Anda di halaman 1dari 17

REFARAT

OMSK Maligna

Di Susun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher (THT-KL) di
RSUD Dr. R.M Djoelham Kota Binjai

Oleh:

Fida Anis Basyasyah

17360241

Pembimbing:

dr. Emilia Salfi, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ILMU KESEHATAN THT-KL

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. R.M DJOELHAM KOTA BINJAI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

2017

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih

dan Maha Penyayang, atas berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat

menyelesaikan refarat ini dengan judul “OMSK Maligna” yang bertujuan untuk

memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kesehatan Telinga,

Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher (THT-KL). Dalam proses penyusunan

refarat ini tidak terlepas berkat dukungan dan bantuan dari dr. Emilia Salfi,

Sp.THT-KL selaku pembimbing.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan refarat ini masih jauh dari

kesempurnaan, baik dalam isi maupun penyajian. Oleh karena itu sangat

diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca dalam memperbaiki

penyusunan refarat ini.

Semoga refarat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak

khususnya bagi dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik senior

Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher (THT-KL).

Binjai, 20 Desember 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga.................................................................................4

2.2. Fisiologi Pendengaran.........................................................................6

2.3.1 Definisi................................................................................................7

2.3.2 Etiologi................................................................................................7

2.3.3 Epidemiologi.......................................................................................9

2.3.4 Patogenesis........................................................................................10

2.3.5 Klasifikasi ........................................................................................10

2.3.6 Gejala Klinis ....................................................................................11

2.3.7 Diagnosa Banding.............................................................................11

2.3.8 Penatalaksanaan................................................................................13

2.3.9 Komplikasi .......................................................................................13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 15

2
BAB I
PENDAHULUAN

Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi atau mengenal suara dan
juga banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh. Telinga terdiri dari tiga
bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar meliputi
daun telinga atau pinna, liang telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang
telinga atau membrana timpani. Telinga tengah meliputi gendang telinga, 3 tulang
pendengaran (martir atau malleus, landasan atau incus, dan sanggurdi atau stapes).
Muara tuba Eustachi juga berada ditelinga tengah. Sedangkan telinga dalam meliputi
koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri
dari 3 buah kanalis semisirkularis. Peradangan atau infeksi pada bagian telinga tengah
disebut sebagai Otitis Media.
Selain otitis media, kelainan telinga tengah yang sering dijumpai antaranya gangguan
fungsi tuba Eustachius, barotrauma (aerotitis), dan otosklerosis. Tiap gangguan
telinga tengah ini mempunyai gejala, keluhan maupun komplikasi masing-masing.
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat pembagian
dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitismedia
supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria,
otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Masing-masing golongan
mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitismedia akut
/ OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK).
Otitis media supuratif kronis dianggap sebagai salah satu penyebab tuli yang
terpenting, terutama di negara-negara berkembang, dengan prevalensi antara 1 - 46%.
Di Indonesia antara 2,10 - 5,20%, di Korea 3,33%, di Madras India 2,25%. Prevalensi
tertinggi didapat pada penduduk Aborigin di Australia dan Bangsa Indian di Amerika
Utara.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


Telinga manusia dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Telinga Luar
2. Telinga Tengah
3. Telingah Dalam

1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus akustikus
eksternus), hingga membrane timpani.
1. Aurikula
2. Meatus akustikus eksternus
3. Membran timpani.1

4
2. Telinga Tengah

Batas-batas telinga tengah

Batas luar : membran timpani

Batas depan : tuba eustachius

Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas : tegmen timpani (meningens/otak)

Batas dalam : berturut-turut dari atas kebawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis
fasialis, oval window, round window, dan promontorium. 4

5
3. Telinga Dalam

Telinga dalam dibagi menjadi 2 bagian :


