FARINGITIS
Disusun Oleh:
42180222
I. IDENTITAS
Nama : Ibu SS
Tanggal Lahir : 07-11-1949
Usia : 69 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Taman Siswa, Yogyakarta
No.RM : 0049XXXX
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Batuk
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli THT RS Bethesda pada hari Senin, 7 Oktober
2019 pukul 09.45 WIB. Pasien mengeluhkan batuk sudah 2 minggu, dahak
sulit dikeluarkan, nyeri saat menelan, nyeri saat menelan dirasakan hilan
timbul, dan pasien juga mengeluhkan pilek. Pasien mengatakan batuk yang
dialami setelah pasien mengonsumsi gorengan dalam jumlah yang banyak.
Pasien juga mengeluhkan telinga kiri terasa nyeri, berdenging, dan
penurunan pendengaran pada telinga kiri sudah 1 bulan. Pasien tidak
memiliki demam.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Sinusitis : (-)
Alergi obat/makanan : (-) Dislipidemi : (+)
Vertigo : (-) Hipertensi : (+)
Tonsilitis : (-) Osteoathritis : (+)
GERD : (+) DM : (-)
Bronkitis : (+)
STATUS GENERALIS
A. Kepala
Kepala : Normocephali, simteris
Mata : Hematoma (-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deformitas dorsum nasi (-), deviasi septum nasi (-),
discharge hidung (+), discharge jernih dan serous
Mulut : Mulut sianosis (-), mukosa oral kering
Telinga : Edema (-), discharge telinga (-), kelainan anatomi (-
), deformitas (-), nyeri tekan (-), perforasi membrane timpani (-),
nyeri tekan AS (+)
Leher : Pembesaran KGB (+), nyeri tekan (-), massa (-)
B. Thorax
a. Pulmo
Inspeksi : Gerakan dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-),
jejas (-), benjolan (-)
Palpasi : Tidak terdapat massa dan nyeri tekan
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Suara paru vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
b. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, tanda inflamasi (-), jejas (-)
Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC 5 linea axillaris anterior sinistra
Perkusi : Batas/kontour jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, Bising jantung (-)
C. Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), tanda inflamasi (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, nyeri ketok ginjal (-)
Palpasi : Abdomen teraba supel, turgor kulit normal, pembesaran organ intra
abdomen (-), nyeri tekan (-), massa (-)
D. Ekstremitas
Atas: Gerakan aktif, akral teraba hangat, perabaan nadi cukup kuat dan
reguler, capillary refill <2 detik, edema (-), sianosis (-), deformitas (-), jejas
(-)
Bawah: Gerakan aktif, akral teraba hangat, perabaan nadi cukup kuat dan
reguler, capillary refill <2 detik, edema (-), sianosis (-), deformitas (-), jejas
(-)
STATUS LOKALIS
Pemeriksaan Telinga
Can. Aud. Externa Serumen (-), edem (-), Serumen (-), edem (-),
hiperemis (-) hiperemis (-),
HIDUNG
Rhinoskopi Anterior
Meatus Nasi Inferior Edema (-), hiperemis (+), Edema (-), hiperemis (-),
Konka Inferior Edema (+), hiperemis (+) Edema (-), hiperemis (-)
Meatus Nasi Media Edema (-), hiperemis (+), Edema (-), hiperemis (-),
Konka Media Edema (-), hiperemis (+) Edema (-), hiperemis (-)
Fossa Rossenmuller
Torus Tubarius
Adenoid
Konka Superior
Choana
SINUS PARANASAL
Pemeriksaan Oropharynx
CAVUM ORIS-TONSIL-FARING
Gusi dan Gigi Warna merah muda, karies dentis (-), ulkus (-)
Lingua Simetris, atrofi papil (-), lidah kotor (-), ulserasi (-)
Faring Hiperemis (+), discharge (-), granulae (+), post nasal drip
(-)
Kesan: Faringitis
V. DIAGNOSIS
Faringitis
Rhinitis Nasal
Tuli Konduktif AS
VIII. EDUKASI
- Menjaga higienitas daerah mulut
- Istirahat yang cukup
- Hindari makan makanan seperti gorengan, pedas, dan dingin
- Berkumur dengan air hangat
- Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan
olahraga teratur.
