EPISTAKSIS
Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit THT-KL
di RSUD Tugurejo Semarang
Disusun Oleh :
Aziza Ulfie Wijayani
H2A014012P
Pembimbing :
dr. Sukamta Yudi, Sp.THT
Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga
hidung atau nasofaring dan mencemaskan penderita serta para klinisi. Epistaksis bukan
suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat
berhenti sendiri. Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2- 10 tahun dan 50-80 tahun,
sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat angka kejadian
epistaksis dijumpai 1 dari 7 penduduk. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-
laki dan wanita. Epistaksis bagian anterior sangat umum dijumpai pada anak dan
dewasa muda, sementara epistaksis posterior sering pada orang tua dengan riwayat
penyakit hipertensi atau arteriosklerosis. Tiga prinsip utama dalam menanggulangi
epistaksis yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah
berulangnya epistaksis.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An. Erlangga
Usia : 8 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kaliwungu Selatan
No CM :-
Masuk Poli Klinik : 10 Desember 2018
Status : BPJS
II. Anamnesis
a. Keluhan utama
Sering mimisan
b. Anamnesis
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Tugurejo Semarang dengan keluhan
sering mimisan sejak satu tahun yang lalu. Mimisan dirasa tiba-tiba tanpa ada
keluhan sebelumnya. Mimisan terakhir satu minggu yang lalu saat bangun tidur.
Pasien mengaku tidak pernah demam sebelumnya, tidak pernah mengalami jatuh
atau pukulan di hidung, tidak pernah merasa nyeri pada bagian hidung. Pasien
mengaku mimisan terjadi bisa sampai dua kali seminggu dan hal ini dirasa
mengganggu. Pasien mengaku tidak ada keluhan nyeri, keluar cairan pada telinga
kanan maupun kiri. Pasien juga mengaku tidak ada keluhan nyeri menelan, sulit
menelan pada tenggorokan, batuk pilek (-), demam (-).
g. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda – tanda vital
Tekanan darah : tidak diperiksa
Nadi : 83 kali/menit,
Respiratory rate : 18 kali/menit,
Suhu : tidak di periksa
Kulit : sawo matang
Kepala : mesosefal
Wajah : simetris, facies adenoid (-)
Mata : refleks pupil (+/+), isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thorax : tidak diperiksa
Abdomen : tidak diperiksa
Ekstremitas : dalam batas normal, akral hangat
Status Lokalis
Telinga:
Bagian Keterangan
Gigi geligi Karies gigi (-)
Mukosa bukal hiperemis (-), massa (-)
Mukosa gigi hiperemis (-), massa (-)
Palatum durum dan
Hiperemis (-), massa (-)
palatu mole
Hiperemis (-), edema (-), massa (-), granul (-),
Mukosa faring
ulkus (-)
Tonsil Hiperemis (+), ukuran T2-T2, detritus (-)
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat diusulkan :
1. Endoskopi
3. CT-BT
i. Resume
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Tugurejo Semarang dengan
keluhan sering mimisan sejak satu tahun yang lalu. Mimisan dirasa tiba-tiba tanpa
ada keluhan sebelumnya. Mimisan terakhir satu minggu yang lalu saat bangun
tidur. Pasien mengaku tidak pernah demam sebelumnya, tidak pernah mengalami
jatuh atau pukulan di hidung, tidak pernah merasa nyeri pada bagian hidung.
Pasien mengaku mimisan terjadi bisa sampai dua kali seminggu dan hal ini dirasa
mengganggu. Pasien mengaku tidak ada keluhan nyeri, keluar cairan pada telinga
kanan maupun kiri. Pasien juga mengaku tidak ada keluhan nyeri menelan, sulit
menelan pada tenggorokan, batuk pilek (-), demam (-).
Dari hasil pemeriksaan telinga didapatkan telinga dalam batas normal,
membran timpani dalam batas normal. Pemeriksaan hidung didapatkan septum nasi
hiperemis (+), bleeding point (-), konka edem (+) ringan. Pemeriksaan mulut dan
tenggorokan didapatkan tonsil hiperemis T2-T2.
j. Diagnosis banding
1. Epistaksis
2. Polip hidung
k. Diagnosa Kerja
Epistaksis
l. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Asam Traneksamat 500mg 3x1/2tab
Vit C 50mg 2x1 tab
b. Non medikamentosa
Apabila terjadi perdarahan aktif, dapat dilakukan tamponisasi pada hidung
yang mengalami perdarahan dan diberikan vasokonstriktor lokal.
Memberitahu pada pasien bahwa epistaksis dapat terjadi ketika pasien
mengalami kelelahan, sering berada dibawah terik matahari sehingga
pasien lebih baik mengurangi aktifitas yang berlebih
Memberitahu pasien bahwa apabila terjadi epistaksis yang tidak kunjung
berhenti, segera membawa pasien ke UGD atau klinik terdekat untuk
mencegah perdarahan hebat
Memberitahu pasien untuk sering mengkonsumsi sayur dan buah buahan
m. Prognosis
1. Ad vitam : Dubia ad Bonam
2. Ad functionam : Dubia ad Bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Dasar Teori
1. Epistaksis
a. Definisi
dari hidung dapat berasal dari bagian anterior rongga hidung atau
b. Epidemiologi
Di Amerika Serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1
pada usia < 20 tahun dan > 40 tahun (Nash & Simon, 2008).
2011)
c. Klasifikasi
Berdasarkan lokasinya epistaksis dapat dibagi atas beberapa
bagian, yaitu
1) Epistaksis Anterior
Merupakan jenis epistaksis yang paling sering dijumpai
2) Epistaksis Posterior
Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina
e. Etiologi
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah
1. Faktor Lokal
Hobbs, 2005).
3. Faktor Sistemik
Hipertensi tidak berhubungan secara langsung dengan
(Wormald, 2006).
Hobbs, 2005).
3. Faktor Lingkungan
Angka kejadian epistaksis ditemukan meningkat selama
f. Patofisiologi
Epistaksis didefinisikan sebagai perdarahan akut dari rongga
(Isezuo, 2008).
2008).
yang banyak dan lama. Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan
area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah ini
g. Diagnosis
Anamnesis dan menentukan lokasi sumber perdarahan serta
h. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi akibat dari epistaksisnya sendiri
2008).
tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila
2008).
i. Prognosis
Prognosis epistaksis baik tetapi bervariasi. Dengan terapi
j. Penatalaksanaan
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu
Pada pasien dalam keadaan syok, kondisi ini harus segera diatasi.
1) Epistaksis Anterior
Endang, 2008).
2) Epistaksis Posterior
1. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007.
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996
3. Ballenger, JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 13, Jilid
II,Alih Bahasa Staf Ahli Bagian THT FK-UI/RSCM. Jakarta : Binarupa Aksara. 1997
10. Zanetti D, Nassif N. Indications for Surgery in Acute Mastoiditis and Their
Complications in Children. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology.
2006.