EPISTAKSIS ANTERIOR
Disusun oleh :
Afifah Widyhadhari
(030.012.005)
Pembimbing :
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Epistaksis Anterior
Oleh:
Afifah Widyadhari
030.12.005
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Heri Puryanto, Sp. THT-KL dr. Fahmi Novel, Sp. THT-KL
2
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan hidung merupakan masalah yang sangat lazim, sehingga setiap dokter
harus siap menangani kasus demikian. Kunci menuju pengobatan yang tepat adalah aplikasi
tekanan pada pembuluh yang berdarah.
Perdarahan hidung atau epistaksis, bukanlah suatu penyakit, melainkan sebagai gejala
dari suatu kelainan. Perdarahan bisa ringan sampai berat dan bila tidak segera ditolong dapat
berakibat fatal. Sumber pedarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang
hidung. Epistaksis banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak-anak maupun pada usia lanjut.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
1.1 Identittas Pasien
Nama : Tn. OG
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : karyawan
Agama : Islam
No RM : 718 443
3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 13 April 2017 pada pukul
08.00 WIB bertempat di Bangsal Eldeweis Atas Kardinah Tegal
A. Keluhan utama
Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah tanggal 12 April 2017. Pasien mengeluh
keluar darah dari hidung sebelah kiri secara tiba-tiba 3 hari SMRS. Darah keluar terus
menerus, berwarna merah segar, selama kurang lebih 20 menit. Pasien mengatakan selama
darah keluar dari hidung, menghabiskan 1 gulung tisu, pasien juga merasakan selama
perdarahan terjadi terasa seperti menelan darah. Saat pertama kali perdarahan dari hidung
terjadi, pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih Jakarta, dari sana pasien dipasang tampon
anterior pada hidung sebelah kiri. Pasien tidak ada terbentur di daerah hidung atau trauma
(mengorek hidung ) yang berlebihan sebelum terjadi, juga sebelumnya tidak ada bersin yang
teralu keras.
4
C. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami riwayat keluhan serupa. Pasien memiliki riwayat HIV sejak 2
tahun yang lalu, dan hingga saat ini mengkonsumsi obat ARV. Sejak 1 tahun terakhir, pasien
sering kambuh pilek dan bersin-bersin, namun pasien tidak mengobatinya dengan baik,
sehingga sering kambuh. Pasien tdiak memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, kelainan
darah
Keluarga pasien tidak ada yang pernah memiliki keluhan serupa, riwayat penyakit
diabetes mellitus dan hipetensi juga disangkal
Tanda vital
TD :120/70 mmHg
Status generalis
Kepala : Normocephali
Leher : Jejas(-), oedem(-), hematom (-), pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid
(-), nyeri tekan (-)
Thorax
Jantung
5
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Paru
Abdomen
Inspeksi : Supel
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Status Lokalis
Telinga
Dextra Sinistra
Normotia, benjolan (-), nyeri Daun telinga Normotia, benjolan (-), nyeri
tarik (-), nyeri tekan tragus (- tarik (-), nyeri tekan tragus (-
) )
Hiperemis (-), fistula (-), Preaurikuler Hiperemis (-), fistula (-),
oedem (-), sikatriks (-) oedem (-), sikatriks (-)
Hiperemis (-), fistula (-) Retroaurikuler Hiperemis (-), fistula (-)
oedem (-), sikatriks (-), neyri oedem (-), sikatriks (-), neyri
tekan mastoid (-) tekan mastoid (-)
Lapang, hiperremis (-), Kanalis austikus ekstenus Lapang, hiperremis (-),
6
oedem (-), discharge (-) oedem (-), discharge (-)
Hiperemis (-), warna putih Membran timpani Hiperemis (-), warna putih
mengkilat, refleks cahaya (+) mengkilat, refleks cahaya (+)
Hidung
Dextra Sinistra
Bulu hidung (+), hiperemis (-), Vestibulum Bulu hidung (+), hiperemis (-),
benjolan (-), nyeri (-), sekret (-) benjolan (-), nyeri (-), sekret (-)
Tidak terlihat Konka superior Tidak terlihat
Liid (-), hieprtrofi (-), hiperemis Konka media Liid (-), hieprtrofi (-), hiperemis
(-), discharge (-) (-), discharge (-)
Livid (-), hieprtrofi (-), Konka inferior Livid (-), hieprtrofi (-),
hiperemis (-), discharge (-) hiperemis (-), discharge (+)
Tidak dapat dinilai Meatus nasi medius Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai Meatus nasi inferior Tidak dapat dinilai
Lapang Cavum nasi Lapang
Deviasi (-) Septum nasi Deviasi (-)
Orofaring
7
Kemampuan menelan
Makanan padat (+), makanan lunak (-), air (+)
Pemeriksaan Labolatorium
8
Nasoedoskopi
- Epistasis anterior
- Epistaksis posterior
- Episaksis anterior
3.7 Penatalaksanaan
9
Tampon dibuat dari kasa steril yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik
*pelumas bertujuan agar tampon mudah dimasukan dan tidak menimbulkan
perdarahan baru saat dimasukkan atau dicabut.
