Anda di halaman 1dari 45

PRESENTASI KASUS

FRAKTUR OS NASAL

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher di
RSUD Salatiga

Disusun Oleh:
Nama : Lintang Suroya
NIM : 1513010039
NIPP : 1913020013

Pembimbing:
dr. Tri Hana S, Sp.THT-KL, M.Kes

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
RSUD KOTA SALATIGA

2020

i
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul
FRAKTUR OS NASAL

Disusun Oleh:
Nama : Lintang Suroya
NIM : 1513010039
NIPP : 1913020013

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal: Kamis, 12 Februari 2020

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Tri Hana S, Sp.THT-KL, M.Kes

ii
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS

Nama : Tn M

Umur : 57 tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Krasaksari 1/7, Koripan, Susukan, Semarang.

Tanggal Masuk : 17 Februari 2020

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Hidung Nyeri
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Tn M datang diantar keluarganya ke IGD RSUD Salatiga dengan
keluhan hidung nyeri. Nyeri dirasa di bagian punggung hidung, dan sudah
dirasakan sejak 4 hari yang lalu. Nyeri ini dirasa terus menerus, punggung
hidung juga dirasa agak bengkok ke kiri. Keluhan ini disertai hidung sebelah
kiri tersumbat sehingga pasien merasa sulit bernafas dan lebih sering bernafas
melalui mulut. Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke Rumah Sakit
Caruban dan di rujuk ke RSUD Salatiga karena dicurigai mengalami patah
pada tulang hidung. Menurut pasien dan keluarga pasien rasa nyeri pada
hidung ini dirasakan setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas tunggal
yang di alami bus pasien saat pergi berziarah ke jawa timur dan pasien
merasa hidungnya sempat membentur kursi depan. Riwayat mimisan, pusing
berputar dan berdenyut, mual muntah, keluar cairan bening dari hidung, nyeri
di bagian wajah lain, gangguan penghidu, dan gangguan pendengaran
disangkal.

1
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pasien belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Riwayat asma,
hipertensi, diabetes meliitus, kolesterol tinggi, penyakit jantung dan alergi
obat disangkal. Pasien mengatakan belum pernah operasi sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat hipertensi,
diabetes melitus, asma, dan alergi pada keluarga juga disangkal.
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang pekerja swasta. Pasien tidak merokok.
Pasien memiliki BPJS, namun dikarenakan hal ini merupakan kasus
kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jawa timur sehingga BPJS belum bisa
digunakan saat di RS Caruban, sehingga pasien mengunakan jalur umum dan
rujukan ke RSUD Salatiga pun menjadi pasien umum.

C. PEMERIKSAAN FISIK
17 Januari 2020
1. Status Generalisata
Kesan Umum Tampak sakit ringan
Kesadaran Kompos mentis (GCS E4V5M6)
BB 53 kg
TB 155 cm
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Vital Signs / Nadi : 60x/menit
Tanda-Tanda Respirasi : 20x/menit
Vital Saturasi O2: 98%
Suhu : 36,3 0C
Kepala dan Leher
Inspeksi Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), deviasi trakea (-)
Palpasi Nyeri tekan (-), pembesaran limfonodi (-), trakea teraba di garis
tengah
Pulmo
Inspeksi Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk
Palpasi Tidak ada ketertinggalan gerak dan vokal fremitus tidak ada
peningkatan maupun penurunan
Perkusi Sonor
Auskultasi Suara vesikular dasar (SDV) : (+/+) (positif di lapang paru kanan dan
kiri)

2
Suara ronkhi: (-/-)
Wheezing : (-/-)
Cor
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Teraba ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra
Perkusi Ukuran jantung dalam batas normal
Auskultasi Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada bising ataupun suara
tambahan jantung
Abdomen
Inspeksi Tidak tampak sikatriks
Auskultasi Bising usus (+) normal
Palpasi Distensi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi Timpani (+)
Genitalia Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Inspeksi Tidak tampak petechie pada ekstremitas atas
Palpasi Akral hangat, pengisian kapiler normal

2. Status Lokalis THT


a. Pemeriksaan Telinga

Bagian Auris Dextra Sinistra


b. Pemeriksaan Hidung Normotia, Normotia
Auricula nyeri tarik (-) nyeri tarik (-)
Bagian Hidung Luar nyeri tragus (-) nyeri tragus (-)
Bengkak (-) Dextra Bengkak (-) Sinistra
Bentuk Normal Normal, jejas (+)
Pre auricular
Inflamasi atau tumor nyeri tekan (-) (-) nyeri tekan (-)Jejas (+)
Nyeri tekan Hidung fistula (-) fistula(+)
(-)
Krepitasi Hidung Bengkak (-) (+)
Bengkak (-)
Retro auricular Deformitas (+) dominan pada hidung sinistra,
Nyeri tekan (-)
Deformitas atau septum deviasi Nyeri tekan (-)
Bengkak (-) DeviasiBengkak
septum ke (-)arah kiri.
Mastoid
Nyeri tekan sinus - -
Nyeri tekan (-)
Bagian Hidung Dalam (Pemeriksaan Rinoskopi Anterior) Nyeri tekan (-)
CAE
Vestibulum nasi Lapang Normal Lapang Normal
Cavum nasi Intak Lapang Intak Sempit
Sekret timpani
Membran Hiperemis (-) - Hiperemis (-) -
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Refleks cahaya (+) Refleks cahaya (+)
Benda asing - -
Konka nasi inferior. Eutrofi Eutrofi
Septum Deviasi (+) ke kiri
Darah (-) (-)
Stosel (-) (-)

3
c. Pemeriksaan Tenggorok

Lidah Ulkus (-), Stomatitis (-)


D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uvula Bentuk normal, posisi di tengah
Tonsil Dextra Sinistra
Ukuran T1 T1
Permukaan Tenag, rata Tenang, rata
Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kripte Melebar (-) Melebar (-)
Detritus (-) (-)
Faring  Mukosa hiperemis (-), dinding tidak rata (-), granular (-)

Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (12 Januari 2020)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Leukosit 7,67 5,00 – 14,50 ribu/ul
Eritrosit 5,33 3,7 – 5,70 juta/ul
Hemoglobin 14,0 10,7 – 14,7 gr/Dl
Hematokrit 36,6 31 – 43 vol%
MCV 72,6 72 – 88 Fl
MCH 24,7 23 – 31 Pg
MCHC 36,5 33 – 36 gr/dL
Trombosit 195 150 – 450 ribu/ul
Golongan darah ABO O
PT 14,8 11-18 Detik
APTT 39,0 27-42 Detik
Hitung Jenis
Eosinophil 0,5 1–5 %
Basophil 0,2 0–1 %
Limfosit 28,9 25 – 50 %
Monosit 3,6 1–6 %
Neutrofil 43,9 25 – 60 %
Imuno/Serologi
Hbs Ag (Rapid) Negative Negative
Anti HIV Negative Negative

Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan foto os nasal, postero anterior dan lateral kepala, kondisi foto
cukup, dilakukan pada tanggal 17 Februari 2020 , hasil:
a. Tak tampak soft tissue swelling
b. Tampak diskontinuitas os nasal pars inferior, aposisi dan alignment baik
c. Tampak deviasi septum nasi ke sinistra lk.7mm

4
Kesan : fraktur os nasal pars inferior, aposisi dan alignment baik, deviasi
septum nasi ke sinistra.

E. ASSESSMENT
Fraktur Os Nasal

F. PENATALAKSANAAN/PLANNING
IGD Sewaktu, HbSAg, dan Anti
Tatalaksana 17-2-2020 HIV.
- Infus RL 20 tpm BANGSAL
- Injeksi ketorolac 1 x 30 mg Tatalaksana 18-02-2020
- Program tindakan Reposisi - Infus RL 20 tpm
Fraktur Os Nasal (FON) - Injeksi ketorolac 3 x 30 mg
- Cek laboratorium pre- - Injeksi Cefuroxime 1x 1 gram
operative: Darah Rutin, PTT, 30 menit sebelum operasi
APTT, Golongan Darah, Tatalaksana 19-02-2020
SGOT, SGPT, Ureum, - Infus RL 20 tpm
Kreatinin, Gula Darah

5
- Dilakukan operasi reposisi  Injeksi methylprednisolon
fraktur os nasal 2x62,5 mg
- Persiapan pre-operasi:  Injeksi asam tranexamat
 Cek laboratorium pre- 3x500mg
operatif  Injeksi ranitidin 3x50 mg
 Konsultasi dokter penyakit  Injeksi ketorolac 3 x 30 mg
dalam Tatalaksana 20-02-2020
 Konsultasi dokter anastesi - Infus RL 20 tpm
 Informed consent - Injeksi methylprednisolon 2 x
 Puasa minimal 6 jam 62,5 mg
sebelum operatif - Injeksi asam tranexamat 2 x
 Injeksi antibiotik profilaksis 500mg
30 menit sebelum operasi  - Injeksi ranitidin 2 x 50 mg
drip Cefuroxime 1 gram - Injeksi ketorolac 2 x 30 mg
dalam NaCl 100 cc. Tatalaksana 21-02-2020
- Laporan operasi: Terlampir. - Infus RL 20 tpm
- Instruksi post operasi: - Injeksi methylprednisolon 2 x
 Dilarang makan makanan 62,5 mg
atau minuman hangat atau - Injeksi asam tranexamat 
panas stop

 Dianjurkan minum es atau - Injeksi ranitidin 2 x 50 mg

air dingin - Injeksi ketorolac 2 x 30 mg

 Boleh makan minum setelah Tatalaksana 22-02-2020

kentut atau 3 jam setelah - Infus RL 20 tpm

operasi - Injeksi methylprednisolon 2 x

 Apabila masih terdapat 62,5 mg

darah sedikit, jangan panik, - Injeksi ranitidin 2 x 50 mg

cukup dibersihkan. - Injeksi ketorolac 2 x 30 mg

 Tampon di ambil kurang


Tatalaksana 23-02-2020
lebih 3-4 hari setelah
- Aff tampon hidung
operasi.
- BLPL
- Tatalaksana medikamentosa
post operasi:

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Hidung


ANATOMI HIDUNG
Hidung adalah organ sederhana yang sebenarnya berfungsi sangat vital
dalam kehidupan kita. Selain sebagai indera penghidu, hidung juga ternyata
berguna sebagai saringan (filter) terhadap debu yang masuk bersama udara yang
kita hirup. Hidung juga menjadi air conditioning sistem dengan cara
menghangatkan atau melembabkan udara yang masuk ke tubuh kita.1
Hidung merupakan bagian wajah yang paling sering mengalami trauma
karena merupakan bagian yang berada paling depan dari wajah dan paling
menonjol. Hidung secara anatomi dibagi menjadi dua bagian yaitu Hidung
bagian luar (Nasus eksterna) dan Rongga hidung (Nasus interna atau kavum
nasi).7
1. Hidung Bagian Luar (Nasus Eksterna)
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
8

a. Pangkal hidung (bridge),


b. batang hidung (dorsum nasi),
c. puncak hidung (tip),
d. ala nasi,
e. kolumela dan
f. lubang hidung (nares anterior)
Gambar 1 : Gambar 2 :

Anatomi hidung bagian luar 9 Anatomi hidung10

7
Hidung luar dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung.7
Kerangka tulang terdiri dari :
a. tulang hidung ( os nasalis),
b. prosesus frontalis os maksila dan
c. prosesus nasalis os frontal,
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang
rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu :1
a. sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
b. sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut sebagai kartilago alar
mayor,dan
c. tepi anterior kartilago septum.
2. Rongga Hidung (Nasus Interna/ Kavum Nasi)
Rongga hidung dibagi dua bagian, kanan dan kiri di garis median oleh
septum nasi yang sekaligus menjadi dinding medial rongga hidung. Kerangka
septum dibentuk oleh :
a. Lamina perpendikularis tulang etmoid (superior)
b. Kartilago kuadrangularis (anterior)
c. Tulang vomer (posterior)
d. Krista maksila dan Krista palatina (bawah) yang menghubungkan
septum dengan dasar rongga hidung.3,7
Dibagian anterior septum nasi terdapat bagian yang disebut Area Little,
merupakan anyaman pembuluh darah yaitu Pleksus Kiesselbach. Tempat ini
mudah terkena trauma dan menyebabkan epistakis.Di bagian antrokaudal,
septum nasi mudah digerakkan. 3,7
Ke arah belakang rongga hidung berhubungan dengan nasofaring
melalui sepasang lubang yang disebut koana berbentuk bulat lonjong (oval),
sedangkan ke arah depan rongga hidung berhubungan dengan dunia luar
melalui nare. 3,7
Atap rongga hidung berbentuk kurang lebih menyerupai busur yang
sebagian besar dibentuk oleh lamina kribosa tulang etmoid. Di sebelah

8
anterior, bagian ini dibentuk oleh tulang frontal dan sebelah posterior oleh
tulang sfenoid. 3,7
Melalui lamina kribosa keluar ujung-ujung saraf olfaktoria menuju
mukosa yang melapisi bagian teratas dari septum nasi dan permukaan kranial
dari konka nasi superior.Bagian ini disebut regio olfaktoria. 3,7
Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh konka nasi dan meatus
nasi. Konka nasi merupakan tonjolan-tonjolan yang memanjang dari anterior
ke posterior dan mempunyai rangka tulang.Meatus nasi terletak di bawah
masing-masing konka nasi dan merupakan bagian dari hidung. 3,7
Struktur penyusun hidung, antara lain:
a. Konka Nasi
Di dalam kavum nasi terdapat tiga pasang konka nasi, yaitu konka
nasi inferior, konka nasi medius, dan konka nasi superior. Konka nasi
inferior merupakan konka yang terbesar diantara ketiga konka nasi.
Mukosa yang melapisinya tebal dan mengandung banyak pleksus vena
dan membentuk jaringan kavernosus.Rangka tulangnya melekat pada
tulang palatina, etmoid, maksila, dan lakrimal. 3,7
Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka nasi inferior.
Terletak diantara konka inferior dan konka superior. Mukosa yang
melapisinya sama dengan yang melapisi konka nasi inferior. Rangka
tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang di
dalam konka media terdapat sel sehingga konka menjadi besar dan
menutup meatus nasi media yang disebut konka bulosa. 3,7
Konka nasi superior merupakan konka konka yang paling kecil.
Mukosa yang melapisinya jauh lebih tipis dari kedua konka lainnya.
Rangka tulangnya juga merupakan bagian dari tulang etmoid.Kadang-
kadang didapatkan konka nasi suprema yang merupakan konka nasi
yang keempat. Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan sebenarnya
merupakan bagian dari konka superior yang membelah menjadi dua
bagian. 3,7
b. Meatus Nasi
Meatus nasi inferior merupakan celah yang terdapat dibawah konka
inferior.Dekat ujungnya terdapat ostium (muara) duktus

9
nasolakrimalis.Muara ini seringkali dilindungi oleh lipatan mukosa
yang disebut katup dari Hasner (Plika lakrimalis Hasner). 3,7
Meatus nasi media terletak diantara konka inferior dan konka
media.Ostium sinus merupakan lubang penghubung sinus paranasal dan
kavum nasi, berfungsi sebagai ventilasi dari sinus paranasal sebagian
terletak di meatus media. 3,7
Sinus frontal bermuara di bagian anterior, sedangkan muara dari
sinus maksila terdapat kira-kira di bagian tengah, tempat muara dari
sinus etmoid anterior.Struktur-struktur yang ada di dalam meatus nasi
media disebut kompleks ostiomeatal.Kompleks ini penting artinya
secara klinis dalam menimbulkan gangguan drainase sinus paranasal.
Kelainan dalam kompleks ini akan mempengaruhi potensi ostium sinus
sehingga berperan besar dalam patofisiologi sinus paranasal.7
Meatus nasi superior terletak diantara konka media dan konka
superior dan merupakan meatus yang terkecil.Disinalah bermuara sinus
etmoid posterior. Resesus sfeno-etmoid terdapat pada dinding lateral
rongga hidung diantara atap rongga hidung dan konka nasi superior. Di
sini terdapat muara sinus sphenoid. 3,7
c. Sinus Paranasal
Di sekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang terletak di
dalam tulang yang disebut sinus paranasal. Terdapat empat sinus
paranasal, yaitu sinus maksila kanan dan kiri, sinus frontal kanan dan
kiri, sinus etmoid kanan dan kiri serta sinus sfenoid kanan dan kiri.3
Sinus maksila disebut juga Antrum Higmori atau lebih sering
disebut antrum saja.Rongga sinus paranasal berhubungan dengan
rongga hidung melalui suatu lubang yang disebut ostium.Selula etmoid
dikelompokan menjadi selula etmoid anterior dan selula etmoid
posterior.Salah satu sel etmoid paling besar dan terletak paling medial
disebut ostium.Sinus maksila dan selula etmoid sudah terbentuk sejak
lahir dalam ukuran kecil dan bertambah besar sampai ukuran maksimal
pada dewasa.Sinus frontal merupakan ekstensi dari selula etmoid
anterior dan mencapai pertumbuhan penuh antara umur 8 sampai 15
tahun.Pertumbuhan sinus frontal kanan dan kiri besarnya sering tidak