IX. PLANNING
- Pemeriksaan darah lengkap dan swab tenggorokan
- Konsul Sp. THT-KL untuk tes audiometri dan timpanometri karena pasien
memiliki penurunan pendengaran pada telinga kiri (Tuli Konduktif AS)
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Faring
Orofaring
Laringofaring (Hipofaring)
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinis
mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Ruang
retrofaring( Retropharyngeal space), dinding anterior ruang ini adalah dinding
belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot –
otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevertebralis. Ruang ini
mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia
servikalis. Serat – serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra.Di
sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila (Rusmarjono dan
Bambang Hermani, 2007).
a. Definisi
Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau
bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis,
demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise (Miriam T. Vincent,
2004). Faringitis akut dan tonsillitis akut sering ditemukan bersama- sama dan dapat
menyerang semua umur. Penyakit ini ditular melalui kontak dari sekret hidung dan
ludah (droplet infections) (Rusmarjono, 2001).
b. Etiologi
Faringitis dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Banyak
mikroorganisme yang dapat menyebabkan faringitis, antaranya virus (40-60%) dan
bakteri (5-40%) , alergi, trauma, iritan (Rusmarjono dan Efiaty Arsyad Soepardi,
2007).
Selain itu, Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring dan
menyumbang terjadinya faringitis fungal. Faringitis gonorea hanya terdapat pada
pasien yang menlakukan kontak orogenital (Rusmarjono dan Efiaty Arsyad
Soepardi, 2007).
Faktor resiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin,
turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok, dan
seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau
demam (Jill Gore, 2013).
b. Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi
lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel
sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat
hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Pada awalnya eksudat
bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan
dapat melekat pada dinding faring. Dengan keadaan hiperemis, pembuluh darah
dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau
abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa
folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau yang terletak
lebih ke lateral akan menjadi meradang dan membengkak. Coronavirus dapat
menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal (Bailey,
2006; Adam, 2009). Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu
invasi lokal dan pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari
Streptococcus ß hemolyticus group A memiliki struktur yang sama dengan
sarkolema pada miokard dan dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan
katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena
fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen- antibodi
(Bailey, 2006; Adam, 2009).
c. Epidemiologi
a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis, eksudat (virus
influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat). Pada
coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa
maculopapular rash.
b. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil
hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiae pada palatum dan faring. Kadang ditemukan kelenjar limfa leher anterior
membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.
c. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih diorofaring dan pangkal lidah,
sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.
d. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa di bawah mukosa
faring dan lateral lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding
posterior tidak rata dan bergranular (cobble stone).
e. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faringditutupi oleh lendir yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
2. Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat eritema yang menjalar ke arah
laring.
3. Stadium tersier
Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin tidak dapat membedakan etiologi viral atau bakteri pada
faringitis. Tetapi pemeriksaan ini dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding lain,
misalnya pada pasien yang dicurigai demam dengue. Rapid Antigen Detection Test
(RADT)
Rapid Antigen Detection Test (RADT) merupakan tes diagnostik untuk membantu
penegakan faringitis GAS. Pemeriksaan ini menilai ada tidaknya karbohidrat Streptococcus
group A pada swab tenggorok. Pemeriksaan hanya membutuhkan waktu sebentar dengan
nilai spesifisitas yang tingggi. Nilai spesifisitas tes ini mencapai 98% dan sensitivitas 70%.
Apus Tenggorok
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan gambaran anatomi jalan napas untuk menilai
gangguan jalan napas maupun epiglotitis.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada kasus abses atau infeksi leher dalam.
b. Diagnosis
Pada faringitis akut yang disebabkan oleh bakteri, pemeriksaan pada faring
yang dapat dilihat yaitu adanya eritema faring dan tonsil, eksudat pada faring dan
tonsil, petechiae palatine, edema uvula dan limfadenopati servikalis anterior. Tidak
semua pasien didapati dengan semua gejala tersebut, banyak pasien datang dengan
gejala yang ringan dan tanpa eksudatif. Anak-anak di bawah 3 tahun dapat disertai
coryza dan krusta hidung. Faringitis dengan eksudat jarang terjadi pada umur ini
(Alan, et.al.,2001). Pada faringitis viral, pemeriksaan tampak faring dan tonsil
hiperemis. Virus influenza, Coxsachie virus dan Cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxsachie virus dapat menimbulkan lesi vesicular di
orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Epstein Barr Virus (EBV)
menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.
Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali (Rusmarjono, 2007).
Diagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda dan
gejala yang mengarah ke faringitis. Biakan tenggorokan membantu dalam
menentukan organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis
karena bakteri atau virus. Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi,
progresifitas dan tingkat keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam,
batuk, kesukaran bernafas, pembengkakan limfonodi, paparan infeksi, dan adanya
penyakit sistemik lainnya seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa
apakah terdapat tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat, massa,
petechie dan adenopati (Miriam T. Vincent, 2004).
Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami pasien seperti demam,
timbulnya ruam kulit (rash), adenopati servikalis dan coryza. Jika dicurigai
faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus, seorang dokter harus mendengar
adanya suara murmur pada jantung dan mengevaluasi apakah pada pasien terdapat
pembesaran lien dan hepar. Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan kelenjar
limfe leher, tidak disertai batuk dan suhu badan meningkat sampai 38ºC maka
dicurigai adanya faringitis karena infeksi GABHS (Alan, et.al.,2001)
c. Penatalaksanaan
d. Komplikasi
e. Prognosis
Prognosis untuk faringitis akut sangat baik pada sebagian besar kasus.
