Anda di halaman 1dari 6

Septum deviasi

Septum nasi memisahkan jalan napas hidung menjadi dua rongga, menyangga dorsum nasi, dan mempertahankan bentuk dari
kolumela dan tip hidung. Angka kejadian septum yang benar-benar lurus hanya sedikit dijumpai, biasanya terdapat
pembengkokan minimal atau terdapat spur pada septum. Bila kejadian ini tidak menimbulkan gangguan respirasi, maka tidak
dikategorikan sebagai abnormal.
Deviasi dan dislokasi septum dapat disebabkan oleh gangguan pertumbuhan yang tidak seimbang antara kartilago dengan tulang
septum, traumatik akibat fraktur fasial, fraktur nasal, fraktur septum atau akibat trauma saat lahir. Gejala utama adalah hidung
tersumbat, biasanya unilateral dan dapat intermiten, gangguan penghidu, kelembaban, dan penyaringan udara, serta nyeri kepala
dengan derajat yang bervariasi.
Prosedur septoplasti mengalami perkembangan dari manipulasi sederhana kartilago septum menjadi prosedur yang lebih
kompleks, yang disertai dengan prosedur pembedahan terhadap konka dan katup nasal.
K. INSTRUMEN PENILAIAN PSIKOMOTOR
Ketrampilan klinis dalam penanganan kelainan septum yang harus dikuasai adalah:
1) Septoplasti
2) Reduksi Konka, berupa : luksasi konka (teknik lateroposisi/outfracturing) dan elektrokauterisasi

PROSEDUR SEPTOPLASTI

I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF


II. PERSIAPAN PROSEDUR RESEKSI SUB MUKOSA
III. PROSEDUR OPERASI
- Angkat tampon hidung yang telah dipasang
- Diberikan suntikan dengan larutan Xylocaine 1% dengan epinefrin 1 : 100.000 sampai 1 : 200.000. Bevel jarum suntik
diarahkan ke arah tip septum, tepat di bawah septum. Suntikan dilakukan perlahan-lahan dengan tekanan yang tetap,
sehingga mukosa terangkat dari lapisan kartilago
- Suntikan diteruskan ke bagian yang cembung maupun cekung septum, untuk mengangkat lapisan ini. Alat suction
sangat membantu untuk mengangkat area ini.
- Suntikan dilakukan sejauh mungkin dan ke arah posterior
- Suntikan dilakukan pada kedua sisi (bilateral)
- Basis kolumela juga harus dianestesi
- Dilakukan incisi hemitransfiksi di atas kartilago septum bagian kaudal.
- Insisi harus dapat memisahkan kartilago dengan mukoperikondrium septum
- Setelah lapisan antara kartilago dan mukokondrium dapat dipisahkan, diseksi ke arah posterior kartilago septum dari
arah berlawanan dengan respatorium
- Kartilago septal dibebaskan dari perpendicular plate os ethmoid dan vomer (kondrotomi posterior), sehingga diseksi
dapat dilanjutkan ke arah posterior dari dua sisi untuk menyisihkan septum bagian tulang (bony septum)
- Diseksi dapat diteruskan sepanjang dasar/lantai dari hidung
- Kartilago dapat dipotong dengan mudah di area maxilary crest (kondrotomi inferior). Kartilago disini biasanya
berlebihan di crest ini dan dapat direseksi pada satu sisi atau sisi lainnya.
- Bagian tulang septum (bony septum) dan bagian-bagian tulang lain yang tidak pada tempatnya (displaced) harus
direseksi
- Bila terdapat perforasi mukosa yang kecil, biasanya tidak menjadi persoalan, kecuali terdapat perforasi kedua sisi. Bila
terjadi perforasi seperti ini, harus dijahit dengan benang catgut 4-0 dan jarum kecil.
- Kedua lapisan mukoperikondrium dapat dijahit bersamaan menggunakan benang catgut plain 4-0 dengan jarum Keith
yang kecil.
- Insisi hemitransfiksi ditutup dengan jahitan 2 matras dengan benang chromic catgut 4-0 dengan jarum Keith.
- Septal splint yang dibuat dari silastik, dapat dipasang untuk mencegah sinekia, terutama apabila septoplasti dikombinasi
dengan reseksi konkha atau operasi bedah sinus endoskopi.
- Splint tersebut dipasang dengan jahitan transseptal memakai benang nylon 5-0
- Hidung ditampon dengan tampon yang sudah dilapisi oleh salep antibiotik.
PASCA OPERASI
- Instruksi pasca operasi
a. pemberian antibiotik
b. pemberian analgetik/atiinflamasi
c. rencana buka tampon anterior setelah 24 jam
d. rencana buka septal splint minimal 1 minggu pasca operasi
PENUNTUN BELAJAR REDUKSI KONKA :
A. LUKSASI KONKA (LATEROPOSISI/OUTFRACTURING)
Luksasi konka atau lateroposisi atau outfracturing konka yakni mengubah posisi konka dalam kavum nasi. Tujuan tindakan ini
yakni merubah sudut pada tulang konka sehingga meningkatkan aliran udara hidung. Indikasi lateroposisi diberikan pada
pembengkakan mukosa minimal. Pembesaran konka kompensasi, lateroposisi dapat dilakukan disertai dengan septoplasti. Hal
ini dapat memberikan perubahan posisi permanen dan lebih efektif daripada lateroposisi saja. Prosedur ini akan menjadi lebih
efektif apabila dikombinasikan dengan teknik reduksi konka lainnya. Prosedur ini dilakukan dengan mengunakan elevator
Boies/Goldman yang akan secara langsung mendorong ke inferior dan lateral sepanjang perlekatan konka di dinding lateral
hidung. Penggunaan visualisasi endoskopi dapat menilai posisi pelekatan konka secara akurat. Hal ini mempermudah “infractur”
konka ke sisi lateral secara maksimal. Namun ada kecenderungan konka inferior kembali ke medial, sehingga keberhasilan terapi
ini hanya dalam jangka pendek.

