Anda di halaman 1dari 21

Neurektomi Nervus Nasalis Posterior: Sebuah

Kasus Berbasis Bukti

Nama: Muhammad Arfiza Putra Saragih


NIP: 198807272014041001

Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung


Tenggorok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2017

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirohim

Puji sukur saya kehadirat Allah SWT atas karena rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan
makalah ilmiah ini. Salawat beserta salam saya ucapkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang.
Makalah ini membahas tentang tindakan neurektomi nervus nasalis posterior yang saat ini
sedang berkembang, terutama pada kasus kasus rinitis vasomotor dan rinitis alergi yang
tidak membaik setelah pemberian terapi medikamentosa. Neurektomi nervus nasalis
posterior ini dilakukan dengan bantuan endoskopi dan termasuk tindakan minimal invasif.
Teknik ini selain dapat mengurangi gejala hidung tersumbat, dapat juga mengurangi
gejala rinorea, sehingga disebut sebut lebih baik dari pada tindakan konkoplasti ataupun
konkotomi. Walaupun demikian, pada literatur yang sering didapatkan kombinasi kedua
teknik ini, sehingga hasil yang didapatkan menjadi bias apakah memang teknik ini
terbukti mengurangi gejala hidung atau tidak. Makalah ini adalah sebuah laporan kasus
yang dikaitkan dengan bukti bukti dari literatur. Bukti bukti ini ditelaah sesuai dengan
laporan kasus yang saya kaji.

Medan, 29 Agustus 2017


Penulis,

Muhammad Arfiza Putra Saragih

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………. I
DAFTAR ISI………………………………………………………………….... II
ABSTRAK……………………………………………………………………… 1
ABSTRACT……………………………………………………………………. 1
PENDAHULUAN……………………………………………………………… 2
ANATOMI HIDUNG…………………………………………………………... 3
MODULASI PERSEPSI SENSORIS…………………………………………. 5
TEKNIK NEUREKTOMI NERVUS NASALIS POSTERIOR………….. 7
KASUS…………………………………………………………………………. 8
TELAAH ILMIAH……………………………………………………………. 10
DISKUSI……………………………………………………………………….. 11
KESIMPULAN………………………………………………………………... 13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 14
CRITICAL APPRAISAL……………………………………………………… 16

Universitas Sumatera Utara


Neurektomi Nervus Nasalis Posterior: Sebuah Kasus Berbasis Bukti

Mhd. Arfiza Putra Saragih*

*Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak
Gejala rinitis alergi dan non alergi biasanya dapat dikontrol melalui terapi
medikamentosa, tetapi terdapat beberapa kasus yang tidak berhasil pada terapi
medikamentosa, sehingga tatalaksana pembedahan menjadi pilihan yang baik
pada kasus ini. Neurektomi nervus nasalis posterior merupakan salah satu pilihan,
bila dibandingkan dengan neurektomi nervus vidianus, prosedur ini cukup aman
dan hasilnya cukup menjanjikan. Makalah ini ditulis untuk telaah kritis
neurektomi nervus nasalis posterior sebagai rinitis non-alergi. Dilaporkan pasien
perempuan, 41 tahun, dengan nyeri daerah wajah dan hidung tersumbat selama 2
tahun, keluhan rasa mengalir ditenggorok dan gangguan tidur selama 1 tahun.
Pengobatan kortikosteroid intranasal dan cuci hidung telah diberikan selama 3
bulan tetapi tidak membaik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema konka
inferior dan septum deviasi serta pemeriksaan penunjang tes alergi negatif. Pasien
didiagnosis dengan rinitis non alergi dan dilakukan neurektomi nervus nasalis
posterior. Pada saat operasi ditemukan adanya nervus tambahan didepan foramen
sfenopalatina yang diduga nervus nasalis inferoposterior. Setelah follow up 3
bulan terdapat penurunan gejala hidung dan perbaikan kualitas tidur. Pasca
evaluasi 1 tahun pasien tidak mengalami rekurensi gejala hidung dan gangguan
tidur. Walaupun hasil neurektomi nervus nasalis posterior pada pasien ini baik
dalam follow up yang cukup lama, tetapi tetap diperlukan penelitian untuk
membuktikan efektivitas neurektomi nervus nasalis posterior.

Kata kunci : neurektomi nasal posterior, sumbatan hidung, rinitis vasomotor,


rinitis alergi

Abstract
Symptoms of allergic and non-allergic rhinitis can usually be controlled by
medical therapy. However there are some cases need surgical intervention due
failure to medical therapy.. Posterior nasal neurectomy is an option. other than
vidian neurectomy, because it is safe and gives a quite promising result. The
results of posterior nasal neurectomy should be examined critically in clinical
practice. Female, 41 years old reported with facial pain and nasal congestion for
2 years, post nasal drip and sleep disorders for 1 year. She had been given
intranasal corticosteroid and nasal irigation for 3 months but had not showed any
improvement. Physical examination found edema inferior turbinate and septal
deviation, Skin prick test allergy was negative. Patient was diagnosed non-
allergic rhinitis and underwent posterior nasal neurectomy., During the
procedure additional branch was found in front of sphenopalatine foramen. After

Universitas Sumatera Utara


a 3-month follow-up there has been a decrease of nasal symptoms and an
improvement of sleep quality. After one year follow-up, patient has been showed
no recurrence of nasal symptoms and sleep disturbances. Although the results of
posterior nasal neurectomy in this patient shows excellent result within 1 year
follow-up, however a future research is needed to prove the effectiveness of the
procedure.

Keywords : posterior nasal neurectomy, nasal kongestion, vasomotor rhinitis,


allergic rhinitis

hidung pada pasien dengan atopi.


Pendahuluan Walaupun menjanjikan, tetapi teknik
ini dapat mengakibatkan komplikasi
Gejala utama rinitis alergi dan non seperti perdarahan hebat saat
alergi adalah hidung tersumbat, prosedur akibat ruptur arteri
bersin dan rinore. Hal ini disebabkan sfenopalatina dan percabangannya,
oleh edem mukosa, hiperresponsif xerostalmia, kebas pada pipi dan
serabut saraf trigeminus dan palatum, opthalmoplegia dan
peningkatan jumlah sel sekretorik kebutaan. Komplikasi ini terjadi
konka inferior. Hidung tersumbat biasanya karena visualisasi anatomi
kronik yang terjadi akibat yang buruk saat prosedur
remodeling kelenjar submukosa berlangsung, karena adanya variasi
konka inferior disebabkan dilatasi foramen sfenopalatina, foramen
vena sinusoid atau fibrosis, dan dapat rotundum dan dinding posterior sinus
mempengaruhi kualitas hidup. maksila. Dilaporkan rekurensi gejala
Gejala-gejala ini umumnya dapat hipereaktif hidung terjadi hingga
diatasi dengan terapi medikamentosa 71% dalam 2 tahun pasca tindakan,
3,4
seperti kortikosteroid intranasal,
tetapi tindakan pembedahan mungkin
perlu dilakukan jika obat tidak Ruskel yang dikutip oleh Halderman
menuai keberhasilan dalam dkk3 memperkenalkan anatomi fossa
menghilangkan atau menurukan pterigopalatina melalui studi
keparahan gejala1,2 mikroanatomi. Penemuannya
menunjukkan bahwa berkas nervus
Golding dan Wood yang dikutip dari vidianus bergabung ke ganglion
Halderman dkk3 pertama kali pterigopalatina dan mempersarafi
melakukan diseksi nervus vidianus mukosa hidung melalui nervus
transnasal untuk rinitis vasomotor nasalis posterior. Sebelumnya
pada tahun 1961. El-Guindy yang dianggap bahwa nervus nasalis
dikutip dari Halderman dkk3 posterior merupakan percabangan
kemudian memodifikasinya dengan langsung nervus vidianus pada fossa
metode transeptal. Indikasi pterigopalatina, dan bercabang-
neurektomi vidianus kemudian cabang untuk mempersarafi target
diperluas juga untuk rinitis alergi. jaringan yang berbeda-berbeda.
Prosedur ini menunjukkan angka Berdasarkan pengetahuan ini maka
keberhasilan 94% dalam dilakukan penelitian neurektomi
menghilangkan gejala rinore dan nervus nasalis posterior, sebagai
menurunkan 57% gejala hiperreaktif pilihan yang lebih selektif untuk

Universitas Sumatera Utara


mencegah xerostalmia, kebas pada palatina desenden, yang berjalan
palatum dan pipi akibat neurektomi pada lamina perpendikular os
nervus vidianus3 palatina, Nervus ini juga
mempersarafi konka inferior
Kikawada5 pada tahun 1998 terutama bagian media dan inferior. 5
melakukan neurektomi nervus
nasalis superoposterior pada foramen Anatomi Hidung
sfenopalatina. Ikeda dkk1 melakukan
neurektomi nervus nasalis Bagian tulang dinding lateral rongga
superoposterior dengan turbinoplasti hidung terdiri atas tulang. etmoid
mendapatkan 80% perbaikan gejala (lempeng kribiformis, tulang konka
hidung dan perbaikan patensi hidung superior, tulang konka media, bagian
berdasarkan rinomanometri. tulang prosesus unsinatus), tulang
Kobayasi dkk6 pada tahun 2012 lakrimal, prosesus frontal dari tulang
kemudian memodifikasi neurektomi maksila, tulang konka inferior, dan
ini dengan diseksi cabang perifer lempeng perpendikular dari tulang
nervus nasalis posterior bersamaan palatina.7,8
dengan reseksi submukosa konka
inferior. Pada penelitiannya
Kobayasi mendapatkan penurunan
gejala hidung seperti bersin, rinore,
dan hidung tersumbat dan tidak
berbeda secara statistik; kecuali pada
keluhan rinore pasca teknik
Kikawada5 menunjukkan perbaikan
yang lebih bermakna. Albu dkk2 pada
tahun 2014 melakukan penelitian
turbinoplasti dengan mikrodebrider
dan atau tanpa neurektomi nervus
nasalis superoposterior, mendapatkan
gejala hidung, rinomanometri akustik
dan sakarin tidak berbeda bermakna
Gambar 1. Anatomi tulang dinding
secara statistik antara turbinoplasti lateral hidung.7
dengan atau tanpa neurektomi nervus
nasalis posterior. 1,2,5,6 Foramen sfenopalatina merupakan
lubang yang terletak di bagian
Dengan ditemukannya perbedaan superior dari lempeng perpendikular
hasil berdasarkan perbedaan teknik tulang palatina. Foramen ini
maka tulisan ini dibuat untuk merupakan tempat keluarnya arteri
mengkaji secara kritis penelitian sfenopalatina dan nervus nasalis
penelitian yang ada. Selain itu superoposterior cabang lateral dan
ditemukannya percabangan nervus medial. Tepi dari foramen
nasalis tambahan saat melakukan sfenopalatina dibentuk oleh prosesus
neurektomi nervus nasalis posterior sfenoid dan prosesus orbitalis dari
memicu pertanyaan klinik apakah
yang ditemukan adalah nervus
nasalis inferoposterior yang
merupakan cabang dari nervus

Universitas Sumatera Utara


tulang palatina dan atap dari fossa
pterigopalatina.5,7,8 Serabut saraf sekretomotor
(parasimpatik dan motorik) hidung
berasal dari nervus intermedius.
Serabut saraf ini berjalan bersama
dengan nervus fasialis dan
membentuk ganglion genikulatum,
kemudian meninggalkan ganglion
genikulatum membentuk nervus
petrosus superfisialis mayor. Nervus
ini berjalan dari permukaan anterior
Gambar 2. Gambaran skematis lokasi
bagian petrosus tulang temporal
foramen sfenopalatina.5
hingga ke sinus kavernosus,
kemudian mendapatkan serabut saraf
Dinding lateral hidung bagian
simpatik dari nervus petrosus
superior diperdarahi oleh arteri
profunda, yang berasal arteri karotis
etmoid anterior dan posterior yang
interna segmen kavernus dan
merupakan cabang dari arteri
membentuk nervus vidianus.9
oftalmika yang merupakan
percabangan dari arteri karotis
Saraf simpatik dan parasimpatik
interna. Arteri sfenopalatina akan
bergabung di bagian depan kanal
memperdarahi dinding lateral hidung
pterigoidea dengan permukaan
bagian inferior dan dasar hidung,
anterior prosesus pterigoidea,
yang merupakan cabang dari arteri
tertutup oleh prosesus vertikalis
maksila, dan merupakan cabang dari
tulang palatina dan cabang pembuluh
arteri karotis eksterna. Arteri labialis
darah arteri sfenopalatina. Gabungan
superior akan memperdarahi bagian
saraf ini kemudian memasuki kanal
vestibulum.7
vidianus (pterigoid) sebagai nervus
vidianus, yang nantinya akan
membentuk ganglion pterigopalatina.
Serabut saraf parasimpatis bersinaps
dengan serabut saraf postganglionik
pada ganglion pterigopalatina,
kemudian berjalan bersama cabang
nervus trigeminus untuk
mempersarafi rongga hidung dan
palatum. Serabut saraf simpatik
sudah merupakan serabut saraf
postganglionik dan tidak bersinaps
pada ganglion pteriogopalatina.
Serabut saraf ini akan mengikuti
Gambar 3. Perdarahan dinding lateral pembuluh darah dan mempersarafi
hidung.7 rongga hidung dan palatum.9,10

Universitas Sumatera Utara


berjalan melalui lamina
perpendikularis os palatina menuju
dinding lateral hidung. Nervus ini
mempersarafi konka inferior dan
meatus inferior.5,9,12

Modulasi Persepsi
Sensoris
Gambar 4. Skematik Perjalanan Saraf di
Fossa Pterigopalarina. 11 Nervus sensoris non olfaktorik yang
berasal dari nervus trigeminus
Saraf sensoris yang mempersarafi mempunyai jaras saraf bermielin dan
hidung merupakan percabangan dari tanpa mielin terhadap nyeri
nervus oftalmikus (V1) dan nervus (nosiseptif). Stimulus kimia (seperti
maksilaris (V2). Kedua nervus ini produk biokimia endogen) dan fisik
merupakan percabangan utama dari dapat menstimulasi serabut afferen
nevus trigeminus. Kebanyakan saraf sensorik pada mukosa hidung,
daerah dinding lateral hidung dan membawa sensasi (seperti sensasi
septum nasi dipersarafi oleh cabang- gatal) ke sistem saraf pusat dan
cabang nervus maksilaris. Pada fossa mengaktifkan refleks bersin. Perlu
pterigopalatina, nervus maksilaris diketahui bahwa gejala hidung dapat
bergabung dengan nervus vidianus terjadi tanpa adanya abnormalitas
membentuk ganglion mukosa. Pada pasien rinitis alergi
pteriogopalatina tanpa sinaps. dapat merasakan hidung tersumbat
Cabang dari ganglion tanpa adanya gangguan pada
pteriogopalatina ini kemudian keluar mukosa, Sebagai contoh mentol
dari foramen sfenopalatina ke rongga dapat meningkatkan persepsi hidung
hidung dan membentuk percabangan tersumbat tanpa adanya perubahan
lateral dan cabang medial. Nervus aliran udara. hal ini dikarenakan
nasalis posterosuperior lateral aktivasi reseptor dingin oleh mentol,
mempersarafi konka inferior, media dan sensasi dingin ini membuat
dan superior. 9,12 kesan peningkatan aliran udara. sama

Nervus nasalis posterosuperior


medial melewati dinding anterior
sfenoid hingga septum nasi
membentuk nervus nasopalatina.
Nervus nasopalatina ini masuk ke
kanal insisivus pada bagian anterior
septum, saraf ini akan mempersarafi
gingiva dan mukosa posterior dari
gigi insisivus. Bagian bawah dari
rongga hidung dipersarafi oleh
nervus palatina mayor, yang
merupakan cabang dari ganglion
pteriogopalatina. Nervus ini keluar
melalui kanal palatina mayor dan

Universitas Sumatera Utara


halnya dengan sindroma empty nose mengkibatkan bersin. Calcitonin
yang merasakan hidung tersumbat.14 gene-related peptide (CGRP) adalah
vasodilator yang baik dan
mempunyai peran pada kongesti
hidung, pelepasan CGRP ini
dipengaruhi oleh aktivasi nervus
trigeminus. CGRP meningkat pada
cairan hidung yang dilakukan
allergen challenge. Aktivasi nervus
trigeminus dihubungkan juga dengan
alergi, hal ini didukung oleh adanya
studi tentang inhalasi karbon
dioksida yang merupakan inhibisi
aktivasi saraf dan inhibisi pelepasan
CGRP, dapat mengurangi gejala
alergi, seperti hidung tersumbat. 14

Lengkung reflek abnormal dari saraf


parasimpatik juga berhubungan
Gambar 6. Skematik fisiologis gejala dengan kongesti hidung dan rinore.
hidung.
14 Rinitis vasomotor, idiopatik atau
iritan diduga berhubungan dengan
Gejala spesifik rinitis dimediasi peningkatan sensitivitas serabut
berbagai jalur saraf. Akson serabut afferen, terhadap stimulus iritan dan
saraf sensorik dapat dikelompokkan atau augmentasi respon kelenjar pada
berdasarkan ukuran, kecepatan aktivasi axon parasimpatik.14
konduksi, neurotransmiter yang
dilepaskan dan berbagai macam Peningkatan terhadap pengetahuan
stimuli yang merangsangnya. Serabut tentang neurotransmiter dan
kecil saraf C tidak memiliki mielin modulator lain yang dilepaskan
sehingga lebih lambat dalam berbagai afferen primer,
menghantarkan potensial aksi dan menyadarakan kita bahwa serabut
umumnya respon terhadap saraf ini dapat diklasifikasikan pada
rangsangan kimia dan mekanik yang molekul yang digunakan untuk
berbahaya (nocireseptor). Serabut Aδ berinteraksi dengan sel lain. Afferen
memiliki mielin tipis dan merupakan primer berkerja pada spesifik
nocireseptor. Aβ merupakan serabut reseptornya. Beberapa bagian dari
saraf yang mempunyai mielin yang serabut saraf C mengekpresikan
besar, sehingga mempunyai histamine H1 dan juga H4, reseptor
kecepatan rabat yang cepat dan dapat ini menghantarkan informasi sensasi
dirangsang dengan non nociseptif. 14 rasa gatal. Bagian lain dari serabut
saraf C mengekspresikan reseptor
Gatal pada hidung merupakan transient receptor potential
rangsangan taktil yang disampaikan vanilloid-1 (TRPV1), yang akan
ke sistem saraf pusat oleh nevus mendeteksi stimulus nyeri akibat
trigeminus. Aktivasi nervus panas. Reseptor ini berpengaruh pada
trigeminus disebabkan oleh mediator hiperalgesia terhadap panas yang
sel mast, aktivasi ini juga akan terjadi akibat inflamasi. Reseptor ini

Universitas Sumatera Utara


juga membawa informasi tentang Teknik neurektomi
stimulus mekanik dan perubahan
osmolaritas lokal. 14 nervus nasalis posterior

Fenotip neurotransmiter pada saraf Secara umum terdapt 2 teknik dalam


afferen primer sangat fleksibel melakukan neurektomi nervus
(plastic) dan dapat berubah nasalis posterior, salah satunya
fungsinya secara cepat bila terdapat adalah yang dikemukakan
5
stimulus inflamasi. Neuroplastisitas Kikawada , diawali dengan injeksi 1
inflamasi ini terjadi akibat kombinasi mL of 1:100,000 epinefrin pada batas
perubahan activity-dependent saraf posterior dari meatus medius. Insisi
dan molekul spesifik yang memicu 1,5 cm dari batas superior konka
jalur tranduksi sinyal. Inflamasi inferior hingga bagian horizontal
memicu pelepasan mediator yang lamella basalis konka media,
dapat merubah kandungan saraf kemudian dilakukan elevasi jabir
sensorik primer, menghasilkan mukoperiosteum dari lamina
perubahan sensitivitas dan fenotip perpendikular os palatina hingga
transmiter. Sebagai contoh, inflamasi cekungan foramen sfenopalatina dan
mengakibatkan peningkatan growth batas superior lamina perpendikular
factor-dependent pada ekspresi os palatine terpapar. Arteri
subtansi P pada serabut saraf C, sfenopalatina akan keluar melalui
anehnya ekspresi subtansi P ini foramen sfenopalatina dibawah jabir
terjadi pada serabut saraf Aβ juga, mukoperiosteum beserta 1 hingga 2
walaupun normalnya peptida ini cabang nervus nasalis
tidak terdapat pada serabut saraf posterosuperior, kemudian nervus ini
Aβ.14 diangkat dengan forsep dan jaringan
sekitar arteri sfenopalatina dibakar
Perubahan ini dapat membuat sensasi dengan kauter, untuk memastikan
hidung tersumbat walaupun tidak tidak terdapat cabang nevus nasalis
terdapat gangguan pernapasan atau posterior yang tersisa. Jabir
terhambatnya jalan napas pada mukoperiosteum dikembalikan ke
hidung. Hal ini didukung dengan tempat semula.5
adanya peningkatan respon hidung
terhadap histamine dan kapsaisin
(stimulus sangat spesifik serabut C)
pada pasien rinitis alergi, ditambah
lagi persepsi rinitis idiopatik
meningkatkan paparan kapsaisin,
molekul yang mengakibatkan
desensitivitas saraf tetapi tidak
Gambar 7. Skematik neurektomi nervus
berefek pada mediator inflamasi. nasalis posterior (SPA=Arteri
Data data ini mendukung perubahan sfenopalatina, PSNN= Nervus nasalis
pada prosesing sensoris, pada posterosuperior).5
kongesti hidung.14
Kobayasi dkk melakukan neurektomi
cabang perifer nervus nasalis
posterior dengan reseksi submukosa
konka inferior. Diawali

Universitas Sumatera Utara


dengan tampon adrenalin-lidokain tidak terdapat gangguan penghidu
1/5000 pada permukaan konka ataupun batuk.
inferior dan rongga hidung selama 10
menit. Insisi pada perlekatan anterior Pemeriksaan fisik didapatkan
konka inferior, insisi dilakukan dari terdapat konka yang edem pada
batas superior sampai inferior konka hidung kanan dan kiri, post nasal
inferior, dilanjutkan dengan elevasi drip pada hidung kanan dan kiri,
jabir mukoperiosteal sampai terpapar terdapat septum deviasi pada 1/3
seluruh tulang konka inferior, tulang medial hidung kiri yang bersentuhan
konka inferior dipisahkan dari dengan konka hidung kiri. Tes Alergi
mukoperiosteum yang melapisinya. menunjukkan tidak terdapat alergi
Tulang konka inferior kemudian pada pasien.
diangkat diangkat, kemudian
dievaluasi Neurovaskular bundle Pasien sebelumnya telah
yang berjalan pada permukaan mendapatkan obat semprot hidung
mukoperiosteum. Neurovaskular dan cuci hidung selama 3 bulan dan
bundle ini kemudian dikoagulasi keluhan hanya berkurang sedikit.
dengan kauter bipolar dan direseksi. Pasien di diagnosis dengan rinitis
Jabir mukoperiosteal dikembalikan non alergi dengan sleep disordered
ke posisi semula, hingga tidak breathing dan septum deviasi, Pasien
terdapat tulang yang terpapar.6 kemudian direncanakan operasi
neurektomi nervus nasalis posterior,
bedah sinus endoskopi fungsional
mini dan septoplasti pada tanggal 13-
10-15.

Pasien dilakukan unsinektomi dan


antrostomi meatus media, kemudian
dilakukan insisi elips 1,5 cm batas
superior konka inferior hingga
bagian horizontal lamella basalis
konka media, kemudian jabir
Gambar 12. Nervus nasalis posterior mukoperiosteal dibuka hingga
6
perifer. tampak krista etmoidalis dan
foramen sfenopalatina, dilakukan
diseksi nervus nasalis
Kasus posterosuperior dan kemudian
dilakukan kauterisasi agar tidak
Perempuan, 41 tahun, datang ke poli
terjadi reinervasi dari nervus nasalis
Rinologi THT pada tanggal 28-9-
posterosuperior. Pada kavum nasi
2016 dengan nyeri daerah wajah
kiri terdapat nervus nasalis posterior
(VAS=6) selama 2 tahun, mata
tambahan yang diduga dengan
berair, hidung tersumbat dirasakan
nervus nasalis inferoposterior.
ada (VAS=4) selama 2 tahun,
Nervus ini berada dianteroinferior
keluhan rasa mengalir ditenggorok
foramen sfenopalatina.
(VAS=4) 1 tahun dan gangguan tidur
(epworth sleepiness scale = 10) 1
Pasien kemudian dilakukan
tahun. Pilek, gatal pada hidung
septoplasti dengan insisi killian,
maupun bersin dirasakan tidak ada,

Universitas Sumatera Utara


dilakukan pengangkatan jabir tidak terdapat perforasi. Pasien
mukoperikondrium sisi kiri dan kemudian diberikan steroid topikal
dibuat terowongan inferior dan dan cuci hidung.
superior dan diteruskan hingga batas
osseokartilago, insisi kartilago Setelah follow up 3 tahun keluhan
dilakukan 0,5 cm dari insisi mata berair masih ada, nyeri dirasa
mukoperikondrium, dilakukan tidak ada, hidung tersumbat tidak
pengangkatan jabir ada, nyeri wajah tidak ada, gangguan
mukoperikondrium kontralateral tidur terasa sangat berkurang
hingga terbentuk terowongan inferior (epworth sleepiness scale = 4). pada
dan superior, dilanjutkan dengan pemeriksaan nasoendoskopik
kondrotomi posterior dan inferior, didapatkan pada pemeriksaan
krista nasalis os palatina dipahat, nasoendoskopik didapatkan kavum
lamina perperndikularis os etmoid nasi kanan dan kiri lapang, konka
dan kartilago yang deviasi diangkat. inferior eutrofi, konka media eutrofi,
Luka insisi dijahit dan dipasang meatus medius terbuka, ostium sinus
tampon netcell pada kedua hidung maksila terbuka dan septum tidak
agar tidak terjadi hematoma hidung, deviasi. Pasien kemudian diberikan
steroid topikal dan cuci hidung.
Pasien dirawat 2 hari, sebelum
pulang tampon diangkat dan Pasien kemudian kontrol ke poli
dilakukan evaluasi, kavum nasi mata untuk mata berair dan
kanan dan kiri lapang, konka inferior dikatakan sumbatan pada duktus
edema, konka media edema, tampak nasolakrimal kanan dan kiri, pasien
clotting pada meatus medius, ostium kemudian dilakukan
sinus maksila terbuka dan flap dakriosistorinostomi terbuka pada
mukoperiosteum baik, luka jahitan duktus nasolaktimal kiri pada januari
pada septum baik, tidak terdapat 2016 dan dakriosistorinostomi
perforasi. Pasien diberikan antibiotik dengan pendekatan endoskopik pada
dan analgetik serta dianjurkan untuk duktus nasolakrimal kanan pada
cuci hidung. oktober 2016.

Pasien kemudian kontrol 2 minggu Setelah follow up 1 tahun keluhan


pasca operasi, masih terdapat nyeri dirasa tidak ada, hidung
keluhan nyeri wajah (VAS=4), mata tersumbat tidak ada, nyeri wajah
berair ada, tidak terdapat hidung tidak ada, gangguan tidur terasa
tersumbat, pilek, rasa mengalir sangat berkurang (epworth sleepiness
dibelakang tenggorok, gangguan scale = 4). pada pemeriksaan
tidur terasa berkurang (epworth nasoendoskopik didapatkan kavum
sleepiness scale = 6) pada nasi kanan dan kiri lapang, konka
pemeriksaan nasoendoskopik inferior eutrofi, tampak sedikit
didapatkan kedua kavum nasi lapang granulasi dan sten pada duktur
kavum nasi lapang, konka inferior lakrimal baik dengan sekret
eutrofi, konka media eutrofi, meatus mucopurulen pada kavum nasi
medius lapang clotting minimal pada kanan, konka media eutrofi, meatus
meatus medius, ostium sinus maksila medius terbuka, ostium sinus maksila
terbuka dan flap mekoperiosteum terbuka dan septum tidak deviasi.
baik, luka jahitan pada septum baik,

Universitas Sumatera Utara


Pasien kemudian diberikan steroid terdapat 7 kepustakaan, dan hanya 2
topikal dan cuci hidung. kepustakaan dalam 5 tahun terakhir.

Satu kepustakaan merupakan


Telaah Ilmiah tinjauan sistematik (systematic
review) oleh Halderman dkk3. Dalam
Pertanyaan klinis PICO pada kasus tinjauan sistematik ini tidak terdapat
ini dapat diuraikan sebagai berikut penelitian uji klinik randomisasi
Patient: kasus rinitis alergi dan non membuta yang langsung
alergi yang tidak dapat disembuhkan membandingkan keuntungan atau
dengan pengobatan medikamentosa. komplikasi neurektomi nervus
Intervention: neurektomi nervus nasalis posterior dengan neurektomi
nasalis posterior dengan dan tanpa nervus vidianus.
konkoplasti.
Comparison: neurektomi nervus Studi dalam tinjauan sistematik ini
vidianus atau konkoplasti tanpa adalah prospektif dan retrospektif
dilakukan neurektomi nervus nasalis tetapi tidak mencantumkan forest
posterior. plot, karena tidak mengukur interval
Outcome: penurunan gejala hidung. kepercayaan dengan tingkat
pembuktian sebagian studi yang
Cochrane PUBME Clinicalkey dilaporkan adalah IIa.

Funnel plot juga tidak dicantumkan


sehingga bias publikasi tersamar,
366
sehingga nilai validitas (validity) dan
kepustakaan
kepentingannya (important) rendah,
walaupun inklusi dan ekslusinya
Sesuai baik. Tinjauan sistematik ini dapat
PICO diterapkan (applicable) pada institusi
yang memiliki endoskop dan ahli
7 kepustakaan
bedah yang kompeten.

Kepustakaan ke-2 oleh Albu dkk2


5 Tahun merupakan studi retrospektif selama
Terakhir waktu evaluasi 1 tahun. Studi ini
2 kepustakaan
membandingkan hasil konkoplasti
tanpa neurektomi nervus nasalis
posterior (grup A) dengan
Diagram 1. konkoplasti dan neurektomi nervus
Pencarian telaah ilmiah nasalis posterior (grup B)
berdasarkan gejala subjektif
Penelurusuran literatur melalui menggunakan Rhinoconjunctivitis
PUBMED, clinicalkey dan Cochrane Quality of Life Questionare (RQLQ)
dengan kata kunci “Posterior Nasal maupun pemeriksaan objektif seperti
Neurectomy“ didapatkan 366 rinomanometri akustik dan tes
kepustakaan, setelah diseleksi yang sakarin. Karakteristik demografik
berhubungan dengan PICO, hanya dari setiap grup hampir sama.
Penelitian ini menunjukkan validitas

10

Universitas Sumatera Utara


yang tidak terlalu tinggi dan
importancy tidak dapat dihitung Halderman dkk3 menyatakan bahwa
karena hasil studi berdasarkan nilai studi tentang neurektomi nervus
rerata pemeriksaan subjektif maupun nasalis posterior sangat sedikit dan
objektif. Penelitian ini juga kurang sulit untuk mengevaluasinya. Tidak
dapat diterapkan karena terdapat studi yang murni
menggunakan mikrodebrider. mengevaluasi efek neurektomi
nervus nasalis posterior saja. Studi
Penelitian nervus nasalis tentang neurektomi nervus nasalis
posteroinferior hanya dilaporkan superior banyak yang di gabung
oleh Eren dkk15 yang menggunakan dengan septoplasti dan konkoplasti
kadaver sebagai subyek dengan yang merupakan faktor perancu yang
desain penelitian potong-lintang dan nyata untuk gejala hidung tersumbat.
mengevaluasi topografi nervus
nasalis posterioinferior. Ikeda yang dikutip oleh Halderman
dkk3 merupakn satu satunya studi
Diskusi yang melakukan neurektomi nervus
nasalis posterior tanpa konkoplasti
Halderman dkk3 dalam telaah dan hanya melakukan parsial
sistematiknya mengevaluasi 6 studi septoplasti, untuk mengambil
neurektomi nervus vidianus, dengan kartilago, yang nantinya ditanam
total subyek 54 pasien, mendapatkan diantara kedua ujung nervus nasalis
angka keberhasilan diseksi nervus posterior yang telah dipotong untuk
vidianus pernasoendoskopik berkisar mencegah terjadinya re-inervasi.
50% dan 90% terutama untuk gejala Kelemahan studi ini hanya
rinore. Gejala hidung tersumbat melakukan penilaian subjektif gejala
bekurang pada satu studi dan tidak hidung dengan membandingkan
pada studi yg lain, begitu juga gejala visual analog scale (VAS) sebelum
bersin. Immediate failure (kegagalan dan setelah operasi dengan jumlah
perubahan gejala segera setelah percontoh hanya 8 pasien, lama
operasi) pada neurektomi nervus follow up dan kapan waktu evaluasi
vidianus berkisar antara 8.9% hingga dilakukan operasi tidak disebutkan,
50%. Eventual failure (tidak terjadi walaupun didapatkan hasil yang
perbaikan gejala sama sekali setelah signifikan yaitu penurunan gejala
priode kesembuhan dilaporkan 1,9% hidung tersumbat dan rinore.
Namun demikian 1 penelitian
menyimpulkan pada akhirnya akan Albu dkk2 mendapatkan hasil yang
terjadi perbaikan gejala hidung pada tidak bermakna secara statistik pada
waktu yang lama pasca operasi. konkoplasti mikrodebrider dengan
Studi neurektomi nervus vidianus dan tanpa neurektomi nervus nasalis
yang diambil Halderman3 banyak posterior, baik gejala hidung,
yang menggunakan percontoh rinitis resistensi hidung maupun waktu
alergi. Walaupun rinitis alergi dan transpor mukosilliar. Hasil ini
rinitis vasomotor memiliki membuat keraguan pada efektifitas
patofisiologi yang berbeda, namun neurektomi nervus nasalis posterior
kegunaan nervus vidianus untuk ketika dikombinasikan dengan
rinitis vasomotor masih dapat konkoplasti.
ditunjukkan.

11

Universitas Sumatera Utara


Laporan kasus ini mendapatkan hasil perancu pada penelitian ini adalah
yang baik pada 1 kasus neurektomi konkoplasti. Penelitian ini juga
nasalis posterior disertai septoplasti hanya dilakukan dengan jumlah
dengan follow up 1 tahun, dengan percontoh sedikit dan dan waktu
perbaikan skor VAS pada gejala follow up yang tidak tetap (3 hingga
hidung dan berkurangnya volume 14 bulan).
konka inferor pada pemeriksaan fisik
tetapi tidak terdapat data pengukuran Halderman dkk3 mengemukakan
resistensi hidung dengan komplikasi neurektomi vidianus
rinomanometri. yang paling sering adalah mata
kering atau xerostalmia. Menurut
Hasil neurektomi nervus vidianus studi yang dianalis, mata kering
dengan neurektomi nervus nasalis terjadi antara 23,8 hingga 100%
posterior belum dapat dibandingkan pasien pasca operasi neurektomi
secara kritis karena memang belum vidianus ini. Resolusi mata kering ini
ada studi yang membandingkan terjadi rata-rata dalam waktu 1
secara langsung. , Berdasarkan hasil hingga 5 bulan tanpa terapi lanjutan.
analisis studi, tampaknya neurektomi Kebas pada pipi, palatum maupun
nervus nasalis posterior lebih gingiva terjadi berkisar 2,97-22,2%,
menjanjikan kesembuhan dan lebih dengan resolusi dalam 1 minggu
mudah dilakukan. Hambatan hingga 12 bulan, tanpa adanya kebas
pembuktian penelitian karena yang menetap.
sampai saat ini studi yang dipublikasi
masih kurang validitas dan tidak Halderman dkk3 melaporkan
memenuhi kriteria importance komplikasi neurektomi nervus
nasalis posterior dengan dan tanpa
Hasil yang di dapatkan Albu2 diduga konkoplasti jarang terjadi.
karena konkoplasti dengan Komplikasi yang paling sering
mikrodebrider akan mengangkat terjadi adalah perdarahan setelah
nervus nasalis posterior perifer. Hal operasi. Sesuai dengan studi yang
ini berdasarkan penelitian Kobayasi dilakukan Albu dkk2, dilaporkan
dkk6 yang melakukan konkoplasti perdarahan pasca operasi sebesar
sekaligus melakukan neurektomi 17,5 % pada konkoplasti dengan
nervus nasalis posterior perifer yang neurektomi nervus nasalis posterior.
ada pada konka inferior. Setelah
membandingkan dengan neurektomi Albu dkk2 dalam studinya
nervus nasalis posterior pada mendapatkan peningkatan kejadian
foramen sfenopalatina (teknik perdarahan pasca operasi pada
Kikawada) dan konkoplasti, konkoplasti dengan neurektomi
perbaikan yang didapatkan tidak jauh nervus nasalis posterior
berbeda, dengan gejala rinore lebih dibandingkan hanya konkoplasti saja.
baik pada neurektomi nervus nasalis Tentu saja hal ini berkaitan dengan
foramen sfenopalatina. Kelemahan letak nervus nasalis posterior yang
penelitian Kobayashi6, karena pada berdekatan dengan arteri
kelompok pembanding tetap sfenopalatina, Hal ini dikaitkan
melakukan konkoplasti disertai dengan cedera arteri sfenopalatina
dengan neurektomi nasalis posterior selama prosedur.
foramen sfenopalatina. Faktor

12

Universitas Sumatera Utara


Halderman dkk3 juga mendapatkan menginervasi mukosa hidung. Eren
komplikasi lain dalam studi tentang dkk15 menganjurkan lokasi
neurektomi nervus nasalis posterior, pemotongan saraf nasalis posterior
seperti kebas pada gingiva dan gigi, pada bagian postero-inferior arteri
walaupun hanya 3 pasien dalam 2 sfenopalatina, dan bukan pada
studi yang berbeda. Mata kering foramen sfenopalatina, Teknik ini
sementara dan hiperstesia palatum tidak mampu dilaksanakan dengan
dilaporkan pada 1 pasien pada studi endoskop pada pasien karen
yang lain. peneltian yang dilakukan oleh
Erren15 berdasarkan diseksi sagital
Pasien dalam kasus ini tidak terdapat pada kadaver menggunakana
perdarahan pasca operasi, kebas pada mikroskop.
gingiva dan gigi, mata kering
maupun hiperstesia palatum. Pasien Kesimpulan Erren yang menyatakan
juga menderita sumbatan duktus nervus nasalis posterior berasal dari
nasolakrimal, sehingga mata kering foramen sfenopalatina berbeda
tidak akan terjadi. Pemilihan dengan hasil penelitian Bleir yang
neurektomi nevus nasalis posterior mendapatkan bahwa nervus nasalis
mempunyai angka kejadian posteroinferior merupakan nervus
komplikasi yang lebih rendah aksesorius dan bukan berasal dari
dibandingkan neurektomi vidianus. foramen sfenopalatina tetapi dari
Walaupun komplikasi neurektomi foramina pada lamina
nervus vidianus biasanya reversibel, perpendikularis os palatine yang
tetapi kualitas hidup pasien harus berasal dari nervus palatina
diperhatikan selama komplikasi desendens.
nervus vidianus berlangsung.
Dengan demikian keberhasilan
Bleier yang dikutip oleh Eren dkk15 neurektomi nasalis posterior
meragukan keberhasilan neurektomi ditentukan oleh pemotongan semua
nervus nasalis posterior, karena percabangan distal dari nervus
mendapatkan mukosa hidung nasalis posterosuperior pada foramen
dipersarafi oleh berbagai fasikula sfenopalatina dan nervus nasalis
neurovaskular kecil. Mereka posteroinferior pada foramina yang
menyarankan bahwa serat saraf ini terdapat pada lengkung os palatina.
disebut saraf aksesori posterolateral
untuk membedakan dengan nervus Kesimpulan
yang melintasi foramen
sfenopalatina. Hasil temuan ini Teknik konkoplasti dengan
menunjukkan bahwa percabangan neurektomi nervus nasalis posterior
melalui foramina dan fissura pada pada seluruh percabangan distal lebih
lamina perpendikularis os palatine, dianjurkan dibandingkan melakukan
akan beranastomosis dengan saraf neurektomi nervus nasalis posterior
pada foramen sfenopalatina dan saraf pada foramen sfenopalatina. JIka
aksesoris lainnya. ditemukan nervus aksesorius pada
neurektomi nervus nasalis posterior
Eren dkk15 dalam studinya pada foramen sfenopalatina, nervus
menyangkal hasil Bleier karena ini juga harus didiseksi untuk
menemukan nervus nasalis posterior mencegah anastomosis

13

Universitas Sumatera Utara


Penelitian dengan percontoh yang 6. Kobayashi T, Hyodo M,
besar perlu dilakukan dengan Nakamura K, Komobuchi H,
membandingkan neurektomi nervus Honda N. Resection of
nasalis posterior dengan konkoplasti peripheral branches of the
saja. Efektivitas neurektomi nervus posterior nasal nerve compared to
vidianus dan neurektomi nervus conventional posterior
nasalis posterior juga harus neurectomy in severe allergic
dievaluasi, sehingga didapatkan rhinitis. Auris Nasus Larynx.
teknik yang paling baik untuk 2012;1633:1-4.
mengatasi rinitis vasomotor atau 7. Hiuizing EH, de Groot JAM.
rinitis alergi yang tidak respons Functional Reconstructive Nasal
dengan terapi medikamentosa. Surgery: Thieme. 2003. p. 23-26.
Follow up jangka panjang juga 8. Mygind N, Dahl R. Anatomy,
diperlukan untuk mengevaluasi physiology and function of the
terjadinya reinervasi nervus nasalis nasal cavities in health and
posterior. disease. Advanced Drug Delivery
Reviews 1998;29:3–12.
Daftar Pustaka 9. Moses KD, Banks JC, Nava PB
and Petersen DK, Nasal Region.
1. Ikeda K, Oshima T, Suzuki M, in : Atlas of Clinical Gross
Suzuki H, Shimomura A. Anatomy. 2nd ed. Saunders,
Functional inferior Elsevier Inc. Philadelphia. 2013;
turbinosurgery (FITS) for the 8: 86-97.
treatment of resistant chronic 10. Moses KD, Banks JC, Nava PB
rhinitis. Acta Oto-Laryngologica. and Petersen DK, Nasal Region.
2006; 126: 739-45 in : Atlas of Clinical Gross
2. Albu S, Trombitas V, Nagy A. Anatomy. 2nd ed. Saunders,
Endoscopic microdebrider- Elsevier Inc. Philadelphia. 2013;
assisted inferior turbinoplasty 8: 86-97.
with and without posterior nasal 11. Kiyosue H, Tanoue S, Hongo N,
neurectomy . Auris Nasus Sagara Y, and Mori H. Artery of
Larynx. 2014; 41: 273–7 the Superior Orbital Fissure: An
3. Halderman A, Sindwani R. Undescribed Branch from the
Surgical management of Pterygopalatina Segment of the
vasomotor rhinitis: A systematic Maxillary Artery to the Orbital
review. Am J Rhinol Allergy Apeks Connecting with the
2015; 29: 128–34. Anteromedial Branch of the
4. Konno A. Historical, Inferolateral Trunk. AJNR Am J
Pathophysiological, and Neuroradiol. 2016; 36: 1741– 7.
Therapeutic Aspects of Vidian 12. Som PM, Lawson W, Fatterpekar
Neurectomy. Curr Allergy GM, Zinreich SJ, Shugar J.
Asthma Rep. 2010; 10: 105–12. Embryology, Anatomy,
5. Kikawada T. Endoscopic Physiology, and Imaging of the
posterior nasal neurectomy: An Sinonasal Cavities. In: Som PM,
alternative to vidian neurectomy. Curtin HD. Head and Neck
Operative Techniques in Imaging, Fifth Edition. Mosby
Otolaryngology - Head and Neck Inc. St. Louis, Missouri. 2011; 2:
Surgery, 2007; 18(4): 297-301. 99-166

14

Universitas Sumatera Utara


13. Piagkou M, Demesticha T, Arslanoglu S, Ergur I, Kiray A.
Troupis T, Vlasis K, Skandalakis A New Method of Identifying the
P, Makri A, et al. The Posterior Inferior Nasal Nerve:
Pterygopalatina Ganglion and its Implications for Posterior Nasal
Role in Various Pain Syndromes: Neurectomy. J Craniofac Surg.
From Anatomy to Clinical 2015; 26: 930–932.
Practice. Pain Pract. 2012; 12 (5):
399-412.
14. Naclerio RM, Bachert C,
Baraniuk JN. Pathophysiology of
nasal congestion. International
Journal of General Medicine
2010; 3: 47-57.
15. Eren E, Zeybek G, Ecevit C,

15

Universitas Sumatera Utara


CRITICAL APPRAISAL (albu et al)
Evidence Based Surgery

16

Universitas Sumatera Utara


CRITICAL APPRAISAL(Halderman et al)
Evidence Based Surger

17

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai