Anda di halaman 1dari 130

TEKNIK

PEMERIKSAAN
TELINGA, HIDUNG
DAN TENGGOROK
PEMERIKSAAN
TELINGA
CARA MEMERIKSA TELINGA (OTOSKOPIA)

 Tujuan:
Memeriksa MAE dan membrana timpani dengan meneranginya memakai
cahaya lampu.

 Alat:
1. Lampu Kepala Van Hasselt
2. Otoskop
3. Spekulum Telinga
4. Alat Penghisap
5. Hak Tajam
6. Pemilin Kapas
7. Forsep Telinga
8. Balon plitzer
9. Semprit Telinga
GAMBAR ALAT PEMERIKSAAN TELINGA
PELAKSANAAN
A. Cara Memakai Lampu Kepala:
 Pasang lampu kepala, sehingga tabung lampu berada di antara kedua
mata
 Letakkan telapak tangan kanan pada jarak 30 cm di depan mata kanan
 Mata kiri ditutup
 Proyeksi tabung harus tampak terletak medial dari proyeksi cahaya dan
saling bersinggungan
 Diameter proyeksi cahaya kurang lebih 1 cm
B. Cara Duduk:
Penderita duduk di depan pemeriksa
Lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri
penderita
Kepala dipegang dengan ujung jari
Waktu memriksa telinga yang kontra lateral, hanya
posisi kepala penderita yang diubah
Kaki, lutut pemeriksa dan penderita tetap pada
keadaan semula
C. Cara Memegang Telinga:
Kanan
Aurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedangkan jari III, IV, V
pada planum mastoid
Aurikulum ditarik ke arah posterosuperior untuk meluruskan MAE

Kiri
Aurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedangkan jari III, IV, V
di depan aurikulum
Aurikulum ditarik ke arah posterosuperior
D. Cara Memegang Otoskop:
 Pilih spekulum telinga yang sesuai dengan lumen MAE
 Nyalakan lampu otoskop
 Masukan spekulum telinga pada MAE
E. Cara Memilin Kapas:
 Ambil sedikit kapas, letakkan pada pemilin kapas
dengan ujung pemilin berada di dalam tepi kapas
 Pilin perlahan searah jarum jam
 Untuk melepasnya, ambil sedikit kapas, putar
berlawanan arah dengan jarum jam
TES PENDENGARAN

Tes pendengaran yang dapat


dilakukan secara sederhana adalah :
• Tes Bisik / tes bisik modifikasi
• Tes garpu tala
TES BISIK
Syarat :

 Tempat :

Ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat tidak rata atau dilapisi “soft
board”/korden), serta ada jarak sepanjang 6 m.

 Penderita (yang diperiksa)


 Mata ditutup/dihalangi agar tidak membaca gerak bibir

 Telinga yang diperiksa dihadapkan kearah pemeriksa

 Telinga yang tak diperiksa, ditutup atau dimasking dengan menekan-nekan tragus ke arah MAE
oleh pembantu pemeriksa. Bila tak ada pembantu, telinga ditutup kapas yang di basahi gliserin.

 Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan


• Pemeriksa :
Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-
paru, sesudah ekspirasi biasa.
Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku
kata yang dikenal penderita, biasanya kata-kata benda
yang ada di sekeliling kita. Kata harus mengandung
huruf lunak (frekuensi rendah) dan huruf desis
(frekuensi tinggi)
Teknik Pemeriksaan
 Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri, penderita tetap di tempat, sedang
pemeriksa yang berpindah tempat.

 Mulai pada jarak 1 m, dibisikkan 5 atau 10 kata (umumnya 5 kata).

 Bila semua kata dapat didengar, pemeriksa mundur ke jarak 2 m dibisikkan kata lain
dalam jumlah yang sama, bila didengar semua – mundur lagi, sampai pada jarak
dimana penderita mendengar 80% kata-kata (mendengar 4 kata dari 5 kata yang
dibisikkan), pada jarak itulah tajam pendengaran telinga yang di tes.

