Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Otitis Media Akut Stadium Perforasi

Oleh :
Maria Rosario Angelina Mella
112017246

Dokter Pembimbing :
dr. Retno Praptaningsih, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT PANTI WILASA DOKTER CIPTO
Periode 28 Mei – 30 Juni 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:
Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto

Nama : Maria Rosario Angelina Mella Tanda Tangan:


Nim : 112017246

Dr. Pembimbing : dr. Retno Praptaningsih, Sp.THT

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 50 tahun Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMA
Alamat : Bintoro Kecil III Status Menikah : Sudah Menikah

ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis, pada tanggal 4 Juni 2018 jam 08.30 di Poliklinik THT Rumah Sakit
Panti Wilasa Dr. Cipto

Keluhan Utama
Telinga kiri mengeluarkan cairan sejak 2 minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri sejak 2 minggu SMRS. Pasien
mengatakan bahwa cairan yang keluar dari telinga kiri berwarna bening, tidak berbau, tidak kental
dan dirasakan setelah pasien bangun tidur. Telinga kiri pasien terasa berbunyi (pletuk-pletuk), ada
penurunan pendengaran dan terasa nyeri pada telinga kiri pasien. Pasien mengatakan bahwa
keluhan ini diperberat ketika tubuh sedang tidak fit, pasien juga merasakan pusing, demam, nyeri
pada bagian hidung saat bersin. Pasien mengatakan bahwa sebelumnya sudah diberi obat tetes
telinga oleh dokter keluarga tetapi pasien lupa nama obat tetes telinga. Pasien merasakan tidak ada
perbaikan setelah diberikan obat tersebut.
Pada telinga kanan pasien tidak ada keluhan. Keluhan mual, muntah, pusing berputar, nyeri
tenggorokan dan batuk disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien lupa apakah dulu pernah menderita infeksi telinga atau tidak. Pasien memiliki
riwayat alergi udara dingin. Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis, asma dan
jantung.

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Hipertensi 
Diabetes Melitus 
Asma 
Alergi  Ibu pasien
Jantung 

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan : 4 Juni 2018
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80x/menit
Frekuensi nafas : 17x/menit
Suhu : Tidak dilakukan

Status Lokalis Kepala dan Leher


Kepala : Normocephaly
Wajah : Simetris
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba membesar
Thorax : Tidak dilakukan
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Tidak dilakukan

Telinga
Bagian Kanan Kiri
Aurikula Bentuk normal, benjolan (-), Bentuk normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Preaurikula Abses (-), Fistula (-), Nyeri Abses (-), Fistula (-), Nyeri
Tragus (-) Tragus (-)
Retroaurikula Nyeri tekan (-), edema (-), Nyeri tekan (-), edema (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
Mastoid Nyeri tekan (-), edema (-), Nyeri tekan (-), edema (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
CAE Lapang , Sekret (-), sedikit Lapang , Sekret (-), sedikit
serumen, hiperemis (-), serumen, hiperemis (-),
corpus alienum (-) corpus alienum (-)
Membran Timpani
 Perforasi - +
 Refleks cahaya (+) arah jam 5 (-)
 Warna Putih mengkilat seperti Suram
mutiara
TES PENALA
Kanan Kiri
Tes Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tes Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tes Swabach Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Penala yang dipakai - -

Hidung
Kanan Kiri
Bentuk Normal Normal
Tanda peradangan - -
Daerah sinus maxillaris dan Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
eithmoidalis
Vestibulum Normal Normal
Cavum nasi Bentuk normal, mukosa pucat Bentuk normal, mukosa pucat
(-), hiperemis (-) (-), hiperemis (-)
Konka inferior Edema (-), hiperemis (-) Edema (-), hiperemis (-)
Meatus medius Mukosa normal, sekret (-) Mukosa normal, sekret (-)
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)

Rhinopharynx
 Koana : Tidak diperiksa
 Septum nasi posterior : Tidak diperiksa
 Muara tuba eustachius : Tidak diperiksa
 Tuba eustachius : Tidak diperiksa
 Torus tubarius : Tidak diperiksa
 Post nasal drip : Tidak diperiksa
Tenggorokan
 Pharynx
 Dinding pharynx : Tidak diperiksa
 Arcus : Tidak diperiksa
 Tonsil : Tidak diperiksa
 Uvula : Tidak diperiksa
 Gigi : Tidak diperiksa
 Larynx
 Epiglottis : Tidak diperiksa
 Plica aryepiglottis : Tidak diperiksa
 Arytenoids : Tidak diperiksa
 Ventricular band : Tidak diperiksa
 Pita suara : Tidak diperiksa
 Rima glotidis : Tidak diperiksa
 Cincin trachea : Tidak diperiksa
 Sinus piriformis : Tidak diperiksa
 Kelenjar limfe submandibular dan cervical : Tidak diperiksa

