Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

OTOSKLEROSIS

DISUSUN OLEH

Felix Nifalo

030.14.067

PEMBIMBING

dr. Dumasari Siregar, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

PERIODE 4 JUNI 2018 – 21 JULI 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang telah mengizinkan referat ini terlaksana, karena
berkat anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Otosklerosis”.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas dari syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit THT di RSUD Budhi Asih Periode 4 Juni 2018 – 21 Juli 2018.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Dumasari Siregar, Sp.THT-KL sebagai


pembimbing, dokter dan staf-staf Ilmu Penyakit THT di RSUD Budhi Asih, teman-teman
sesama CoAssisten Ilmu Penyakit THT di RSUD Budhi Asih, dan semua pihak yang turut
serta memberikan bantuan, doa, semangat, dan membantu kelancaran dalam proses
penyusunan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, namun besar
pengharapan penulis bagi pembaca untuk memberikan masukan dan kritikan yang akan saya
pertimbangkan untuk memperbaiki referat ini menjadi lebih baik. Terima kasih dan Tuhan
memberkati.

Jakarta, 9 Juli 2018

Penulis

Felix Nifalo

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................. …i
KATA PENGANTAR............................................................................................... ...ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ..iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................2
2.1 Anatomi Telinga……………..…………….......................................2
2.1.1 Telinga Luar………………………………………….…..…….2
2.1.2 Telinga Tengah…………………………………………...…….3
2.1.3 Telinga Dalam…………………………………………...……..6
2.2 Fisiologi Pendengaran………………………………………..….….10
2.3 Definisi……......................................................................................11
2.4 Etiologi............................................................................................. .11
2.5 Epidemiologi.................................................................................... .12
2.6 Patofisiologi..................................................................................... .12
2.7 Gejala Klinis.................................................................................... .14
2.8 Diagnosis......................................................................................... .14
2.9 Diagnosis Banding........................................................................... .16
2.10 Tatalaksana....................................................................................... .16
2.11 Prognosis......................................................................................... .22

BAB III KESIMPULAN.........................................................................................23


DAFTAR PUSTAKA................................................................................................24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami


spongiosis di daerah kaki stapes dan pada tahap selanjutnya mengeras menjadi sklerotik.
Sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan suara ke labirin dengan baik
kemudian terjadilah gangguan pendengaran.1

Patofisiologi terjadinya otosklerosis belum diketahui secara pasti. Proses otospongiosis


sampai sklerosis biasanya terjadi pada foramen ovale, tetapi dapat juga mengenai ligamentum
anulare dan dapat menyebabkan fiksasi stapes dan proses tersebut dapat juga mengenai
koklea dan labirin.

Dalam kondisi normal suara dihantarkan dari meatus akustikus eksterna ke membran
timpani berupa gelombang-gelombang suara yang menggetarkan membran timpani dan
secara simultan menggerakkan rantai osikule (maleus, inkus, stapes) menuju ke telinga
dalam. Jika tulang-tulang dalam telinga tengah tidak bervibrasi secara normal maka telinga
dalam tidak bisa menerima keseluruhan getaran suara dan terjadilah penurunan pendengaran.
Hal inilah yang terjadi pada otosklerosis. Walaupun maleus dan inkus bergerak secara normal
tapi stapes terfiksasi karena proses otosklerosis. Sehingga gelombang suara tidak dapat
dihantarkan dengan baik.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Anatomi telinga dibagi menjadi 3 yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.2

2.1.1 Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi
kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus
akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri
dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan
sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah
mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler
yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-
coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap
debu dan mencegah infeksi.2

2
Gambar 2.1 Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan frontal telinga.2

2.1.2 Telinga Tengah2


Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
 Batas luar : Membran timpani
 Batas depan : Tuba eustachius
 Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
 Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
 Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak)
 Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium.

3
Gambar 2.2 Dinding-dinding pada Telinga Tengah3

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut Pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars
Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar
ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis
lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian
dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut umbo. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan
radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang
berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik
garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada
garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang,
bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi
membran timpani.