Gambar.: Lateroposisi pada konka inferior


Elektrokauterisasi
Elektrokauterisasi pada konka inferior merupakan prosedur yang paling sering dilakukan umtuk mereduksi volume dari
konka inferior. Ablasi panas superfisial atau submukosa menyebabakan bekas luka, fibrosis, dan obliterasi dari vena sinusoid.
Keuntungan yang paling penting dari pemanasan submukosa yakni dapat dilakukan dalam anestesi lokal, aman dan efektif dalam
waktu singkat maupun lama. Analisis histopatologi pasca operasi dari mukosa hidung menunjukkan penurunan dari edema
interseluler. Bagaimanapun, regenerasi dari silia dilapisan mukosa konka tidak dapat dinilai.

Gambar : Elektrokauterisasi konka inferior


REDUKSI KONKA TEKNIK LUKSASI KONKA
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF
II. PERSIAPAN PROSEDUR LUKSASI KONKA DAN ELETROKAUTERISASI
III. PROSEDUR OPERASI
- Angkat tampon hidung yang telah dipasang (bila dipasang)
- Dengan panduan endoskop 0º, arahkan elevator (atau luksator atau rasparatorium besar) sepanjang area inferolateral
konka inferior
- Dilakukan penekanan ke arah lateral, sampai dirasakan konka bagian tulang terdesak ke lateral.
- Selanjutnya dilakukan reduksi konka dengan menggunakan kauter (bipolar pada umumnya) dengan cara : kauter
permukaan luar konka, terutama di area inferoposterior.
- Atau cara lain : dengan kauter monopolar, panaskan jarum yang ditusukkan submukosa pada konka inferior, sehingga
diharapkan volume submukosa berkurang, terutama di area inferoposterior
- Nilai kembali reduksi konka yang sudah dilakukan; apakah sudah cukup atau masih kurang.
MATERI PRESENTASI
Pembentuk septum

