Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

OTITIS MEDIA AKUT


Penyusun : Rosa Lina 030.08.213

Pembimbing: dr. Agus S, Sp.THT-KL, M.Kes

Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Periode 18 Juni 21 Juli 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul Otitis Media Akut telah diterima dan disetujui pada tanggal Juli 2012

oleh pembimbing sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga, Hidung, dan Tenggorok. Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintohardjo

Jakarta, Juli 2012

dr. Agus S, Sp.THT.KL, M.Kes

Kata Pengantar

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis berjudul Otitis Media Akut ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung danTenggorok di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintohardjo. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing, Dr. Agus S, Sp.THT.KL, M.Kes yang telah memberikan kesempatan dan bimbingannya dalam proses penyelesaian karya tulis ini. Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan karya tulis ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran agar dapat menyelesaikan karya tulis yang lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penyusun sendiri dan teman teman sejawat lainnya.

Penulis,

Rosa Lina 030.08.213

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan.. Kata Pengantar.. Daftar isi BAB I Pendahuluan.1 BAB II II.1 . Anatomi Telinga II.1.1. Anatomi Telinga Luar....2 II.1.2. Anatomi Telinga Tengah...3 II.1.3. Anatomi Telinga Dalam....4 II.2. Fisiologi Telinga...5 BAB III III.1. Definisi7 III.2. Etiologi dan Faktor Predisposisi.7 III.3. Patofisiologi dan Stadium..9 III.4. Gejala Klinik.11 III.5. Diagnosis..11 III.6. Penatalaksanaan13

III.7. Komplikasi15 BAB IV Kesimpulan16 Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media akut, otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau tiba-tiba.(1) Otitis media akut merupakan salah satu kelainan telinga tengah yang paling sering ditemukan terutama pada anak-anak. Meskipun masih dalam penelitian dalam pencegahan dan terapi, angka kejadian penyakit ini terus meningkat.Sekitar 25 juta orang pertahun mengunjungi dokter akibat otitis media akut. Infeksi pada telinga ini merupakan diagnosis yang paling sering ditegakkan pada anak di Amerika dan diagnosis kedua tersering dalam kedokteran menyeluruh. Bayi dan anak beresiko paling tinggi terinfeksi otitis media akut, dengan angka kejadian pada anak berusia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%.
(2)

Di Amerika Serikat, diperkirakan75% anak mengalami minimal satu episode otitis media

sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalami tiga kali atau lebih. Insiden Otitis media akut tertinggi terjadi pada usia 2 tahun pertama kehidupan, dan yang kedua pada waktu berusia 5 tahun bersamaan dengan anak masuk sekolah Insiden ini cenderung menurun pada anak dengan usia lebih dari 6 tahun. Otitis Media Akut atau (OMA) banyak terjadi pada anak karena sumber infeksi dari tenggorok atau pilek yang terjadi terus menerus.(3) Indonesia sebagai negara berkembang perlu memperhatikan masalah kesehatan ini,namun hal ini tidak didukung dengan pendataan yang jelas tentang insidensi otitis media akut itu sendiri. Data yang didapat dari Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Otitis Media Akut (OMA) selalu ada pada 20 besar penyakit dengan insidensi tersering. Penyebab OMA dapat berupa virus atau bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan miroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri.(4)

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

II.1.

Anatomi Telinga Untuk memahami tentang gangguan pendengaran perlu diketahui dan dipelajari anatomi

telinga dan fisiologinya. Telinga terdiri dari tiga bagian; telinga luar, tengah, dan dalam. Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan, untuk memperkuat energi suara dalam proses tersebut.(5)

II.1.1. Anatomi Telinga Luar Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius eksternus (liang telinga), dan membrana timpani (gendang telinga). Pinna, suatu lempeng tulang rawan elastin terbungkus kulit, yang berfungsi mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke liang telinga. Daun telinga secara parsial menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah belakang, dengan demikian membantu seseorang membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.(6) Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. (5)

II.1.2. Anatomi Telinga Tengah Membran timpani yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida sedangkan bagian bawah disebut pars tensa.
(6)

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari

umbo bermula suatu refleks cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Refleks cahaya adalah cahaya dari luar yang dipantulakan oleh mamran timpani. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik

garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.(5) Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. Tuba eustachius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka dengan gerakan menguap, mengunyah, atau menelan. Pembukaan tersebut memungkinkan tekanan udara di dalam telinga tengah menyamakan diri dengan tekanan atmosfer, sehingga tekanan di kedua sis membran timpani menjadi setara. Infeksi yang berasal dari tenggorok kadang-kadang menyebar melalui tuba eustachius ke telinga tengah.(6)

Gambar 1.1 Anatomi Telinga Tengah

Gambar 1.2. Membran Timpani Kanan

II.I.3. Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) berada diantaranya.(6) Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran basalis ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang disebut membran tektorial dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan canalis corti yang membentuk organ corti (gambar 1.4).(5)

Gambar 1.3 Anatomi Telinga

II.2.