Biasanya faringitis akut sembuh dalam waktu 10 hari, namun harus berhati-hati
dengan komplikasi yang berpotensi terjadi (John R. Acerra, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Aamir Somro et al., 2011. Pharyngitis and Sore Throat: A Review. In: African Journal of
Biotechnology Vol. 10(33), ppp. 6190-6197. Available From:
http://www.academicjournals.org/AJB [Accessed: 4 Jun 2013]
Alan L. Bisno, M.D., 2011. Acute Pharyngitis: Primary Care. In: The New England Journal
of Medicine 2011; 344:205-211. Available From:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM200101183440308 [Accessed: 4
Jun 2013]
Anthony W Chow and Shira Doron, 2013. Evaluation of Acute Pharyngitis in Adults.
Available From: http://www.uptodate.com/contents/evaluation-of- acute-pharyngitis-in-
adults [Accessed: 4 Jun 2013]
Ferri, 2013. Pharyngitis/ Tonsilitis. In: Ferri: Ferri’s Clinical Advisor 2013, 1st ed. Available
From: http://www.mdconsult.com/books/page.do?eid=4-u1.0- B978-0-323-08373-
7..00025-X--sc0140&isbn=978-0-323-08373
7&uniqId=412762026-1430#4-u1.0-B978-0-323-08373-7..00025-X--s2610
[Accessed: 4 Jun 2013]
Frank H. Netter, MD., 2006. Pharynx: Median Section and Pharynx: Opened Posterior View.
In: Atlas of Human Anatomy 4th Edition. Section 1 Head and Neck.Plate 63, 66.
Jill Gore, 2013. Acute Pharyngitis. In: Journal of the American Academy of Physician
Assistants: February 2013- Volume 26-Issue 2- p 57-58. Available
From:http://journals.lww.com/jaapa/Fulltext/2013/02000/Acute_Pharyngitis. 12.aspx
[Accessed: 4 Jun 2013]
John L. Boone, MD., 2003. Etiology of Infectious Diseases of the Upper Respiratory Tract.
In: Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Nexk Surgery. 16th Edition. 2003 BC
Decker Inc. Chapter 30. P: 635-7.
Mary T. Caserta and Anthony R. Flores, 2013. Pharyngitis In: Mandell: Mandell, Douglas,
and Bennett’s Principles and Practice of Infectious Diseases, 7th ed.Volume 1, Part II,
Section B, Chapter 54, p: 815-821. Available From:
http://www.mdconsult.com/books/page.do?eid=4-u1.0-B978-0-443-06839- 3..00054-0--
s0015&isbn=978-0-443-06839-3&uniqId=412762026-1459#4- u1.0-B978-0-443-
06839-3..00054-0--s0015 [Accessed: 4 Jun 2013]
Marvez-Valls EG, Ernst AA, Gray J. and Johnson WD. 1998. The Role of Betamethasone in
the Treatment of Acute Exudative Pharyngitis. In: Acad Emerg Med. 1988 Jun; 5(6): 567-
72. Available From:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9660281 [Accessed: 4 Jun 2013]
Miriam T. Vincent, M.D., M.S., Nadhia Clestin, M.D., and Aneela N. Hussain, M.D., 2004.
Pharyngitis. In: A Peer-Reviewed Journal of the American Academy of Family Physician,
2004. State University of New York- Downstate Medical Center, Brooklyn, New York.
Available From: http://www.aafp.org/afp/2004/0315/p1465.html [Accessed: 4 Jun 2013]
Rospa H. dan Sri Mulyani, 2011. Tenggorokan Atas (Faring dan Tonsil). Dalam:
Asuhan Keperawatan Gangguan THT. Jakarta: TIM, 2011. Edisi Pertama: 99-
100, 154-156.
Robert M. Guthrie, et al., 1988. Aetiology of Acute Pharyngitis and Clinical Response to
Empirical Therapy with Erythromycin Versus Amoxicillin. In: Family Practice 1988; 5:
29-35. Available From: http://fampra.oxfordjournals.org/content/5/1/29.abstract
[Accessed: 4 Jun 2013]
Tasar A., et al., 2008. Clinical Efficacy of Dexamethasone for Acute Exudative Pharyngitis.
In: J Emerg Med, 2008 Nov;35(4): 363-7. Available From:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18468831 [Accessed: 4 Jun 2013]
U.S. Department of Health and Human Services. National Institute on Aging, 2011.
Biology of Aging: Research Today for a Healthier Tomorrow. Available From:
http://www.nia.nih.gov/health/publication/biology- aging/immune-system-
can-your-immune-system-still-defend-you-you-age[ Accessed: 18 December
2013]