Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

TONSILITIS KRONIS

Pembimbing:
dr. Erwinantyo, Sp.THT

Disusun Oleh:
Guido Aristo Itang 112022099

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
KOAS THT RUMAH SAKIT PANTI WILASA DR. CIPTO
PERIODE 6 Maret 2023 s/d 8 April 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

TONSILITIS KRONIS

Disusun Oleh:

Guido Aristo Itang 112022099

Telah diperiksa dan disahkan

sebagai salah satu syarat untuk mengikuti dan menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT

RS Panti Wilasa Dr. Cipto Periode 6

Maret - 8 April 2023

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Krida Wacana

Semarang, 01 April 2023

dr. Erwinantyo, Sp.THT-KL

2
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna no.6 Kebon Jeruk, Jakarta-Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT PANTI WILASA DR.CIPTO

Nama : Guido Aristo Itang 112022099 Tanda Tangan

Dr. Pembimbing/Penguji: dr. Erwinantyo, Sp.THT


……………………………..

IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. A Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 19 November 1998 Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta Status Menikah : Belum menikah
Alamat : Jl. Jawa No.3C, Kota Cilacap

ANAMNESIS
Diambil secara aloanamnesis pada Rabu, 14 Maret 2023. Jam 09.00 WIB.

Keluhan utama: Pasien datang ke poliklinik THT dengan keluhan nyeri saat menelan sejak 4
hari yang lalu

Riwayat penyakit sekarang


4 hari yang lalu, pasien mengeluh adanya nyeri saat menelan. Nyeri nelan bertambah
dan disertai dengan sesak sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengatakan bahwa
mengalami demam, pusing, dan hidung tersumbat disertai secret berwarna putih bening 4 hari
yang lalu, namun gejala mendingan setelah pasien pengkonsumsi obat paracetamol. 2 minggu
yang lalu pasien mengaku pernah nyeri nelan karena radang amandel dan sembuh setelah
berobat ke klinik. Batuk, bersin-bersin, hidung gatal, dan nyeri di area hidung dan pipi
disangkal. Pasien juga mengaku tidak ada keluhan pada telinga.

3
Riwayat penyakit dahulu (RPD):
• Pasien memiliki Riwayat pembesaran amandel pertama sejak SMA
• Riwayat ASMA, DM, hipertensi, alergi obat/makanan disangkal

Riwayat penyakit keluarga (RPK):


• Anggota keluarga ada riwayat pembesaran amandel
• DM(-), asma(-), hipertensi(-), alergi(-)

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal Pemeriksaan : 14 Maret 2023
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Berat Badan :-

Status Lokalis
Kepala dan Leher
Kepala : normocephal
Wajah : simetris
Leher : KGB tidak tampak membesar
Lain-lain : tidak ada

4
Telinga

No. Pemeriksaan Telinga Auricula Dextra Auricula Sinistra


1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga: aurikula, Bentuk dan ukuran telinga Bentuk dan ukuran telinga
preaurikuer, dalam batas normal, lesi dalam batas normal, lesi
retroaurikuler. pada kulit (-), hematoma pada kulit (-), hematoma
(-), massa (-), fistula (-), (-), massa (-), fistula (-),
nyeri tarik aurikula (-). nyeri tarik aurikula (-).

3. Liang telinga (MAE) Serumen (-), hiperemis (-), Serumen (-), hiperemis (-),
edema (-), furunkel (-), edema (-), furunkel (-),
otorhea (-). otorhea (-).
4. Membran timpani Intak, retraksi (-), hiperemi Intak, retraksi (-), hiperemi
(-), bulging (-), edema (-), (-), bulging (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light perforasi (-), cone of light
(+). (+).

Tes Penala
Kanan Kiri
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Penala yang dipakai (-) (-)

Hidung
Inspeksi Nasal Dextra Nasal Sinistra

Hidung luar Bentuk (N), inflamasi (-), Bentuk (N), inflamasi (-),
deformitas (-), massa (-). deformitas (-), massa (-).

5
Rinoskopi Anterior :

Vestibulum nasi N, ulkus (-) N, ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk (N), mukosa merah Bentuk (N), mukosa merah
muda, sekret mukopurulen muda, sekret mukopurulen (-).
(-).

Septum nasi Deviasi (-), benda asing (-), Deviasi (-), benda asing (-),
perdarahan (-), ulkus (-). perdarahan (-), ulkus (-).

Konka media & Hipertrofi (-), hiperemi (-), Hipertrofi (-), hiperemi (-),
inferior kongesti (-). kongesti (-).

Tenggorok
Pemeriksaan Keterangan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda

Mulut Mulut terbuka dan tidak dapat menutup sempurna,


mukosa mulut basah, berwarna merah muda.

Bucal Warna merah muda, hiperemi (-)

Gigi Karies (-), Berlubang (-)

Lidah Ulkus (-), pseudomembran (-).

Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran


(-).
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (+), arkus palatum tampak lebih
cekung.

6
Faring Mukosa hiperemi (+), edema (-), ulkus (-), granul (-),
sekret (-), reflex muntah (+).
Tonsila Palatina Hiperemi (+), ukuran T3-T3, kripte melebar (+), detritus
(-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG RADIOLOGI


Tidak dilakukan

RESUME
Perempuan usia 24 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan nyeri saat
menelan sejak 4 hari yang lalu. Nyeri nelan bertambah dan disertai dengan sesak sejak 2 hari
yang lalu. Pasien mengatakan bahwa mengalami demam, pusing, dan hidung tersumbat
disertai secret berwarna putih bening 4 hari yang lalu, namun gejala mendingan setelah
pasien pengkonsumsi obat paracetamol. 2 minggu yang lalu pasien mengaku pernah nyeri
nelan karena radang amandel dan sembuh setelah berobat ke klinik. Batuk, bersin-bersin,
hidung gatal, dan nyeri di area hidung dan pipi disangkal. Pasien juga mengaku tidak ada
keluhan pada telinga. Pasien memiliki riwayat pembesaran amandel sejak SMA.
Hasil Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Telinga : Normal
Hidung : Normal
Faring : Tonsil T3-T3, hiperemi, kripte (+)

DIAGNOSIS BANDING (DD)


-
WORKING DIAGNOSIS (WD)
Tonsilitis Kronis

Dasar diagnosis:
Keluhan utama: pasien nyeri menelan sejak 4 hari yang lalu
Keluhan tambahan: nyeri menelan memberat kadang disertai sesak 2 hari yang lalu

7
Pemeriksaan fisik: mukosa faring hiperemis, tonsil membesar ukuran T3-T3, tampak hiperemis,
kripte melebar di kedua tonsil, uvula tampak di tengah, tidak tampak karies gigi.
Pemeriksaan penunjang : belum dilakukan

PENATALAKSANAAN
 Adenotonsilektomi
 Obat pulang
o Cefadroxil syr fl no II. S2 dd cth 1
o As mefenamat 500 mg no VI. S3 dd ½ tab
PROGNOSIS
 Ad vitam : bonam
 Ad sanationam : bonam
 Ad functionam : bonam

8
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Faring dan Tonsil

Faring merupakan kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong. Faring


dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra cervical 6. Ke
atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana. Ke depan berhubungan
dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring. Dengan laring diwabah, faring berhubungan
melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Dinding faring dibentuk
oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
Faring terdiri atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (gambar 1).1

Gambar 1. Faring

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid) yang
terletak di garis tengah atap nasofaring serta tonsil palatina dan tonsil lingual yang terletak di
daerah orofaring. Ketiga tonsil tersebut membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer
(gambar 2).1,2

9
Gambar 2. Cincin waldeyer

Tonsil palatina terletak di dalam fossa tonsil. Pada kutub atas sering ditemukan celah
intratonsil dan kutub bawah biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsila
palatina bentuknya beragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Di dalam kriptus
biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.
Permukaan lateralnya melekat pada fasia faring atau kapsul tonsil.2

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi 2 oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah sebelah anteriornya terdapat foramen sekum pada apeks
yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata.1

Definisi

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cicin
waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat
terjadi pada semua umur, terutama pada anak.3 Tonsilitis akut merupakan peradangan pada
tonsil yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus yang terjadi dalam waktu kurang dari
3 minggu. Tonsilitis membranosa termasuk dalam salah satu jenis radang amandel akut
yang disertai dengan pembentukan membran/ selaput pada permukaan tonsil yang bisa
meluas ke sekitarnya.4 Tonsilitis kronis merupakan kondisi di mana terjadi pembesaran
tonsil disertai dengan serangan infeksi yang berulangulang.5