10
simetris dan pada sekitar 5% populasi, sinus frontal hanya tumbuh pada
satu sisi. 3,7
d. Mukosa Rongga Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histiologik dan
fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan
mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). Mukosa pernapasan terdapat
pada sebagian besar rongga hidung dan permukaanya dilapisi oleh
epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia (ciliated
pseudostratified collumner epithelium) dan diantaranya terdapat sel-sel
goblet.1 Sel goblet yang menghasilkan lendir, lendir ini mempunyai pH
6,5 dan mengandung lisozim yang mempunyai efek antiseptik. Tiap sel
mukosa rongga hidung mempunyai silia yang jumlahnya dapat
mencapai 25 sampai 100 buah.Silia bergerak sekitar 250 gerakan
permenit.Pergerakan ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan
paparan zat anestetik atau gas. Gerakan silia akan mendorong selimut
lendir diatasnya ke belakang dengan kecepatan 5-10 mm permenit.3,7
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka
superior dan sepertiga atas septum.Mukosa dilapisi oleh epitel torak
berlapis semu tidak bersilia (pseudostratified collumner non ciliated
epithelium).Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel
penunjang, sel basal, dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa
penghidu berwarna coklat kekuningan.1
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukoasanya lebih
tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel
skuamosa.Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah
muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous
blanket) pada permukaanya.Di bawah epitel terdapat tunika propria
yang banyak mengandung pebuluh darah, kelenjar mukosa, dan
jaringan limfoid.

11
Rongga hidung seluruhnya dilapisi oleh mukosa, kecuali nares dan
vestibulum nasi dilapisi oleh kulit tempat tumbuh rambut yang disebut
vibrissea.1

Gambar 3: Rongga Hidung 10

e. Persarafan Hidung
Bagian depan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris
dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris,
yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung
lainnya,sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila
melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina, selain
memberikan persarafan sensoris, juga memberikan persarafan
vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.1,8
Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila
(N.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan
serabut- serabut simpatis dari n.petrousus profundus. Ganglion
sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior
konka media.8
Fungsi penghidu berasal dari n.olfaktorius. N.Olfaktorius
turun melalui lamina kribosa dari permukaan bulbus olfaktorius dan
kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.8
f. Vaskularisasi Hidung

12
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid
anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari
a.karotis interna.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang
a.maksilaris interna, di antaranya ialah ujung palatina mayor dan
a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama
n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung
posterior konka media.8
Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang
a.fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-
cabang a.sfenopalatina. a.etmoid anterior, a.labialis superior dan
a.palatine mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area). 1
Pleksus Kiesselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh
trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan
hidung), terutama pada anak. Vena-vena hidung mempunyai nama yang
sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum
dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan
dengan sinus kavernosus. Vena-vena hidung tidak memiliki katup,
sehingga merupakan factor predisposisi untuk mudahnya penyebaran

infeksi sampai ke intracranial.1,8

Gambar 4:Vaskularisasi hidung 11

B. Fraktur Os Nasal
1. Definisi

13
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
daripada yang diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau
patah yang terjadi pada bagian tulang di organ hidung. 5 Fraktur tulang hidung
dapat mengakibatkan terhalangnya jalan pernafasan dan deformitas pada
hidung. Jenis dan kerusakan yang timbul tergantung pada kekuatan, arah dan
mekanismenya.1
2. Epidemiologi
Fraktur os nasal merupakan kasus trauma terbanyak pada wajah dan
merupakan kasus fraktur ketiga terbanyak di seluruh tulang penyusun tubuh
manusia.2 Kejadian fraktur nasal sekitar 39%-45% dari seluruh fraktur
maksilofasial yang ditangani oleh dokter telinga hidung dan tenggorokkan
(THT) dan dokter bedah plastik.3 Di Amerika Serikat, kejadian fraktur os
nasal rata-rata 51.200 per tahun merupakan fraktur ketiga paling sering
ditemui selain dari fraktur klavikula dan pergelangan tangan. 2. Insiden
meningkat pada umur 15-30 tahun, dan dihubungkan dengan perkelahian dan
cedera akibat olahraga, tiga kali lebih banyak terjadi pada laki-laki. 2 Penyebab
fraktur nasal adalah kekerasan (42,65%), kecelakaan lalu lintas (35,29%),
pekerjaan (13,24%) dan terjatuh saat olahraga (8,82%).4
3. Etiologi
Penyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung
pada hidung atau muka. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur
hidung.3

Penyebab utama dari trauma dapat berupa :


 Cedera saat olahraga
 Akibat perkelahian
 Kecelaaan lalu lintas
 Terjatuh
 Masalah kelahiran
 Kadang dapat iatrogenik 5,6
4. Patofisiologi

14
Tipe dan berat-ringannya fraktur nasal tergantung pada kekuatan, arah,
jenis dan mekanisme trauma. Objek yang kecil dengan kecepatan tinggi akan
menimbulkan kerusakan yang hebat dibandingkan dengan objek besar tapi
kecepatan rendah.3 Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami
fraktur karena hidung letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari
wajah, sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luar.3 Pada penderita
dewasa muda cenderung lebih mudah terjadi dislokasi, pada orang tua
cenderung terjadi fraktur komunitif sedangkan pada anak umumnya terjadi
terjadi fraktur greenstick. Hal ini disebabkan karena tulang hidung anak
masih banyak terdapat tulang rawan, dan berisiko terjadi hematom
septum.2,5,11,12
Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan
antara kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada
krista maksilaris. Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering
mengalami fraktur atau dislokasi pada fraktur nasal.3
Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang
hidung remuk yang ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal.
Deformitas bentuk C biasanya dimulai di bagian bawah dorsum nasal dan
meluas ke posterior dan inferior sekitar lamina perpendikularis os ethmoid
dan berakhir di lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira 1 cm di
atas krista maksilaris. Kebanyakan deviasi akibat fraktur nasal meliputi juga
fraktur pada kartilago septum nasal.3,7,12 Avulsi dan dislokasi kartilago nasalis
lateralis superior os nasal dan septum akan menyebabkan cekungan pada
pertengahan dorsum nasi. Hal tersebut dapat mengakibatkan robekan arteri
yang keluar antara os. nasal dan kartilago sehingga dapat terjadi hematom
dorsum nasi.2

15
Gambar 5 : Penulangan hidung
Fraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai pada
fraktur nasal. Fraktur nasal lateral akan menyebabkan penekanan pada
hidung ipsilateral yang biasanya meliputi setengah tulang hidung bagian
bawah, prosesus nasi maksilaris dan bagian tepi piriformis, deformitas
dorsum nasi bentuk C atau S, fraktur dinding medial os maksila dan
deformitas septum. Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur
nasal adalah fraktur frontalis, ethmoid dan tulang lakrimalis, fraktur
nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita; fraktur lamina kribriformis;
fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II, dan III.3,8,12
Trauma anterior menyebabkan fraktur apeks nasi, dorsum nasi menjadi
rata dan melebar disebut saddle nose dan deformitas septum. Saddle nose
diklasifikasikan atas dua yaitu anterior, bila yang terlibat adalah bagian
kartilago, posterior bila yang terkena bagian tulang. Karakteristik saddle
nose adalah berkurangnya tinggi dorsum nasi, istilah lainnya adalah pug
nose atau boxers nose. Saddle nose menyebabkan berbagai derajat sumbatan
hidung.3 Trauma inferior menyebabkan pola fraktur yang lebih kompleks
disertai faktur dan dislokasi septum.3,13
Tipe fraktur nasal antara lain berupa tipe fraktur depresi yaitu apabila
kekuatan trauma dari frontal cukup besar sehingga menyebabkan open book
fracture dimana septum menjadi kolaps dan os. nasal melebar. Bahkan pada
kekuatan trauma yang lebih kuat dapat menyebabkan fraktur komunitif os.
nasal dan pros. Frontalis os maksila menjadi rata dan dorsum nasi menjadi
lebar, tipe fraktur angulasi atau fraktur bilateral yaitu trauma dari arah lateral
yang dapat menyebabkan fraktur depresi unilateral sisi trauma atau dapat
juga pada kedua sisi os. nasal dan deviasi septum serta fraktur greenstick
yang banyak terjadi pada anak. 2