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

RESUME
Seorang Wanita berusia 50 tahun datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri
sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengatakan bahwa cairan yang keluar dari telinga kiri berwarna
bening, tidak berbau, tidak kental dan dirasakan setelah pasien bangun tidur. Telinga kiri pasien
terasa berbunyi (pletuk-pletuk), ada penurunan pendengaran dan terasa nyeri pada telinga kiri
pasien. Pasien mengatakan bahwa keluhan ini diperberat ketika tubuh sedang tidak fit, pasien juga
merasakan pusing, demam, nyeri pada bagian hidung saat bersin. Pasien mengatakan bahwa
sebelumnya sudah diberi obat tetes telinga oleh dokter keluarga tetapi pasien lupa nama obat tetes
telinga. Pasien merasakan tidak ada perbaikan setelah diberikan obat tersebut. Pasien memiliki
riwayat alergi udara dingin. Ibu pasien juga memiliki riwayat alergi udara dingin.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi nafas
17x/menit. Pada pemeriksaan telinga didapatkan perforasi membran timpan telinga kiri. Pada
pemeriksaan hidung dan tenggorokan didapatkan dalam keadaan normal.

DIAGNOSIS KERJA
Otitis Media Akut Stadium Perforasi AS

DIAGNOSIS BANDING
 Otitis Media Akut (OMA)
 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
 Antibiotik : Amoksisilin + asam klavulanat 875 mg 7-10 hari, chloramphenicol tetes
telinga 1% 10 ml 2-3 tetes 3 kali sehari
 Anti nyeri : Na Diklofenak 25 mg 2x1 (kalau perlu)
 Paracetamol 500mg 3x1
 H2O2 3%
Non medikamentosa
 Operatif : Timpanoplasty

EDUKASI
 Gunakan masker pada tempat kerja
 Menghindari mengkonsumsi makanan dan minuman yang dingin
 Menjaga telinga agar tidak kemasukan air
 Datang kembali untuk kontrol setelah 1 minggu, untuk melihat perkembangan
penyembuhan pada perforasi membran timpani.
PROGNOSIS
 Ad vitam : ad bonam
 Ad sanationam : ad bonam
 Ad functionam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

Telinga merupakan organ pendengaran dan organ keseimbangan. Telinga dibagi menjadi
3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

Gambar 1. Anatomi telinga

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis auditorius eksternus (liang
telinga). Telinga tengah terdiri dari membran timpani, cavum timpani dan tuba eustachius. Telinga
dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang
terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.1

Anatomi telinga tengah


Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
- Batas luar : Membran timpani
- Batas depan : Tuba eustachius
- Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
- Batas dalam :Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis
fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkapbundar (round window) dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (Membran
Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis
dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier
dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo.
Membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan
timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan
menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di
umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang,
untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar
kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling
berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada
inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang
tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot
kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. maleus, inkus
dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik.
Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan
antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah.1,2
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba
auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane
timpani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan.
Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk
mencegah pecahnya membran timpani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan
udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang
sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran timpani.1,2

Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan memperkuat getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan foramen ovale. Energi getar yang teiah
diperkuat ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan foramen ovale sehingga cairan
perilimfe pada skala vestibuli bergerak.2,3

Getaran akibat getaran perilimfe diteruskan melalui membran Reissner yang akan
mendorong endolimfe, sehingga akan terjadi gerak relatif antara membran basilaris dan membran
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik
dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 - 40) di lobus
temporalis.2,3

Otitis Media Akut


Definisi
Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah. Otitis
media akut didefinisikan bila proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan
singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik.4
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara
fisiologis terdapat mikroorganisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh
silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi.2,5
Etiologi
Kuman penyebab utama pada OMA adalah bakteri piogenik,seperti Streptococcus
hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga
Hemophilus influenza, Escherichia colli, Streptococcus anhemoliticus, Proteus vulgaris dan
Pseudomonas aeruginosa.5
Hemofillus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun.5