 Untuk memastikan apakah hasil tes benar maka dapat di tes ulang. Misalnya tajam
pendengaran 3 m, maka bila pemeriksa maju ke arah 2 m penderita akan
mendengar semua kata yang dibisikkan (100%) dan bila pemeriksa mundur ke jarak
4m maka penderita hanya mendengar kurang dari 80% kata yang dibisikkan.
HASIL TES
• Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam Pendengaran)

KUANTITATIF
Fungsi pendengaran Suara bisik
Normal 6m
Tuli Ringan 4 m - <6 m

Tuli Sedang 1 m - <4 m


Tuli Berat <1 m

Tuli Total Bila berteriak di depan


telinga, penderita tetap tidak
mendengar
TES GARPU TALA

Ada 4 jenis tes garpu tala yang sering dilakukan :


1. Tes Rinne
2. Tes Weber
3. Tes Schwabach
Tes-tes ini memiliki tujuan khusus yang
berbeda dan saling melengkapi.
1.Tes Rinne

• Tujuan : membandingkan hantaran udara dan


hantaran tulang pada satu telinga
penderita.
• Cara :
A. Bunyikan garpu tala frekwensi 512 Hz, letakkan
tangkainya tegak lurus pada planum mastoid
penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak
mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan
MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar
garpu tala di depan MAE disebut Rinne positif, bila
tidak mendengar disebut Rinne negatif.
B. Bunyikan garpu tala frekwensi 512 Hz,
kemudian dipancangkan pada planum
mastoid, kemudian segera dipindah di depan
MAE, penderita ditanya mana yang lebih
keras. Bila lebih keras di depan disebut Rinne
positif, bila lebih keras di belakang Rinne
negatif
Interpretasi :

• Normal : Rinne positif


• Tuli konduksi : Rinne negatif
• Tuli sensori neural : Rinne positif

Kadang-kadang terjadi false Rinne (pseudo positif


atau pseudo negatif) terjadi bila stimulus bunyi
ditangkap oleh telinga yang tidak di tes, hal ini
dapat terjadi bila telinga yang tidak dites
pendengarannya jauh lebih baik daripada yang di
tes.
Kesalahan :

• Garpu tala tidak diletakkan dengan baik pada


mastoid atau miring, terkena rambut, jaringan
lemak tebal shg penderita tidak mendengar
atau getaran terhenti karena kaki garpu tala
tersentuh aurikulum.
• Penderita terlambat memberi isyarat waktu
garpu tala sudah tak terdengar lagi, shg waktu
dipindahkan di depan MAE getaran garpu tala
sudah berhenti.
3. Tes Weber

• Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga


penderita.

• Cara :

Garpu tala frekwensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan


tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex,
dagu atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horizontal.
Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang mendengar atau
mendengar lebih keras. Bila mendengar pada satu telinga disebut
lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Bila kedua telinga tak mendengar atau
sama-sama mendengar bararti tak ada lateralisasi.
Interpretasi :

• Normal : tidak ada


lateralisasi
• Tuli konduksi : mendengar lebih keras di
telinga yang sakit.
• Tuli sensori neural : mendengar lebih keras
pada telinga yang sehat.

Karena menilai kedua telinga sekaligus maka


kemungkinannya dapat lebih dari satu
• Contoh : lateralisasi ke kanan, dapat di
interpretasikan :
– Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
– Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih
berat.
– Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal.
– Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih
berat
– Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri.
4. Tes Schwabach
• Tujuan : membandingkan hantaran lewat
tulang antara
penderita dengan
pemeriksa.
• Cara :
1. Garpu tala frekuensi 512 hz dibunyikan
kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus
pada planum mastoid pemeriksa, bila
pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya
garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita.
Bila penderita masih mendengar maka
Schwabach memanjang, tetapi bila penderita
tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan
yaitu Schwabach memendek atau normal.

Untuk membedakan kedua kemungkinan ini


maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu
baru ke pemeriksa.
2. Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian
diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita,
bila penderita sudah tidak mendengar maka
secepatnya garpu tala dipindahkan pada
mastoid pemeriksa, bila pemeriksa masih
mendengar berarti Schwabach penderita
memendek.
Interpretasi
• Normal :
Schwabach normal

• Pada tuli konduksi : Schwabach


memanjang

• Pada tuli sensori neural: Schwabach


memendek
Kesalahan

• Garpu tala tidak diletakkan dengan benar,


kakinya tersentuh hingga bunyi menghilang.

