Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH yang maha kuasa yang telah memberikan kesempatan
dan kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyusun referat ini dengan baik dan benar
serta tepat waktunya. Didalam referat ini, penulis akan membahaskan mengenai
Faringitis.
Referat ini telah dibuat dengan pencarian melalui buku-buku rujukan dan juga
penulusuran situs medikal serta telah mendapatkan beberapa bantuan dari pelbagai pihak
untuk membantu dalam menyelesaikan tantangan dan hambatan selama proses
mengerjakan referat ini. Oleh karena itu, penulis ingni mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada referat
ini. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran dan kritik
yang dapat membangun nilai kerja penulis ini. Kritikan yang berunsur konstruktif dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan referat ini selanjutnya. Semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan apabila ada kata-kata yang kurang
berkenan penulis memohon maaf sebesar-besarnya.
Akhir kata semoga referat ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Jakarta, Oktober 2014


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Setiap tahunnya 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena
faringitis. Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada
saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis
merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory
Medical Care Survey menunjukkan 200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara
tahun 1980-1996 adalah karena viral faringitis.1
Faringitis merupakan suatu

kondisi dimana terjadi peradangan pada dinding

faring yang bisa disebabkan oleh bakteri maupun virus. Kebanyakan disebabkan oleh
virus, termasuk penyebab common cold, adenovirus, mononucleosis atau HIV. Bakteri
yang bisa menyebabkan faringitis adalah Streptokokus grup A, korinebakterium,
arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Clamidia pneumonia.

Faringitis dapat

menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor risiko
penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
Tujuan
Adapun tujuan pembuatan tinjauan pustaka ini adalah untuk memenuhi tugas
kepaniteraan

klinik di departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan RS. Gatot

Soebroto, Jakarta. Dalam tinjauan pustaka ini dibahas tentang definisi, etiologi, insidens,
patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan terapi dari faringitis.
Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

Memberikan informasi pada dokter maupun tenaga kesehatan tentang faringitis


serta berbagai hal lain yang berhubungan dengan penyakit ini.

Menambah pengetahuan penulis tentang penyakit faringitis.

Sebagai sumber informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian atau
hal lain yang ada kaitannya dengan penyakit ini.

BAB II
PEMBAHASAN
Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang bentuknya seperti corong, yang besar
dibagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dasar tengkorak terus
menyambung ke esophagus setinggi vertebra ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus
orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang
dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14cm; bagian ini merupakan
bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar)
selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring)

Gambar 1. Anatomi Faring

Struktur dinding faring dari :


a. Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi tergantung pada letaknya. Pada
nasofaring karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia,
epitelnya torak berlapis mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu
orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna maka epitelnya
gepeng berlapis dan tidak bersilia. Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak
jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam
sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu, faring dapat juga disebut bagian
pertahanan tubuh terdepan
b. Selaput lendir
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernafasan yang diisap melalui
hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas
silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini
berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap.
Palut lendir ini mengandung enzim Lyzozome yang penting untuk proteksi.
c. Fascia faringobasilar
Lapisan fibros yang membungkus otot, lapisannya tebal pada bagian basal
cranium tetapi tipis pada bagian inferiornya. Ia mengisi ruang yang tinggalkan
oleh lapisan otot pada bagian basal cranium.
d. Otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan
memanjang (longitudinal). Otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring
superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar, berbentuk kipas
dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari
belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang
bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring (raphe pharyngis). Kerja
otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi oleh
n.Vagus (n.X). 3
Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. Letak
otot-otot ini di sebelah dalam. M.stilofaring berfungsi untuk melebarkan faring

dan menraik laring, sedangkan M.palatofaring mempertemukan ismus orofaring


dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja
sebagai elevator. Kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan. M.stilofaring
dipersarafi oleh n.IX, dan m. Palatofaring dipersarafi oleh n.X. Pada palatum
mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fascia dari
mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini, m.palatoglosus,
m.palatofaring, dan m.azigos uvula.3
M. levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan
kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba
Eustachius.M. tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya
untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba
Eustachius. M. palatoglosus membentuk arkus anterior laring dan kerjanya
menyempitkan ismus faring. M.palatofaring membentuk arkus posterior faring.
M.azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan
menaikkan uvula ke belakang atas. Kesemua otot-otot ini dipersarafi oleh n.X.

Gambar 2. Otot-otot faring dan esofagus

e. Fascia buccopharyngeal
Bagian ini mencakup permukaan luar otot-otot konstriktor, dan di bagian
atas, juga depan berkepanjangan untuk menutupi otot businator. Di atas batas dari
pembatas konstriktor superior menyatu dengan aponeurosis faring.

Gambar 3. Struktur Dinding Faring. a)membrane mukosa, b) fascia faringobasiler c) Otot


d) fascia bucofaringeal
Pendarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.
Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring asendens dan
cabang fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang palatine superior. 3

Otot

Pembuluh darah

M. konstriktor faring superior

Arteri faringeal ascendens (cabang faringl)


Arteri fasialis (cabang tonsila)

M. konstriktor faring medial

Arteri

faringeal

(cabang

Arteri fasialis (cabang tonsila)

faring)

M. konstriktor faring inferior

Arteri

faringeal

(cabang

faring)

Arteri tiroideus inferior (cabang muskulus)


M. Palatopharyngeus

Arteri
Arteri
Arteri

M. Salpingopharyngeus

fasialis

(cabang

maksilaris
faringeal

palatine

ascendens)

(cabang

ascendens

palatina)

(cabang

faring)

Sama seperti M. palatopharyngeus:


Arteri

fasialis

(cabang

palatine

ascendens)

Arteri maksilaris (cabang palatine ascendens)


Arteri faringeal ascendens (cabang faringeal)
M. Stylopharyngeus

Arteri faringeal ascendens (cabang faringeal)

Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari N. Vagus, cabang dari N.
Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari N. Vagus berisi serabut
motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot
faring

kecuali

M.Stilofaring

yang

dipersarafi

langsung

oleh

cabang

Nervus

Glossopharyngeus. 3
Saluran limfe
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media
dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan
kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar
getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa
inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah. 3

Pembagian Faring
Berdasarkan letak anatomi, faring dibagi kepada 3 bagian.

a. Nasofaring
b. Orofaring
c. Hypofaring /laringofaring
Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari
nasofaring ini antara lain :
- batas atas : Basis Kranii
- batas bawah : Palatum mole
- batas depan : rongga hidung
- batas belakang : vertebra servikal
Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan
beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring
dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan
invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa
faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui
oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vagus dan Nervus Asesorius saraf cranial dan
vena jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara
tuba Eustachius. 3,4
Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan
laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu : 3,4
- batas atas : palatum mole
- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
foramen sekum.
Cincin Waldeyer
Cincin Waldeyer terdiri dari massa jaringan limfoid yaitu :
a. Tonsil nasofaringeal / adenoid
b. Tonsil palatine
c. Tonsil lingual

d. Tonsil tubal (didalam fossa Rosenmuller)


Laringofaring
Laringofaring disebut juga hipofaring dan terletak di bawah setelah orofaring.
Dengan batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu : 3,4
- batas atas : epiglotis
- batas depan : laring
- batas bawah : esofagus
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur-struktur yang terdapat di laringofaring : 3,4
Valekula : Dibentuk oleh dua buah cekung yang dibentuk oleh ligamentum

glossoepiglotika medial dan lateral (kantong pil).


Epiglotis: Terletak di bawah epiglottis. Pada bayi berbentuk omega & pada
perkembangan menjadi lebar sampai dewasa. Epiglotis berfungsi proteksi glotis

ketika menelan minuman/bolus makanan


Pada tiap sisi laringofaring berjalan N.laring superior di bawah dasar sinus
piriformis.3,4
Retrofaring
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai
arti penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.