16
5. Klasifikasi
Fraktur hidung dapat dibedakan menurut :
a. Lokasi : tulang nasal (os nasale), septum nasi, ala nasi, dan tulang rawan
triangularis.
b. Arah datangnya trauma :
1) Dari lateral : kekuatan terbatas dapat menyebabkan fraktur impresi
dari salah satu tulang nasal. Pukulan lebih besar mematahkan kedua
belah tulang nasal dan septum nasi dengan akibat terjadi deviasi yang
tampak dari luar.
2) Dari frontal : cederanya bisa terbatas hanya sampai bagian distal
hidung atau kedua tulang nasal bisa patah dengan akibat tulang
hidung jadi pesek dan melebar. Bahkan kerangka hidung luar dapat
terdesak ke dalam dengan akibat cedera pada kompleks etmoid.
3) Datang dari arah kaudal : relatif jarang.3
Jenis fraktur nasal meliputi : (1) fraktur nasal sederhana, (2) fraktur
pada prosessus frontalis maksila, (3) fraktur nasal dengan pergeseran
kartilago nasi, (4) fraktur dengan keluarnya kartilago septum dari sulkusnya
di vomer, (5) fraktur kominutiva pada vomer, dan (6) fraktur pada tulang
ethmoid sehingga CSS mengalir dari hidung.1,13
a. Fraktur hidung sederhana
Jika hanya terjadi fraktur tulang hidung saja dapat dilakukan
reposisi fraktur dengan analgesia lokal. Akan tetapi pada anak-anak atau
orang dewasa yang tidak kooperatif tindakan reposisi dilakukan dalam
keadaan narkose umum.1
Analgesia lokal dapat dilakukan dengan pemasangan tampon
lidokain 1-2% yang dicampur dengan epinefrin 1: 1000. Tampon kapas
yang berisi obat analgesia lokal ini dipasang masing-masing 3 buah pada
setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus superior
tepat di bawah tulang hidung, tampon kedua diletakkan di antara konka
media dan septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dalam
foramen sfenopalatina. Tampon ketiga ditempatkan antara konka inferior

17
dan septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan selama 10 menit.
Kadang –kadang diperlukan penambahan penyemprotan oxymethazoline
spray beberapa kali, melalui rinoskopi anterior untuk memperoleh efek
anestesi dan efek vasokonstriksi yang baik.1

Gambar 6 :Fraktur hidung sederhana 14, Fraktur lateral12


b. Fraktur nasal bilateral
Merupakan salah satu jenis fraktur yang juga paling sering terjadi
selain fraktur lateral, biasanya disertai dislokasi septum nasal atau
terputusnya tulang nasal dengan tulang maksilaris.

Gambar 7.
Fraktur
c. Fraktu nasal kominunitiva
Adalah fraktur kompleks yang terdiri dari beberapa fragmen.
Fraktur ini akan menimbulkan deformitas dari hidung yang tampak jelas.
Fraktur nasal dengan fragmentasi tulang hidung ditandai dengan batang
hidung nampak rata (pesek); tulang hidung mungkin dinaikkan ke posisi
yang aman tetapi beberapa fragmen tulang tetap hilang.Bidai digunakan
untuk memindahkan fragmen tulang ke posisi yang sebenarnya. Untuk

18
tujuan tersebut beberapa kasa vaselin dimasukkan ke dalam lubang
hidung.3
Gambar 8. Fraktur comminuted, 1: tulang hidung, 2: frontal dan 3 septum nasi12
Gambar 9. Fraktur direct frontal12
d. Fraktur tulang hidung terbuka
Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari
tulang hidung tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau
mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan atau kelainan pada kulit dari
hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada saat
tindakan.1

e. Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks


Jika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban
berat akan menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, lakrimal,
etmoid, maksila dan frontal. Tulang hidung bersambungan dengan
prossesus frontalis os maksila dan prossesus nasalis os frontal. Bagian
dari nasal piramid yang terletak antara dua bola mata akanterdorong ke
belakang. Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur
nasoorbita.Fraktur ini dapat menimbulkan komplikasi atau sekuele di
kemudian hari. Komplikasi yang terjadi tersebut ialah:1
1) Komplikasi neurologik :1
a) Robeknya duramater
b) Keluarnya cairan serebrospinal dengan kemungkinan
timbulnya meningitis
c) Pneumoensefal
d) Laserasi otak
e) Avulsi dari nervus olfaktorius
f) Hematoma epidural atau subdural
g) Kontusio otak dan nekrosis jaringan otak
2) Komplikasi pada mata :
a) Telekantus traumatika
b) Hematoma pada mata
c) Kerusakan nervus optikus yang mungkin menyebabkan
kebutaan

19
d) Epifora
e) Ptosis
f) Kerusakan bola mata
3) Komplikasi pada hidung :
a) Perubahan bentuk hidung
b) Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh
fraktur,dislokasi, atau hematoma pada septum
c) Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia)
d) Epistakis posterior yang hebat yang disebabkan karena
robeknya arteri etmoidalis
e) Kerusakan duktus nasofrontalis dengan menimbulkan sinusitis
frontal atau mukokel
Pada keadaan terjadinya trauma hidung seperti tersebut di atas, jika
terdapat kehilangan kesadaran mungkin terjadi kerusakan pada susunan
saraf otak sehingga memerlukan bantuan seorang ahli bedah saraf
otak.Konsultasi kepada seorang ahli mata diperlukan untuk mengevaluasi
kemungkinan terdapatnya kelainan pada mata. Pemeriksaan penunjang
radiologic berupa CT scan (axial dan koronal) diperlukan pada kasus ini.1
Kavum nasi dan lasernasi harus dibersihkan dan diperiksa
kemungkinan terjadinya fistul cairan serebro spinal.Integritas tendon
kantus media harus dievaluasi, untuk ini diperlukan konsultasi dengan
ahli mata.Klasifikasi nasoorbitetmoid kompleks tipe I mengenai satu sisi
noncommunited fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media.
Tipe II, mengenai fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media.
Tipe III mengenai kerusakan fragmen sentral berat dengan robeknya
tendo kantus media.1
Seorang ahli bedah maksilofasial harus mengenal organ yang rusak
pada daerah tersebut untuk melakukan tindakan rekonstruksi dengan cara
menyambung tulang yang patah sehingga mendapatkan hasil yang
memuaskan. Fraktur nasoorbitetmoid kompleks ini seringkali tidak dapat
diperbaiki dengan cara sederhana menggunakan tampon hidung atau
fiksasi dari luar. Apabila terjadi kerusakan duktus naso-lakrimalis akan
menyebabkan air mata selalu keluar. Tindakan ini memerlukan

20
penanganan yang lebih hati-hati dan teliti.Rekonstruksi dilakukan dengan
menggunakan kawat (stainless steel) atau plate & screw. Pada fraktur
tersebut di atas, memerlukan tindakan rekonstruksi kantus media.1