• Isyarat menghilangnya bunyi tidak segera


diberikan oleh penderita.
Gambar
Tes garputala
PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SINUS
PARANASALIS
PEMERIKSAAN HIDUNG DAN
SINUS PARANASALIS
• Jenis pemeriksaan hidung dan sinus paranasalis terdiri atas:
1. Pemeriksaan dari luar
2. Rinoskopi anterior
3. Rinoskopi posterior
4. Transluminasi –Diapanoscopia
Pemeriksaan dari luar
A. Inspeksi, perhatikan:
• Kerangka Dorsum nasi:
 lebar (polip)
 Miring (fraktur)
 Saddle nose ( lues)
 Lorgnet nose (abses septum nasi)

• Luka-luka, warna, odem (kulit ujung hidung jadi mengkilat)


,ulkus naso-labial.
• Bibir atas: maserasi akibat dari sekresi sinusitis, adenoiditis.
B. Palpasi, perhatikan:
• Dorsum nasi: krepitasi, deformitas (tanda fraktur os
nasalis)
• Ala nasi: Sangat sakit pada furunkel vestibulum nasi
• Regio frontalis untuk sinus frontalis:
 Menekan lantai sinus frontalis, dengan ibujari ke arah medio-
superior ,dengan tenaga yang optimal dan simetris (tenaga
kiri= kanan)
Nilai: mempunyai nilai bila ada perbedaan reaksi, sinus yang
lebih sakit adalah sinus yang patologis
 Menekan dinding muka sinus frontalis, dengan ibu jari ke arah
medial dengan tenaga yang optimal dan simetris , pada tempat
yang simetris dan tidak boleh pada foramen suopraorbitalis
sebab disana ada N.supraorbitalis.
 Nilai seperti diatas

palpasi sinus frontalis


• Fossa kanina ( untuk sinus maxilaris): Syarat- syarat seperti
diatas , tetapi jangan ditekan pada foramen infra-orbitalis sebab
ada N. Infra-orbitalis.

C. Perkusi:
 Bila palpasi menimbulkan reaksi yang hebat maka dapat
dilakukan dengan perkusi.
 Syarat buat palpasi juga berlaku buat perkusi.
RINOSKOPI ANTERIOR

1. Alat:
a. Spekulum hidung hartman
b. Pinset (angulair)- bayonet (Lucae)
c. Aplikator
d. Pipa penghisap
e. Kaca rinoskopi posterior
Gambar alat pemeriksaan hidung
2. Cara pemakaian spekulum
 Memegang spekulum dengan tangan kiri, posisi spekulum
horizontal, tangkai lateral, mulutnya medial(masuk dalam
lubang hidung)
Memasukkan spekulum
Mulut spekulum dalam keadaan tertutup,
masukkan spekulum kedalam kavum nasi dan
mulut spekulum dibuka pelan- pelan

Mengeluarkan spekulum
Mulut spekulum ditutup 90%, baru dikeluarkan.
Jika ditutup 100%, maka mungkin ada bulu rambut
yang terjepit dan ikut tercabut.
a. Memeriksa Vestibulum Nasi
 Pemeriksaan pendahuluan, yang dilihat :
 Bibir atas : maserasi ( terutama anak – anak )
 Pinggir – pinggir lubang hidung : kruste, merah
 Posisi septum nasi : dorong ujung hidung ke atas dengan ibu
jari
 Pemeriksaan dengan spekulum
 Bagian vestibulum sisi lateral dengan mendorong spekulum ke
lateral, medial dengan mendorong ke medial, superior dengan
mendorong ke atas, inferior dengan mendorong ke bawah
 Yang di lihat : apakah ada sekret, krusta, bisul – bisul,
raghaden
b. Memeriksa Kavum Nasi Bagian Bawah
 Arahkan cahaya lampu ke kavum nasi
sehingga sejajar dengan konka inferior,
perhatikan :
 warna mukosa dan konka inferior hiperemi, anemi,
biru
 besarnya lumen kavum nasi
 dasar kavum nasi
 septum deviasi, bentuk krista atau spina
c. Memeriksa Fenomena Palatum Mole
 Cahaya lampu di arahkan ke dinding belakang
nasofaring.
 Normal nasofaring kelihatan sangat terang karena
cahaya lampu tegak lurus pada dinding belakang
nasofaring.
 Kemudian penderita disuruh mengucapkan huruf
“iiii”.
 Positif jika, pada saat mengucapkan “iiii” palatum
mole bergerak keatas, sehingga akan kelihatan
benda gelap yang bergerak ke atas
 Benda yang gelap karena cahaya tidak tegak lurus pada
palatum mole.
 Selesai mengucapkan huruf “iiii” palatum mole bergerak
kebawah dan tampak benda gelap menghilang ke arah
bawah atau dinding belakang yang gelap jadi terang
kembali.