Pemeriksaan Fisik

Setelah anamnesis, untuk dapat menegakkan diagnosis kelainan pada telinga, hidung
dan tenggorokan perlu dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada
faring dan rongga mulut yaitu dengan lampu kepala yang diarahkan ke mulut, lihat keadaan

10
bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah. Bagian tengah lidah ditekan dengan
spatula lidah agar bagian rongga mulut dapat terlihat jelas.3

Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar
limfanya, uvula, arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi geligi.
Palpasi rongga mulut diperlukan apabila ada massa seperti tumor, kista, dan lain-lain. Penting
juga untuk diperhatikan apakan ada rasa nyeri di sendi temporomandibula ketika membuka
mulut. Pada pemeriksaan tonsil perlu dilaporkan ukuran tonsilnya. Pada kondisi normal tonsil
berada di fossa tonsilaris (T1-T1), apabila sudah keluar dari fossa tonsilaris disebut T2-T2,
apabila pembesarannya sudah melebihi garis tengah disebut T3-T3 dan apabila tonsilnya
sudah berdempetan disebut T4-T4. Dari hasil pemeriksaan fisik pada skenario didapat TTV
suhunya 36.5oC dan dari pemeriksaan faring didapat tonsil T3-T3, hiperemi, kripte lebar
(gambar 3).2

Gambar 3. Ukuran tonsil

Diagnosis

1. Tonsilitis akut berulang (differential diagnosis)

Seseorang dapat didagnosis tonsilitis akut berulang apabila mengalami


beberapa episode tonsilitis akut dalam setahun. Tonsilitis akut berulang biasanya
banyak diderita oleh anak-anak dan patogen terseringnya adalah grup A beta
hemolitik Streptococcus pyogenes. Beberapa hal yang dapat menyebabkan rekurensi
yaitu terinfeksi strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang diberikan, sistem

11
imun

12
yang menurun dan juga diduga ada predisposisi genetik tertentu yang membuat
seseorang beresiko menderita tonsilitis akut berulang.6

2. Tonsilitis kronis eksaserbasi akut (working diagnosis)


Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten (menahun)
dan berlangsung lebih dari 2 minggu. Tonsilitis kronis didefinisikan oleh adanya
infeksi berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena pembesaran tonsil.
Tanda bermakna lainnya yaitu nyeri tenggorokan yang berulang atau menetap. Pasien
pada skenario didiagnosis tonsilitis kronis eksaserbasi akut karena sebelumnya pasien
memiliki riwayat nyeri tenggorok dan saat ini sedang mengalami kekambuhan.2,7

Epidemiologi

Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak usia lebih dari 2 tahun. Tonsilitis karena
Streptococcus umumnya mengenai anak usia 5-15 tahun sementara tonsilitis virus mengenai
anak usia lebih muda. 2.5-10.9% anak mungkin merupakan carrier Streptococcus grup A
yang merupakan salah satu penyebab tonsilitis dan dari penelitian yang telah dilakukan
didapat rata- ratanya 15.9%. Di Indonesia, menurut data epidemiologi penyakit THT,
tonsilitis merupakan penyakit kedua tersering setelah faringitis akut (3.8%).2,6

Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya maka tonsilitis dibagi menjadi tonsilitis viral dan tonsilitis
bakterial. Tonsilitis viral merupakan penyebab paling sering. Virus tersering merupakan
virus yang menyebabkan common cold seperti Rhinovirus, Adenovirus dan Coronavirus.
Virus lainnya berupa Epstein-Barr, Cytomegalovirus, Hepatitis A, Rubella dan HIV dapat
menyebabkan tonsilitis. Virus Epstein-Barr sering didiskusikan dalam etiologi karena
dipercaya virus ini tetap laten di dalam limfosit B pada sentral germinal, berinteraksi untuk
memproduksi sel M yang terinfeksi yang dapat ditemukan pada area ekstrafolikuler.
Tonsilitis bakterial biasanya disebabkan oleh Streptococcus beta hemolitikus grup A yang
dikenal sebagai strept throat, Pneumococcus, Streptococcus viridan dan Streptococcus
pyogenes. Tetapi Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus
influenza pernah ditemukan pada kultur. Tonsilitis bakteri dapat terjadi baik dari patogen
anaerob maupun aerob. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuknya detritus. Detritus ini merupakan
13
kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Pada tonsilitis kronis
ditemukan popoulasi polimikrobial pada banyak kasus seperti spesies streptokokal alfa dan
beta hemolitikus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae dan spesies Bacteroides
juga pernah ditemukan. Bakterinya biasanya sama dengan tonsilitis akut tetapi dapat berubah
menjadi bakteri gram negatif. Selain itu ada faktor presdisposisi lainnya seperti rangsangan
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.8,9