Terdapat berbagai klasifikasi mengenai fraktur nasal yang telah dibuat, yaitu:
a. Menurut Stranc dan Roberston, arah asal trauma akan mempengaruhi
beratnya kerusakan pada tulang hidung dan septum. Klasifikasi ini hanya
berdasarkan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan radiologis.11
1) Tipe I : Fraktur ini menyebabkan terjadinya avulsi kartilago lateral
atas, dislokasi posterior septum dan ala nasal.
2) Tipe II : Fraktur ini menyebabkan deviasi dorsum nasi dan juga
menyebabkan tulang hidung menjadi datar.
3) Tipe III : Fraktur pada tulang hidung dan juga menyebabkan
kerusakan pada mata dan struktur intrakranial.
b. Menurut Harrison, fraktur nasi dibagi menjadi 3 berdasarkan beratnya dan
juga penatalaksanaannya:13
1) Kelas I : Pada keadaan ini terdjadi fraktur depres hidung tanpa
melibatkan septum nasi.
2) Kelas II : Fraktur yang terjadi menyebabkan fraktur
komunitiva,sehingga deviasi semakin jelas. Khasnya pada fraktur ini
akan tampak gambaran seperti huruf C.
3) Kelas III : Fraktur ini disebut juga fraktur naso orbito etmoidalis
(NOE)
c. Menurut Hwang, fraktiur nasal dapat diklasifikasikan sebagai berikut:4
1) Tipe I : Fraktur sederhana tanpa deviasi
2) Tipe II : Fraktur sederhana dengan deviasi
3) IIA : Unilateral
4) IIAs : Unilateral dengan fraktur septum nasi
5) IIB : Bilateral
6) IIBs : Bilateral dengan fraktur septum nasi

21
7) Tipe III : Fraktur communited
d. Menurut Michael, fraktur nasal dapat diklasifikasikan berdasarkan
beratnya dan kerusakan pada septum nasi14
1) Tipe I : Fraktur sederhana tanpa deviasi, jika terjadi fraktur unilateral
atau bilateral tanpa menyebabkan pergeseran pada garis tengah
2) Tipe II : Fraktur sederhana dengan deviasi, jika terjadi fraktur
unilateral atau bilateral dan menyebabkan pergeseran pada garis
tengah
3) Tipe III : Fraktur communited, jika terjadi fraktur bilateral yang
menyebabkan septum tidak lurus tetapi tidak menyebabkan pergeseran
garis tengah
4) Tipe IV : Deviasi tulang hidung dan fraktur septum nasi , jika terjadi
fraktur bilateral yang menyebabkan septum tidak lurus dan
menyebabkan pergeseran garis tengah dan juga terjadi fraktur septum
nasi ataupun dislokasi septum nasi.
5) Tipe V : Fraktur kompleks nasal dan septum nasi, jika terjadi fraktur
dan juga menyebabkan laserasi pada jaringan serta saddle nose.
e. Menurut Samuel, yang memodifikasi klasifikasi fraktur nasal yang telah
dibuat oleh Murray, fraktur nasal dapat diklasifikasikan menjadi:15
1) Tipe I : Cedera jaringan lunak sekitar hidung
2) Tipe IIa : Fraktur sederhana unilateral tanpa deviasi
3) Tipe IIb : Fraktur sederhana bilateral dengan deviasi
4) Tipe III : Fraktur sederhana disertai deviasi
5) Tipe IV : Fraktur communited tertutup
6) Tipe V : Fraktur communited terbuka atau termasuk fratur tipe II-IV
tetapi disertai dengan kebocoran cairan serebrospinal, hematom
septum nasi, obstruksi jalan nafas, deviasi berat dan termasuk fraktur
Naso-orbito-etmoidalis.

6. Manifestasi Klinis
Tanda yang mendukung terjadinya fraktur tulang hidung dapat berupa :5
a. Depresi atau pergeseran tulang – tulang hidung.
b. Terasa lembut saat menyentuh hidung.

22
c. Adanya pembengkakan pada hidung atau muka.
d. Memar pada hidung atau di bawah kelopak mata (black eye).
e. Deformitas hidung.
f. Keluarnya darah dari lubang hidung (epistaksis).
g. Saat menyentuh hidung terasa krepitasi.
h. Rasa nyeri dan kesulitan bernapas dari lubang hidung.
Tanda-tanda berikut merupakan saat dimana sebaiknya meminta pertolongan
dokter meliputi:
a. Nyeri dan pembengkakan tidak menghilang 3x24 jam
b. Hidung terlihat miring atau melengkung
c. Sulit bernapas melalui hidung meskipun reaksi peradangan telah
mereda
d. Terjadi demam
e. Perdarahan hidung berulang 5,15
Tanda-tanda berikut dimana sebaiknya meminta pertolongan ke unit gawat
darurat :
a. Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu
atau kedua lubang hidung
b. Keluar cairan berwarna bening dari lubang hidung
c. Cedera lain pada tubuh dan muka
d. Kehilangan kesadaran
e. Sakit kepala yang hebat
f. Muntah yang berulang
g. Penurunan indra penglihatan
h. Nyeri pada leher
i. Rasa kebas, baal,atau lemah pada lengan. 5

7. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi,
palpasi dan pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi
anterior, biasanya ditandai dengan pembengkakan mukosa hidung
terdapatnya bekuan dan kemungkinan ada robekan pada mukosa septum,
hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada septum.1

23
Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal posisi
Water dan bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT scan
berguna untuk melihat fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur
penyerta lainnya.1
Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat
fraktur, bilamana tidak terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi
abses, dimana terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas hidung pelana
( saddle nose ) yang berat.7
a. Anamnesis
Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter
sangatlah penting untuk penatalaksanaan pasien.Sangatlah penting untuk
menentukan waktu trauma dan menentukan arah dan besarnya kekuatan
dari benturan.Sebagai contoh, trauma dari arah frontal bisa menekan
dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada kebanyakan pasien
yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi
berulang dan terus menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan
sulit menilai antara trauma lama dan trauma baru sehingga akan
mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi mengenai keluhan
hidung sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya juga sangat berguna.
Keluhan utama yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas
hidung, obstruksi hidung dan anosmia.7
b. Pemeriksaan Fisik
Kebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma seperti trauma
akibat dihantam atau terdorong. Sepanjang penilaian awal dokter harus
menjamin bahwa jalan napas pasien aman dan ventilasi terbuka dengan
sewajarnya. Pemeriksaan fisik paling akurat dilakukan sebelum timbul
udim yaitu sekitar 2-3 jam setelah cedera. Pemeriksaan tidak boleh
terfokus hanya pada hidung saja, terutama apabila penyebab traumanya
hebat seperti pada kecelakaan bermotor. Fraktur nasal ditandai dengan
laserasi pada hidung, epistaksis akibat robeknya membran mukosa.
Jaringan lunak hidung akan nampak ekimosis dan udem yang terjadi
dalam waktu singkat beberapa jam setelah trauma dan cenderung nampak

24
di bawah tulang hidung dan kemudian menyebar ke kelopak mata atas
dan bawah.7
Deformitas hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum
nasal yang sangat khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering
menyebabkan kekeliruan pada trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada
septum nasal sangatlah penting untuk menentukan antara deviasi septum
dan hematom septi, yang merupakan indikasi absolut untuk drainase
bedah segera.Sangatlah penting untuk memastikan diagnosa pasien
dengan fraktur, terutama yang meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang
ethmoid biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur nasal fragmental
berat dengan tulang piramid hidung telah terdorong ke belakang ke
dalam labirin ethmoid, disertai remuk dan melebar, menghasilkan
telekantus, sering dengan rusaknya ligamen kantus medial, apparatus
lakrimalis dan lamina kribriformis, yang menyebabkan rhinorrhea
cerebrospinalis. 7

25
Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat
emfisema subkutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi
irregular.Pada pasien dengan hematom septi tampak area berwarna putih
mengkilat atau ungu yang nampak berubah-ubah pada satu atau kedua
sisi septum nasal. Keterlambatan dalam mengidentifikasi dan
penanganan akan menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang

membutuhkan penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus


didukung dengan pencahayaan, anestesi, dan semprot hidung
vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala akan memperluas
lapangan pandang. Pada pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah
dan/atau deformitas septum nasal.3,8,12,13
Gambar 7: Deformitas septum nasal16
Pada fraktur nasal apabila penderita datang setelah timbul edema
maka pemeriksaan dan reposisi ditunda dulu. Untuk sementara penderita
dapat diberikan analgesik dan berobat jalan sambil diinstruksikan agar
beristirahat, kompres es dan menjaga elevasi kepala. Follow-up, evaluasi,
dan penanganan baru dapat dilakukan setelah udim berkurang, umumnya
terjadi dalam 3-5 hari. Reposisi harus segera dilakukan dalam waktu 5-10
hari setelah cedera. Bila reposisi tidak memungkinkan dalam 10 hari
pertama, maka fragmen fraktur mulai terbentuk kalus dan setelah lebih
dari 2 minggu fraktur menjadi tidak lagi mudah
digerakan sehingga manipulasi menjadi lebih sulit lagi. Penyembuhan
sempurna harus ditunda beberapa bulan sebelum dapat dikerjakan
rinoplasti korektif.15