 Fenomena palatum mole negatif bila waktu mengucapkan


huruf “iiii”, palatum mole tidak bergerak ke atas, nasofaring
tetap terang.

 Fenomena palatum mole negatif pada :


 paralisa dari palatum mole (post difteri)
 spasme dari palatum mole (abses peritonsil)
 sikatrik ( pasca ATE dengan sluder, arkus anterior ikut
terambil)
 tumor dalam nasofaring, misalnya karsinoma nasofaring, abses
retrofaring, adenoid
d. Memeriksa Kavum Nasi Bagian Atas
 Arahkan cahaya lampu diarahkan ke kavum nasi bagian
atas ( kepala ditengadahkan )
 Perhatikan :
 kaput dari konka media
 meatus medius: pus, polip
 septum bagian atas: mukosa, posisi (deviasi sampai menekan
konka media)
 fissura olfaktoria

e. Memeriksa Septum Nasi ( Seluruhnya )


Dari posisi tengadah penderita dikembalikan ke posisi
semula. Dilihat adanya deviasi septum.
PEMERIKSAAN
RINOSKOPIA POSTERIOR
TUJUAN PEMERIKSAAN

• Menyinari koane dan dinding-dinding


nasofaring dengan cahaya yang
dipantulkan oleh suatu cermin yang
ditempatkan dalam nasofaring.
Syarat yang harus dipenuhi:

• Harus ada tempat yang cukup luas buat


menempatkan kaca untuk itu lidah di dalam
mulut dan ditekan ke bawah dengan spatula.
• Harus ada jalan yang lebar antara uvula dan
faring agar cahaya yang dipantulkan oleh
cermin, dapat masuk ke dalam nasofaring.
Untuk keperluan itu penderita harus bernapas dari
hidung, sehingga palatum mole akan bergerak ke arah
bawah, untuk memberi jalan kepada udara yang dari
kavum nasi ke paru-paru dan sebaliknya.
Alat-alat

• Cermin yang kecil


• Spatula penekan lidah
• Lampu spiritus
• Solusio tetrakain (- efedrin) 1%.
Teknik

• Penderita yang sangat sensitif, faring diberikan


Xylocain 10%, selama 5 menit. Spatula
dipegang dengan tangan kiri, cermin dengan
tangan kanan.
• Punggung cermin dipanasi dengan lampu
spiritus sampai suhunya sedikit diatas 37
derajat C. Temperatur dicek dengan
menyentuhkan pada punggung tangan kiri.
• Mulut dibuka lebar, lidah ditarik kedalam
mulut, penderita bernafas lewat hidung.
• Ujung spatula diletakkan paramedian kanan
depan uvula, lidah ditekan kebawah.
• Masukkan cermin antara faring dan palatum
mole kanan, kemudian cermin disinari.
Posterior Rhinoscopy
Mirror Examination

Nasal turbinates
Sup. Middle &Infer

Margo
posterior
Tahap-tahap pemeriksaan:

• Tahap 1 : Pemeriksaan septum nasi (margo


posterior), koane dan tuba
kanan
• Tahap 2 : Pemeriksaan septum nasi (margo
posterior), koane dan tuba kiri
• Tahap 3 : Memeriksa atap nasofaring
• Tahap 4 : Memeriksa kauda konka inferior
Rinoskopia posterior untuk melihat koane
1. Meatus superior
2. Meatus medius
3. Meatus inferior
4. Koana
5. Konka Superior
6. Konka medius
7. Konka inferior
8. Palatum mole
9. Uvula
Rinoskopia posterior untuk melihat ostium tuba

1. Lipatan anterior
dari ostium tuba
2. Ostium tuba
3. Fosa Rosenmuller
4. Lipatan posterior
dari ostium tuba
Tahap 1 : Memeriksa bagian kanan penderita.

