Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

OTOSKLEROSIS

PENYUSUN :
Iriamana Liasyarah Marudin, S.Ked
K1A1 15 018

PEMBIMBING :
dr. Daud Rantetasak , Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Iriamana Liasyarah Marudin, S.Ked (K1A1 15 018)

Judul Referat : Otosklerosis

Telah menyelesaikan tugas Referat dalam rangka kepaniteraan klinik Bagian Ilmu

Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala-Leher di Fakultas Kedokteran,

Universitas Halu Oleo.

Kendari, Oktober 2019

Mengetahui:

Pembimbing,

dr. Daud Rantetasak, Sp.THT-KL


OTOSKLEROSIS

Iriamana Liasyarah Marudin, Daud Rantetasak

A. PENDAHULUAN

Suatu penyebab umum tuli konduktif pada orang dewasa adalah

otosklerosis. Otosklerosis merupakan gangguan autosomal dominan yang

terjadi pada pria maupun wanita dan mulai menyebabkan tuli konduktif

progresif pada awal masa dewasa. Pasien mengalami gejala gejala pada akhir

usia belasan atau awal 20-an. Meskipun biasanya bilateral, otosklerosis dapat

pula unilateral. Secara histologis, otosklerosis cukup lazim terjadi pada hampir

10 persen populasi. Namun, hanya persentase kecil yang kemudian

bermanifestasi secara klinis sebagai gangguan pendengaran. Otosklerosis

merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis di

daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat

menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik 1

Otosklerosis pertama kali diidentifikasi dan dilaporkan oleh Adam

Politzer dengan ciri khas penyakit ini adalah fiksasi stapes dengan gangguan

pendengaran konduktif yang dihasilkan. Otosklerosis adalah suatu penyebab

konduktif yang paling umum gangguan pendengaran pada orang dewasa

dengan membran timpani yang tampak normal. Usia onset gangguan

pendengaran biasanya pada dekade ketiga kehidupan2

Otosklerosis adalah salah satu dari bentuk hilangnya pendengaran pada

orang dewasa yang umum ditemukan, dengan prevalensi 0,3-0,4% pada

Kaukasian. Prevalensinya rendah pada orang kulit hitam. Perempuan terkena

1
dua kali lebih banyak daripada laki-laki. Penyakit ini ditandai dengan proses

remodeling tulang yang abnormal yaitu pada kapsul otik. Apabila lesi dari

tulang yang remodeling menginvasi sendi stapedio-vestibulo dan

menyebabkan gerakan stapes terganggu sehingga menjadi tuli konduktif,

namun 10% dari penderita mengalami tuli sensorineural walaupun penyebab

tuli sensorineural disini tidak diketahui, mungkin berkaitan dengan proses

remodeling pada labirin, suatu proses sekresi enzim menyebabkan kerusakan

pada koklea.3

B. ANATOMI TELINGA

Sistem organ pendengaran perifer terdiri dari struktur organ pendengaran

yang berada di luar otak dan batang otak yaitu telinga luar, telinga tengah,

telinga dalam dan saraf kokhlearis sedangkan organ pendengaran sentral adalah

struktur yang berada di dalam batang otak dan otak yaitu nukleus koklearis,

nukleus olivatorius superior, lemnikus lateralis, kolikulus inferior dan kortek

serebri lobus temporalis area wernicke (gambar 1) 4

Gambar 1. Skema organ pendengaran perifer dan sentral 4

2
1. Anatomi Telinga Luar

Telinga luar merupakan bagian telinga yang terdapat di lateral dari

membran timpani, terdiri dari aurikulum, meatus akustikus eksternus

(MAE) dan membran timpani (MT) (gambar 2) 5

Gambar 2. Gambar anatomi telinga 5

Aurikulum merupakan tulang rawan fibro elastis yang dilapisi

kulit, berbentuk pipih dan permukaannya tidak rata. Melekat pada tulang

temporal melalui otot-otot dan ligamen. Bagiannya terdiri heliks,

antiheliks, tragus, antitragus dan konka. Daun telinga yang tidak

mengandung tulang rawan ialah lobulus (gambar 3).5

Gambar 3. Auris eksterna 5

3
Aurikulum dialiri arteri aurikularis posterior dan arteri temporalis

superfisialis. Aliran vena menuju ke gabungan vena temporalis

superfisialis, vena aurikularis posterior dan vena emissary mastoid.