4
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang
tersusun dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang
pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus
maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian.2
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada
lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan.
Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan
stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes
diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang
disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius
termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring
dengan telinga tengah.2

Gambar 2.3 Membran Timpani

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran


eustachius (tuba auditiva/tuba eustachius), yang berfungsi untuk menjaga
keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane timpani. Tuba eustachius
akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan. Ketika
terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik

5
untuk mencegah pecahnya membran timpani. Karena ketika mulut terbuka,
tuba eustachius membuka dan udara akan masuk melalui tuba eustachius ke
telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan
dalam dan permukaan luar membran timpani.2

2.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimf skala timpani dengan
skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus
koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimf, sedangkan
skala media berisi endolimf. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada
membran ini terletak organ korti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis korti, yang membentuk organ korti.

6
Gambar 2.4 Labirin Telinga Dalam

Koklea
Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada
manusia panjangnya 35 mm. Koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali
putaran yang mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang
terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang
dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari
lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung,
lamina spiralis membranasea. Ruang yang mengandung perilimfa ini dibagi
menjadi: skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani (bagian bawah).
Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan
helikotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala timpani
berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis
membranasea kearah perifer atas, terdapat membran yang dinamakan
membrana Reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang
dibatasi oleh:
1. Membrana Reissner bagian atas
2. Lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. Dinding luar koklea

7
Saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membran
yang berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.
Disini terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.2

Gambar 2.5 Koklea.2

Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada


membran basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya
membran basilaris dari basis koklea sampai ke atas bertambah dan lamina
spiralis ossea berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis
koklea. Sebaliknya nada rendah berpengaruh di bagian atas (ujung) dari
koklea.2

Gambar 2.6 Organ korti

Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membran, yaitu membran
tektoria. Membran ini berpangkal pada krista spiralis dan berhubungan dengan
alat persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang,
sel-sel persepsi yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat
ruangan (saluran) yang berisi kortilimf.2
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan
duktus reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial

8
cavum timpani menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum
timpani. Tonjolan ini dinamakan promontorium.

Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang
juga berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen
ovale) yang berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya
telapak (foot plate) dari stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-
gelembung bagian membrane sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung
sakkulus dan utrikulus berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus
utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus endolimfatikus yang
berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak pada bagian
belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakus endolimfatikus. Saluran
ini buntu.2
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-
sel penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula
sakkuli. Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.2

Kanalis semisirkularis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak
lurus satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran
yang terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan
dengan antrum mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis
semisirkularis horizontalis (lateralis).2
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa
crania media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan,
eminentia arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis
semi sirkularis superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis
semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum
sebagai krus komunis.2
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis
semisirkularis ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf.
Didalam kanalis semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat

9
melebarnya kanalis semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini
dinamakan ampulla.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada
Krista ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut
dari sel persepsi ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ
gelatinous yang mencapai atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh
ampulla.

2.2 Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun


telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan
tingkap lonjong (oval window). Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan
diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimf pada
skala vestibule bergerak.3
Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimf,
sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan
ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps yang akan
menimbulkan potensial aksi pada nervus auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.3

Gambar 2.7 Fisiologi Pendengaran.3

10
2.3 Definisi

Otosklerosis adalah penyakit primer dari tulang-tulang pendengaran dan kapsul tulang
labirin. Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada bagian telinga tengah khususnya
pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan sekitar jendela ovalis
sehingga dapat mengakibakan fiksasi pada stapes.4