26
Apabila setelah cedera, penderita mengeluh buntu hidung berat
atau total, maka hal tersebut kemungkinan dapat disebabkan karena
adanya hematom septum. Adanya hematom septum tampak pada inspeksi
yaitu daerah yang fluktuatif berwarna sedikit kemerahan atau keunguan
sepanjang salah satu atau kedua dinding septum. Hematom septum
menyebabkan terpisahnya perikondrium dari kartilago septum, tetapi
tidak menimbulkan robekan mukosa. Ruang potensial tersebut berisi
darah dari robekan vena kecil yang mensuplai perikondrium. Apabila
tidak ditangani hematom septum akan mudah terinfeksi dan kartilago
septum menjadi nekrosis dan dapat menyebabkan deformitas berbentuk
saddle nose. Pada anak dalam jangka panjang dapat menimbulkan
gangguan pertumbuhan dan menjadi faktor predisposisi terjadinya
deeformitas atau cacat pada wajah.6,7,15
c. Pemeriksaan penunjang diagnostik
1) Pemeriksaan Radiologi
Jika tidak dicurigai adanya fraktur nasal komplikasi, radiografi
jarang diindikasikan.Karena pada kenyataannya kurang sensitif dan
spesifik, sehingga hanya diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam
mendiagnosa. Radiografi tidak mampu untuk mengidentifikasi
kelainan pada kartilago dan ahli klinis sering salah dalam
menginterpretasikan sutura normal sebagi fraktur yang disertai dengan
pemindahan posisi.Bagaimanapun, ketika ditemukan gejala klinis
seperti rhinorrhea cerebrospinalis, gangguan pergerakan ekstraokular

27
atau maloklusi.CT-scan dapat diindikasikan untuk menilai fraktur
wajah atau mandibular. 3,12,17
Gambar 8:Foto x-ray fraktur hidung
8. Tatalaksana
a. Tujuan Penangananan Fraktur Hidung :
1) Mengembalikan penampilan secara memuaskan
2) Mengembalikan patensi jalan nafas hidung
3) Menempatkan kembali septum pada garis tengah
4) Menjaga keutuhan rongga hidung
5) Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi
kolumela, perubahan bentuk punggung hidung
6) Mencegah gangguan pertumbuhan hidung6
b. Konservatif
Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis,
perubahan fungsional dan bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan
fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan. Dekongestan berguna untuk
mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan hebat,
biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Jika tidak
berhasil bebat kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan
tetapi ligasi pembuluh darah jarang dilakukan. Bebat kasa tipis
merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah
vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari
sampai perdarahan berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada
hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan untuk mengurangi
pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi,
komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk
mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien.1,10
Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai.
Jika dibiarkan tanpa dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur
hidung dan jaringan lunak sehingga akan terjadi perubahan bentuk dan
fungsi. Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan resiko
kematian pasien dengan fraktur nasal. Terdapat banyak silang pendapat
mengenai kapan seharusnya penatalaksanaan dilakukan.Penatalaksanaan

28
terbaik seharusnya dilakukan segera setelah fraktur terjadi, sebelum
terjadi pembengkakan pada hidung.Sayangnya, jarang pasien dievaluasi
secara cepat. Pembengkakan pada jaringan lunak dapat mengaburkan
apakah patah yang terjadi ringan atau berat dan membuat tindakan
reduksi tertutup menjadi sulit dilakukan.Sebab dari itu pasien dievaluasi
setelah 3-4 hari berikutnya. Tindakan reduksi tertutup dilakukan 7-10
hari setelahnya dapat dilakukan dengan anestesi lokal. Jika tindakan
ditunda setelah 7-10 hari maka akan terjadi kalsifikasi.3,7
Setelah memastikan bahwa saluran napas dalam kondisi baik,
pernapasan optimal dan keadaan pasien cenderung stabil, dokter baru
melakukan penatalaksaan terhadap fraktur. Penatalaksanaan dimulai dari
cedera luar pada jaringan lunak. Jika terjadi luka terbuka dan
kemungkinan kontaminasi dari benda asing, maka irigasi
diperlukan.Tindakan pembersihan (debridement) juga dapat dilakukan.
Namun pada tindakan debridement harus diperhatikan dengan bijak agar
tidak terlalu banyak bagian yang dibuang karena lapisan kulit diperlukan
untuk melapisi kartilago yang terbuka.7,12
Terdapat berbagai algoritma dalam penatalksanaan fraktur nasal
tergantung dari klasifikasi yang digunakan.
1) Algoritma yang dibuat oleh Michael et al:

29
evaluasi

Fraktur tipe I,II,III Fraktur Tipe IV Fraktur Tipe V

Dapat Fraktur Deviasi septu Deviasi septum


digerakkan inkomplit ringan-sedang berat

Reduksi septorinoplasti
tertutup Reduksi
terbuka tulang
dan septum
gagal

Modifikasi reduksi Deformitas (+),


terbuka dengan Gagal/terdap deviasi septum
at pilihan (+)
osteotomi

Gambar 12 : Algoritma penatalaksanaan fraktur nasal14

2) Algoritma yang dibuat oleh Samuel et al:

30
Tidak terdapat fraktur,kompres dingin 24 jam, follow up
Tipe I seperti biasa
Reduksi tertutup
Manipulasi septum
Tipe IIa-III Splinting
Tipe II < 4 jam Kompres dingin 24 jam
Kompres hangat 7 hari

Tipe III Waktu Reduksi terbuka


Manipulasi septum
Tipe IV External splinting
Doyle splinting
Tipe IV > 4 jam
Graft luas

Kompres dingin
Elevasi
Nilai ulang edema
Septorinoplasti
CT scan axial/koronal 3mm Osteotomi
Reduksi terbuka secepatnya External splinting
Tipe V Doyle splinting
Fiksasi interna
Konsul bedah saraf jika diperlukan Graft luas

Gambar 13 : Algoritma penatalaksanaan fraktur hidung


215
c. Operatif
Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan
fragmen tulang, penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh
dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan
membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi
hidung.4,12
1) Teknik reduksi tertutup
Reduksi tertutup adalah tindakan yang dianjurkan pada fraktur
hidung akut yang sederhana dan unilateral. Teknik ini merupakan satu
teknik pengobatan yang digunakan untuk mengurangi fraktur nasal
yang baru terjadi. Namun, pada kasus tertentu tindakan reduksi
terbuka di ruang operasi kadang diperlukan. Penggunaan analgesia
lokal yang baik, dapat memberikan hasil yang sempurna pada
tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan reduksi tidak
sempurna maka fraktur tulang hidung tetap saja pada posisi yang tidak
normal. Tindakan reduksi ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma,
dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin sangat
sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal masih dapat
dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. Setelah waktu tersebut
tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan karena sudah terbentuk

31
proses kalsifikasi pada tulang hidung sehingga perlu dilakukan
tindakan rinoplasti estetomi.
Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah :
a) Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture Elevator)
b) Cunam Asch
c) Cunam Walsham
d) Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian)
e) Pinset bayonet.