Inervasi oleh cabang nervus cranial V, VII, IX dan X. 5,4

MAE merupakan tabung berbentuk S, dimulai dari dasar konka

aurikula sampai pada membran timpani dengan panjang lebih kurang 2,5

cm dan diameter lebih kurang 0,5 cm. MAE dibagi menjadi dua bagian

yaitu pars cartilage yang berada di sepertiga lateral dan pars osseus yang

berada di dua pertiganya. Pars cartilage berjalan ke arah posterior

superior , merupakan perluasan dari tulang rawan daun telinga, tulang

rawan ini melekat erat di tulang temporal, dilapisi oleh kulit yang

merupakan perluasan kulit dari daun telinga , kulit tersebut mengandung

folikel rambut, kelenjar serumen dan kelenjar sebasea. Kelenjar serumen

memproduksi bahan seperli lilin berwarna coklat merupakan

pengelupasan lapisan epidermis, bahan sebaseus dan pigmen disebut

serumen atau kotoran telinga. Pars osseus berjalan ke arah antero inferior

dan menyempit di bagian tengah membentuk ismus. Kulit pada bagian ini

sangat tipis dan melekat erat bersama dengan lapisan subkutan pada

tulang. Didapatkan glandula sebasea dan glandula seruminosa, tidak

didapatkan folikel rambut (gambar 4).4

4
Gambar 4. Gambar kelenjar pada liang telinga4

MAE dialiri arteri temporalis superfisialis dan arteri aurikularis

posterior serta arteri aurikularis profundus. Darah vena mengalir ke vena

maksilaris, jugularis eksterna dan pleksus venosus pterygoid. Aliran

limfe menuju ke lnn. aurikularis anterior, posterior dan inferior. Inervasi

oleh cabang aurikularis dari n. vagus dan cabang aurikulotemporalis dari

n. mandibularis. 4

MT berbentuk kerucut dengan puncaknya disebut umbo , dasar MT

tampak sebagai bentukan oval. MT dibagi dua bagian yaitu pars tensa

memiliki tiga lapisan yaitu lapisan skuamosa, lapisan mukosa dan lapisan

fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat melingkar dan radial yang

membentuk dan mempengaruhi konsistensi MT. Pars flasida hanya

memiliki dua lapis saja yaitu lapisan skuamosa dan lapisan mukosa. Sifat

arsitektur MT ini dapat menyebarkan energi vibrasi yang ideal (gambar

5). 4,5

5
MT bagian medial disuplai cabang arteri aurikularis posterior,

lateral oleh ramus timpanikus cabang arteri aurikularis profundus. Aliran

vena menuju ke vena maksilaris, jugularis eksterna dan pleksus venosus

pterygoid. Inervasi oleh nervus aurikularis cabang nervus vagus, cabang

timpanikus nervus glosofaringeus of Jacobson dan nervus

aurikulotemporalis cabang nervus mandibularis. 4

Gambar 5. Gambar membran timpani 4

2. Anatomi Telinga Tengah

Ruang telinga tengah disebut juga kavum tympani (KT) atau

tympanic cavity. Dilapisi oleh membran mukosa, topografinya di bagian

medial dibatasi oleh promontorium, lateral oleh MT, anterior oleh muara

tuba Eustachius, posterior oleh aditus ad antrum dari mastoid, superior

oleh tegmen timpani fossa kranii, inferior oleh bulbus vena jugularis.

6
Batas superior dan inferior MT membagi KT menjadi epitimpanium atau

atik, mesotimpanum dan hipotimpanum. 4

Telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran, susunan dari luar

ke dalam yaitu maleus, incus dan stapes yang saling berikatan dan

berhubungan membentuk artikulasi.. Prosesus longus maleus melekat

pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat

pada stapes. Stapes terletak tingkap lonjong atau foramen ovale yang

berhubungan dengan koklea (gambar 6). 4, 5

Gambar 6. Skema hubungan antara membran timpani osikel 4

Telinga tengah terdapat dua buah otot yaitu m. tensor timpani dan

m. stapedius. M tensor timpani berorigo di dinding semikanal tensor

timpani dan berinsersio di bagian atas tulang maleus, inervasi oleh

cabang saraf trigeminus. Otot ini menyebabkan membran timpani tertarik

ke arah dalam sehingga menjadi lebih tegang dan meningkatkan

frekuensi resonansi sistem penghantar suara dan melemahkan suara

7
dengan frekuensi rendah. M. stapedius berorigo di dalam eminensia

pyramid dan berinsersio di ujung posterior kolumna stapes, hal ini

menyebabkan stapes kaku, memperlemah transmini suara dan

meningkatkan resonansi tulang-tulang pendengaran. Kedua otot ini

berfungsi mempertahankan, memperkuat rantai osikula dan meredam

bunyi yang terlalu keras sehingga dapat mencegah kerusakan organ

koklea. Telinga tengah berhubungan dengan nasopharing melalui tuba

Eustahcius. 4,5

Suplai darah untuk kavum timpani oleh arteri timpani anterior,

arteri stylomastoid, arteri petrosal superficial, arteri timpani inferior.

Aliran darah vena bersama dengan aliran arteri dan berjalan ke dalam

sinus petrosal superior dan pleksus pterygoideus. 4,5

3. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam (TD) terletak di dalam tulang temporal bagian

petrosa, di dalamnya dijumpai labirin periotik yang mengelilingi struktur

TD yaitu labirin, merupakan suatu rangkaian berkesinambungan antara

tuba dan rongga TD yang dilapisi epitel. Labirin terdiri dari labirin

membran berisi endolim yang merupakan satu-satunya cairan

ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium.

Labirin membran ini di kelilingi oleh labirin tulang di antara labirin

tulang dan membran terisi cairan perilim dengan komposisi elektrolit

tinggi natrium rendah kalium. Labirin terdiri dari tiga bagian yaitu pars

superior, pars inferior dan pars intermedia. Pars superior terdiri dari

8
utrikulus dan saluran semisirkularis, pars inferior terdiri dari sakulus dan

koklea sedangkan pars intermedia terdiri dari duktus dan sakus

endolimpaticus (gambar 7). 4,5

Gambar 7. Skema labirin 4

Fungsi TD ada dua yaitu koklea yang berperan sebagai organ

auditus atau indera pendengaran dan kanalis semisirkularis sebagai alat

keseimbangan. Kedua organ tersebut saling berhubungan sehingga

apabila salah satu organ tersebut mengalami gangguan maka yang lain

akan terganggu. 5

TD disuplai oleh arteri auditorius interna cabang dari arteri

cerebelaris inferior. Aliran darah vena bersama dengan aliran arteri.

1) Koklea

Koklea adalah organ pendengaran berbentuk menyerupai rumah

siput dengan dua dan satu setengah putaran pada aksis memiliki

panjang lebih kurang 3,5 centimeter. Sentral aksis disebut sebagai

modiolus dengan tinggi lebih kurang 5 milimeter, berisi berkas saraf

dan suplai arteri dari arteri vertebralis.

9
Struktur duktus koklea dan ruang periotik sangat kompleks

membentuk suatu sistem dengan tiga ruangan yaitu skala vestibuli,

skala media dan skala timpani. Skala vestibuli dan skala tympani

berisi cairan perilim sedangkan skala media berisi endolimf. Skala

vestibuli dan skala media dipisahkan oleh membran reissner, skala

media dan skala timpani dipisahkan oleh membran basilar 4,5

Gambar 8. Skema labirin. 4

2) Organon Corti

Organon corti (OC) terletak di atas membran basilaris dari basis

ke apeks, yang mengandung organel penting untuk mekanisme saraf

pendengaran perifer terdiri dari tiga bagian sel utama yaitu sel

penunjang, selaput gelatin penghubung dan sel-sel rambut yang dapat

membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran suara

(gambar 9). 4

10
Gambar 9. Organon Corti. 4

OC terdiri satu baris sel rambut dalam yang berjumlah sekitar

3000 dan tiga baris sel rambut luar yang berjumlah sekitar 12 000.

Rambut halus atau silia menonjol ke atas dari sel-sel rambut

menyentuh atau tertanam pada permukaan lapisan gel dari membran

tektorial. Ujung atas sel-sel rambut terfiksasi secara erat dalam

struktur sangat kaku pada lamina retikularis. Serat kaku dan pendek

dekat basis koklea mempunyai kecenderungan untuk bergetar pada

frekuensi tinggi sedangkan serat panjang dan lentur dekat helikotrema

mempunyai kecenderungan untuk bergetar pada frekuensi rendah. 4

11
3) Saraf Koklearis

Sel-sel rambut di dalam OC diinervasi oleh serabut aferen dan

eferen dari saraf koklearis cabang dari nervus VIII, 88 % Serabut

aferen menuju ke sel rambut bagian dalam dan 12 % sisanya menuju

ke sel rabut luar. Serabut aferen dan eferen ini akan membentuk

ganglion spiralis yang selanjutnya menuju ke nuleus koklearis yang

merupakan neuron primer, dari nucleus koklearis neuron sekunder

berjalan kontral lateral menuju lemnikus lateralis dan ke kolikulus

posterior dan korpus genikulatum medialis sebagai neuron tersier,

selanjutnya menuju ke pusat pendengaran di lobus temporalis tepatnya

di girus transversus. 4

C. FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke

koklea. Proses mendengar melalui tiga tahapan yaitu tahap pemindahan energi

fisik berupa stimulus bunyi ke organ pendengaran, tahap konversi atau

tranduksi yaitu pengubahan energi fisik stimulasi tersebut ke organ penerima

dan tahap penghantaran impuls saraf ke kortek pendengaran. 6

12
Gambar 10. Fisiologi pendengaran 6

a. Mekanisme Pendengaran Telinga Luar dan Tengah

Aurikula berfungsi untuk mengetahui arah dan lokasi suara dan

membedakan tinggi rendah suara. Aurikula bersama MAE dapat

menaikkan tekanan akustik pada MT pada frekuensi 1,5 – 5 kHz yaitu

daerah frekuensi yang penting untuk presepsi bicara, selanjutnya

gelombang bunyi ini diarahkan ke MAE menyebabkan naiknya tekanan

akustik sebesar 10-15 dB pada MT.4,6

MAE adalah tabung yang terbuka pada satu sisi tertutup pada sisi

yang lain. MAE meresonansi ¼ gelombang. Frekuensi resonansi

ditentukan dari panjang tabung, lengkungan tabung tidak berpengaruh.

Tabung 2,5 cm, frekuensi resonansi kira-kira 3,5 kHz. 4,6

Fo (frekuensi resonansi) = kecepatan suara (4 x panjang tabung)

Dimana : Kecepatan suara = 350 m/detik

Misal panjang tabung = 2,5 cm, maka :

Fo = 350 (4x2,5) = 3500 Hz = 3,5 kHz

13
Gelombang suara kemudian diteruskan ke MT dimana pars tensa

MT merupakan medium yang ideal untuk transmisi gelombang suara ke

rantai osikular. Hubungan MT dan sistem osikuler menghantarkan suara

sepanjang telinga telinga tengah ke koklea. Tangkai maleus terikat erat

pada pusat membran timpani, maleus berikatan dengan inkus, inkus

berikatan dengan stapes dan basis stapes berada pada foramen ovale.

Sistem tersebut sebenarnya mengurangi jarak tetapi meningkatkan tenaga

pergerakan 1,3 kali, selain itu luas daerah permukaan MT 55 milimeter

persegi sedangkan daerah permukaan stapes rata-rata 3,2 milimeter

persegi. Rasio perbedaan 17 kali lipat ini dibandingkan 1,3 kali dari dari

sistem pengungkit , menyebabkan penekanan sekitar 22 kali pada cairan

koklea. Hal ini diperlukan karena cairan memiliki inersia yang jauh lebih

besar dibandingkan udara, sehingga dibutuhkan tekanan besar untuk

menggetarkan cairan, selain itu didapatkan mekanisme reflek penguatan,

yaitu sebuah reflek yang timbul apabila ada suara yang keras yang

ditransmisikan melalui sistem osikuler ke dalam sistem saraf pusat, reflek

ini menyebabkan konstraksi pada otot stapedius dan otot tensor timpani.

Otot tensor timpani menarik tangkai maleus ke arah dalam sedangkan

otot stapedius menarik stapes ke arah luar. Kondisi yang berlawanan ini

mengurangi konduksi osikular dari suara berfrekuensi rendah dibawah

1 000 Hz. Fungsi dari mekanisme ini adalah untuk melindungi koklea

dari getaran merusak disebabkan oleh suara yang sangat keras , menutupi

14
suara berfrekuensi rendah pada lingkungan suara keras dan menurunkan

sensivitas pendengaran pada suara orang itu sendiri. 4,6

b. Mekanisme Pendengaran Telinga Dalam

Koklea mempunyai dua fungsi yaitu menerjemahkan energi suara

ke suatu bentuk yang sesuai untuk merangsang ujung saraf auditorius

yang dapat memberikan kode parameter akustik sehingga otak dapat

memproses informasi dalam stimulus suara. 4,6

Koklea di dalamnya terdapat proses transmisi hidrodinamik yaitu

perpindahan energi bunyi dari foramen ovale ke sel-sel bersilia dan

proses transduksi yaitu pengubahan pola energi bunyi pada OC menjadi

potensial aksi dalam nervus auditorius. Mekanisme transmisi terjadi

karena stimuli bunyi menggetarkan perilim dalam skala vestibuli dan

endolim dalam skala media sehingga menggetarkan membrana basilaris.

Membrana basilaris merupakan suatu kesatuan yang berbentuk lempeng-

lempeng getar sehinga bila mendapat stimuli bunyi akan bergetar seperti

gelombang disebut traveling wave. Proses transduksi terjadi karena

perubahan bentuk membran basilaris. Perubahan tersebut karena

bergesernya membrana retikularis dan membrana tektorial akibat stimulis

bunyi. Amplitudo maksimum pergeseran tersebut akan mempengaruhi

sel rambut dalam dan sel rambut luar sehinga terjadi loncatan potensial

listrik. Potensial listrik ini akan diteruskan oleh serabut saraf aferen yang

berhubungan dengan sel rambut sebagai impuls saraf ke otak untuk

disadari sebagai sensasi mendengar. 6

15
Koklea di dalamnya terdapat 4 jenis proses bioelektrik, yaitu :

potensial endokoklea (endocochlear potential) , mikrofoni koklea

(cochlear microphonic) , potensial sumasi (summating potensial), dan

potensial seluruh saraf (whole nerve potensial). Potensial endokoklea

selalu ada pada saat istirahat, sedangkan potensial lainnya hanya muncul

apabila ada suara yang merangsang. Potensial endokoklea terdapat pada

skala media bersifat konstan atau direct current (DC) dengan potensial

positif sebesar 80 – 100 mV. Stria vaskularis merupakan sumber

potensial endokoklea yang sangat sensitif terhadap anoksia dan zat kimia

yang berpengaruh terhadap metabolisme oksidasi. Mikrofoni koklea

adalah alternating current (AC) berada di koklea atau juga di dekat

foramen rotundum, dihasilkan area sel indera bersilia dan membrana

tektoria oleh pengaruh listrik akibat vibrasi suara pada silia atau sel

inderanya. Potensial sumasi termasuk DC tidak mengikuti rangsang suara

dengan spontan, tetapi sebanding dengan akar pangkat dua tekanan suara.

Potensial sumasi dihasilkan sel-sel indera bersilia dalam yang efektif

pada intensitas suara tinggi. Sedangkan mikrofoni koklea dihasilkan lebih

banyak pada outer hair cell. Bila terdapat rangsangan diatas nilai

ambang, serabut saraf akan bereaksi menghasilkan potensial aksi.