Cermin letaknya para median, maka kelihatan kauda konka


media kanan.

Putar tangkai cermin ke medial sehingga kelihatan margo


posterior septum nasi di tengah-tengah cermin.

Putar tangkai cermin ke kanan sehingga kelihatan konka.


Konka yang paling besar ialah kauda dari konka inferior.

Perhatikan kauda konka superior dan meatus medius. Tangkai


cermin diputar terus ke kanan. Kelihatan ostium dan dinding-
dinding tuba.
Tahap 2: Memeriksa bagian kiri

Putar tangkai cermin ke medial, hingga tampak


margo posterior dari septum nasi.

Putar terus tangkai cermin ke kiri sehingga


tampak berturut-turut konka media kiri dan
tuba kiri.
Tahap 3: Memeriksa atap nasofaring
Tangkai cermin mulai diputar kembali ke medial
sehingga pada cermin kelihatan kembali margo
posterior septum nasi.

Sesudah itu tangkai cermin dimasukkan sedikit


dan cermin direndahkan sedikit.
Rinoskopia posterior untuk melihat atap nasofaring

1. Konka medius
2. Adenoid
3. Konka
superior
4. Margo
posterior
septum nasi
Tahap 4: Memeriksa kauda konka
inferior
Tangkai cermin direndahkan, atau cermin dinaikkan.
Biasanya kauda konka inferior tak dapat dilihat.
Dapat dilihat bila konka inferior hipertrofi, bentuk
nya seperti murbei (berdungkul-dungkul), udem.
Perhatikan:
• Radang : pus pada meatus medius dan meatus
superior adenoiditis, ulkus pada dinding-dinding
nasofaring (tbc)
• Tumor : poliposis, karsinoma.
TRANSLUMINASI ( Diaphanoscopia)
Adalah pemeriksaan penerawangan sinus maksilaris dan
sinus frontalis yang dilakukan dikamar gelap, dengan
memakai lampu bertangkai panjang (Heyman) berkekuatan
6 volt
Cara melakukan:
• Sinus Frontalis:
– lampu ditekankan pada lantai sinus frontalis
– lampu ditekankan ke arah media-superior
– cahaya yang memancar ke depan, ditutup dengan tangan
kiri
Hasilnya bila sinus normal, maka di dinding depan akan
kelihatan terang
Transluminasi Sinus Frontalis
Sinus maksilaris
Cara 1:
– mulut dibuka lebar-lebar
– lampu ditekankan pada margo inferior orbita kearah
inferior
– cahaya yang memancar ke depan, ditutup dengan
tangan kiri
Hasilnya:
– bila sinus normal, maka Palatum durum homo lateral
tampak terang.
Transluminasi Sinus Maksilaris Cara 1
Cara 2:
– mulut dibuka
– kedalam mulut dimasukkan lampu yang
telah diselubungi tabung gelas
– mulut ditutup rapat-rapat
– cahaya yang memancar dari mulut dan
bibir atas ditutup dengan tangan kiri
Transluminasi Sinus Maksilaris Cara 2
• Hasilnya:
– pada sinus maksilaris normal, pada daerah dinding depan
dibawah orbita terlihat bayangan terang berbentuk seperti
bulan sabit.