Dinding anterior ruang

retrofaring (retropharyngeal space) adalah dinding belakang faring yang terdiri dari
mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat
jarang dan fasia prevetebralis. 3,4
Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah
dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra.
Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila. 3,4
Parafaring
Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk kerucut
dengan dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya
ada kornu mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh M.Konstriktor faring
superior, batas luarnya adalah ramus asendens mandibula yang melekat dengan
M.Pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua
bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya.
Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses

supuratif. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi arteri karotis
interna, vena jugularis interna, Nervus vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang
disebut selubung karotis (carotid sheat). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh
suatu lapisan fasia yang tipis. 3,4
Fisiologi Faring
Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan artikulasi. 3-5
Fungsi respirasi
Faring merupakan sebagian dari saluran pernafasan. Otot-otot faring mempunyai tonic
dilator activity, yang berfungsi untuk mencegah orofaring kolaps karena tekanan negatif
semasa inspirasi. Hal ini akan memastikan lumen faring tetap terbuka. 3-5
Fungsi Menelan
Proses menelan dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase oral, fase faringeal dan fase esophagus
yang terjadi secara berkesinambungan.
Pada proses menelan akan terjadi hal-hal sebagai berikut: 3-5
a. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik
b. Upaya sfingetr mencegah terhamburnya bolus selama fase menelan
c. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
d. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring
e. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus
makanan ke arah lambung
f. Usaha untuk membersihkan kembali esofagus
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur
dengan air liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga
mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah.
Kontraksi M. Levator veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah
diperluas, palatum molle terangkat dan bagian atas dinding posterior faring (Passavants
ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas.
Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi M. Levator
veli palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi M. Palatoglossus yang menyebabkan isthmus
fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi M. Palatofaring, sehingga bolus makanan tidak
akan berbalik ke rongga mulut. 3-5

Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus
makanan dari faring ke esophagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi M.
Stilofaring, M.Tirohioid dan M. Palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglottis,
sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika
vokalis tertutup karena kontraksi M.Ariepiglotika dan M.Aritenoid obligus. Bersamaan
dengan ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena reflex yang menghambat
pernapasan, sehingga bolus makanan akan meluncur ke arah esophagus, karena valekula
dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus. 3-5
Fase esophageal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esophagus ke
lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan adanya
rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi M.
Krikofaring, sehingga introitus esophagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam
esophagus. Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat,
melebihi tonus introitus esophagus pada saat istirahat, sehingga makanan tidak akan
kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari. Gerak bolus makanan di
esophagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi M.Konstriktor faring inferior
pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke distal oleh
gerakan peristaltic esophagus. Dalam keadaan istirahat sfingter esophagus bagian bawah
selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung
sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofagal sfingter ini
akan terbuka secara reflex ketika dimulainya peristaltik esophagus servikal untuk
mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat maka
sfingter ini akan menutup kembali. 3-5
Fungsi Faring Dalam Proses Bicara
Sewaktu bicara, palatum molle bergerak ke atas sewaktu produksi suara kecuali
huruf M dan N. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum molle kearah dinding
belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula
M. Salpingofaring dan M. Palatofaring, kemudian M. Levator veli palatini bersama-sama
M. Konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring M. Levator veli
palatini menarik paltum molle ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior

faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang
faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil
gerakann M. Palatofaring (bersama M. Salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif M.
Konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang
bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode
fonasi tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara
cepat bersamaan dengan gerakan palatum. 3-5
Fungsi proteksi
Pada faring terdapatnya rangkaian jaringan limfoid subepitel yang terletak di
cincin Waldeyer. Jaringan limfoid ini berfungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh. 3-5

FARINGITIS
Definisi
Faringitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan dinding faring yang
dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lainlain.2 Jaringan yang mungkin terlibat antara lain nasofaring,orofaring, hipofaring, tonsil
dan adenoid. 3-5
Etiologi
Banyak mikroorganisma yang dapat menyebabkan faringitis yaitu, virus (40-60%)
bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak
teridentifikasi dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada
Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1 & 2,
Coxsackie virus A, Cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi
HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. 3-5
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri bziasanya oleh grup S. pyogenes dengan
5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan
penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan
pada anak berusia < 3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain

Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans,


Yersinia eneterolitica dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. 3-5
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita
faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan
tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan. 3-5

Gambar 4. Etiologi Faringitis


Pada Faringitis kronik,faktor-faktor yang berpengaruh7:
1. Infeksi persisten di sekitar faring. Pada rhinitis dan sinusitis kronik, mucus
purulent secara konstan jatuh ke faring dan menjadi sumber infeksi yang konstan.
Tonsillitis kronik dan sepsis dental juga bertanggung jawab dalam menyebabkan
faringitis kronik dan odinofagia yang rekuren.
2. Bernapas melalui mulut. Bernapas melalui mulut akan mengekspos faring ke
udara yang tidak difiltrasi, dilembabkan dan disesuaikan dengan suhu tubuh
sehingga menyebabkan lebih mudah terinfeksi. Bernapas melalui mulut biasa
disebabkan oleh :
a. Obstruksi hidung
b. Obstruksi nasofaring
c. Gigi yang menonjol
d. Kebiasaan
3. Iritan kronik. Merokok yang berlebihan, mengunyah tembakau, peminum
minuman keras, makanan yang sangat pedas semuanya dapat menyebabkan
faringitis kronik.
4. Polusi lingkungan. Asap atau lingkungan yang berdebu atau uap industry juga
menyebabkan faringitis kronik.
5. Faulty voice production. Penggunaan suara yang berlebihan atau faulty voice
production juga adalah salah satu penyebab faringitis kronik.
Insidens
Setiap tahunnya 40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena
faringitis. Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada

saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis
merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory
Medical Care Survey menunjukkan 200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara
tahun 1980-1996 adalah karena viral faringitis. Viral faringitis menyerang semua ras,
etnik dan jenis kelamin. Viral faringitis menyerang anak-anak dan orang dewasa dan
lebih sering pada anak-anak. Puncak insidensi bakterial dan viral faringitis adalah pada
anak-anak usia 4-7tahun. Faringitis yang disebabkan infeksi grup A streptococcus jarang
dijumpai pada anak berusia < 3 tahun.4,5
Patogenesis
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman
menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superfisial

bereaksi,

terjadi

pembendungan

radang

dengan

infiltrasi

leukosit

polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi
yang meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan
kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemis, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang
berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid.
Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau
terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti
Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring
akibat sekresi nasal. 4,5
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan
pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang
sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan
kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis
karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. 4,5
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat
dan dilakukan pemeriksaan suhu tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung

dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang
membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.4,5
Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan
diagnosis antara lain yaitu : 4,5
Pemeriksaan darah lengkap
GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri
streptococcus group A
Kultur tenggorokan
Namun pada umumnya peran diagnostik pada laboratorium dan radiologi terbatas.
KLASIFIKASI FARINGITIS
Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Gejala dan tanda
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit
menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,
Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat
menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. 3-5
Selain menimbulkan gejala faringitis, adenovirus juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis
yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar
limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang
disebabkan HIV

menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan

demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut
di leher dan pasien tampak lemah. 3-5
Terapi
Istirahat dan minum air yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika jika
perlu dan tablet isap.
Antivirus seperti metisoprinol (Isoprinosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks
dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali pemberian/ hari pada orang dewasa
dan pada anak <5 tahun diberikan 50mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.

b. Faringitis Bakterial
Gejala dan tanda
Gejala pada faringitis yang disebabkan oleh bakteri antara lain, nyeri kepala yang
hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang
disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil
hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan
nyeri pada penekanan. 3-5
Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria8, yaitu :
-

Riwayat demam (+1)


Anterior Cervical lymphadenopathy (+1)
Tonsillar exudates (+1)
Tidak ada batuk (+1)

Pada modified Centor criteria ditambah kriteria umur:


-

3-14 tahun (+1)


15-44 tahun (0)
45 tahun keatas (-1)

Penilaian skornya:
-

0: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 1%-2.5%. Tidak perlu

pemeriksaan lebih lanjut dan antibiotic.