Serabut saraf mempunyai penerimaan terhadap frekuensi optimum

rangsang suara pada nilai ambangnya, dan tidak bereaksi terhadap setiap

intensitas. Potensial seluruh saraf adalah potensial listrik yang

dibangkitkan oleh serabut saraf auditori. Terekam dengan elektroda di

16
daerah foramen rotundum atau di daerah saraf auditori, memiliki

frekuensi tinggi dan onset yang cepat. 4,6

Rangsangan suara dari koklea diteruskan oleh nervus kranialis VIII

ke korteks melalui nukleus koklearis ventralis dan dorsalis. Jaras tersebut

merupakan sistem pendengaran sentral

D. DEFINISI

Otosklerosis adalah penyakit primer dari tulang-tulang pendengaran dan

kapsul tulang labirin.Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada

bagian telinga tengah khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan

baru tulang spongiosus dan sekitar jendela ovalis yang mengakibakan fiksasi

pada stapes sehingga menyebabkan kaki stapes menjadi kaku dan tidak dapat

menghantarkan getara suara ke labirin dengan baik 7

E. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi penyakit pada populasi umum Kaukasia adalah 0,3-0,4%.

Pada 10% dari pasien tersebut, fokus dilokalisasi di dekat ceruk jendela oval

terkemuka untuk fiksasi stapes dengan konduktif berturut-turut atau gangguan

pendengaran campuran. Penyakit ini bersifat bilateral 70–80% dan biasanya

simetris pada ekstensi dan distribusi fokus otosklerotik. Otosklerosis klinis

harus dibedakan dari otosklerosis histologis, di mana perubahannya tanpa

tanda-tanda klinis. Otosklerosis histologis terdapat pada sekitar 10% dari

populasi Kaukasia. Prevalensinya jauh lebih rendah di ras lain hanya

ditemukan 1% kulit hitam. Beberapa penelitian melaporkan rasio perempuan

terhadap laki-laki sekitar 2: 1. Namun studi histologis tulang temporal yang

17
dilakukan tidak menunjukkan perbedaan. Otosclerosis merupakan penyebab

utama yang pailing banyak pada gangguan pendengaran di Eropa dan AS,

sedangkan pada negara berkembang jumlah kasus nya lebih rendah. 8

F. ETIOLOGI

Penyebab otosklerosis belum dapat diketahui dengan pasti. Diperkirakan

beberapa faktor ikut sebagai penyebab atau merupakan predisposisi terjadinya

otosklerosis seperti faktor herediter, endokrin, metabolik, infeksi measles,

vaskuler autoimun, tapi semuanya tidak bisa dibuktikan proses terjadinya

secara pasti.9

Dari beberapa penelitian genetik dinyatakan otosklerosis diturunkan

secara autosomal dominan dengan penetrasi inkomplit 20%-40%. Otosklerosis

bersifat heterogenetik dengan lebih dari satu gen yang menunjukkan fenotipe

otosklerosis. Dari beberapa kasus dinyatakan gen yang berhubungan dengan

otosklerosis adalah COL1A1 gen yang merupakan salah satu dari dua gen yang

mengkode type I kolagen dari tulang. 2,9

Diduga virus measles juga merupakan predisposisi terjadinya

otosklerosis. Secara epidemiologi dibuktikan dengan menurunnya angka

kejadian otosklerosis sejak ditemukannya vaksin measles. Infeksi virus measles

diduga menyebabkan persistennya virus measles pada kapsul otik. Dengan

pemeriksaan mikroskop elektron pada stapes penderita otosklerosis post

stapedektomi didapatkan struktur filamen pada retikulum endoplasmik dan

sitosol dari osteoblas dan preosteoblas yang merupakan gambaran morfologi

dari measles nucleocapsid. Dalam penelitian immunohistochemical juga

18
disebutkan adanya ribonucleic acid dari virus measles pada lesi otosklerosis.

Pada perilimf juga didapatkan peningkatan antibodi terhadap virus measles.

Dari kenyataan tersebut ada teori yang menyatakan bahwa infeksi virus

measles menginisiasi terjadinya otosklerosis.2

G. PATOGENESIS

Patofisiologi otosklerosis sangat kompleks. Lokasi lesi sangat multifokal

di area- area endokondral tulang temporal. Secara histologis proses otosklerosis

dibagi menjadi 3 fase, fase otospongiosis (fase awal), fase transisional, dan

otosklerosis (fase lanjut). Tapi secara klinis dibagi 2 fase otospongiosis dan

otosklerosis. Pada awalnya terjadi proses spongiosis (fase hipervaskulerisasi).

Pada fase ini terjadi aktivitas dari selsel osteosit, osteoblas dan histiosit yang

menyebabkan gambaran sponge.9

Aktivitas osteosit akan meresorbsi jaringan tulang di sekitar pembuluh

darah yang akan mengakibatkan vasodilatasi sekunder. Pada pemeriksaan

otoskopi akan tampak gambaran Schwartze sign. Aktivitas osteosit yang

meningkat akan mengurangi jaringan kolagen sehingga tampak gambaran

spongiosis. 3,9

Pada fase selanjutnya terjadi proses sklerosis, yang terjadi jika osteoklas

secara perlahan diganti oleh osteoblas sehingga terjadi perubahan densitas

sklerotik pada tempat-tempat yang mengalami spongiosis. Jika proses ini

terjadi pada foramen ovale di dekat kaki stapes, maka kaki stapes akan menjadi

kaku dan terjadilah tuli konduksi. Hal ini terjadi karena fiksasi kaki stapes akan

