Anda di halaman 1dari 9

A.

Rinitis Hipertrofi

1. Pengertian Rinitis Hipertrofi

Rinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau
sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor.

Proses infeksi dan iritasi yang kronis akan dapat menyebabkan hipertrofi konka nasalis.
Septum deviasi juga dapat menyebabkan penyakit ini secara kontralateral. Gejala utama rinitis
hipertrofi adalah hidung tersumbat. Keadaan ini memerlukan tindakan koreksi karena
pengobatan dengan medikamentosa saja sering tidak memberi hasil yang memuaskan. Tindakan
yang paling ringan seperti kauter sampai pemakaian laser dapat dilakukan untuk mengatasi
keluhan hidung tersumbat akibat hipertrofi konka.

2.Gejala

Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen dan sering
ada keluhan nyeri kepala.

Pada pemeriksaan akan ditemukan konka yang hipertrofi, terutama konka inferior.
Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga hipertrofi. Akibatnya saluran
udara sangat sempit. Sekret mukopurulen yang banyak biasanya ditemukan di antara konka
inferior dan septum, dan di dasar rongga hidung.

3.Etilogi
Penyebab umum konka hipertrofi adalah infeksi hidung berulang, sinusitis kroni, iritasi
kronis mukosa hidung karena rokok dan bahan-bahan iritan industri. Penggunaan tetes hidung
yang berkepanjangan, rinitis alergi, dan rinitis vasomotor juga dapat menyebabkan penyakit ini.
Pada kasus septum deviasi, di mana pada sisi hidung kontralateral dapat terjadi hipertrofi konka
inferior dan media yang merupakan mekanisme kompensasi untuk mengurangi luasnya rongga
hidung.1,2
4.Patogenesis
Beberapa faktor yang mempengaruhi membran mukosa hidung antara lain suhu udara,
kelembaban dan polusi akan merangsang kelenjar di hidung menjadi hiperaktif. Hal ini juga
dapat ditimbulkan oleh rangsangan akibat asap rokok, parfum, bau-bauan yang mengiritasi, dan
gangguan vasomotor.3 Akibat rangsangan yang berlangsung lama dan berulang, mukosa konka
akan menebal dan terjadi pelebaran pembuluh darah mukosa terutama pleksus kavernosus konka.
Lama kelamaan epitel akan kehilangan silia dan berubah
http://artikelkedokteranfree.blogspot.com/2010/12/rinitis-hipertrof-i.html

http://www.dexa-medica.com/images/publication_upload070416977395001176746090DM_Juli-
Sept2006.pdf

5.Beberapa teknik operasi yang dapat digunakan adalah:

a.Kauterisasi konka dengan zat kimia

Kauterisasi konka dengan zat kimia adalah teknik yang paling sederhana. Zat kimia yang
biasanya digunakan adalah nitras argenti atau asam triklor asetat. Bahan kimia ini dioleskan
sepanjang konka yang mengalami hipertrofi.5

b.Conchotomy inferior total

Letakkan gunting konka dengan satu mata pisau di bawah konka dan yang lain diatasnya,
lepaskan jaringan tulang dan jaringan lunak konka. Elektrokauter dapat dilakukan pada
sisi pemotongan untuk menghentikan perdarahan, diikuti dengan tampon hidung. Keuntungan
utama teknik ini adalah ditujukan pada hipertrofi tulang maupun mukosa sepanjang
konka. Kerugiannya adalah risiko perdarahan dan krusta pasca operasi.

c.Conchotomy inferior parsial

Diletakkan elevator di bawah konka kemudian patahkan ke medial, lalu letakkan klem
lurus sepanjang permukaan anterior inferior konka yang akan dibuang. Klem dibiarkan dulu
sedikitnya satu menit untuk hemostatis dan memungkinkan penilaian konka yang hipertrofi
untuk reseksi. Gunakan gunting konka untuk mengeksisi jaringan tulang dan jaringan lunak
sepanjang batas anterior inferior konka. Elektrokauter dapat dilakukan pada sisi pemotongan
untuk hemostatis. Keuntungan dengan cara ini adalah pembuangan langsung tulang dan mukosa
yang hipertrofi.
Kerugiannya adalah perdarahan serta terbentuknya krusta.
Reseksi parsial konka inferior dengan endoskopi adalah cara terbaik untuk memperbaiki
obstruksi hidung akibat hipertrofi konka inferior.