Patofisiologi Otitis Media Akut


Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh. Sumbatan pada
tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini. Dengan terganggunya
fungsi tuba Eustachius, terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah sehingga
kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba Eustachius ini menyebabkan
terjadinya tekanan negatif di telingah tengah, yang menyebabkan transudasi cairan hingga
supurasi. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada
bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena: 1. morfologi tuba eustachius yang pendek,
lebar, dan letaknya agak horizontal; 2. sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan; 3.
adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga
infeksi dapat menyebar ke telinga tengah. Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan
terjadinya penyakit telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan/atau sinus,
dan kelainan sistem imun.4,5
Pada dewasa terjadinya otitis media akut lebih disebabkan oleh adanya faktor resiko berupa
adanya infeksi saluran nafas sebelum gejala pada telinga. Selain itu juga dapat disebabkan paparan
lingkungan seperti asap rokok, alergen dan iritan yang menyebabkan gangguan pada tuba
eustachius. Gejala yang menonjol pada dewasa adalah adanya nyeri pada telinga yang dapat
disertai demam atau tidak.5,6

Stadium Otitis Media Akut


OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada
perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis
atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.2,3
Gambar 2. Membran Timpani Normal

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya
absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi maleus menjadi lebih horizontal,
refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya
tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan,
atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium
ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi.
Tidak terjadi demam pada stadium ini.

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi


Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai
oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa
yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berkepanjangan sehingga
terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi terjadi di telinga tengah dan
membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang
menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin
masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini
terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar
antara dua belas jam sampai dengan satu hari.
Gambar 3. Membran Timpani Hiperemis

3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di
telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi
makin hebat dan sel epitel superfisial hancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum
timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada
keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga
bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan
gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia
membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi
penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena
kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah
nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini
kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari
telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup
kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali.
Membran timpani mungkin tidak menutup kembali.
Gambar 4. Membran Timpani Supurasi

4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah
yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh
terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak
berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika membran
timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut
tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut
otitis media supuratif kronik.

Gambar 5. Membran Timpani Perforasi

5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya
otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi
membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering.
Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran
timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi
gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini
berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau
hilang timbul. Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media
serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi
membran timpani.2,4

Manifestasi Klinis Otitis Media Akut


Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium penyakit dan umur
penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu tubuh menurun pada stadium
perforasi. Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) berdasarkan umur penderita, yaitu2,4:
a) Bayi dan anak kecil
Gejala: demam tinggi bisa sampai 39⁰C merupakan tanda khas, sulit tidur, tiba-tiba
menjerit saat tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga
yang sakit.
b) Anak yang sudah bisa bicara
Gejala: biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek
sebelumnya.
c) Anak lebih besar dan orang dewasa
Gejala: rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang)

Diagnosis Otitis Media Akut


1. Anamnesis gejala yang didapati pada pasien
2. Pemeriksaan telinga dengan menggunakan lampu kepala
3. Otoskop untuk melihat gambaran membran timpani yang lebih jelas
4. Kultur sekret dari membran timpani yang perforasi untuk mengetahui mikroorganisme
penyebab
Diagnosis otitis media akut juga harus memenuhi 3 hal berikut2,4,5:
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukan tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah.
Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu tanda berikut:
 Mengembungnya membran timpani
 Gerakan membran timpani yang terbatas
 Adanya bayangan cairan di belakang membran timpani
 Cairan yang keluar dari membran timpani
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah satu
diantara tanda berikut :
 Kemerahan pada membran timpani
 Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Penatalaksanaan Otitis Media Akut2,3,4


Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran nafas atas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau
sistemik dan antipiretik.
1. Stadium oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga tekanan negatif di
telinga tengah hilang.
- Diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0.5% (anak<12tahun) atau HCL efedrin 1%
dalam larutan fisiologis untuk anak di atas 12 tahun atau dewasa.
- Mengobati sumber infeksi lokal dengan antibiotika bila penyebabnya bakteri.

2. Stadium hiperemis (presupurasi)


- Diberikan antibiotika, obat tetes hidung dan analgesik.
- Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
- Terapi awal diberikan antibiotika golongan penisilin intramuskular agar konsentrasinya
adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis selubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Antibiotika diberikan minimal 7 hari.
- Bila pasien alergi penisilin, maka diberikan eritromisin.
3. Stadium supurasi
- Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.
- Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh
sehingga gejala-gejala klinis cepat hilang dan ruptur (perforasi) dapat dihindari.