1: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 5%-10%. Tidak perlu

pemeriksaan lebih lanjut dan antibiotic.


2: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 11%-17%. Kultur bakteri faring

dan antibiotic hanya bila hasil kultur positif


3: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 28%-35%. Kultur bakteri faring

dan antibiotic hanya bila hasil kultur positif


4-5: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 51%-53%. Terapi empiris
dengan antibiotic dan atau kultur bakteri faring

Terapi
a. Antibiotik

Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A Streptokokus
hemolitikus. Penicilin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/ hari selama 10 hari dan pada dewasa
3x 500mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari.
b. Kortikosteroid
Deksametason 8-16mg,IM 1 kali. Pada anak 0.08-0.3mg/kgBB,IM 1 kali.
c. Analgetika
d. Kumur dengan air hangat atau obat kumur anntiseptik
Faringitis gonorea
Faringitis ini disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Pasien yang
menderita faringitis tipe ini selalunya punya riwayat pernah melakukan riwayat seks
oral atau kontak orogenital. Makanya selalu jika didapatkan pasien dengan faringitis
tipe ini, adalah wajib untuk ditanyakan kepada pasien apakah pernah melakukan
kontak orogenital sebelumnya. 3
Terapi
Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriaxone 250mg, IM.
c. Faringitis Fungal
Gejala dan tanda
Penyebab dari fungal yang tersering adalah candida yang tumbuh di mukosa
rongga mulut dan faring. Keluhan yang sering timbul adalah nyeri tenggorokan dan nyeri
menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya
hiperemis. 3-5
Pembiakan jamur candida ini dilakukan dalam agar Sabouroud dextrose.
Terapi
Nystatin 100.000-400.000 2 kali/ hari dan boleh diberikan analgetika untuk menghilangi
nyeri.
Faringitis Kronik
Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan
faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi terjadi proses radang kronik di faring adalah
rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang

merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik
adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. 3-5
a) Faringitis Kronik Hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular. Pasien
mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang berdahak. 3-5
Terapi
Terapi local dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan
nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat
kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau
ekspektoran. Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.
b) Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada
rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluh
tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa
faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 3-5
Terapi
Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi
ditambahkan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.
Faringitis spesifik
a. Faringits luetika
Faringitis leutika atau faringitis syphilis ini dapat disebabkan oleh Treponema
palidum yang dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti penyakit lues di organ
lain. Gambaran klinik penyakit ini berbeza dan tergantung kepada stadium yang dapat
dibahagi kepada tiga, iaitu primer, sekunder dan tersier. 3-5
1. Stadium primer
Kelainan terdapat terlihat pada lidah, palatum molle, tonsil dan dinding faring
seperti bercak keputihan. Apabila infeksi terus berlangsung maka timbul ulkus
pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia iaitu tiada rasa nyeri. Selain itu
terdapat juga pembesaran kelenjar mandibula yang tiada rasa nyeri jika ditekan.
2. Stadium sekunder
Jarang ditemukan pasien yang berada di stadium ini. Selalunya akan terlihat
eritema pada dinding faring yang menjalar ke faring