Gambar 9 : Reduction instruments. (Left) Asch forceps, (center)


Walsham forceps, and(right) Boies elevator. 13
Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur dapat direposisi
dengan tindakan yang sederhana. Reposisi dilakukan dengan cunam
Walsham. Pada penggunaan cunam Walsham ini, satu sisinya
dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi yang lain di luar
hidung dia atas kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan
manipulasi dilakukan dengan kontrol palpasi jari.1
Jika terdapat deviasi piramid hidung karena dislokasi karena
dislokasi tulang hidung, cunam Asch digunakan dengan cara
memasukkan masing-masing sisi (blade) ke dalam kedua rongga
hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah
fraktur dikembalikan pada posisi semula dilakukan pemasangan
tampon di dalam rongga hidung. Tampon yang dipasang dapat
ditambah dengan antibiotika.1
Perdarahan yang timbul selama tindakan akan berhenti, sesudah
pemasangan tampon pada kedua rongga hidung. Fiksasi luar (gips)

32
dilakukan dengan menggunakan beberapa lapis gips yang dibentuk
dari huruf “T” dan dipertahankan hingga 10-14 hari.1

Langkah–langkah pada tindakan reduksi tertutup :


Forcep Walsham atau Asch dapat digunakan untuk reposisi
fraktur nasal atau dislokasi septum. Kelemahan dari penggunaan
instrumen ini yaitu dapat merusak mukosa hidung diantara gigi
forceps sehingga dapat menimbulkan hematom (Gambar 8A)3.
Reposisi tertutup adalah cara yang paling ideal untuk diterapkan pada
jenis fraktur nasal tip atau fraktur nasal depresi pada satu sisi. Anestesi
lokal dapat dilakukan dengan cara memberikan pasta kokain atau
melalui tampon yang telah diberikan campuran lidokain dan
phenylephrine untuk mengurangi perdarahan. Selain itu dapat juga
dengan cara menyuntikan lidokain epinephrine 1-2% disepanjang
daerah yang di inervasi n infra orbita dan n supratroklear dan dasar
anterior septum nasi. Setelah dianestesi, elevator Boies dimasukan
lebih dalam ke lubang hidung sampai di bawah fragmen fraktur depres
sekitar 1 cm sudut nasofrontal. Kemudian elevator Boeis dengan
tuntunan ibu jari dibagian luar secara perlahan mencoba menaikan
fraktur yang mengalami fraktur depresi dan mendorong ke sisi
kontralateral sehingga fraktur kembali ke posisi anatomi (Gambar
8B).3
Setelah dilakukan reposisi nasal, dilakukan fiksasi dengan
penggunaan gips sebagai fiksasi eksterna dan tampon antibiotik
sebagai fiksasi interna. Fiksasi ini bertujuan untuk mempertahankan
posisi fraktur setelah dilakukan reposisi. Gips dipertahankan selama 7-
14 hari sedangkan tampon antibiotik dipertahankan selama 3-7 hari.

33
Sementara itu penderita dapat diberikan antibiotik dan analgetik oral,
pasien dapat rawat jalan.1,3
20
Gambar 10 :Reposisi Fraktur Hidung Gambar 11:Teknik reduksi
tertutup 20
2) Teknik reduksi terbuka
Reposisi terbuka untuk fraktur nasal sederhana jarang dilakukan.
Reposisi terbuka hanya dilakukan apabila reposisi tertutup mengalami

kegagalan atau terjadi reposisi yang tidak sempurna. Pada beberapa


kasus, reposisi terbuka digunakan untuk kasus fraktur third plane,
Fraktur yang melibatkan orbita, maksila atau fraktur Le fort pada
daerah midface paling sering dilakukan pendekatan tehnik endonasal
rinoplasti. 1
Fraktur nasal reduksi terbuka cenderung tidak memberikan
keuntungan. Pada daerah dimana fraktur berada sangat beresiko
mengalami infeksi sampai ke dalam tulang.Masalah pada hidung
menjadi kecil karena hidung mempunyai banyak suplai aliran darah
bahkan pada masa sebelum adanya antibiotik, komplikasi infeksi
setelah fraktur nasal dan rhinoplasti sangat jarang terjadi.4,13
Teknik reduksi terbuka diindikasikan untuk :
1. Ketika operasi telah ditunda selama lebih dari 3 minggu setelah
trauma.
2. Fraktur nasal berat yang meluas sampai ethmoid. Disini, sangat
nyata adanya fragmentasi tulang sering dengan kerusakan
ligamentum kantus medial dan apparatus lakrimalis. Reposisi dan
perbaikan hanya mungkin dengan reduksi terbuka, dan sayangnya
hal ini harus segera dilakukan.
3. Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus dimana teknik
manipulasi reduksi tertutup telah dilakukan dan gagal. Pada
teknik reduksi terbuka harusdilakukan insisi pada interkartilago.

34
Gunting Knapp disisipkan di antara insisi interkartilago dan
lapisan kulit beserta jaringan subkutan yang terpisah dari
permukaan luar dari kartilago lateral atas, dengan melalui
kombinasi antara gerakan memperluas dan memotong.3

9. Diagnosis Banding Fraktur Nasal


Fraktur nasal sederhana tanpa komplikasi adalah fraktur yang paling
sering terjadi diantara semua fraktur tulang wajah, tetapi tetap harus
dibedakan dengan fraktur maksilofacial dan fraktur nasoethmoid. Fraktur
nasoetmoid adalah fraktur yang terjadi pada kompleks nasoethmoid yang
sering menyebabkan robeknya duramater dan terjadi rhinorea CSF. Fraktur
zigoma umumnya menyababkan deformitas berbentuk V dengan tiga bagian
yang terpisah pada arkus zigoma. Pada pemeriksaan fisik terjadi trismus otot
temporalis dalam berbagai derajat. Tripod atau fraktur zigomatikomasilaris
umumnya disebabkan karena benturan keras pada pipi melibatkan satu atau
lebih sendi yang menghubungkan antara zigoma, os nasal dan maksila dengan
lantai dasar orbita. Kadang juga dijumpai parastesia ipsilateral sepanjang n.
infraorbita dan cabang n fasialis. Benturan keras pada inferior maksila dapat
menyebabkan fraktur alveolar yang ditemukan pada daerah batas superior
gigi sehingga menyebabkan gigi lepas atau ekimosis ginggiva.9

10. Komplikasi
a. Hematom septi
Merupakan komplikasi yang sering dan serius dari trauma
nasal.Septum hematom ditandai dengan adanya akumulasi darah pada
ruang subperikondrial. Ruangan ini akan menekan kartilago di
bawahnya, dan mengakibatkan nekrosis septum irreversible. Deformitas
bentuk pelana dapat berkembang dari jaringan lunak yang

35
hilang.Prosedur yang harus dilakukan adalah drainase segera setelah
ditemukan disertai dengan pemberian antibiotik setelah drainase.3,7,12
Gambar 12:Bilateral septal hematomas associated with a nasal
fracture11

Penanganan hematom septum berupa :3,13


1) insisi dan drainase hematoma,
2) pemasangan drain sementara,
3) pemasangan balutan intranasal untuk menekan mukosa septum
4) dan memperkecil kemungkinan terjadinya hematom ulang
5) dimulainya terapi antibiotik untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya bahaya infeksi.

b. Fraktur dinding orbita


Fraktur pada dinding orbita dan lantai orbita akibat pukulan dapat
terjadi.Gejala klinis yang muncul adalah disfungsi otot ekstraokuler.3
c. Fraktur septum nasal
Sekitar 70% fraktur nasal dihubungkan dengan fraktur septum nasal.
Trauma pada hidung bagian bawah akan menyebabkan fraktur septum
nasal tanpa adanya kerusakan tulang hidung. Teknik yang dilakukan
adalah teknik manipulasi reduksi tertutup dengan menggunakan forceps
Asch.3
d. Fraktur lamina kribriformis
Merupakan predisposisi pengeluaran cairan cerebrospinalis, yang
akan menyebabkan komplikasi berupa meningitis, encephalitis dan abses
otak.12,15
11. Prognosis
Kebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan
sembuh tanpa adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik
reduksi terbuka dan tertutup akan mengurangi kelainan kosmetik dan
fungsional pada 70 % pasien.6,12

36
37
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. PEMBAHASAN
Pada kasus ini Tn. M datang diantar keluarganya ke IGD RSUD Salatiga
dengan keluhan hidung nyeri. Nyeri dirasa di bagian punggung hidung, dan
sudah dirasakan sejak 4 hari yang lalu. Nyeri ini dirasa terus menerus, punggu
hidung juga dirasa agak bengkok ke kiri. Keluhan ini disertai hidung sebelah kiri
tersumbat sehingga pasien merasa sulit bernafas dan lebih sering bernafas
melalui mulut. Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke Rumah Sakit
Caruban dan di rujuk ke RSUD Salatiga karena dicurigai mengalami patah pada
tulang hidung. Menurut pasien dan keluarga pasien rasa nyeri pada hidung ini
dirasakan setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas tunggal yang di alami
bus pasien saat pergi berziarah ke jawa timur dan pasien merasa hidungnya
sempat membentur kursi depan. Riwayat mimisan, pusing berputar dan
berdenyut, mual muntah, keluar cairan bening dari hidung, nyeri di bagian wajah
lain, gangguan penghidu, dan gangguan pendengaran disangkal. Pasien belum
pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Riwayat asma, hipertensi, diabetes
meliitus, kolesterol tinggi, penyakit jantung dan alergi obat disangkal. Pasien
mengatakan belum pernah operasi sebelumnya.
Dari pemeriksaan status generalisata pasien didapatkan hasil bahwa suhu
36,3oC, nadi 60x/menit, pernapasan 20x/menit, dan tekanan darah 120/80
mmHg. Hasil pemeriksaan dari kepala leher, jantung, paru, abdomen, dan
ekstremitas semua dalam batas normal. Pemeriksaan status lokalis hidung,
didapatkan deformitas pada hidung kiri, nyeri tekan pada hidung, serta
ditemukan krepitasi, dari pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan cavum nasi
kiri sempit, discharge (-) dan terdapat deviasi septum ke kiri. Pada pemeriksaan
lokalis telinga dan tenggorokan didapatkan hasil dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang radiologis yang dilakukan adalah foto rontgen os nasal
Posteroanterior dan lateral didapatkan hasil fraktur os nasal inferior dan deviasi
septum ke kiri.

38
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien
pada kasus ini mengalami fraktur os nasal. Pasien dianjurkan untuk dilakukan
tindakan reposisi fraktur os nasal sehingga perlu rawat inap.
Pada kasus ini fraktur os nasal yang dialami pasien dapat disebabkan oleh
trauma yang dialami pasien. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih
besar daripada yang diabsorpsinya.5 Penyebab dari fraktur tulang hidung
berkaitan dengan trauma langsung pada hidung atau muka. Pada trauma muka
paling sering terjadi fraktur hidung.3 Hidung merupakan bagian wajah yang
paling sering mengalami trauma karena merupakan bagian yang berada paling
depan dari wajah dan paling menonjol sehingga kurang kuat menghadapi
tekanan dari luar.7
Tipe dan berat-ringannya fraktur nasal tergantung pada kekuatan, arah,
jenis dan mekanisme trauma. Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka
kartilago dan pertemuan antara kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan
kartilago septum pada krista maksilaris. Daerah terlemah merupakan tempat
yang tersering mengalami fraktur atau dislokasi pada fraktur nasal.3
Fraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai pada fraktur
nasal. Fraktur nasal lateral akan menyebabkan penekanan pada hidung ipsilateral
yang biasanya meliputi setengah tulang hidung bagian bawah, prosesus nasi
maksilaris dan bagian tepi piriformis, deformitas dorsum nasi bentuk C atau S,
fraktur dinding medial os maksila dan deformitas septum sehingga fraktur tulang
hidung dapat mengakibatkan nyeri pada daerah fraktur hingga terhalangnya jalan
pernafasan (hidung tersumbat). 1, 3,8,12.
Tatalaksana yang dapat diberikan disesuaikan dengan keadaan pasien.
Pada kasus ini pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan reposisi hidung
dan mendapatkan terapi awal berupa antibiotik injeksi cefuroxime 1x1000 mg
dari dokter spesiais THT sebaga premedikasi sebelum dilakukan tidakan
operatif. Tindakan reposisi fraktur os nasal dilakukan dengan metode Reduksi
tertutup yang tindakan yang dianjurkan pada fraktur hidung akut yang sederhana
dan unilateral. Teknik ini merupakan satu teknik pengobatan yang digunakan
untuk mengurangi fraktur nasal yang baru terjadi. Setelah dilakukan reposisi
nasal, dilakukan fiksasi dengan penggunaan gips sebagai fiksasi eksterna dan
tampon antibiotik sebagai fiksasi interna. Fiksasi ini bertujuan untuk

39
mempertahankan posisi fraktur setelah dilakukan reposisi. Gips dipertahankan
selama 7-14 hari sedangkan tampon antibiotik dipertahankan selama 3-7 hari. 1,3

B. KESIMPULAN
1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi
pada bagian tulang di organ hidung.
2. Fraktur os nasal merupakan kasus trauma terbanyak pada wajah. insiden
meningkat pada umur 15-30 tahun, dan dihubungkan dengan perkelahian dan
cedera akibat olahraga, tiga kali lebih banyak terjadi pada laki-laki
3. Tipe dan berat-ringannya fraktur nasal tergantung pada kekuatan, arah, jenis
dan mekanisme trauma. Objek yang kecil dengan kecepatan tinggi akan
menimbulkan kerusakan yang hebat dibandingkan dengan objek besar tapi
kecepatan rendah
4. Menurut Samuel, yang memodifikasi klasifikasi fraktur nasal yang telah
dibuat oleh Murray dibagi menjadi 5 tipe.
5. Tatalaksana medikamentosa yang diberikan pada kasus fraktur os nasal
adalah anti nyeri dan antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan
6. Tatalaksana non medikamentosa yang diberikan pada kasus fraktur os nasal
adalah reposisi fraktur os nasal yang dilanjutkan dengan fiksasi baik interna
maupun eksterna yang dipertahankan selama 3-7 hari.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty A S, Nurbaiti I, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,


Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Cetakan ke-1. Jakarta:
FKUI;2007.h.118-122,199-202.
2. 2 Sniegel JH. Nasal trauma. In: Lalwani AK, ed. Current diagnosis & treatment
otolaryngology head and neck surgery. 3thed. New York: The McGraw-Hill;
2011.p.265-78.
3. Chegar BE, Tatum SA. Nasal fractures. In: Cummings CW, Flint PW, Haughey
BH, Robbins KT, Thomas JR, Harker LA, et al, eds. Cummings otolaryngology
head and neck surgery. 4thed. Phyladelphia: Mosby Inc; 2005.p.287-95.
4. Huriyati E, Fitria H. Penatalaksanaan fraktur os nasal lama dengan komplikasi
saddle nose. Jurnal kesehatan andalas 2012;1:1-8. Available from:
http://jurnal.fk.unand.ac.id Accessed Agustus 29, 2014.
5. Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Adams GL, Boies LR, Higler PA;
editor, efendi H, alih bahasa, Wijaya C; Edisi 6. Jakarta: Penerbit buku
edokteran EGC. 1997.
6. R.Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Fraktur Tulang Hidung.
Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.h.338.
7. P Van den Broek, etc. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan
Telinga. Fraktur Hidung. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2009.h.121.
8. Lalwani AK. Current Diagnosis dan Treatment : Otolaryngology Head and
Neck Surgery. Edisi ke-2. USA; McGraw-Hill Medical;2007.Chapter 11.
9. Kelley BP, Downey CR, Stal S. Evaluation and reduction of nasal trauma. In:
Hollier LH,ed. Facial trauma. New York: Thieme Medical Publisher Inc;
2010.p.339-47.
10. Corry J. Kucik, LT, MC, USN, Timothy Clenney, CDR, MC, USN, and James
Phelan, CDR, MC, USN . Management of Acute Nasal Fractures. October 1,
2004, Volume 70, Number 7. American Family Physician. Naval Hospital
Jacksonville, Jacksonville, Florida
11. Dhingra PL. Trauma to the face In: Dhingra PL, ed. Disease of ear, nose and
throat. 4thed. New delhi: Elsevier Ltd; 2004.p.172-3.
12. Pasha R, Doer TD, Mathog RH. Head and neck trauma. In: Pasha R,ed.
Otolaryngology head and neck surgery. New York: Thieme Medical Publisher
Inc; 2005.p.468-72.
13. Rubinstein B, Strong B. Management of nasal fracture. Arch Fam Med.
2000;9:738-42.
14. Thiagarajan B, Ulaganathan V. Fracture nasal bones. Otolaryngology online
journal. 2013; 3.
15. Ondik MP, Lipinski L, Dezfoli S, Fedok FG. The treatment of nasal fracture: a
changing paradigm. Arch Facial Plast Surg. 2009;11(5):296-302
16. Kelley BP, Downey CR, Stal S. Evaluation and reduction of nasal trauma..
Seminars in plastic surgery. 2010; 24(4). 339-46.
17. George L Adams. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Fraktur Hidung. Edisi ke-6.
Cetakan ke-3. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997.h.513.
18. Vata A, Narula A, Bradley PJ. Trauma, injuries, and foreign bodies. In: Ludman
H, Bradley PJ, eds. ABC of ear, nose, and throat. 4thed. London: Blackwell
Publishing Ltd; 2007.p.79.

41
19. Thiagarajan B, Ulaganathan V. Fracture nasal bones. Otolaryngology online
journal 2013; 3: 1-15.

Lampiran 1. Lembar Laporan Operasi

42
43

Anda mungkin juga menyukai