1. Labirin tulang : a. vestibule
b. kanalis semisirkularis : - superior
- posterior
- lateral
c. koklea : - skala vestibule
- skala media
- skala timpani
2. Labirin membran : a. duktus koklearis / skala media
b. ultrikulus dan sakulus
c. duktus semisirkularis
d. duktus dan sakus endolimfatik.1
2.2 Fisiologi Pendengaran
1. Getaran suara ditangkap oleh daun telinga
2. getaran dialirkan keliang telinga dan mengenai membrane timpani, sehingga
membrane timpani bergetar
3. getaran diteruskan ketulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama
lain. Maleus-inkus-stapes

6
4. - Stapes menggerakan foramen ovale yang juga menggerakan perilimfe dalam
skala vestibule
- Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfe,
sehingga menimbulkan gerak relatif antara membrane basillaris dan membran
tektoria
- Proses ini menyebabkan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel
- keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter kedalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran dilobus temporalis.2,4
2.3.1 Definisi

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan
kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi)
dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan
apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih. Sekret
mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.1,4
Otitis media supuratif kronik adalah Kondisi telinga tengah yang dicirikan
dengan debit persisten atau berulang melalui perforasi kronis membran timpani.
Karena ke membran timpani berlubang, bakteri bisa bertambah masuk ke telinga
tengah melalui saluran telinga luar. Infeksi pada mukosa telinga tengah selanjutnya
menghasilkan debit telinga Kasus OMSK yang tidak diobati bisa berakibat secara
luas berbagai komplikasi. Ini mungkin terkait dengan penyebaran bakteri ke struktur
yang bersebelahan dengan telinga atau kerusakan lokal di telinga tengah itu sendiri.6
2.3.2 Etiologi
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba

7
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down’s syndrome. Faktor host yang
berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik.
Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal
yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum
diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur
yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram
negatif, flora tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga
tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

8
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini
belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui.
Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi
fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin
mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.2,3
2.3.3 Epidemiologi
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi
sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek.
Kebanyakan melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang
mempunyai kolesteatom, tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden
OMSK saja, tidak ada data yang tersedia. Otitis media kronis merupakan penyakit
THT yang paling banyak di negara sedang berkembang. Di negara maju seperti
Inggris sekitar 0, 9% dan di Israel hanya 0, 0039%. Di negara berkembang dan
Negara maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi
terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat
pada populasi di Amerika dan Inggeris kurang dari 1%. Menurut survey yang
dilakukan pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insidens Otitis
Media Supuratif Kronik (atau yang oleh awam sebagai “congek”) sebesar 3% dari
penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan
terdapat 6, 6 juta penderita OMSK. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran, Depkes tahun 1993-1996 prevalensi OMSK adalah

9
3,1% - 5,20% populasi. Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-
18 tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMSK. Prevalensi OMSK di
RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1989 sebesar 15, 21%. Di RS Hasan
Sadikin Bandung dilaporkan prevalensi OMSK selama periode 1988 – 1990 sebesar
15,7% dan pada tahun 1991 dilaporkan prevelensi OMSK sebesar 10,96%. Prevalensi
penderita OMSK di RS Dr Sardjito Yogyakarta pada tahun 1997 sebesar 8,2%.7
2.3.4 Patogenesis
Patogenesis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah
terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder
pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal
perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif
dari otitis media kronis. Suatu teori tentang patogenesis dikemukan dalam buku
modern yang umumnya telah diterima sebagai fakta. Hipotesis ini menyatakan bahwa
terjadinya otitis media nekrotikans, terutama pada masa anak-anak, menimbulkan
perforasi yang besar pada gendang telinga. Setelah penyakit akut berlalu, gendang
telinga tetap berlubang, atau sembuh dengan membran yang atrofi yang kemudian
dapat kolaps kedalam telinga tengah, memberi gambaran otitis atelektasis. Hipotesis
ini mengabaikan beberapa kenyataan yang menimbulkan keraguan atas
kebenarannya, antara lain:
i. Hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan lengkap
membran timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi, biasanya
ditandai oleh penebalan dan bukannya atrofi.
ii. Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak digunakannya
antibiotik. Penulis (DFA) hanya menemukan kurang dari selusin kasus dalam
25 tahun terakhir. Di pihak lain, kejadian penyakit telinga kronis tidak
berkurang dalam periode tersebut.
iii. Pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis akut
pada permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa gejala dan