3. Pada stadium tertier, akan terlihat guma yang dimana predileksinya adalah pada
tonsil dan palatum. Guma pada dinding faring jarang ditemukan, namun sekiranya
ada, ianya dapat meluas hingga ke vertebra servikal dan dapat menyebabkan
kematian. Guma yang terdapat di palatum molle pula, sekiranya sembuh akan
membentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum
secara permanen.
Terapi
Pada faringitis spesifik akibat lues, obat pilihan pertama yang diberikan sebagai
terapi adalah penisilin dengan dosis tinggi.
b. Faringitis tuberculosis
Faringitis tuberculosis merupakan suatu proses sekunder dari tuberculosis di paru.
Cara infeksi bisa secara eksogen yang disebabkan kontak dengan sputum yang
mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Infeksi secara endogen pula
dapat terjadi lewat darah yaitu pada tuberculosis milllier. Sekiranya infeksi terjadi secara
hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua-dua sisi dan dapat ditemukan lesi pada
dinding faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum molle, dan
palatum durum. Kelenjar regional akan turut membengkak dan penyebaran pada saat ini
adalah secara limfogen.3-5
Pasien dengan penyakit ini selalunya mempunyai keadaan umum yang buruk
karena anoreksi dan odinofagi. Keluhan yang sering dinyatakan adalah seperti nyeri hebat
di tenggorokan, nyeri telinga dan pembesaran kelenjar getah bening servikal. 3-5
Gejala klinis
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme
yang menginfeksi. Pada faringitis akut gejala dapat ringan berupa rasa tidak enak di
tenggorok yang berakhir beberapa hari, malaise ringan dan demam ringan. Pada keadaan
berat sakit di tenggorok lebih hebat. Adanya keluhan sulit menelan ludah, jika palatum
edema akan menyebabkan batuk iritatif karena uvula mengenai pangkal lidah. Terdapat
juga keluhan demam dan sakit kepala. 3-5
Terapi
Faringitis yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, obat yang harus
diberikan adalah obat antituberkulosis (OAT) sama seperti terapi tuberculosis paru.4,5

Komplikasi
Adapun komplikasi dari faringitis yaitu dapat terbagi dua, yaitu komplikasi lokal
dan general. Pada komplikasi lokal dapat terjadi penyebaran langsung ke laring di bagian
inferior dimana terjadinya edema glotis sehingga bisa menyebabkan obstruksi pernafasan.
Komplikasi umum dari faringitis (terutama terlihat dalam kasus faringitis bakteri)
termasuk sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Komplikasi
supuratif pada faringitis bakteri hasil dari penyebaran infeksi dari mukosa faring melalui
hematogen, limfatik atau penyebaran langsung (lebih umum infeksi Group A
Streptokokus). Antara yang terjadi adalah abses peritonsilar dan abses retrofaring. Selain
komplikasi supuratif, komplikasi non supuratif khusus untuk infeksi (GAS) adalah
demam rematik akut (3-5 post-infeksi) dan glomerulonefritis streptokokal dan juga toxic
shock syndrome.

Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis
akut biasanya sembuh dalam waktu 7-10 hari.

4,5

Namun, sebagai klinisi, kita harus

mencurigai kemungkinan komplikasi yang bisa terjadi jika faringitis tidak di obati
dengan sempurna. Kegagalan pengobatan dapat terjadi karena beberapa factor antaranya
adalah pasien sering terpajan dengan kontak individu yang tidak diobati secara tuntas,
pasien dengan immunocompromised, pasien resisten terhadap antibiotik yang diberikan

BAB 3
KESIMPULAN
Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa
tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring,
hipofaring, tonsil dan adenoid. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari
orang yang menderita faringitis.Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang
dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi
alkohol yang berlebihan.
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme
yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala
seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher,
faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar
limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan
darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan
diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan
temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher.Pada

faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan
hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.
Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya.Bila penyebabnya adalah bakteri
maka diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup diberikan
analgetik dan pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi aktivitasnya.Dengan
pengobatan yang adekuat umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik dan
umumnya pasien biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J,Restuti RD, Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi Keenam, Balai Penerbit

2.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2008. H213-225


Ballenjer JJ. Diseases of the oropharynx. In: Otorhinolaryngology head and neck
surgery. 15th Ed. Lea Febiger Book. Baltimore, Philadelphia, Sydney, Tokyo: p.236-

3.
4.

44.
Pharyngitis. Diunduh dari : http://medscape/pharyngitis.com pada 08 Februari 2014
Bailey BJ, Johnson JT, American Academy of Otolaryngology Head and Neck
Surgery. Lippincott Williams & Wilkins, Fourth Edition, Volume one, United States

5.

of America, 2006. p601-13.


Adam GL. Diseases of the nasopharynx and oropharynx. In: Boies fundamentals of
otolaryngology. A text book of ear, nose and throat diseases 6 th Ed. WB Saunders
Co 2009: p,332-69.

Anda mungkin juga menyukai