2.4 Etiologi
Penyebab otosklerosis belum diketahui pasti tetapi ada kemungkinan beberapa
fakta di bawah ini5:
1. Anatomi
Tulang labirin terbuat dari enchondral dimana terjadi sedikit perubahan selama
kehidupan, tapi terkadang pada tulang keras ini terdapat area kartilago yang oleh
karena faktor non spesifik tertentu diaktifkan untuk membentuk tulang spongios
baru. Salah satu area tersebut adalah fissula ante fenestram yang berada di depan
oval window yang merupakan predileksi untuk otospongiosis tipe stapedium.
2. Herediter
Sekitar 50% otosklerosis memiliki riwayat keluarga.
3. Ras
Kulit putih lebih banyak dari pada kulit hitam.
4. Jenis kelamin
Perempuan 2 kali lebih banyak dari pada laki-laki
5. Usia
Ketulian biasanya diawali pada usia 20 sampai 30 tahun dan jarang sebelum usia
10 dan sesudah 40 tahun
6. Faktor lain
Kehamilan, menopause, kecelakaan, setelah operasi besar
7. Penyakit Paget
Secara histologi sama dengan otosklerosis namun untuk membedakannya penyakit
paget ini bermula dari lapisan periosteal dan melibatkan tulang endokondral.
Keterlibatan tulang temporal dapat mengakibatkan tuli sensorineural, namun
keterlibatan stapes jarang dijumpai.

11
2.5 Epidemiologi
Insiden otosklerosis paling tinggi pada kulit putih (8-10%), bangsa Jepang 1%,
Afrika Amerika 1%.5 Otosklerosis sering dimulai di usia pertengahan tapi bisa juga
lebih awal (15-45 thn). Menurut Morison angka kejadian 90 % pada usia 15-45 tahun,
dua persen di bawah usia 2 tahun, tiga persen antara 10-15 tahun dan empat persen
diatas usia 45 tahun.6
Angka kejadian otosklerosis lebih banyak didapatkan pada wanita dari pada
laki-laki dengan perbandingan 2:1. Pada wanita hamil penyakit otosklerosis
memburuk menjadi lebih progresif dibanding wanita tidak hamil.6
Sering mulainya tuli menyertai kehamilan atau tampak kehamilan
mempercepat terjadinya otosklerosis. Beberapa peneliti menemukan bahwa kurang
lebih 50 % dari penderita otosklerosis keluhan gangguan pendengaran meningkat
sehubungan dengan kehamilannya.5
Otosklerosis bersifat herediter yang diturunkan secara autosomal dominan.
Tetapi penetrance dan ekspresi di masing – masing derajat sangat berbeda sehingga
sulit dibuat inheritance patternnya.

2.6 Patofisiologi
Remodelling tulang normal terjadi 10% per tahun di seluruh regio skeletal;
namun, kapsula otik normal mengalami remodelling tulang yang sangat minimal—
hanya 0.13% per tahun.1
Pada pasien dengan otosklerosis, remodeling tulang dalam kapsul otik
meningkat, menyebabkan akumulasi endapan tulang yang merusak struktur audiologi
dan memperburuk transmisi suara normal. Luasnya remodeling tulang menyimpang di
kapsul otik langsung berkorelasi dengan temuan audiologi yang abnormal.
Remodeling tulang abnormal pada otosklerosis terjadi dalam tiga fase:
 Fase otospongiosis, yang mewakili peningkatan aktivitas osteoklas dan
mikrovaskularitas.7
 Fase transisional, yang dimulai dengan deposit tulang spons oleh osteoblas di
daerah reabsorpsi tulang sebelumnya.7

12
 Fase otosklerotik, ditandai dengan deposit tulang spons berkembang menjadi
tulang padat yang menyempit mikrosirkulasi yang sebelumnya dikembangkan
pada fase otospongiosis.
Lesi yang menyimpang ini dapat terjadi di banyak daerah di area berikut:
anterior ke oval window dan kaki stapes (80%), round window (30%), daerah
pericochlear (21%), dan segmen anterior dari kanal auditori internal (19% ).8