• Penilaian:
– Pemeriksaan hanya mempunyai nilai bila ada perbedaan
antara kiri dan kanan.
– Bila kedua sinus terang, kemungkinannya:
 pada pria -> sinus normal
 pada wanita -> sinus normal/keduanya berisi cairan
(karena tulang tipis)
– Bila sama gelap, kemungkinannya:
 pada pria - > sinus normal (karena tulang
tebal)
Pemeriksaan Mulut
Inspeksi, perhatikan :
• Ptialismus, Trismus
• Gerakan bibir dan sudut mulut (N. VII)
• Mukosa dan gingiva, misalkan ada ulkus
• Gigi atau geraham rusak yang dapat
menimbulkan sinusitis maksilaris (caries gigi
P1, P2, M1, M2, M3 atas) atau trismus yang
disebabkan gigi M3 bawah yang letaknya
miring.
Pemeriksaan Mulut
• Lidah : Parese N. XII, atrofi, aftae, tumor
malignan
• Palatum durum (torus palatinus), prosesus
alveolaris bengkak oleh karena radang atau
tumor sinus maksilaris
Pemeriksaan Mulut
• Palpasi
Jangan dilupakan bila ada ulkus pada lidah
(karsinoma)
• Perkusi
Pada gigi dan geraham, terasa sakit bila ada
radang
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
• Mulut dibuka lebar-lebar, lidah ditarik ke
dalam, dilunakkan, lidah ditekan ke bawah, di
bagian medial.
• Penderita disuruh bernapas :
– Tak boleh menahan napas
– Tak boleh napas keras-keras
– Tak boleh ekspirasi atau mengucap “ch”
• Lidah ditekan anterior dari tonsil, hingga
kelihatan pole bawah tonsil
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
A. Memeriksa besar tonsil
Besar tonsil ditentukan sebagai
berikut :
T0 : Tonsil telah diangkat
T1 : Bila besarnya ¼ jarak arkus
anterior dan uvula atau tonsil
masih berada dalam fossa tonsilaris
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
T2 : Bila besarnya 2/4 jarak arkus
anterior dan uvula
T3 : Bila besarnya ¾ jarak arkus anterior
dan uvula
T4 : Bila besarnya mencapai uvula atau
lebih
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
B. Memeriksa mobilitas tonsil
Digunakan 2 spatula
Spatula 1 : diletakkan di atas lidah
(paramedian)
Spatula 2 : posisi ujungnya vertikal
menekan jaringan
peritonsil, sedikit lateral
dari arkus anterior, digerakkan ke
medial dan lateral
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
C. Memeriksa patologi dari tonsil dan
Palatum Mole
– Perhatikan anatominya
– Perhatikan patologinya
Tonsilitis akut : semua merah,
titik-titik putih pada
tonsil
Tonsilitis Kronik : arkus anterior merah
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
Aftae : Ditekan sakit
Abses peritonsil : * ismus fausium kecil,
* tonsil terdesak ke
medial
* sekitar tonsil merah
dan oedem
* uvula terdesak
heterolatelal
udematus
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
Difteri : pseudo membran warna
kotor, hemoragis, ada
yang di luar batas tonsil
Plaut Vincent : ulkus seluruh tonsil,
monolateral, febris, perlu
usap tenggorok
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
Radang spesifik : Tuberkulosa
Tumor benigna : keras, tonsil fiksasi
Sikatrik : akibat tonsilektomi,
insisi abses peritonsil
Korpus alienum : duri ikan, tulang
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
D. Memeriksa patologi faring
• Faringitis akut --> semua merah
• Faringitis Kronik --> hanya granulae merah
• Aftae, difteri, ulkus sifilis, sikatriks, corpus
alienum
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
E. Memeriksa paresis/paralisis palatum mole
• Normal
– Waktu istirahat
• Uvula menunjuk ke bawah
• Konkavitas palatum mole simetris
– Ucapkan “aa,ee”
• Bergerak-gerak tetap simetris
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
• Paresis bilateral
–Waktu istirahat
• Seperti normaal
–Ucapkan “aa,ee”
• Seperti normal
• Mungkin uvula sedikit bergerak
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
• Paresis unilateral
– Waktu istirahat
• Seperti normal
– Ucapkan “aa,ee”
• Palatum mole terangkat ke arah yang sehat, uvula
miring, menunjuk ke arah sehat, konkavitas, tak
simetris

Kondisi di atas dapat karena tumor nasofaring atau


paresa N.X
Pemeriksaan Tonsil dan Faring
F. Memeriksa Paresis Faring
• Normal
– Bila disentuh sensitif, dijumpai refleks muntah
• Paresis bilateral
– Dijumpai tumpukan air ludah dan bila disentuh tidak
sensitif dan reflek muntah hilang
• Paresis Unilateral
– Bila disentuh muncul gerakan yang bergerak hanya faring
yang sehat.
Pemeriksaan
Laring
Pemeriksaan laring terdiri atas :

