis (+) perforasi (+), pada telinga kanan MT
dalam batas normal, cone of light (+) arah jam 5.

j. Diagnosis banding
1. Otiti media akut stadium perforasi
2. Otitis media akut stadium perforasi

8
k. Diagnosa Kerja
Otitis Media Akut AS Stadium Perforasi

l. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
 Antibiotik
Cefixime 2 x 100 mg tab
 Antibiotik lokal
Ofloxacine drop 3 x 1 gtt AS
 Dekongestan
Pseudoephedrine 2 x 500 mg tab

b. Non Medikamentosa
1) Pasien diberitahu bahwa pasien mengalami infeksi pada telinga kiri
dan terdapat lubang pada gendang telinganya
2) Pasien diingatkan agar tidak menggaruk / membersihkan telinga
dengan cotton bud terlalu sering
3) Pasien diingatkan untuk mencegah air masuk ke telinga
4) Pasien diminta kontrol beberapa hari kemudian, untuk diperiksa
ulang dan dibersihkan telinganya.

m. Prognosis
1. Ad vitam : Dubia ad Bonam
2. Ad functionam : Dubia ad Bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad Bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam.

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis
auditorius eksternus ( liang telinga ). Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah
siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah
kanalis semisirkularis.
Anatomi telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum
timpani dan tuba eustachius.
1. Membrana timpani
Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus
eksternus. Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih
horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10
mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.
Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian
terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars
flacida (membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat
langsung pada os petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri
dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga
tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier

10
dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan
fibrosa.
Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani
mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan
beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada
permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer
dan berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari
cincin vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar
dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang
kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan
cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul
arteri descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna.
2. Kavum timpani
Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler
diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium
yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang
terletak di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya.
Batas cavum timpani ;
Atas : tegmen timpani
Dasar : dinding vena jugularis dan promenensia styloid
Posterior : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal
Anterior : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani
Medial : dinding labirin
Lateral : membrana timpani
Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan
stapes. Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan
dilapisi oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan
membran timpani dengan foramen ovale, seingga suara dapat ditransmisikan ke
telinga dalam.
Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral.
Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum,

11
manubrium mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang
menghubungkan kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas
korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus
sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus
lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior
dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup
foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal.
Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :
- M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan
berasal dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral
dan menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik
manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi lebih tegang.
- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh
cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen
ovale dari getaran yang terlalu kuat.
3. Tuba eustachius
Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum
timpani dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-
inferomedial, membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan
bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak
anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan
kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi
ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk
plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus
faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan
kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm.
Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi yang
berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini
lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa,
sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani.

12
OTITIS MEDIA AKUT
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba ke dalam di
nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan
masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius,
enzim dan antibody. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini
terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari
otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman
ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga
tengah dan terjadi peradangan.
Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran
nafas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, makin
besar kemungkinan terjadinya OMA.

13
Sembuh / Normal

Fungsi tuba
tetap terganggu

Gangguan tuba Tekanan Efusi OME


negative
telinga
Infeksi (-)
tengah
Etiologi :

- Perubahan tekanan

udara tiba-tiba
Tuba tetap terganggu
- Alergi dan Infeksi (+)
OMA
- ISPA

Sembuh OME OMSK/OMP

Etiologi
- Sumbatan Sumbatan
: Sekret pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis
media. Pertahanan
Tampon tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu,
Tumor
ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman
penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus,
Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,
Streptococcus anhemolyticus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa.¹
Sejauh ini Streptococcus pneumonia merupakan organisme penyebab tersering
pada semua kelompok umur. Sedangkan Haemophilus influenza adalah patogen
tersering yang ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun. Meskipun juga
patogen pada orang dewasa.
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.

14
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena
beberapa hal, yaitu:
(1)Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan, (2)Saluran
eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga
ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. (3)Adenoid (salah satu organ di
tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relative
lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara
saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya
saluran Eustachius. Selain itu, adenoid sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi
tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Patogenesis
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan
infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,
tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka
sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu
pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga
dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.
Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan
halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan
pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut
akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

15
16
Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas
5 stadium. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang
diamati melalui liang telinga luar.
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Tanda oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-
kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan
dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret
yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat.

3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi, dan suhu meningkat, serta
rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum timpani tidak
berkurang, maka terjadi iskemia,akibat tekanan pada kapiler, serta timbul
tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa.
Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur.

17
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium
ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke
liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup
kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur (perforasi) tidak mudah menutup
kembali.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan pus
keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya
gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur
nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.

5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-
lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan
berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman
rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah
menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus
atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis
media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

18
- ISPA
- Tampon Sumbatan tuba
- Hipertrofi
Adenoid
- Barotrauma Disfungsi Tuba Kuman masuk
- Tumor
- Alergi
Gangguann transport Inflamasi
mukosilier

Mukus terjebak Reaksi sel-sel


radang
Tekanan negatif
telinga tengah Kumpulan Radang pada
sekret telinga tengah
Retraksi mukopurulen di Dema
membran telinga tengah m
Vasodilatasi
timpani Sekret pembuluh darah M.
bertambah Timpani
Stadium Oklusi
banyak
Membran timpani
Membran timpani
kemerahan dan
bulging ke telinga luar
nyeri

Stadium Supurasi Stadium


Hiperemis

Tekanan pada kapiler


membran

Tromboflebitis

Iskemiknekrosis Stadium Perforasi

Gejala klinik
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta
umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri
telinga, suhu tubuh tinggi dan biasanya ada riwayat batuk pilek sebelumnya.

19
Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang
dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi
sampai 39,5 °C (stadium supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak
menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang. Bila terjadi ruptur membran timpani
maka sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak tertidur
tenang.
Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)


2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga
tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut: (1)menggembungnya gendang telinga,
(2)terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga, (3)adanya bayangan
cairan di belakang gendang telinga, (4)cairan yang keluar dari telinga.
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut: (1)kemerahan pada gendang
telinga, (2)nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan dari
pengobatan yaitu menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi, dan
pencegahan komplikasi.
Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali
tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk
anak yang berumur >12 thn atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus
diobati dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika

20
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya
adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak
diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau
eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk
untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan
miringotomi gejala- gejala klinis lebih cepat hilang dan rupture dapat dihindari.
Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar
terjadi drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang
menetap di telinga setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan
pendengaran. Miringotomi harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak
harus tenang dan dapat dikuasai agar membran timpani dapat terlihat dengan baik.
Biasanya pada anak kecil dignakan anastesi umum. Lokasi miringotomi adalah di
kuadran posteroinferior.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5
hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi
dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
Stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui
perforasi di membrane timpani. Pada keadaan ini antibiotik dapat dilanjutkan
sampai 3 minggu.
Komplikasi
Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan hingga
berat tetapi setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan sebagai
komplikasi dari otitis media supuratif kronis.
OMA dengan perforasi membran timpani dapat berkembang menjadi otitis
media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini

21
berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat,
pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis,
komplikasi ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis,
abses otak, trombosis sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis.

22
BAB IV
KESIMPULAN

1. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan


gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat.
2. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara
lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,
muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran
timpani.
3. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah.
Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai
dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas
yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang
membran timpani, dan otore.
4. Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.
Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi
saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik. Selain obat dapat dilakukan pembedahan.
5. Komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal (perforasi
membran timpani, mastoiditis akut, paresis nervus fasialis, labirinitis,
petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan intracranial
(abses otak, tromboflebitis).

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta:
FakultasKedokteranUniversitas Indonesia. 2007.
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996
3. Ballenger, JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi
13, Jilid II,Alih Bahasa Staf Ahli Bagian THT FK-UI/RSCM. Jakarta :
Binarupa Aksara. 1997
4. Ludman, Harold. Petunjuk Penting Pada Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. Jakarta: Hipokrates. 1996.
5. Dejong, W., Sjamsuhidajat, R.Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : 2005
6. Rasad, sjahriar. Radiologi Diagnostik edisi ke 2.Jakarta:FKUI. 2005
7. Widodo P dkk. Pola Sebaran Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotika Sekret
Telinga Tengah Penderita Mastoiditis Akut di RS DrKariadi Semarang. 2005.
8. Mukmin, Sri; Herawati, Sri. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu
Penyakit THT, FK UNAIR. Surabaya. 2000.
9. Ogle, J.W., Lauer, B.A. Acute mastoiditis. Am. J. Dis. Child. 2000.
10. Palva, T., Pukkinen, K. Mastoiditis. J. Laryngol. Otol. 1959.
11. Mygind, H. Subperiosteal abscess of the mastoid region. Ann. Otol. Rhinol.
Laryngol. 2000
12. Bluestone, C.D., Klein, J.O. Intratemporal complications and sequelae of otitis
media. in: C.D. Bluestone, S.E. Stool (Eds.) Pediatric
Otolaryngology. Saunders, Philadelphia, PA; 2003
13. Kelompok Studi Otologi. Guideline Penyakit THT di Indonesia.
Dalam:Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Jakarta: 2007.

24

Anda mungkin juga menyukai