PL. Dhingra mengklasifikasikan tipe otosklerosis sebagai berikut:9


1. Otosklerosis stapedial
Otosklerosis stapedial disebabkan karena fiksasi stapes dan tuli konduktif umumnya
banyak dijumpai. Lesi ini dimulai dari depan oval window dan area ini disebut ‘fissula
ante fenestram’. Lokasi ini menjadi predileksi (fokus anterior). Lesi ini bisa juga
dimulai dari belakang oval window (fokus posterior), disekitar garis tepi footplate
stapes (circumferential), bukan di footplate tetapi di ligamentum annular yang bebas
(tipe biskuit). Kadang-kadang bisa menghilangkan relung oval window secara lengkap
(tipe obliteratif).
2. Otosklerosis koklear
Otosklerosis koklear melibatkan region sekitar oval window atau area lain di dalam
kapsul otik dan bisa menyebabkan tuli sensorineural. Kemungkinan disebabkan
material toksik di dalam cairan telinga dalam
3. Otosklerosis histologi
Tipe otosklerosis ini merupakan gejala sisa dan tidak dapat menyebabkan tuli
konduktif dan tuli sensorineural.

Gambar 2.8. Tipe otosklerosis stapedial. (A) Fokus anterior. (B) Fokus posterior. (C)
Sirkumferensial. (D) tipe biskuit. (E) Obliteratif.9

13
Lokasi predileksi untuk keterlibatan otosklerotik adalah:
1. Anterior oval window (80-90%)
2. Tepi dari round window (30-50%)

2.7 Gejala Klinis


Penyakit otosklerosis mempunyai gejala klinis sebagai berikut 9:
1. Penurunan pendengaran
Gejala ini timbul dan biasanya dimulai pada usia 20-an, tidak terasa sakit dan
progresif dengan onset yang lambat. Biasanya tipe konduktif dan bilateral.
2. Paracusis willisii
Seorang pasien otosklerotik mendengar lebih baik di keramaian daripada di
lingkungan yang sepi. Hal ini disebabkan oleh karena orang normal akan
meningkatkan suara di lingkungan yang ramai.
3. Tinnitus seringkali dijumpai pada otosklerosis koklear dan lesi yang aktif.
4. Vertigo merupakan gejala yang tidak lazim. Pasien bicara pelan dan monoton.

2.8 Diagnosis
Diagnosis otosklerosis berdasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan audiometri. Diagnosis pasti dengan eksplorasi telinga tengah.
Pendengaran terasa berkurang secara progresif dan lebih sering terjadi bilateral.
Otosklerosis khas terjadi pada usia dewasa muda. Setelah onset, gangguan
pendengaran akan berkembang dengan lambat. Penderita perempuan lebih banyak
dari laki-laki, umur penderita antara 11-45 tahun, tidak terdapat riwayat penyakit
telinga dan riwayat trauma kepala atau telinga sebelumnya.4
Pada pemeriksaan ditemukan membran timpani utuh, kadang-kadang tampak
promontorium agak merah jambu, terutama bila membran timpaninya transparan.
Gambaran tersebut dinamakan tanda Schwartze yang menandakan adanya fokus
otosklerosis yang sangat vaskuler.4
Pada pemeriksaan dengan garpu tala menunjukkan uji Rinne negatif. Uji
Weber sangat membantu dan akan positif pada telinga dengan otosklerosis unilateral
atau pada telinga dengan ketulian konduktif yang lebih berat.
Pemeriksaan audiometri menunjukkan tipikal tuli konduktif ringan sampai
sedang yang menunjukkan adanya penurunan hantaran udara pada frekuensi rendah.
Hantaran tulang normal. Air-bone gap lebih lebar pada frekuensi rendah. Dalam

14
beberapa kasus tampak adanya cekungan pada kurva hantaran tulang. hal ini berlainan
pada frekuensi yang berbeda namun maksimal pada 2000 Hz yang disebut dengan
Carhart’s notch (5 dB pada 500 Hz, 10 dB pada 1000 Hz, 15 dB pada 2000 Hz dan
5dB pad 4000 Hz) Pada otosklerosis dapat dijumpai gambaran Carhart’s notch.9

Gambar 2.9 Carhart’s notch.9


Timpanogram bisa menurun (As) atau normal. Refleks stapedial mungkin normal
pada fase awal tetapi tidak didapatkan pada fiksasi stapes. Speech reception threshold dan
speech discrimination sering normal, kecuali pada kasus dengan terlibatnya koklea.