d.Turbinoplasti inferior

Gunakan elevator untuk mematahkan dan menggerakkankonka inferior.4 Lalu dibuat


insisi sepanjang ujung anterior konka pada insersi lateral, kemudian diperpanjang ke bawah
sampai setengah panjang anterior konka.10 Buat sebuah liang dengan elevator Freer sepanjang
tulang konka ke arah posterior sejauh mungkin kemudian eksisi tulang konka dengan
menggunakan senar. Gulung flap mukoperiosteal yang tersisa dari medial ke lateral untuk
membentuk konka
baru dan letakkan tampon yang dilepaskan setelah 24 jam.4,10 Tujuan teknik ini adalah
mengangkat tulang tetapi menyisakan bagian medial dan beberapa permukaan lateral
mukosa.8 Keuntungan teknik ini adalah risiko perdarahan dan krusta lebih sedikit daripada
teknik bedah reseksi lainnya.
Prosedur ini menyisakan sebagian mukosa konka dan lebih ditujukan pada obstruksi konka
bagian posterior.4

.e.Reseksi submukosa

Insisi sepanjang permukaan inferior konka, kemudian elevasi bagian medial dan lateral
flap mukoperiosteal ke arah superior dan inferior untuk mendapatkan tulang konka. Lalu
reseksi bagian tulang dari sepertiga anterior konka. Variasi instrumen seperti gunting, takahashi
forceps, rongeurs dapat digunakan, dan buang sisa-sisa fraktur pada posterior. Turunkan kembali
flap mukoperiosteum, kemudian tampon dapat diletakkan untuk fiksasi flap selama fase
penyembuhan.4,11
Pelepasan konka bagian tulang memungkinkan konka inferior mengarah ke lateral secara
alami. Keuntungan teknik ini adalah risiko perdarahan dan krusta lebih sedikit daripada
teknik bedah reseksi lainnya serta menyisakan sebagian mukosa konka. Kerugiannya adalah sulit
dilakukan dan tidak ditujukan untuk konka bagian posterior bila obstruksi.4

F.Diatermi submukosa

Diatermi submukosa konka inferior mulai populer sejak 1989, walaupun sudah pernah
dilaporkan pada tahun 1987. Diyakini bahwa arus koagulatif menghasilkan nekrosis jaringan
dan fibrosis yang terjadi menyebabkan penyusutan dari jaringan lunak konka. Keuntungannya
adalah penyembuhan biasanya lebih cepat dan banyak ahli menggunakan diatermi
submukosa sebagai pilihan karena komplikasi yang relatif sedikit. Di samping itu dapat
dilakukan dengan anestesi lokal, peralatan tidak mahal dan aman, namun tidak efektif untuk
jangka panjang.7

G,Outfracture lateral

Letakkan elevator Freer atau Boise di bawah konka kemudian tulang konka dipatahkan
ke arah atas dan medial. Lalu elevator diletakkan di atas permukaan medial konka dan diberikan
tekanan untuk mematahkan konka ke arah luar. Dipastikan bahwa fraktur tulang konka di seluruh
panjangnya. Tampon biasanya tidak dibutuhkan tapi dapat berguna untuk mempertahankan
konka ke lateral.4,11
Tindakan ini mengurangi ukuran konka dan volume rongga hidung menjadi lebih luas.
Keuntungan cara ini adalah komplikasi seperti perdarahan lebih sedikit serta lebih sedikit krusta
pasca operasi. Kerugiannya adalah tidak ditujukan pada hipertrofi mukosa konka, serta perbaikan
aliran udara hidung hanya sementara bila hanya prosedur ini yang dilakukan. Bila dilakukan
dengan teknik lain yang mengurangi hipertrofi mukosa, dapat diperoleh pengurangan obstruksi
rongga hidung yang lebih efektif.4

H.Pematahan multipel tulang konka submukosa


Teknik operasi pematahan multipel tulang konka submukosal ini merupakan modifikasi
dari simple out-fracture konka. Dengan cara ini mukosa tidak dilukai, dan dilakukan lateralisasi
tulang konka, sehingga terbentuk jaringan ikat submukosa, dan setelah osteoklas bekerja,
diharapkan fragmen tulang yang dipatahkan semakin mengecil. Operasi dapat dilakukan dalam
narkosis atau dapat juga dengan anestesi lokal. Persiapan operasi dengan pemberian
vasokonstriksi lokal sangat membantu yaitu dengan pemasangan tampon hidung dengan lidokain
2% dan adrenalin 1:200.000. Untuk mengurangi perdarahan pada awal tindakan dilakukan
infiltrasi submukosa konka dengan campuran larutan adrenalin 1:200.000 pada bagian anterior
konka sampai menyentuh tulang konka. Dilakukan insisi tegak lurus pada
daerah tusukan infiltrasi lebih kurang 0,5 cm agar respatorium dapat dimasukkan. Bebaskan
permukaan medial tulang konka dari jaringan lunak dengan menggunakan respatorium konka
sampai ke posterior. Pematahan tulang konka secara berulang dimulai dari bagian posterior maju
setiap 0,5 cm ke arah anterior sehingga terdapat 6-8 fragmen patah tulang konka.
Perdarahan yang terjadi biasanya tidak banyak dan dipasang tampon anterior untuk
dipertahankan 3 hari. Keuntungan teknik operasi ini ialah caranya mudah, waktu operasi singkat
dan penyulit saat operasi serta dampak pasca operasi sangat minimal. Kerugian teknik ini
memerlukan kehati-hatian pada waktu melepas tulang konka dengan jaringan lunak konka agar
tidak robek karena dilakukan dengan metode buta.3

I.Elektrokauter
Elektrokauter dapat dilakukan dengan kontak linear mukosa atau submukosa.4,11 Untuk
kauter permukaan, elektrode kabel atau jarum dapat digunakan. Kauter submukosa dapat
dilakukan dengan elektrode unipolar atau bipolar yang menginduksi fibrosis dan kontraktur
yang menghasilkan pengurangan volume. Teknik unipolar menyebabkan koagulasi jaringan di
sekeliling elektrode, sedangkan teknik bipolar menghasilkan koagulasi nekrosis di
antara jarum elektrode. Pada teknik bipolar, masukkan ujung kauter konka bipolar ke dalam
konka anterior inferior lalu berikan arus. Pada teknik unipolar, masukkan jarum spinal
22 sepanjang tepi konka anterior inferior lalu berikan arus, biasanya dengan unit elektrokauter
Bovie. Hindari kontak dengan ala, kolumela atau septum, yang dapat menyebabkan luka
jaringan perifer. Hindari pula kontak langsung dan kauterisasi tulang konka karena dapat
menyebabkan nekrosis tulang. Keuntungan cara ini risiko perdarahan rendah sedangakan
kerugiannya adalah krusta pada tempat insersi kauter dan sering terjadi edema konka pada
minggu pertama pasca operasi.4

J.Ablasi frekuensi radio

Ablasi frekuensi radio menghasilkan perubahan ionik pada jaringan dan menginduksi
nekrosis jaringan. Fibrosis submukosa yang dihasilkan melengketkan mukosa ke periosteum
konka, mengurangi aliran darah ke konka. Kontraktur yang terjadi menyebabkan reduksi volume
konka inferior tanpa kerusakan pada mukosa diatasnya. Suhu target dapat diatur pada 60-90oC
untuk menghindarkan kerusakan jaringan sekitar. Sebelum operasi berikan lidokain 4% topikal
sepanjang konka, dan kemudian disuntikkan lidokain 1-2%.
Injeksi lidokain dengan epinefrin (1:100.000) juga dapat dipakai. Ujung probe dimasukkan ke
bagian anterior dan sepanjang pertengahan konka. Jumlah energi yang diberikan
pada konka inferior bervariasi. Generator frekuensi radio memungkinkan pengaturan suhu target,
besar arus, lama pemberian arus, dan total energi yang diberikan. Pemberian
sampai sebesar 900 Joule per konka (pada dua lokasi probe yang berbeda pada konka) telah
dilaporkan tanpa menyebabkan nekrosis mukosa.4 Keuntungan teknik ini adalah
mempertahankan mukosa, mengurangi risiko perdarahan dan
pembentukan krusta pasca operasi.4,12
Prosedur ini juga dapat dilakukan dengan anestesi lokal di klinik dan dapat diulangi bila hasil
yang optimal belum diperoleh.4

K.Cryosurgery
Cryosurgery menyebabkan pembentukan kristal es intraselular, menghasilkan denaturasi
protein inti dan membran sel. Hal ini menyebabkan destruksi membran sel, trombosis pembuluh
darah, iskemia jaringan, dan destruksi jaringan. Peralatan yang digunakan adalah unit
cryosurgery nitrous oxide. Letakkan cryoprobe pada permukaan konka dan turunkan suhu serta
bekukan permukaan kontak. Suhu yang digunakan antara -45 sampai 85oC. Lindungi alanasi,
kolumela dan septum dari kontak dengan ujung probe untuk menghindari kerusakan jaringan
tersebut. Keuntungan teknik ini adalah dapat dilakukan dengan anestesi lokal pada klinik.
Sedangkan kerugiannya adalah penyembuhan yang lama sehingga membutuhkan waktu sampai 6
minggu.4

L.Laser conchotomy

Laser conchotomy yang digunakan adalah laser CO2, Nd: YAG (neodymium: yttrium-
aluminium-garnet) dan dioda.Jaringan divaporisasi sepanjang sampai bagian anterior
inferior konka.4 Teknik laser CO2 melibatkan penggunaan beberapa titik laser (densitas energi
laser 6.100 Joule/cm2 per lesi) pada puncak konka di bawah mikroskop operasi.
Pada prosedur laser Nd:YAG, radiasi tenaga rendah (densitas Power microdebrider
Power microdebrider merupakan metode yang aman, sederhana dan efektif untuk
penatalaksanaan rinitis hipertrofi kronis. Teknik ini terutama berguna sebagai tambahan pada
septoplasti endoskopi atau sinosurgery, dan merupakan pilihan bedah dengan teknik invasif
minimal. Namun, studi lebih lanjut dengan desain prospektif dibutuhkan untuk
memperkuat bukti yang telah ada.14

M.Coblation
Prosedur ini menggunakan Coblation-Channeling untuk sekaligus membuang dan
menyusutkan jaringan submukosa. Teknik ini menciptakan kanal dengan mengablasi jaringan.
Untuk penyusutan jaringan, lesi nekrotik submukosa diciptakan di sekitar kanal tersebut. Terapi
ganda ini menyebabkan pengurangan obstruksi hidung yang segera.14
Pasca operatif Bila dilakukan reseksi tulang atau mukosa, tampon pasca operasi harus diberikan,
yang biasanya dilepaskan dalam 24 jam pascaoperasi. Perdarahan pasca-operatif biasanya dapat
diatasi dengan dekongestan topikal, bahan hemostatik seperti
surgical, atau tampon hidung. Perdarahan yang menetap mungkin membutuhkan operasi ulang
dan mungkin juga dibutuhkan endoskopi.4
Penatalaksanaan Lanjutan Beritahukan pasien untuk menghindari mengangkat beban
berat atau aktivitas berat selama beberapa minggu setelah operasi (biasanya 2-3 minggu). Selama
itu pasien juga harus menghindari obat-obatan dengan efek antikoagulasi. Cuci
hidung dengan NaCl harus digunakan untuk meminimalkan kekeringan hidung dan krusta pasca
operasi. Hal ini harus dilanjutkan sampai mukosa sembuh sempurna, kemudian
pengobatan lanjutan seperti glukokortikoid topikal dapat dilanjutkan.4

6.Komplikasi Pasca operasi

Perdarahan
Komplikasi ini adalah yang paling sering terjadi dengan insidensi sebesar 1% sampai 2%.
Umumnya perdarahan berhenti secara spontan dalam beberapa hari. Dapat pula terjadi
perdarahan berat yang membutuhkan transfusi, dengan insidens sebesar kurang dari 1%.
Perdarahan ditangani dengan cara yang sama dengan penanganan epistaksis. Bila setelah
beberapa lama perdarahan belum berhenti, sumber perdarahan harus dicari. Tampon yang ada
harus dikeluarkan dari hidung dan klot darah diisap, lalu diberikan nasal dekongestan topikal
dengan menggunakan kapas.11

Jaringan parut

Pembentukan synechia dari konka inferior sampai ke septum atau konka media jarang
terjadi pasca turbinektomi. Namun dapat juga terjadi bila mukosa septum terkelupas
di dekat tepi konka setelah reseksi. Akan terjadi clot darah diantaranya yang kemudian akan
membentuk synechia. Kemungkinan pembentukan synechia sulit diprediksi,
namun dapat dicegah bila dilakukan monitoring yang tepat pasca operasi. Bila synechia sudah
terbentuk, penanganan tergantung pada gejala yang timbul. Umumnya jaringan parut
ini perlu dibuang, namun dengan hanya menginsisi synechia saja kurang efisien. Hampir semua
kasus membutuhkan eksisi dari kedua permukaan mukosa.11

http://hennykartika.wordpress.com/2008/07/19/rinitis-hipertrofi/

Anda mungkin juga menyukai