Septum Nasi

 Rangka tulang
:
Laminaperfendikularisos ethmoid
Os vomer
Kristanasalisos palatum
Kristanasalisos maksila
 Rangka TulangRawan
Kart. Kolumela
Kart. Septum (lamina Kuadrangularis)

BELLOW AND LATERAL FORCE TO THE SEPTUM

Peredaran darah septum

PATERNS OF FRONTAL AND LATERAL FORCE FRACTURES

A : a. etmoidal anterior

B : a. etmoidal posterior

C : a. septal nasal posterior

D : anastomosis dengan
a. palatina mayor

Arteri pada septum nasi


Bentuk Deviasi dan gejala klinis

Deviasi Septum :
Bentuk-bentuk:
• Deviasi bentuk C atau S
• Dislokasi
• Krista bentuk sudut (runcing : spina)
Gejala Klinik :
 Sumbatan hidung (unilateral/bilateral)
 Rasa nyeri kepala/sekitar mata
 Penciuman terganggu (deviasi diatas)
 Dapat terjadi sinusitis

Penatalaksanaan Kelainan Septum

Terapi Septum Deviasi :


Bila menimbulkan gejala:

1. Septoplastik/reposisi septum:
Bagian tl. septum yang deviasi direposisi
Bagian berlebihan dikeluarkan
2. Reseksi submukosa: bagian-bagian tertentu
tulang septum diangkat

Bagian-bagian tulang yang “displaced” direseksi


MATERI BAKU
Anatomi Septum :

Septum nasi adalah bagian paling menonjol pada wajah, paling mudah dan sering terkena trauma. Kelainan septum lebih mudah
terlihat pada ras Caucasian dengan bentuk hidung yang lebih tinggi dibandingkan ras Asia atau Afrika. Demikian pula pada anak
kurang dari 5 tahun, kelainan septum tidak mudah terlihat karena hidung bukan bagian paling menonjol pada wajah anak.
Struktur dari septum nasi memungkinkannya bertindak sebagai “shock absorber”. Di bagian posterior, septum berartikulasi
dengan perpendicular plate of ethmoid, os nasal dan vomer. Artikulasi ini berbentuk panah dan tekanan yang diarahkan pada
ujung hidung melewati artikulasi ini dan ditransmisikan ke kranium yang lebih tebal sehingga daerah kribiform akan terlindungi.
Ujung kaudal dari kartilago kuadrilateral tertanam di perikondrium antara crura medial dari kartilago lower lateral. Trauma derajat
ringan pada tip hidung mengakibatkan kartilago lower lateral bergeser melewati ujung kaudal quadrilateral.
Maksila dibagian anterior dan os palatum di bagian posterior membatasi kartilago kuadrilateral di anterior dan vomer dibagian
posterior. Pertemuan antara os maksila dan palatina membentuk tonjolan , dimana kartilago kuadrilateral melekat padanya oleh
jaringan fibrosa. Pertemuan antara vomer dan os maksila , pada awal perkembangannya dihubungkan oleh jaringan fibrosa, tapi
kemudian menjadi jaringan tulang.
Ujung anterior dari perpendicular plate of ethmoid adalah lekukan tempat melekatnya prosesus nasalis os frontalis serta os nasal.
Ujung bawah terletak dalam lekukan pada permukaan superior dari vomer, ketika bergabung dengan septum adalah tempat paling
tebal dan tidak ada lekukan.
Etiologi septum deviasi :
Umumnya disebabkan oleh trauma langsung dan biasanya berhubungan dengan kerusakan pada bagian lain hidung seperti fraktur
os nasal.
Pada sebagian pasien, tidak didapatkan riwayat trauma, sehingga Gray (1972) menerangkannya dengan teori ‘birth moulding’.
Posisi intra uterin yang abnormal dapat menyebabkan tekanan pada hidung dan rahang atas, sehingga dapat terjadi pergeseran
septum. Demikian pula tekanan torsi pada hidung saat kelahiran dapat menambah trauma pada septum.
Patologi :
Deformitas septum hidung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
 Spur :
Merupakan penonjolan tajam yang dapat terjadi pada pertemuan vomer dibawah dengan kartilago septum dan atau os
ethmoid diatasnya. Tipe deformitas ini biasanya merupakan hasil dari kekuatan kompresi vertikal. Fraktur kartilago
septum juga menghasilkan tonjolan yang tajam.
 Deviasi :
Lesi ini lebih karakteristik dengan penonjolan berbentuk ‘C’ atau ‘S’ yang dapat terjadi pada bidang horisontal atau
vertikal dan biasanya mengenai kartilago maupun tulang.
 Dislokasi :
Batas bawah kartilago septum bergeser dari posisi medialnya dan menonjol ke salah satu nostril
Septum deviasi sering disertai dengan kelainan pada struktur sekitarnya :
 Dinding lateral hidung
Terdapat hipertropi konka dan bula ethmoidalis sebagai kompensasi yang terjadi pada sisi konkaf septum
 Maksila
Daya kompresi yang menyebabkan deviasi septum biasanya asimetri dan juga dapat mempengaruhi maksila sehingga pipi
menjadi datar, pengangkatan lantai kavum nasi, distorsi palatum dan abnormalitas ortodonti. Sinus maksilaris sedikit lebih
kecil pada sisi yang sakit.
 Piramid hidung
Deviasi septum bagian anterior sering berhubungan dengan deviasi pada piramid hidung.
Gejala klinik :
 Obstruksi hidung
Selalu terjadi pada sisi yang deviasi, tetapi sisi sebelahnya juga sering terjadi obstruksi disebabkan oleh hipertropi konka
 Perubahan mukosa
Udara inspirasi menjadi terkonsentrasi pada daerah yang sempit menyebabkan efek kering sehingga terjadi pembentukan
krusta. Pengangkatan krusta dapat menyebabkan ulserasi dan perdarahkan. Lapisan proteksi mukosa akan hilang dan
berkurangnya resistensi terhadap infeksi. Mukosa sekitar deviasi akan menjadi oedem sebagai akibat fenomena Bernouili
yang kemudian menambah derajat obstruksi.
 Hiposmia / anosmia yang disebabkan oleh obstruksi
 Nyeri
Tekanan yang disebabkan oleh septum yang deviasi terhadap syaraf sensoris sekitarnya dapat menyebabkan nyeri.
Tanda :
Deviasi septum dapat mudah terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior. Penting untuk pertama-tama melihat vestibulum nasi
tanpa spekulum, karena ujung spekulum dapat menutupi deviasi bagian kaudal. Pemeriksaan seksama juga dilakukan terhadap
dinding lateral hidung untuk menentukan besarnya konka. Piramid hidung , palatum dan gigi juga diperiksa karena struktur-
struktur ini sering terjadi gangguan yang berhubungan dengan deformitas septum. Pemeriksaan nasoendoskopi dilakukan bila
memungkinkan untuk menilai deviasi septum bagian posterior atau untuk melihat robekan mukosa. Bila dicurigai terdapat
komplikasi sinus paranasal, dilakukan pemeriksaan X-ray, CT-Scan sinus paranasal.
Terapi/tata laksana
Pada septum deviasi ringan yang tidak menyebabkan gejala, dilakukan observasi. Pada septum deviasi yang memberikan gejala
obstruksi dilakukan pembedahan septoplasti.

Hipertrofi Konka pada septum deviasi :


Hipertrofi dan hiperplasi dibedakan untuk mendeskripsikan pembesaran konka. Hipertrofi merupakan pembesaran konka akibat
peningkatan ukuran dari sel, sedangkan hiperplasia merupakan pembesaran konka akibat peningkatan jumlah dari sel. Rinitis
alergi, rinitis vasomotor, rinitis idiopatik dan hipertrofi kompensasi dari septum deviasi merupakan penyebab utama dari
hipertrofi konka inferior. Hipertrofi konka merupakan penyebab obstruksi dari hidung yang menyebabkan pasien datang untuk
berobat.
Hipertrofi konka inferior dapat terjadi bilateral maupun unilateral. Hipertrofi konka bilateral disebabkan oleh inflamasi hidung
akibat dari rinitis alergi dan non alergi. Pada rinitis non alergi, faktor lingkungan yang dapat mecetuskan inflamasi hidung seperti
debu, tembakau, penggunaan obat-obatan maupun kehamilan. Hipertrofi konka unilateral dikaitkan dengan deviasi septum
bawaan atau yang didapat sehingga menyebabkan aliran udara kontralateral hidung. Hipertrofi konka unilateral terjadi sebagai
mekanisme untuk menjaga aliran udara tetap baik dari kekeringan dan krusta yang disebabkan aliran udara yang berlebihan.
Dalam literatur dan buku teks, lapisan mukosa dari konka inferior merupakan struktur yang bertanggung jawab dalam hipertrofi
konka. Kondisi inflamasi kronis menyebabkan deposisi dari kolagen pada lapisan membran basal mukosa sinonasal disertai
dengan hipertrofi dan hipersekresi dari kelenjar mukosa. Dilatasi dari vena sinusoid akibat terisi penuh oleh darah. Pollock
menjelaskan bahwa hipertrofi konka dikarenakan penebalan dari mukosa, edema mukosa dengan sel eosinofil dan sel mast akan
tampak pada respon inflamasi. Fairbanks dan Kaliner menjelaskan bahwa hipertrofi konka dapat melibatkan keduanya baik tulang
maupun mukosa.

 Dilatasi dari vena sinusoid


 Edema jaringan
Mukosa  Hipertrofi sel
 Hiperplasia sel
Pembesaran konka inferior
bilateral atau unilateral

Tulang  Hipertrofi sel


 Hiperplasia sel

Gambar : Mekanisme terjadinya pembesaran konka inferior

Struktur konka dapat diperiksa melalui beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan histologi, tomografi komputer dan dengan
menggunakan dekongestan. Pemeriksaan histologi dapat memperlihatkan komponen jaringan lunak dan tulang serta jumlah relatif
komponen jaringan lain seperti kelenjar dan sinusoid vena, selain itu pemeriksaan histologi dapat menentukan apakah hipertrofi
konka disebabkan oleh hipertrofi sel atau hiperplasia sel. Secara histologis, gambaran jaringan konka pada individu dengan
hipertrofi konka kompensatorik yang disertai deviasi septum, tidak jauh berbeda dengan gambaran konka pada individu normal,
baik pada kelenjar submukosa, jaringan lunak epitel, arteri ataupun sinusoid vena pada konka, namun pada beberapa pasien
dengan deviasi septum dan hipertrofi kompensatorik, pemeriksaan histologi menunjukkan ekspansi pada lapisan tulang.
Peningkatan ketebalan lapisan oseus hingga dua kali lipat terlihat pada konka inferior yang mengalami hipertrofi akibat
kompensasi deviasi septum.
Tatalaksana hipertrofi konka meliputi terapi konservatif seperti nasal spray seperti nasal saline, dekongestan sistemik,
antikolinergik, antihistamin dan desensitisasi alergi telah dicoba namun sering tidak efektif dalam memperbaiki obstruksi nasal
dan hanya dalam durasi pendek. Pengobatan lainnya meliputi teknik bedah reduksi yakni pembedahan untuk mereduksi volume
dari konka inferior dan menurunkan resistensi jalan nafas serta memperbaiki pernafasan. Teknik pembedahan konka inferior
diklasifikasikan menjadi tiga yakni lateroposisi, prosedur reseksi dan prosedur koagulasi. Prosedur reseksi meliputi turbinektomi
total maupun parsial, reseksi submukosa dan turbinoplasti inferior. Prosedur koagulasi meliputi radiofrekuensi, reduksi
ultrasound, reseksi laser, cryotherapy, koagulasi argon plasma dan elektrokauter.

Anda mungkin juga menyukai