Gambar 2.10 Timpanogram.9

Secara klinis, pemeriksaan High-resolution computed tomography (CT) dan magnetic


resonance imaging (MRI) sedikit berguna untuk evaluasi otosklerosis. Pada high-resolution
computed tomography (CT), dapat diidentifikasikan lesi sklerotik.

15
Gambar 2.11 CT Scan temporal potongan aksial menunjukkan area kapsul otik yang
radiolusen.10

2.9 Diagnosis Banding1


1. Otitis media sekretori (otitis media dengan efusi)
2. Otitis media adhesi
3. Ossicular chain disruption
4. Fiksasi ossikular kongenital
5. Sindrom Vander Hoeve
6. Timpanosklerosis
7. Penyakit paget

2.10 Tatalaksana
2.10.1 Medikamentosa
Shambaugh dan Scott memperkenalkan penggunaan sodium
fluoride sebagai pengobatan dengan dosis 30-60 mg/hari salama 2 tahun,
berdasarkan keberhasilan dalam terapi osteoporosis. Sodium fluoride ini
akan meningkatkan aktivitas osteoblast dan meningkatkan volume tulang.
Efeknya mungkin berbeda, pada dosis rendah merangsang dan pada dosis
tinggi menekan osteoblas. Biphosphonat yang bekerja menginhibisi
aktivitas osteoklastik dan antagonis sitokin yang dapat menghambat
resorbsi tulang mungkin bisa memberi harapan di masa depan. Saat ini,
tidak ada rekomendasi yang jelas terhadap pengobatan penyakit ini.9

16
Indikasi pemberian sodium fluoride

- Pasien otosklerosis yang tidak dapat dilakukan tindakan bedah


memperlihatkan tuli saraf progresif yang tidak sebanding dengan
usianya.
- Pasien dengan tuli saraf di mana menunjukkan otosklerosis koklea.
- Pasien yang secara politomografi memperlihatkan perubahan spongiotik
pada kapsul koklea.
- Pasien dengan tanda Schwartze positif.

Kontraindikasi pemberian sodium fluoride.

- Pasien dengan nefritis kronis yang disertai retensi nitrogen


- Pasien dengan rheumatoid arthritis kronis
- Pada anak-anak yang pertumbuhan tulangnya belum sempurna
- Pasien yang alergi dengan fluorida
- Pasien dengan fluorosis tulang

Efek samping sodium floride.


Gangguan gastrointestinal adalah efek samping yang paling sering
ditemukan namun bisa dicegah dengan mengkonsumsinya setelah makan.
Peningkatan pada gejala-gejala pada persendian dapat timbul pada
penderita.

2.10.2 Operasi
Penatalaksanaan operasi dengan stapedektomi dan stapedotomi telah
digunakan secara luas sebagai prosedur pembedahan yang dapat
meningkatkan pendengaran pada penderita dengan gangguan pendengaran
akibat otosklerosis.11
a. Stapedektomi
Penatalaksanaan dengan operasi stapedektomi merupakan
pengobatan pilihan. Stapedektomi merupakan operasi dengan
membuang seluruh footplate. Operasi stapedektomi pertama kali
dilakukan oleh Jack dari Boston, Massachusetts pada 1893, dengan

17
hasil yang baik. Operasi stapedektomi pada otosklerosis disisipkan
protesis di antara inkus dan oval window. Protesis ini dapat berupa
sebuah piston teflon, piston stainless steel, piston platinum teflon atau
titanium teflon. Piston teflon, merupakan protesis yang paling sering
digunakan saat ini. Hampir 90% pasien mengalami kemajuan
pendengaran setelah dilakukan operasi dengan stapedektomi.9

Gambar 2.12 (A). sebelum stapedektomi. (B). stapedektomi dan penggantian dengan Piston
teflon.11

Gambar 2.13 Protesis stapes. (A) piston teflon, (B) piston platinum teflon, (C) piston
titanium Teflon.11

Dasar tindakan ini adalah membuat foramen oval yang paten,


menutupnya suatu membran baik alamiah maupun artifisial dan
membuat hubungan antara inkus dengan membran baru yang menutupi
foramen ovale. Pemaparan daerah foramen ovale diperlukan
mikroskop operasi dan penahan spekulum. Insisi dibuat dibagian
posterior dan superior dinding liang telinga dan berjarak cukup dari
anulus untuk menjamin tersedianya jabir kulit yang cukup banyak yang
menutup kerusakan dinding tulang yang dibuang untuk memaparkan
stapes. Lippy et al. 2008 menyatakan stapedektomi pada pasien tua
(70-92 tahun) memberikan hasil yang sama baik seperti terlihat pada
pasien yang lebih muda. Pasien dengan usia tua bukan bearati tidak

18
memiliki kestabilan yang lebih rendah dari pada pasien dengan usia
lebih muda. Jika ditemukan footplate salah satu telinga tertutup
(obliterated) maka terdapat 40% kemungkinan akan ditemukan pada
telinga lainnya.9

b. Stapedotomi
Pada teknik stapedotomi, dibuat lubang di footplate, dilakukan
hanya untuk tempat protesis (Gambar 2.14). Teknik yang
diperkenalkan oleh Fisch, sebuah lubang setahap demi setahap
dibesarkan dengan hand-held drill sampai diameter 0,6 mm. Stapes
digantikan dengan protesis yang dipilih kemudian ditempatkan pada
lubang dan dilekatkan ke inkus. Ukuran protesis yang digunakan
sedikit lebih panjang (0,25 mm) dibandingkan dengan jarak antara
inkus dan footplate untuk memastikan kontak dengan ruang perilimf
dan mencegah pergeseran selama proses penyembuhan.9
Banyak ahli otologi menganjurkan penggunaan laser pada
stapedotomi. Keuntungan penggunaan laser adalah mengurangi
manipulasi terhadap suprastruktur dan footplate. Efek termalnya dapat
diabaikan. Kerugiannya adalah waktu lebih lama, mahal dan
memerlukan peralatan. Perkin dan Curto mempopulerkan kombinasi
stapedotomi laser dengan jaringan untuk menutup lubang. Graft vena
dipasang di atas lubang yang dibor pada blok teflon. Protesis dipasang
pada lubang dan graft vena dibiarkan mengering dan melekat di
protesis. Serpihan tulang yang dibuat laser secara lembut disisihkan
dengan sebuah pengait. Protesis dengan graft yang melekat dipasang di
atas fenestra dengan ujungnya menuju vestibulum dan kemudian
diletakkan di bawah inkus.

19
Gambar 2.14 Teknik Stapedotomi (A) Fenestrasi footplate, (B) Menempatkan protesis di
fenestra.11

Gambar 2.15 Teknik stapedotomi dengan graft vena (A) Graft dilekatkan ke protesis, (B)
Laser stapedotomi, (C) Protesis dan graft dilekatkan.11

Sejak diperkenalkan operasi stapes selama lebih dari 40 tahun


yang lalu banyak penelitian menunjukkan keberhasilan dalam
penatalaksanaan penurunan pendengaran pada pasien dengan
otosklerosis. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Marshese et al.
2006 menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
hal hasil pendengaran antara stapedektomi dengan stapedotomi.

Seleksi Pasien.
Seleksi pasien untuk operasi didasarkan pada pemeriksaan
audiologi dan pemeriksaan fisik. Lebih disukai adalah pasien dengan
aerasi telinga tengah yang normal, tidak ada infeksi atau perforasi

20
membran timpani dan dengan tes Rinne menunjukkan hantaran tulang
lebih besar daripada hantaran udara.9
Bila penyakit bilateral, telinga yang lebih jelek diobati lebih
dahulu, diikuti dengan telinga lainnya, sekurang-kurangnya 6 bulan
kemudian.

Kontraindikasi operasi11

1. Pasien yang menderita penyakit diabetes melitus, hipertensi, gangguan


pembekuan darah.
2. Usia tua di atas 70 tahun.
3. Anak-anak.
4. Tuli konduktif dengan penyebab lain.
5. Adanya gangguan lain di telinga seperti otitis eksterna, otitis media
aktif atau perforasi membran timpani.
6. Pasien hanya memiliki satu telinga yang mendengar.
7. Kehamilan.

Komplikasi stapedektomi11
1. Perforasi membran timpani
2. Paralisis nervus fasialis
3. Hematotimpanum
4. Fistula perilimf
5. Tuli sensorineural
6. Labirinitis
7. Otitis media akut

2.10.3 Alat Bantu Dengar


Alat bantu dengar dapat digunakan apabila pasien menolak untuk
dilakukan operasi atau keadaan umum yang tidak memungkinan untuk
dilakukan tindakan operasi. Hal ini merupakan penatalaksanaan alternatif
yang efektif.9

21
2.11 Prognosis

Dua persen dari pasien yang menjalani operasi stapedektomi mengalami


penurunan fungsi pendengaran tipe sensorineural hearing loss. Penurunan
pendengaran setelah stapedektomi diperkirakan muncul pada rata-rata 3,2 dB dan 9,5
dB per dekade. Penurunan frekuensi tinggi secara lambat dapat terlihat pada follow up
jangka panjang. Satu dari 200 pasien kemungkinan dapat mengalami tuli total.10

22
BAB III
KESIMPULAN

1. Otosklerosis merupakan kelainan genetik pada kapsul tulang labirin yang disebabkan
oleh perubahan metabolisme tulang berupa pembentukan baru tulang spongiosus dan
sekitar jendela ovalis yang menyebabkan penebalan tulang pada fissula ante
fenestrum sehingga terjadi fiksasi pada footplate stapes.
2. Gejala klinis dari penyakit otosklerosis adalah penurunan pendengaran secara
progresif, biasanya tipe konduktif dan bilateral, paracusis willisii, tinnitus, serta
vertigo.
3. Diagnosis otosklerosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang berupa audiometri dan radiologi. Diagnosis pasti dengan eksplorasi telinga
tengah.
4. Penatalaksanaan otosklerosis secara medikamentosa dengan sodium floride dosis 30-
60 mg/hari selama 2 tahun, operasi dengan stapedektomi ataupun stapedotomi dan
alat bantu dengar.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Ealy M, Smith RJ. Otosclerosis. Adv Otorhinolaryngol. 2011;70: 122-129.


2. Netter FH. Atlas of Human Anatomy 5th Edition. Philadelphia: Saunders/Elsevier,
2006:10:71-2
3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Ketujuh. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia:2015:1. p.14
4. Djaafar ZA, Helmi dan Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;
2007. p.64-77
5. Roland PS, Samy RN. Otosclerosis. In: Bailey BJ & Johnson JT . Head & Neck
Surgery-Otolaryngology 4th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins. 2006:
2125-2137.
6. Patient UK. Otosclerosis. 2005; Available at :
http://www.patient.co.uk/showdoc/23069149/-32k. Accessed July 9, 2018
7. Rudic M, Keogh I, Wagner R, et al. The pathophysiology of otosclerosis: review of
current research. Hear Res. 2015;30 (Pt A):51-56.
8. Arnold W. Some remarks on the histopathology of otosclerosis. Adv
Otorhinolaryngol. 2007;65:25-30.
9. Dhingra PL. Otosclerosis. In: Diseases of Ear, Nose and Throat. 6th Ed. New Delhi:
Elsevier; 2014.p. 86-9
10. Boahene DK, Driscoll CL. Otosclerosis. In : Lalwani AK, ed. Current Diagnosis &
Treatment in Otolaryngology - Head & Neck Surgery. USA: The McGraw-Hill
Companies Inc; 2008.p. 673-82
11. Lippy WH, Berenholz LP. Pearls on otosclerosis and stapedectomy. Ear, Nose &
Throat Journal: 2008; 87 (6).p. 326

24

Anda mungkin juga menyukai