Tampon dimasukan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus
menekan asal perdarahan. Tampon ini dipertahankanselama 2x24 jam. Selama
pemasangan tampon pasien diharuskan duduk tegak, untuk menghindari
terjadinya aspirasi darah.
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Epistaksis atau mimisan merupakan perdarahan yang berasal dari hidung.. Epistaksis
atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak maupun usia lanjut.
Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manifestasi penyakit lain. Kebanyakan ringan
dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi epistaksis yang
berat, walaupun jarang, merupakan kedaruratan yang dapat berakibat fatal bila tidak segera
ditangani.1,2
3.2 Klasifikasi
Melihat asal perdarhaan, epistaksis dibagi menjadi, yaitu: (1) epistaksis anterior dan
(2) epistaksis posterior. Pada epistaksis anterior, berasal dari pleksus Kiesselbach yang tediri
dari ujung-ujung a. Etmoidalis anterior, a. Sfenopalatina, a. Palatina mayor dan a. Labialis
superior. Perdarahan ini biasanya ringan karena keadaan mukosa yang hiperemis atau
kebiasaan mengorek hidung, kebanyakan terjadi pada anak-anak dan dapat berhenti sendiri.
Sedangkan pada epistaksis posterior berasal dari a. Sfenopalatina atau a. Etmoidalis posterior.
Perdarahan ini biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Sering di temukan pada
pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskular.1,2
11
3.3 Epidemiologi
Prevalensi epistaksis sulit dinilai karena mayoritas berhenti sendiri dan tidak
dilaporkan. Namun, sekitar 90% dari total kejadian epistaksis ialah tipe anterior dan 10%
sisanya merupakan epistaksis posterior. Epistaksis anterior lebih sering terjadi pada anak (2-
10 tahun) dan usia lanjut. Sementara epistaksis posterior biasanya terjadi pada usia >50
tahun.1
3.4 Etiologi
Epistaksis disebabkan oleh berbagai hal, baik bersifat lokal maupun sistemik, tetapi
juga dapat idiopatik. 1,2,3
Sering kali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-
kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada
hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan
pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan
sistemik seperti penyakit kardiovaskular, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan
atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan kongenital. 2
3.5 Patofisiologi
Perdarahan umumnya disebabkan oleh erosi mukosa dan pembuluh darah yang
terpajan langsung dengan agen pencetus. Epistaksis anterior berasal dari pleksus Kiesselbach
pada septum bagian anterior atau dari a. Etmoidalis anterior. Perdarahan vena/kapiler tersebut
mengakibatkan perembesan terus-menerus bukan perdarahan masif seperti perdarahan arteri.
12
Sedangkan pada epistaksi posterior, jumlah perdarahan biasanya lebih masif hingga beresiko
mengakibatkan ganguan jalan napas, aspirasi darah, serta perdarahan lebih sulit dikontrol.
Berikut ini adalah dampak dari etiologi epistaksis sampai menimbulkan perdarahan:1,4,5
3.6 Anamnesis
Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya terlebih dahulu
seperti, nadi, pernapasan, serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dahulu
misalnya dengan memasang infus. Jika jalan nafas tersumbat oleh darah atau bekuan darah,
perlu dibersihkan atau dihisap. Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari
sumbernya, setidaknya dilihat apakah perdarahan dari anterior atau posterior. 2
Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi yang
memudahkan pemeriksa bekerja dan cukup sesuai untuk mengobservasi atau mengekplorasi
kavum nasi pasien. Pasien bisa diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar
dari hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaanya lemah sebaiknya setengah duduk atau
13
berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai darah mengalir ke
saluran napas bawah. Jika pada pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk,
kepala dipegangi agar tegak dan tidak bergerak-gerak.2
Dengan menggunakan spekulum, hidung dibuka dan dengan alat penghisap dibersihkan
semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun bekuan darah, sesudah itu
dibersihkan seluruh kavum nasi diobservasi untuk mencari sumber perdarahan dan
kemungkinan faktor penyebab perdarahan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan bantuan
tampon anterior yang diberikan vasokonstriktor (seperti adrenalin 1/5000 – 1/10.000 dan
pantokain atau lidokain 2%) untuk membantu mengurangi rasa nyeri, dan biarkan tampon
14
selama 10-15 menit. Jika sumber perdarahan anterior tidak dapat ditemukan atau
perdarahan timbul dari kedua lubang hidung, atau darah mengalir terus menerus di faring
posterior, pertimbangkan kemungkinan epistaksis posterior. 1,2
3.9 Penatalaksanaan
Perdarahan anterior
Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan
larutan Nitra Argentu (AgNO 2) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotik.1,2,4
Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu dilakukan
pemasangan tampon anterior yang dibalut dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin
atau salep antibotik. Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah dimasukin dan tidak timbul
perdarahan baru saat dimasukan atau dicabut. Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, di
susun dengan teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan
selama 2 x 24 jam, harus di keluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari ini
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab epistaksis. Bila perdarahan
masih belum berhenti, dipasang tampon baru.1,2
15
Gambar 3. Tampon anterior
Perdarahan posterior
Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya peradarahan hebat
sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rinoskopi posterior. Untuk menanggulangi
perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang disebut tampon Beloq.
Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan diameter 3cm. Untuk
pemasangan tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan bantuan kateter karet
yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak orofaring, lalu ditarik keluar mulut.
Pada ujung kateter ini dikaitkan 2 benang tampon Belloq tadi, kemudian kateter ditarik
kembali melalui lubang hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu
didorong dengan batuan jari telunjuk untuk dapat melewati palatum molle masuk ke
nasofaring. Bila masih ada perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior ke dalam
kavum nasi. Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungnan kain kasa
yang terletak di nasofaring tetap ditempatnya, benang lain yag keluar dari mulut diikatkan
secara longgar pada pipi pasien. 1,4
Gunanya ialah untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-hati
menyabut tampon karna dapat menyebabkan laserais mukosa.Bila perdarahan berat dari
kedua sisi misalnya angiofibroma, digunakan bantuan dua kateter yang masing-masing
melalui kavum nasi kanan dan kiri, dan tampon posterior terpasang di tengah-tengah
nasofaring.1,2,4
Jika masih terjadi perdarahan berulang, sehera identifikasi kausa, seperti apakah
pasien memang memiliki gangguan koagulopati, dnegna konsultasi ke bagian hematologis
onkologis dan dapat dikoreksi dengan FFP, Vit K, cryprecipitate dan trombosit. Dan juga
16
dapat dilaukkan intervensi pembedahan seperti: septum koreksi, ligasi arteri karotis ekterna,
ligasi arteri maksilaris interna, ligasi arteri sfenopalatina, ligasi arteri etmoidalis, embolisais
dan tindakan HHT (Hereditary Hemorhagic Thelangiectasy).
Jika masih terjadi perdarahan berulang, sehera identifikasi kausa, seperti apakah
pasien memang memiliki gangguan koagulopati, dnegna konsultasi ke bagian hematologis
onkologis dan dapat dikoreksi dengan FFP, Vit K, cryprecipitate dan trombosit. Dan juga
dapat dilaukkan intervensi pembedahan seperti: septum koreksi, ligasi arteri karotis ekterna,
ligasi arteri maksilaris interna, ligasi arteri sfenopalatina, ligasi arteri etmoidalis, embolisais
dan tindakan HHT (Hereditary Hemorhagic Thelangiectasy).4
17
EPISTAKSI
S
Perdarahan
tidak berhenti Perdarahan ulang
Identifikasi kausa
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah tanggal 12 April 2017. Pasien mengeluh
keluar darah dari hidung sebelah kiri secara tiba-tiba 3 hari SMRS. Darah keluar terus
menerus, berwarna merah segar, selama kurang lebih 20 menit. Pasien mengatakan selama
darah keluar dari hidung, menghabiskan 1 gulung tisu, pasien juga merasakan selama
perdarahan terjadi terasa seperti menelan darah. Saat pertama kali perdarahan dari hidung
terjadi, pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih Jakarta, dari sana pasien dipasang tampon
anterior pada hidung sebelah kiri. Pasien tidak ada terbentur di daerah hidung atau trauma
(mengorek hidung ) yang berlebihan sebelum terjadi, juga sebelumnya tidak ada bersin yang
teralu keras. Pasien memiliki riwayat HIV sejak 2 tahun yang lalu, hingga saat ini
mengkonsumsi obat ARV, namun dari pemeriksaan penunjang labolatorium didapatkan hasil
tes HIV rapid test non reaktif. Selain itu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
Sejak 1 tahun terkahir, keluhan pilek dan bersin-bersin, namun pasien tidak mengobatinya
dengan baik sehingga sering kambuh. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes
mellitus dan kelainan darah. Dalam keluarga riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan
kelaiann drah juga di sangkal.
Pada pasien ini penyebab terjadinya epistaksis dapat disebebakan karena, kelembaban
udara rendah dapat menyebabkan iritasi mukosa. Epistaksis sering terjadi pada udara yang
kering. Sehingga menyebabkan pecahnya pleksus Kiesseblbach atau a. Etmoidalis anteror
secara spontan. Angka kejadian epistaksis meningkat jika terjadi kegagalan fungsi
humidifikasi, atau ketika mukosa hidung terpapar udara kering atau dingin sebagai faktor
musiman. Angka kejadian meningkat sejalan dengan penurunan suhu dan kelembaban. Pada
pasien ini juga memeiliki riwayat bersin dan pilek yang kambuhan, sehingga epistaksis bisa
terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal.
20
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah observasi keadaan umum dan
tanda vital dan dilakukan pemasangan tampon anterior pada didung sebelah kiri, dan
dipertahankan 2x24 jam, selama pemasangan tampon pasien disarankan untuk duduk
tegak/tiduran unutk menghindari terjadinya aspirasi darah dari hidung anterior. Walaupun
saat ini didapatkan pada pasien tidak ada perdarahan aktif dari hidung.
21
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
22