menyebabkan gangguan gerakan stapes sehingga transmisi gelombang suara ke

19
telinga tengah (kopling osikule) terganggu. Jika foramen ovale juga mengalami

sklerotik maka tekanan gelombang suara menuju telinga dalam (akustik

kopling) juga terganggu.9

Pada fase lanjut tuli koduksi bisa menjadi tuli sensorineural yang

disebabkan karena obliterasi pada struktur sensorineural antara koklea dan

ligamentum spirale. Hal tersebut bisa juga disebabkan oleh kerusakan outer

hair cell yang disebabkan oleh pelepasan enzim hidrolitik pada lesilesi

spongiosis ke telinga dalam. Masuknya bahan metabolit ke telinga dalam ,

menurunnya vaskularisasi dan penyebaran sklerosis secara langsung ke telinga

dalam yang menghasilkan perubahan kadar elektrolit dan perubahan

biomekanik dari membran basiler juga menjadi penyebab terjadinya tuli

sensorineural. Bagian yang tersering terkena adalah anterior dari foramen ovale

dekat fissula sebelum fenestrum ovale. Jika bagian anterior stapes dan posterior

kaki stapes terkena disebut fiksasi bipolar. Jika hanya kaki stapes saja disebut

biscuit footplate. Jika kaki stapes dan ligamen anulare terkena disebut

obliterasi otosklerosis.3,9

H. PATOLOGI

Secara histologi proses otosklerosis terdiri dari dua fase. Fase awal

ditandai oleh resorbsi tulang dan peningkatan vaskularisasi. Bila kandungan

dari maturasi kolagen berkurang, tulang menjadi kelihatan spongios

(otospongiosis).Pada fase lanjut, tulang yang telah diresorbsi digantikan oleh

tulang sklerotik yang tebal, sehingga dinamakan otosklerosis. Pada

20
pemeriksaan dengan pewarnaan hematoksilin eosin didapatkan warna kebiruan

yang disebut dengan mantel biru Manasse.10

PL. Dhingra mengklasifikasikan tipe otosklerosis sebagai berikut 10 :

1. Otosklerosis stapedial

Otosklerosis stapedial disebabkan karena fiksasi stapes dan tuli

konduktif umumnya banyak dijumpai. Lesi ini dimulai dari depan oval

window dan area ini disebut ‘fissula ante fenestram’. Lokasi ini menjadi

predileksi (fokus anterior). Lesi ini bisa juga dimulai dari belakang oval

window (fokus posterior), disekitar garis tepi footplate stapes

(circumferential), bukan di footplate tetapi di ligamentum annular yang

bebas (tipe biskuit). Kadang-kadang bisa menghilangkan relung oval

window secara lengkap (tipe obliteratif).

2. Otosklerosis koklear

Otosklerosis koklear melibatkan region sekitar oval window atau area

lain di dalam kapsul otik dan bisa menyebabkan tuli sensorineural.

kemungkinan disebabkan material toksik di dalam cairan telinga dalam

3. Otosklerosis histologi

Tipe otosklerosis ini merupakan gejala sisa dan tidak dapat

menyebabkan tuli konduktif dan tuli sensorineural.

21
Gambar 11. Tipe otosklerosis stapedial. (A) Fokus anterior. (B) Fokus

posterior. (C) Sirkumperensial. (D) tipe biskuit. (E) Obliteratif. 10

Lokasi predileksi untuk keterlibatan otosklerotik adalah:

a. Anterior oval window (80-90%)

b. Tepi dari round window (30-50%)

I. GEJALA KLINIK

Penyakit otosklerosis mempunyai gejala klinis sebagai berikut:7,9

1. Pendengaran Menurun

Pada penderita otosklerosis didapatkan adanya pendengaran

menurun secara progresif yang biasanya bilateral dan asimetris. Pada

awalnya berupa tuli konduksi dan pada tahap selanjutnya bisa menjadi tuli

campuran atau tuli sensorineural jika proses otosklerosis sudah mengenai

koklea. Penderita biasanya datang pada awal penyakit dimana ketulian

telah mencapai 30-40 db (tuli konduksi pada frekuensi rendah). Penurunan

pendengaran pada otosklerosis tanpa disertai adanya riwayat infeksi

telinga atau riwayat trauma.

22
2. Tinitus

Sekitar 70 % penderita otosklerosis datang dengan mengeluh adanya

tinnitus yang digambarkan oleh penderita sebagai suara berdenging atau

bergemuruh, dapat juga berupa suara bernada tinggi yang dapat muncul

berulang-ulang, Makin lama tinnitusnya memberat sejalan dengan

memberatnya ketulian

3. Paracusis Willisii

Penderita otosklerosis dapat mendengar lebih baik pada lingkungan

yang bising yang disebabkan karena tuli konduksinya menutupi kebisingan

disekitarnya.

4. Vertigo

Pada penderita otosklerosis juga didapatkan keluhan vertigo sekitar

25%-30% kasus. Vertigo biasanya timbul dalam bentuk ringan dan tidak

menetap yaitu bila penderita menggerakkan kepala. Penyebab pasti dari

vertigo ini belum diketahui secara pasti.

J. DIAGNOSIS

Diagnosis otosklerosis berdasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan audiometri. Diagnosis pasti dengan eksplorasi telinga

tengah. Pendengaran terasa berkurang secara progresif dan lebih sering terjadi

bilateral. Otosklerosis khas terjadi pada usia dewasa muda. Setelah onset,

gangguan pendengaran akan berkembang dengan lambat. Penderita perempuan

lebih banyak dari laki-laki, umur penderita antara 11-45 tahun, tidak terdapat

riwayat penyakit telinga dan riwayat trauma kepala atau telinga sebelumnya.6,7

23
Pada pemeriksaan ditemukan membran timpani utuh, kadang-kadang

tampak promontorium agak merah jambu, terutama bila membran timpaninya

transparan. Gambaran tersebut dinamakan tanda Schwartze yang menandakan

adanya fokus otosklerosis yang sangat vaskuler. 7

Dengan pemeriksaan garpu tala akan didapatkan hasil yang mendukung

adanya tuli konduksi. Rinne test negatif yang menggambarkan hantaran tulang

lebih baik dari hantaran udara. Tes weber didapatkan lateralisasi ke sisi telinga

yang lebih berat derajat tuli konduksinya. Pada kasus dengan tuli campuran

mungkin sangat sulit untuk dilakukan pemeriksaan garpu tala. 9

Pada tahap awal otosklerosis pemeriksaan audiogram nada murni

didapatkan air bone gap yang melebar pada frekuensi rendah dan ada ciri khas

dimana pada frekuensi 2000 Hz didapatkan hantaran tulang lebih dari 20 db

yang dikenal dengan istilah Carhart Notch. Gambaran ini akan hilang setelah

dilakukan operasi stapedektomi. 9

24
Gambar 12. Audiogram penderita otosklerosis pada tahap awal (Carhart

notch) dan tahap lanjut 9

Pada pemeriksaan audiometri nada tutur didapatkan hasil dalam batas

normal. Impedance audiometri juga didapatkan hasil yang pada umumnya

normal yaitu gambaran timpanometri tipe A atau kadang-kadang disertai

dengan penurunan compliance membran timpani ( tipe As ). Pemeriksaan

refleks stapedius bisa positif atau negatif tergantung derajat fiksasi yang

dikenal dengan istilah “ on-off efek refleks stapedius “.9

Gambar 13. Hasil timpanogram penderita otosklerosis tipe A atau As 9

25
Pemeriksaan CT Scan juga bisa digunakan sebagai sarana konfirmasi

untuk membantu diagnosis otosklerosis. Pada Ct-scan didapatkan gambaran

kondisi rantai osikule sampai tulang labirin. Pada fase awal terlihat gambaran

radiolusen di dalam dan sekitar koklea yang disebut “hallo sign”. Pada stadium

lanjut didapatkan gambaran sklerotik yang difus. 9

K. DIAGNOSIS BANDING 10

1. Otitis media sekretori (otitis media dengan efusi)

2. Otitis media adhesi

3. Ossicular chain disruption

4. Fiksasi ossikular kongenital

5. Sindrom Vander Hoeve

6. Timpanosklerosis

7. Penyakit paget

L. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

Shambaugh dan Scott memperkenalkan penggunaan sodium fluoride

sebagai pengobatan dengan dosis 30-60 mg/hari salama 2 tahun,

berdasarkan keberhasilan dalam terapi osteoporosis. Sodium fluoride ini

akan meningkatkan aktivitas osteoblast dan meningkatkan volume tulang.

Efeknya mungkin berbeda, pada dosis rendah merangsang dan pada dosis

tinggi menekan osteoblast. Biphosphonat yang bekerja menginhibisi

aktivitas osteoklastik dan antagonis sitokin yang dapat menghambat resorbsi

26
tulang mungkin bisa memberi harapan di masa depan. Saat ini, tidak ada

rekomendasi yang jelas terhadap pengobatan penyakit ini. 10

Indikasi pemberian sodium fluoride

a. Pasien otosklerosis yang tidak dapat dilakukan tindakan bedah

memperlihatkan tuli saraf progresif yang tidak sebanding dengan

usianya.

b. Pasien dengan tuli saraf di mana menunjukkan otosklerosis koklea.

c. Pasien yang secara politomografi memperlihatkan perubahan spongiotik

pada kapsul koklea.

d. Pasien dengan tanda Schwartze positif.

Kontraindikasi pemberian sodium fluoride.

a. Pasien dengan nefritis kronis yang disertai retensi nitrogen

b. Pasien dengan rheumatoid arthritis kronis

c. Pada anak-anak yang pertumbuhan tulangnya belum sempurna

d. Pasien yang alergi dengan fluorida

e. Pasien dengan fluorosis tulang

Efek samping sodium floride.

Gangguan gastrointestinal adalah efek samping yang paling sering

ditemukan namun bisa dicegah dengan mengkonsumsinya setelah makan.

Peningkatan pada gejala-gejala pada persendian dapat timbul pada

penderita.

27
2. Operasi

Penatalaksanaan operasi dengan stapedektomi telah digunakan

secara luas sebagai prosedur pembedahan yang dapat meningkatkan

pendengaran pada penderita dengan gangguan pendengaran akibat

otosklerosis.

Penatalaksanaan dengan operasi stapedektomi merupakan

pengobatan pilihan.

Stapedektomi merupakan operasi dengan membuang seluruh

footplate. Operasi stapedektomi pertama kali dilakukan oleh Jack

dari Boston, Massachusetts pada 1893, dengan hasil yang baik.

Operasi stapedektomi pada otosklerosis disisipkan protesis di

antara inkus dan oval window. Protesis ini dapat berupa sebuah

piston teflon, piston stainless steel, piston platinum teflon atau

titanium teflon. Piston teflon, merupakan protesis yang paling

sering digunakan saat ini. Hampir 90% pasien mengalami

kemajuan pendengaran setelah dilakukan operasi dengan

stapedektomi.10

28
Gambar 14. (A). sebelum stapedektomi. (B). stapedektomi dan

penggantian dengan Piston Teflon. 10

Gambar 15. Protesis stapes. (A) piston Teflon, (B) piston platinum

Teflon, (C) piston titanium Teflon. 10

Dasar tindakan ini adalah membuat foramen oval yang paten,

menutupnya suatu membran baik alamiah maupun artifisial dan

membuat hubungan antara inkus dengan membran baru yang

menutupi foramen ovale. Pemaparan daerah foramen ovale

diperlukan mikroskop operasi dan penahan spekulum. Insisi dibuat

dibagian posterior dan superior dinding liang telinga dan berjarak

cukup dari anulus untuk menjamin tersedianya jabir kulit yang

cukup banyak yang menutup kerusakan dinding tulang yang

dibuang untuk memaparkan stapes. Lippy et al. 2008 menyatakan

29
stapedektomi pada pasien tua (70-92 tahun) memberikan hasil yang

sama baik seperti terlihat pada pasien yang lebih muda. 10

Pasien dengan usia tua bukan bearati tidak memiliki

kestabilan yang lebih rendah dari pada pasien dengan usia lebih

muda. Jika ditemukan footplate salah satu telinga tertutup

(obliterated) maka terdapat 40% kemungkinan akan ditemukan

pada telinga lainnya. 10

Sejak diperkenalkan operasi stapes selama lebih dari 40

tahun yang lalu banyak penelitian menunjukkan keberhasilan

dalam penatalaksanaan penurunan pendengaran pada pasien dengan

otosklerosis. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Marshese et al.

2006 menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

dalam hal hasil pendengaran antara stapedektomi dengan

stapedotomi.

1) Kontraindikasi operasi

a) Pasien yang menderita penyakit diabetes melitus, hipertensi,

gangguan pembekuan darah.

b) Usia tua di atas 70 tahun.

c) Anak-anak.

d) Tuli konduktif dengan penyebab lain.

e) Adanya gangguan lain di telinga seperti otitis eksterna, otitis

media aktif atau perforasi membran timpani.

f) Pasien hanya memiliki satu telinga yang mendengar.

30
g) Kehamilan.

2) Kompikasi stapedektomi

a) Perforasi membran timpani

b) Paralisis nervus fasialis

c) Hematotimpanum

d) Fistula perilimf

e) Tuli sensorineural

f) Labirinitis

g) Otitis media akut

3. Alat Bantu Dengar

Alat bantu dengar dapat digunakan apabila pasien menolak

untuk dilakukan operasi atau keadaan umum yang tidak memungkinan

untuk dilakukan tindakan operasi. Hal ini merupakan penatalaksanaan

alternatif yang efektif. 10

M. PROGNOSIS

Dua persen dari pasien yang menjalani operasi stapedektomi mengalami

penurunan fungsi pendengaran tipe sensorineural hearing loss. Penurunan

pendengaran setelah stapedektomi diperkirakan muncul pada rata-rata 3,2 dB

dan 9,5 dB per dekade. Penurunan frekuensi tinggi secara lambat dapat terlihat

pada follow up jangka panjang. Satu dari 200 pasien kemungkinan dapat

mengalami tuli total

31
DAFTAR PUSTAKA

1. George, Adam L., Lawrence, R Boies., Peter, H Highler. 1997. Boeis : Ilmu

Penyakit THT. EGC : Jakarta

2. S. Mansour et al. 2018. Middle Ear Diseases:Otosclerosis. Springer

International Publishing

3. Batson, Lora., Rizzolo, Denise. 2017. Otosclerosis: An update on diagnosis

and treatment. Journal of the American Academy of Physician Assistants .

Vol.30 ( 2)

4. Nugroho, Puguh Setyo., Wiyadi, HMS. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Pendengaran

Perifer. Jurnal THT-KL.Vol.2. No.2 Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Bedah Kepala dan Leher Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

5. Moore, Keith L., Dalley, Arthur F. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis Ed. 5

Jilid 3. Jakarta : Erlangga Medical Series

6. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.

Jakarta : EGC

7. Djaafar ZA, Helmi & Restuti RD. 2007. Kelainan Telinga Tengah. Dalam:

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 6. Jakarta: Balai

Penerbit FK UI

8. Kountakis, Stilianos E. 2013. Encyclopedia of Otolaryngology, Head and Neck

Surgery : Otosclerosis. Springer References vol. I

9. Irawati, HMS Wiyadi. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Otosklerosis.

Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher

Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

32
10. Dhingra PL. 2010. Otosclerosis. In: Diseases of Ear, Nose and Throat. 5t

Ed. New Delhi: Elsevier

33

Anda mungkin juga menyukai