Patofisiologi

Tonsilitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman
menginfiltrasi lapisan epitel. Infeksi berulang pada tonsil menyebabkan suatu waktu tonsil tak
dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang pada tonsil. Pada
keadaan ini fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi).
Kuman dan toksinnya dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat imunitas menurun.
Proses radang berulang dapat mengakibatkan epitel mukosa dan jaringan limfoid juga ikut
terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti menjadi jaringan
parut yang mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Kripta ini tampak diisi oleh
detritus. Jika proses ini terus berlanjut maka dapat menembus kapsul tonsil yang pada
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses
ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula. Peradangan tonsil yang persisten
ini juga berpotensi terbentuknya batu tonsil.8,10

Gejala klinis dan tanda

Gejala dari tonsilitis akut berupa demam, eksudat tonsil, nyeri tenggorok, nyeri
menelan, lesu, nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga. Rasa nyeri
di telinga akibat dari nyeri alih melalui saraf n.glosofaringeus (N.IX). Akibat dari hipertrofi
tonsil dapat terjadi bila adanya obstruksi jalan nafas sehingga adanya manifestasi seperti
bernafas dari mulut, mendengkur hingga sleep apnea. Pada pemeriksaan akan tampak tonsil
membengkak, hiperemis dan terdapat detritus folikel, lakuna (bercak detritus yang menjadi
satu dan membentuk alur) atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula
membengkak dan nyeri tekan. Infeksi EBV dapat menyebabkan pembesaran tonsil disertai
dengan perubahan warna menjadi keabuan serta adanya petechiae palatum, demam,
limfadenopati servikal posterior, hepatosplenomegali dan rasa lelah. Pada tonsilitis kronis,
pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kripta melebar dan

14
beberapa terisi oleh detritus. Selain itu juga ada rasa mengganjal di tenggorok, rasa kering di
tenggorok dan napas berbau.
Gradasi pembesaran tonsil dibagi menjadi 5 yaitu8,9,10
T0 : tonsil masuk di dalam fosa
T1 : < 25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Pemeriksaan penunjang4,6,7

1. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan kultur tenggorokan dilakukan karena bakteri penyebab tersering
berupa streptokokus beta hemolitikus grup A sehingga kriteria standard untuk
memeriksanya dari kultur tenggorok. Pemeriksaan ini merupakan gold standard.
2. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan diagnosa dari tonsilitis kronis.
Terdapat 3 kriteria yang harus ditemukan yaitu inflitrasi limfosit ringan-sedang,
adanya Ugra’s abses dan infiltrasi limfosit yang difus.
3. Pemeriksaan PCR dapat dilakukan untuk mengetahui tonsilitis viral, tetapi
pemeriksaan ini jarang dilakukan.
4. Pemeriksaan darah
Pada infeksi streptokokus beta hemolitikus dapat ditemukan peningkatan pada
CRP, leukosit total dan granulosit neutrofil. Tetapi ini biasanya memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Jika infeksi EBV primer dicurigai,
pemeriksaan hitung darah mungkin dapat membantu menyingkirkannya dengan
tonsilitis akibat streptokokus. Pada EBV dapat ditemukan leukositosis dengan
peningkatan dari limfosit yang mana pada tonsilitis streptokokus lebih mengarah
peningkatan neutrofilia.10,11,12

Penatalaksanaan

Pada tonsilitis akut biasanya diberi terapi suportif termasuk analgetik dan hidrasi oral.
Pengobatan seperti steroid dan NSAID dapat digunakan untuk meredakan gejala. Jika
penyebabnya akibat bakteri (Streptococcus pyogenes yang paling sering) diberikan penisilin
selama 10 hari per oral. Jika pasien alergi terhadap penisilin dapat diberi azitromisin selama 5
hari atau sefalosporin/klindamisin selama 10 hari.
Tindakan tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi berulang atau kronik, gejala
sumbatan serta kecurigaan neoplasma. Terdapat indikasi dari tonsilektomi menurut The
American of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Indicators Compendium 1995

yaitu :8,9,11,12
15
1. Serangan tonsilitis >3 kali per tahun meski sudah mendapatkan terapi yang adekuat
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial
3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas,
sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale
4. Rinitis dan sinusitis kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil
hilang dengan pengobatan
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptococcus beta
hemolitikus
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8. Otitis media efusa/supurativa.

Komplikasi

Tonsilitis biasanya secara simtomatik dapat ditangani dengan hasil yang baik tetapi
komplikasi masih dapat terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada tonsilitis akut berupa
abses peritonsil/quinsy, otitis media akut, sinusitis, abses parafaring, miokarditis, demam
rematik, atritis septik, glomerulonefritis dan penyakit Lemierre meski jarang. Pada tonsilitis
kronik dapat terjadi komplikasi berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara
perkontinutatum, komplikasi jauh yang terjadi secara hematogen/limfogen, endokarditis,
artritis, miosis, nefritis uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.9,11

Prognosis
Secara umum, prognosis tonsilitis sangat baik dan sembuh tanpa komplikasi.
Sebagian besar tonsilitis virus sembuh dalam 7-10 hari, sedangkan tonsilitis bakteri dengan
terapi antibiotik sesuai mulai membaik dalam 24-48 jam. Morbiditas dapat meningkat jika
tonsilitis berulang sehingga mengganggu aktivitas dalam sekolah dan bekerja.12

Kesimpulan
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi bakteri
streptococcus atau infeksi virus. Diagnosis dapat ditegakkan dengan mengetahui tanda dan
gejala serta dapat dilakukan pemeriksaan penunjang meliputi kultur dan pemeriksaan biopsi
jaringan. Komplikasi yang dapat menyertai tonsillitis adalah phlegmon peritonsillar, penyakit

16
jantung, selulitis serviks, abses parafaringeal, dan sepsis. Secara umum, prognosis tonsilitis
sangat baik dan dapat sembuh tanpa komplikasi.

17
Daftar Pustaka
1. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray’s Anatomy for Students, Second Edition.
Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier. 2010.
2. 2.Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam: Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2018: p. 188-201
3. Ringgo, A. S., 2019. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Risiko Terjadinya
Tonsilitis Konik Pada Anak Sekolah Dasar di Bandar Lampung. Malahayati Nursing
Journal, Volume 1, p. 188.
4. Ramadhan, F. S. I. K., 2017. Analisa Faktor Risiko Kejadian Tonsilitis Kronik Pada
Anak Usia 5 - 11 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kesehatan, Volume 2.
5. Nizar, M. N., 2016. Identifikasi Bakteri Penyebab Tonsilitis Kronik pada Pasien Anak
di BAgian THT RSUD Ulin Banjarmasin. Berkala Kedokteran, p. 198.
6. Shah UK. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess Treatment & Management. Medscape
[seri online] 19 Mar 2019. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/871977-overview
7. Sundariyati IGAH. Tonsilitis kronis eksaserbasi akut. Bali: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana; 2017.
8. Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis dan hipertrofi adenoid. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher ed. VII. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2018. h. 197.
9. Anderson J, Paterek E. Tonsilitis. 2020. Diunduh dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544342/ .
10. Sundariyati IGAH. Tonsilitis kronis eksaserbasi akut. 2017. Bali: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. hal 8-13
11. Shah UK. Tonsilitis and peritonsillar abscess. 2020. Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/871977-overview#a5 .
12. Windfuhr JP, Toepfner N, Steffen G, Waldfahrer F, Berner R. clinical practice
guideline: tonsilitis I. diagnostics and nonsurgical management. Eur Arch
Otorhinolaryngol. 2016: 273. h. 983-4

18

Anda mungkin juga menyukai