4. Stadium perforasi
- Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang
adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri
dalam 7-10 hari.

5. Stadium resolusi
- Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada perbaikan membran timpani,
sekret dan perforasi.
- Pengobatan pada anak-anak dengan kecenderungan mengalami otitis media akut dapat
bersifat medis atau pembedahan. Penatalaksanaan medis berupa pemberian antibiotik dosis
rendah dalam jangka waktu hingga 3 bulan. Alternatif lain adalah pemasangan tuba
ventilasi untuk mengeluarkan sekret terutama pada kasus-kasus yang membandel.
Keputusan untuk melakukan miringotomi umumnya berdasarkan kegagalan profilaksis
secara medis atau timbul reaksi alergi terhadap antimikroba yang lazim dipakai, baik
golongan sulfa atau penisilin.

Komplikasi Otitis Media Akut


Komplikasi yang dapat terjadi adalah komplikasi infra temporal dan intra kranial. Secara
epidemiologi terjadi pada 1 dari 300.000 kasus pertahun. Komplikasi infratemporal meliputi
mastoiditis, kelumpuhan saraf fasialis dan otitis media kronik. Sementara komplikasi intrakranial
yang dapat terjadi adalah meningitis, ensefalitis, abses otak, abses subaraknoid dan abses
subdural.5
Pembahasan
Seorang Wanita berusia 50 tahun datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri
sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengatakan bahwa cairan yang keluar dari telinga kiri berwarna
bening, tidak berbau, tidak kental dan dirasakan setelah pasien bangun tidur. Telinga kiri pasien
terasa berbunyi (pletuk-pletuk), ada penurunan pendengaran dan terasa nyeri pada telinga kiri
pasien. Pasien mengatakan bahwa keluhan ini diperberat ketika tubuh sedang tidak fit, pasien juga
merasakan pusing, demam, nyeri pada bagian hidung saat bersin. Pasien mengatakan bahwa
sebelumnya sudah diberi obat tetes telinga oleh dokter keluarga tetapi pasien lupa nama obat tetes
telinga. Pasien merasakan tidak ada perbaikan setelah diberikan obat tersebut. Pasien memiliki
riwayat alergi udara dingin. Ibu pasien juga memiliki riwayat alergi udara dingin.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi nafas
17x/menit. Pada pemeriksaan telinga didapatkan perforasi membran timpan telinga kiri. Pada
pemeriksaan hidung dan tenggorokan didapatkan dalam keadaan normal.
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh bagian mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang berlangsung mendadak yang
disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran nafas atas yang berulang.
Diagnosis pasti OMA memenuhi semua 3 kriteria : onset cepat, tanda-tanda efusi telinga tengah
yang dibuktikan dengan memperhatikan tanda mengembangnya membran timpani, terbatas/tidak
adanya gerakan membran timpani, adanya bayangan cairan di belakang membran timpani, cairan
yang keluar dari telinga, tanda-tanda peradangan telinga bagian tengah, kemerahan pada
membrane timpani dan nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal. Pengobatan
yang dapat dilakukan yaitu pemberian antibiotik secara adekuat dalam 7-10 hari disertai pemberian
analgetik, dekongestan dan pemberian obat pencuci liang telinga.
Daftar Pustaka
1. Boies, dkk. 1997. Buku ajar penyakit THT Edisi 6. Jakarta:EGC.
2. Soetirto Indro, Bashiruddin Jenny, Bramantyo Brastho. Gangguan pendengaran Akibat
Obat Ototoksik. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga ,Hidung ,Tenggorok Kepala & Leher.
Edisi IV. Penerbit FK-UI, Jakarta 2012.
3. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. NelsonTextbook of Pediatrics.
18th ed. USA: Saunders Elsevier.
4. Munilson,Jacky. Yan Edward, Yolazenia. Penatalaksanaan Otitis Media Akut. Diunduh
dari respository.unand.ac.id pada 08 Juni 2018
5. Donaldson, Jhon. 2014. Acute Otitis Media. Diakses pada
http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview#aw2aab6b4aa 8 juni 2018.
6. Heather L, Burrows. 2013. Otitis Media. Guidelines for Clinical Care. University of
Michigan Health System. Diunduh dari
www.med.umich.edu/1info/fhp/practiceguides/om/OM.pdf pada 08 Juni 2018.

Anda mungkin juga menyukai