• Pemeriksaan dari luar dengan inspeksi dan


palpasi
• Laringoskopia indirekta dengan cermin laring
• Laringoskopia direkta dengan laringoskop
kaku, laringoskop fiber optik atau mikroskop
• Pemeriksaan kelenjar leher
Pemeriksaan Dari Luar
Inspeksi :

• Diperhatikan warna dan keutuhan kulit, serta


benjolan yang ada pada daerah leher disekitar
laring. Suatu benjolan yang mengikuti gerakan
laring adalah struma dan kista duktus
tireoglossus.
Palpasi berguna untuk :

• Mengenal bagian – bagian dari kerangka laring


( kartilago hyoid, kartilago tiroid, kartilago
krikoid ) dan gelang – gelang trakhea.
• Apakah ada oedem, struma, kista, metastase,
susunan yang abnormal dijumpai pada fraktur
dan dislokasi
• Laring yang normal, mudah sekali digerakkan
kekanan dan kekiri oleh tangan pemeriksa.
Laringoskopi
Indirekta
• Maksudnya adalah melihat laring secara tidak
langsung dengan cara menempatkan cermin
didalam faring dan cermin tersebut disinari
oleh cahaya. Bayangan laring pada cermin
terlihat dari sinar yang dipantulkan.
Syarat – syarat :

• Harus ada jalan yang lebar buat cahaya yang


dipantulkan oleh cermin dari faring ke laring.
Untuk keperluan itu maka lidah harus
dikeluarkan, sehingga radiks linguae yang
menutup jalan itu bergerak keventral.
• Harus ada tempat yang luas buat cermin dan
cemin tidak boleh ditutup oleh uvula. Untuk
keperluan itu penderita disuruh bernafas dari
mulut, Dengan demikian uvula bergerak
dengan sendirinya keatas dan menutup jalan
ke nasofaring.
Alat – Alat :

• Cermin laringoskop yang besar


• Lampu spiritus
• Larutan Xylocain 10% buat faring
yang sensitif
• Kain kasa yang dilipat
Tahap – Tahap Pemeriksaan :

• Memeriksa radiks linguae, epiglotis


dan sekitarnya
• Memeriksa lumen laring dan rima
glotidis
• Memeriksa bagian yang letaknya
kaudal dari rima glotidis
Pelaksanaan :

• Anaestesi faring dengan Xylocain


10%. Pada umumnya anaestesi ini
tidak diperlukan, kecuali untukfaring
yang sangat sensitif. Pemeriksaan
dapat dimulai kira – kira 10 menit
setelah disemprotkan larutan
Xylocain 10%.
• Mulut harus dibuka lebar – lebar,
harus bernafas dari mulut
• Penderita diminta menjulurkan lidah
panjang – panjang
Bagian lidah yang ada diluar mulut

• Dibungkus dengan kain kasa, kita pegang


dengan tangan kiri, jari I diatas lidah, jari III
dibawah lidah dan jari II menekan pipi
• Dipegang dengan tenaga yang optimal. Lebih
keras dari itu menyebabkan penderita merasa
sakit, bila lebih lunak lidah akan terlepas
• Cermin dipegang dengan tangan kanan,
seperti memegang pensil arah cermin
kebawah.

• Cermin dipanasi ( lebih sedikit dari 37⁰ C ),


supaya nanti tidak menjadi kabur.
• Panas cermin dikontrol pada lengan bawah kiri
pemeriksa. Cermin dimasukkan ke dalam
faring, dan mengambil posisi dimuka uvula.