Fisiologi Telinga Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus, inkus, dan stapes). Rantai tulang ini bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan getaran dari membran timpani ke jendela oval yang menghubungkan ke telinga dalam. Tulang-tulang pendengaran itu yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.(6) Energi tulang yang telah diamplifikasi akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergetar. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antar membran basilaris dan membra tektorial. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang mnyebabkan

terjadinya defleksi stereosillia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius.(8)

Gambar 1.4 Anatomi Telinga Dalam

BAB III OTITS MEDIA AKUT

III.1. Definisi Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa liang telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non-supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk akut dan kronis. Otitis media akut termasuk dalam bentuk otitis media supuratif.(5) Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian atau seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.

III.2. Etiologi dan Faktor Predisposisi Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi. Otitis media akut ini bisa terjadi karena pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Sumbatan juga dapat dikarenakan adanya massa yang menyumbat seperti tumor ataupun akibat pemasangan tampon.(9) Karena fungsi tuba terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Infeksi saluran napas atas juga alergi dapat menjadi pencetus (gambar1.4). Bayi dan anak-anak memiliki tuba Eustachius yang lebih horizontal, pendek, dan lebih lebar, hal ini mempermudah terjadinya otitis media akut pada anak yang sering terserang infeksi saluran napas (gambar 1.5).
(10)

Kuman penyebab utama pada otitis media akut ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemoltikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada anak yang berusia dibawah 5 tahun, Escherichia colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aurugenosa. (11)

Gambar 1.4. Patogenesis OMA

Gambar 1.5 tuba Eustachius

III.3. Patofisiologi dan Stadium Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas atas seperti batuk, pilek, dan radang tenggorokan. Infeksi menyebar ke telinga tengah melewati tuba Esutachius. Kuman yang masuk ke tuba Eustachius menyebabkan reaksi radang dan edema di dinding tuba (8) Eustachius, hal ini menyebabkan fungsi tuba Eustachius sebagai pencegah invasi kuman ke telinga tengah terganggu. Kuman dapat terus menyebar ke telinga tengah, terjadi proses radang dan edema hebat di telinga tengah. Terbentuklah sekret yang awalnya serosa lalu berubah menjadi purulen yang makin lama bertambah banyak yang menyebabkan bulging pada membran timpani dan dapat terjadi perforasi. (12)

Gambar 1.6 Patofisiologi OMA

Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi otitis media akut dapat dibagi dalam 5 stadium; (5) Stadium Otitis Media Akut 1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Kadangkadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat.

Efusi mungkin telah terjadi, tetapitidak dapat di deteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus ataupun alergi. 2. Stadium Hiperemis (Pre-Supurasi) Pada stadium hiperemis,tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. 3. Stadium Supurasi Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapilerkapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan neksrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini biasanya akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan meutup kembali sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali. 4. Stadium Perforasi Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tidur dengan tenang, suhu badan turun, dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi. 5. Stadium Resolusi

Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensikuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.

III.4. Gejala Klinik Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium penyakit dan umur penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu tubuh menurun pada stadium perforasi. Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA)berdasarkan umur penderita, yaitu. (5,12) Bayi dan anak kecil
-

Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 39C merupakan tanda khas, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.

Anak yang sudah bisa bicara Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek sebelumya. Anak lebih besar dan orang dewasa Gejalanya : rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang).

III.5. Diagnosis 1. Anamnesis gejala yang didapati pada pasien 2. Pemeriksaan telinga dengan menggunakan lampu kepala 3. Otoskop untuk melihat gambaran membran timpani yang lebih jelas 4. Kultur sekret dari membran timpani yang perforasi untuk mengetahui mikroorganisme penyebab

Diagnosis otitis media akut juga ahrus memenuhi 3 hal berikut(10) 1. Penyakitnya muncul mendadak (akut) 2. Ditemukan tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan disuatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu tanda berikut: Mengembungnya membran timpani Gerakan membran timpani yang terbatas Adanya bayangan cairan di belakang membran timpani Cairan yang keluar dari membran timpani 3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah satu diantara tanda berikut: Kemerahan pada membran timpani Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Otitis media akut harus dibedakan dengan otitis media dengan efusi yang sangat menyeruoai otitis media akut. Untuk dapat membedakannya perhatikan hal-hal berikut;(10) Gejala dan Tanda Nyeri telinga, demam, gelisah Efusi telinga tengah Membran timpani suram Membran timpani bulging Gerakan membran timpani berkurang +
Tabel 1.7. OMA dan Otitis Media Efusi

Otitis Media Akut + + + +/-

Otitis Media Efusi + +/+

III.6. Penatalaksanaan Terapi otitis media akut tergantung pada stadium penyakitnya; (8) 1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius dari sumbatan, sehingga tekanan negatif di telinga tengah menghilang. Diberi obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atauh HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun dan pada orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati Antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adlah kuman, buka oleh virus atau alergi.

2. Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi) Pemberian antibiotika yang dianjurkan ialah golongan penisilin atau ampisilin. Ampisilin dengan dosis 50-100mg/kgBB per hari dibagi dalam 4 dosis atau amoksisilin 40mg/kgB per hari dibagi dalam 3 dosis. Bila pasien alergi terhadap penisilin dapat diberi eritromisin dengan dosis 40mg/kgBB per hari. Pemberian antibiotika dianjurkan diberi selama 7 hari. Selain itu dapat diberikan obat tetes hidung dan analgetika. 3. Stadium supurasi Pemberian antibiotika disertai miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.

4. Stadium Perforasi Pada stadium ini sekret banyak keluar dan terkadang keluar secara berdenyut, sekret yang banyak ini merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, oleh karena itu sangat

perlu dilakukan pencucian tellinga untuk menghilangkan sekret. Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. 5. Stadium Resolusi Bila tidak terjadi stadium resolusi biasanya sekret akan terus mengalir melalui perforasi membran timpani. Pada keadaan ini mpemberian antibiotika dapat dilanjutkan smapai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih terlihat banyak keluar maka kemungkinan telah terjadi komplikasi mastoiditis. (5)

Miringotomi Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang, dan dapat dikuasai, sehingga membran timpani dapat dikuasai dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior inferior karena didaerah ini tidak didapatkan tulang pendengaran. Untuk tindakan ini harus menggunakan lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang berukuran kecil dan steril (tabel 1.8) (5)

Tabel 1.8. Miringotomi

III.7
-

Komplikasi Otitis media supuratif kronik, yang ditandai dengan keluarnya sekret dari telinga lebih dari 2 bulan. (5) Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah, sehingga dapat timbul mastoiditis, abses-subperiosteal, sampai komplikasi yang menyerang otak seperti meningitis dan abses otak.(7)

Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan hilangnya pendengaran permanent, cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran anak serta dapat menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa.(12)

BAB IV KESIMPULAN

Otitis media akut adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, dan antrum serta sel sel mastoid. Otitis media akut terdiri dari 5 stadium. Penyebab otitis media akut dapat berupa infeksi bakteri maupun virus. Bayi dan anak-anak dan anak-anak lebih sering terserang otitis media akut dibanding orang dewasaa. Gejala klinis yang didapati pada otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan usia pasien. Terapi yang perlu dilakukan juga bergantung pada stadium. Otitis media akut yang tidak tertangani dengan baik bisa berlanjut dan dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, diperlukan ketepatan diagnosis dan terapi yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Teele.Dw, Klein Jo: Department of pediatrics, Boston City Hospital: Epidemiology of otitis media during the first seven years of life in children. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2732519 1. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta; Penerbit FKUI; 2004. p. 105-06.
2. Anonymous.

Otits

Media

Akut.

Available

from:

http://childrenclinic.wordpress.com.2009/08/02/otitis-media-akut-infeksi-telinga-padaanak/ 3. Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah dan pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. Jakarta, 2009:8-9

4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi Keenam. Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 2010. p. 145-153. 5. Guyton, Arthur C. & John E. Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, Editor: Irawati Setiawan. Jakarta; ECG:2001.p.178-182 6. Tierney L M, McPhee S J, Papadaxis M A. 2005. Current Medical Diagnosis And Treatment. McGraw Hill Appleton Lange, Toronto USA. Ebook. 7. Adams GL, Boeis, LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. p. 240-59. 8. Aboet.Askaroellah. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. Available from: http://www.scribd.com/doc/80444228/46645242-Otitis-Media-Akut 9. Otits Media (Ear Infection) Available from: http//www.nidcd.nih.gov/health/hearing/ototism/asp 10. Vetri RW, Sprinkle PM., Etiologi Peradangan Telinga Luar dan Tengah. Ballenger JJ. Ed. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994:194-224 11. Chan LS, Takata GS, Shekelle P, Morton SC, Mason W, Marcy SM. Evidence assessment of management of acute otitis media: II. Research gaps and priorities for future research. Pediatrics.2001;108 :248 254
12. Karma PH, Penttil MA, Sipl MM, Kataja MJ. Otoscopic diagnosis of

middle ear effusion in acute and non-acute otitis media. I. The value of different otoscopic findings. Int J Pediatr Otorhinolaryngol.1989;17 :37 49

Anda mungkin juga menyukai