10
bertambah secara bertahap, sampai diperlukan pertolongan beberapa tahun
kemudian setelah pasien menyadari adanya masalah.7
2.3.5 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu :
1. Tipe banigna = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit ini ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala
klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain
yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi
saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada
pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri
aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder
dari epitel skuamous.
2. Tipe maligna = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan
terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai
menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf,
konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah
yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu kolesteatom
kongenital dan kolesteatom didapat.4
2.3.6 Gejala Klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan
dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda
adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

11
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang - tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan
efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli
konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali
juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan
fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi
karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif
akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi
kokhlea.
3. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu
tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin
oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.1,4
2.3.7 Pemeriksaan Penunjang
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan Audiometri
Pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat/ambang batas
pendengaran seseorang dan jenis gangguan bila ada, dengan menggunakan
alat audiogram nada murni didalam ruang kedap suara. Pada pemeriksaan

12
audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula
dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan
letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim
penghantaran suara ditelinga tengah.
2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak
sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid
yang satunya atau yang normal.7
2.3.8 Diagnosa
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT
terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan
sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk
mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan
pemeriksaan audiometri, dan pemeriksaan BERA. Pemeriksaan penunjang
lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari
secret telinga.3,4
2.3.9 Diagnosa Banding
 Otitis media superativ kronis
 Otitis media akut
2.3.10 Penatalaksanaan
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat
dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna,
antara lain mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy), mastoidektomi
radikal, mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti

13
dan pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty). Jenis
operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau kolesteatom,
sarana yang tersedia serta pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi
atau luas kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari
jenis operasi itu atau modifikasinya. Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi
secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah
terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.3,4
2.3.11 Komplikasi
Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu
otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada
OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra
kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK
berhubungan dengan ko lesteatom. Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai
berikut:
Komplikasi di telinga tengah
yaitu perforasi persisten, erosi tulang pendengaran dan paralisis nervus fasial
Komplikasi telinga dalam
yaitu fistel labirin, labirinitis supur atif dan tuli saraf (sensorineural)
Komplikasi ekstradural
yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis dan petrositis
Komplikasi ke susunan saraf pusat
yaitu meningitis, abses otak dan hidrosefalus otitis.5,6,7

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi
peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani
tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang
timbul.
 Penyebabnya adalah lingkungan, genetic, otitis media sebelumnya, infeksi,
infeksi saluran napas atas, autoimun, alergi, gangguan fungsi tuba
eustasius.
 Gejalanya adalah telinga berair, gangguan pendengaran, otalgia.
 Diagnosa banding adalah OMSK dan OMA
 Pengobatan dengan operasi.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI, 2001. h. 49-62

2. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73

3. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.
Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC, 1997: 88-118

4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Kelainan telinga tengah :


Zainul A, Helmi, Ratna D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan telinga hidung tenggorok
kepala dan leher. Edisi ketujuh. Jakarta: FKUI, 2012.h.57-69

5. Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis


media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39
Available from URL:
https://www.researchgate.net/profile/Viswanatha_Borlingegowda/publication/283
145677_Neurotologic_Complications_of_Chronic_Otitis_Media_with_Cholesteat
oma/links/5632061308ae506cea684be0/Neurotologic-Complications-of-Chronic-
Otitis-Media-with-Cholesteatoma.pdf

6. Loy AHC, Tan AL, Lu PKS. Microbiology of chronis suppurative otitis media in
Singapore. Singapore Med J. 2002; 43: 296-9. Avaible from URL :
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?
doi=10.1.1.549.3557&rep=rep1&type=pdf

7.Helmi S. Jurnal Universitas sumetra utara: Otitis media superatif kronik. Jogjakarta.
2010. Diunggah dari alama:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21586/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

16

Anda mungkin juga menyukai