• Kalau perlu uvula didorong sedikit ke belakang


dengan punggung cermin, cermin disinari.
Untuk pemeriksaan laringoskopi
indirekta,kepala penderita diatur dalam 3
posisi :

1. Posisi tegak
2. Posisi Killian : lebih jelas untuk melihat
sekitar komisura posterior
3. Posisi Tuerck’s : lebih jelas untuk melihat
sekitar
komisura anterior
Tahap 1 : radiks lingue,epiglotis dan
sekitarnya

• Kelihatan gambar dari radiks linguae, epiglotis


yang menutup introitus laringis, plika
glossoepiglotika, valekula kiri dan kanan.
• Perhatikan anatominya
• Perhatikan patologinya: udem dari epiglotis,
ulkus, tumor, korpus alienum.
• Facies posterior tonsil pada kesempatan ini
dapat diperiksa yaitu pada awal tahap 1 atau
pada akhir tahap 3.
• Perhatikan : warna, aftae, ulkus
• Untuk keperluan ini penderita disuruh
mengucapkan huruf “iii” yang panjang dan
yang tinggi.
• Akibat mengucapkan huruf “iii”yang tinggi itu,
ialah laring ditarik keatas dan ke muka.
• Dalam gerakan keatas dan kemuka itu, ikut pula
serta epiglotis.
• Epiglotis yang sebelumnya menutup introitus
laringis, sekarang terbuka sehingga cahaya
dapat masuk ke dalam laring dan trakea.
• Korda vokalis bergerak ke garis median.
Tahap 2 : melihat laring dan sekitarnya
Perhatikan anatomi laring, berupa :

- Epiglotis dan pinggirnya.


- Aritenoid kiri dan kanan.
- Plika ari-epiglotika kiri dan kanan
- Sinus piriformis kiri dan kanan
- Dinding posterior dan dinding lateral faring
- Plika ventrikularis kiri dan kanan
- Komisura anterior dan posterior
- Korda vokalis kiri dan kanan
Gambar laring
Perhatikan patologi- anatominya

• Radang :
- Laringitis akut(semua merah)
- Laringitis kronis(sedikit merah atau yang
merah hanya korda vokalis saja)
Ulkus :
• Laringitis TBC berupa erosi ulkus pada
komisura posterior dan erosi ulkus pada korda
vokalis.
• Epiglotis berupa udem, infiltrat, ulkus.
• Karsinoma
Udem : radang, alergi, tumor.
Cairan :
• Sputum hemoragis dijumpai pada TBC,
keganasan.
• Tumpukan saliva di sinus pyriformis

Tumor :
• Benigna (papiloma,polip,nodul,kista)
• Maligna – karsinoma.
• Perhatikan gerakan dari korda
vokalis kiri – dan kanan normal,
simetris, tidak
bergerak(parese)unilateral atau
bilateral.
Tahap 3 : melihat trakea

• Biasanya korda vokalis hanya dapat dilihat


dalam stadium fonasi
• Dalam stadium respirasi lumen laring tertutup
oleh epiglotis, sehingga mukosa trakea hanya
dapat waktu belum ada aduksi yang komplet,
atau di waktu permulaan abduksi.
• Perhatikan : anatomi, patologi
mukosa, warna mukosa, sekret
regio subglotik,udem, tumor.
LARINGOSKOPIA DIREKTA
Maksudnya adalah
• Melihat laring secara langsung
tanpa cermin tetapi dengan
perantaraan alat yang disebut
laringoskop.
Laringoskop yang digunakan

a. Laringoskop kaku,yaitu :
• Endoskop model Brunings, jackson,
Mc.intosh, Mc.Gill

• Sumber cahaya : Brunings proximal,


Jackson distal
Teknik

• Penderita ditidurkan terlentang diatas meja


periksa
• Pemeriksaan baru dapat dimulai kira - kira 10
menit setelah ke dalam faring dan laring
diseprotkan Xylocain 10% ( + 10 semprot)
• Pipa Laringoskop dimasukkan sampai introitus
laringis
• Memperhatikan gambar laring seperti pada
laringoskop indirek
b. Laringoskop fiber optic
c. Mikrolaringoskop dengan memakai mikroskop
perhatikan :
• Penderita berbaring, posisi kepala di depan
pemeriksa
• Bagian kanan penderita adalah juga bagian
kanan pemeriksa
PEMERIKSAAN KELENJAR LEHER
 Pada umumnya baru teraba apabila ada
pembesaran >1cm
 Palpasi dilakukan dengan:
1. Posisi pemeriksa berada di belakang penderita
2. Dilakukan secara sistematis/berurutan mulai dari
submental berlanjut ke arah angulus mandibula,
sepanjang muskulus sternocleidomastoid,
clavicula dan di teruskan saraf assesorius
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai