Anda di halaman 1dari 37

KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAX

Trauma Thorax

Mengenai rongga toraks sampai Terjadi robekan Pemb. Darah intercostal,

rongga pleura, udara bisa pemb.darah jaringan paru-paru.

masuk (pneumothorax)

Terjadi perdarahan :

Karena tekanan negative intrapleura (perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar

Maka udara luar akan terhisap masuk diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi)

ke rongga pleura (sucking wound)

tahanan perifer pembuluh paru naik

(aliran darah turun)

- Open penumothorax

- Close pneumotoraks = ringan kurang 300 cc di punksi

- Tension pneumotoraks = sedang 300 - 800 cc di pasang drain

= berat lebih 800 cc torakotomi

Tek. Pleura meningkat terus

Tek. Pleura meningkat terus

mendesak paru-paru

(kompresi dan dekompresi)

pertukaran gas berkurang

- sesak napas yang progresif = sesak napas yang progresif

(sukar bernapas/bernapas berat) = nyeri bernapas / pernafsan asimetris/adanya jejas atau trauma

- nyeri bernapas = pekak dengan batas jelas/tak jelas.

- bising napas berkurang/hilang = bising napas tak terdengar

- bunyi napas sonor/hipersonor = nadi cepat/lemah

- poto toraks gambaran udara lebih anemis / pucat


dari rongga torak = poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan

WSD/Bullow Drainage

- terdapat luka pada WSD - Kerusakan integritas kulit


- nyeri pada luka bila untuk - Resiko terhadap infeksi
bergerak. - Perubahan kenyamanan : Nyeri

perawatan WSD harus di - Ketidak efektifan pola pernapasan

perhatikan. - Gangguan mobilitas fisik

- Inefektif bersihan jalan napas - Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan


Pergeseran mediatinum

a) Tension Pneumothorax

Patofisiologi

Tension pneumothorax berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil),


kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk kedalam
rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk
kedalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka tekanan di intrapleural akan
meninggi, paru-paru menjadi kolaps, terjadi displacement mediastinum dan trachea. Pada
sisi yang berlawanan vena cava superior atau vena cava inferior terjadi gangguan venus
return ke jantung, terjadi kompresi paru kontralateral, terjadi hypoxia, hypotensi.

Etiologi

Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi penggunaan ventilasi


mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada
pleura viseral. Tension pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari pneumotoraks
sederhana akibat trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa
robekan atau setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis
interna. Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan
tension pneumothorax, jika salah cara menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut
(occlusive dressings) yang kemudian akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension
pneumothorax juga dapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami
pergeseran (displaced thoracic spine fractures).

Gejala klinis
Tension pneumothorax di tandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distres pernafasan,
takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena
leher.

Diagnosis

Diagnosis tension pneumothorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan terapi tidak boleh
terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi.

Pemeriksaan penunjang

- Radiologis : foto polos thoraks

Penatalaksanaan

Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan awal dengan


cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar (ukuran 14 atau 16 gauge) pada sela iga
dua garis mid-clavicular pada hemitoraks yang mengalami kelainan. Tindakan ini akan
mengubah tension pneumothorax menjadi pneumotoraks sederhana (catatan :
kemungkinan terjadi pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang
selalu diperlukan. Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemasangan thorax drain dan
WSD.

b) Open pneumothoraks (sucking chest wound)

Patofisiologi

Adanya defek atau luka yang besar yang tetap terbuka pada dinding thorax dan paru
menimbulkan Sucking chest wound around sehingga terjadi keseimbangan antara tekanan
intra thorax dengan tekanan udara atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3
dari diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir melalul defek karena mempunyai
tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi
terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.

Diagnosa

Diagnosa ditegakkan bila terdapat sucking chest wound, hypoxia, dan hipoventilasi.

Penanganan

Penanganannya, langkah awal dengan menutup luka. Gunakan kasa steril yang diplester
hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek Flutter
Type Valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka, mencegah kebocoran
udara, dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar.
Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka
primer. Menutup seluruh sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara didalam rongga
pleura yang akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah
terpasang. Kasa penutup sementara, yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau
Petrolatum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan
dilanjutkan dengan penjahitan luka.

c) Hematothorax

Hematothorax diklasifikasikan atas jumlah darah yang keluar, yaitu

- Minimal / ringan 350 ml

- Sedang 350 ml - 1500 ml

- masif terjadi bila perdarahan di atas 1.500 cc.

Tingkat perdarahan setelah evakuasi hemothorax secara klinis lebih penting. Jika kondisi ini
terjadi, maka disebut sebagai hemopneutoraks.

Hemotoraks dapat terjadi pada cedera thorax yang jelas. Mungkin akan terjadi penurunan
suara saat bernafas dan harus segera dilakukan ronsen dada. Di tangan dokter yang
berpengalaman, ultrasound dapat mendiagnosa pneumotoraks dan hemotoraks, namun
teknik ini jarang dilakukan sekarang ini. Tuba torakstomi harus dipasang secara hati-hati
untuk semua jenis hemathorax dan pnemuothorak. Dalam 85%, tube toraktomi adalah satu-
satunya metode yang dapat dilakukan. Jika pendarahan terus terjadi maka lebih baik dari
sistemik daripada arteri pulmonary.

Biasanya hematothorax ini terjadi pada luka tusuk dengan sobeknya pembuluh darah hilus
atau sistemik.

i. Pada umumnya pembuluh darah intercostal dan mamaria interna terluka.

ii. Setiap hemithorax dapat menampung hingga 3 liter darah.

iii. Vena pada leher dapat menjadi datar karena hipovolemia atau menjadi tegang karena
efek mekanis dari darah di dalam thorax.

iv. Robeknya pembuluh darah hilus atau pembuluh darah besar dapat mengakibatkan shock.

Diagnosa

i. Shock hemorrhagic.

ii. Tidak adanya atau melemahnya suara paru unilateral.

iii. Pekak unilateral pada perkusi.


iv.Vena leher menjadi datar.

v. Foto thorax menunjukan gambaran radioopaque unilateral.

Pengobatan

i. Pasang intubasi pada pasien dengan shok atau dengan kesulitan bernafas.

ii. Pasang infus ukuran besar dan sediakan darah untuk transfusi sebelum terjadi
dekompresi.

iii. Jika tersedia, pasangkan autotransfusi pada system pengumpul chest tube.

iv. Lakukan thoracostomy tube dengan kateter ukuran besar (36F atau 40F) pada celah
intercostal keempat.

Chest tube kedua sewaktu-waktu dibutuhkan untuk mengeringkan hemothorax dengan


lebih adekwat.

A. Trauma dinding thorax dan paru.


- Fraktur iga
Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami trauma, perlukaan
pada iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding
thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk
mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat
secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru paru. Fraktur sternum dan skapula
secara umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul jantung harus selalu
dipertimbangkan bila ada asa fraktur sternum. Yang paling sering mengalami trauma adalah
iga begian tengah (iga ke 4 sampai ke 9).
- Flail Chest
terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan
dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang
iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia
yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang
mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan
gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak
akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama
disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma
jaringan parunya. Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat)
dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris
dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau
fraktur tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan
terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan
terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan,
juga membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian
ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok
maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih berhati-hati untuk mencegah
kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada Flail Chest, maka akan
sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang
lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar optimal. Terapi definitif
ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang cukup serta
pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua penderita
membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada
penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai
diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap.
Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja
pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi dan
ventilasi.
- Kontusio paru
adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal chest injury.
Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung
terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah berdasarkan
perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita
yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6 kPa
dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi
pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio
paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan
intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik. Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat
ditangani secara selektif tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring
dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan perlengkapan
alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang optimal. Jika kondisi penderita
memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.
- Pneumotoraks
diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi
fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru
merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan
normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada
oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di
dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi
terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada
oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan
pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis.
Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4
atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau
aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan
dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi
pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak
boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang
mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya,
sampai dipasang chest tube. Pneumotoraks sederhana dapat menjadi life thereatening tension
pneumothorax, terutama jika awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan posiif
diberikan. Toraks penderita harus dikompresi sebelum penderita ditransportasi/rujuk.
- Pneumothorax terbuka ( Sucking chest wound )
Defek atau luka yang besar pada dinding dada yang terbuka menyebabkan pneumotoraks
terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir.
Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung
mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil
dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia
dan hiperkapnia. Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa steril yang diplester hanya
pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter Type
Valve dimana saat inspirasi kasa pnutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari
dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu
maka sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka primer.
Menutup seluruh sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura
yang akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah terpasang.
Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau Petrolotum
Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan
penjahitan luka.
- Tension pneumorothorax
berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal
dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat
keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak
dapat keluar lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps,
mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke
jantung (venous return), serta akan menekan paru kontralateral. Penyebab tersering dari
tension pneumothorax adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan
ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura viseral. Tension
pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari penumotoraks sederhana akibat trauma
toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah salah
arah pada pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis interna. Kadang kala defek atau
perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumothorax, jika salah cara
menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang kemudian
akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumothorax jug adapat terjadi pada
fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine
fractures). Diagnosis tension pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan tetapi
tidak boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi. Tension pneumothorax
ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distres pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi
trakes, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosisi merupakan
manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan tamponade
jantung maka sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan
hilangnya suara nafas pada hemitoraks yang terkena pada tension pneumothorax dapat
membedakan keduanya. Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan
penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga
dua garis midclavicular pada hemitoraks yang mengalami kelainan. Tindakan ini akan
mengubah tension pneumothorax menjadi plneumothoraks sederhana (catatan : kemungkinan
terjadi pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu
diperlukan. Tetapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemsangan selang dada (chest tube)
pada sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.
- Hemothorax
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma
tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi.
Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi
dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga
pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat
dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga
memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma
traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi
operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang
dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari
selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk
2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah harus
dipertimbangkan.
- Hemotoraks masif
yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga pleura. Hal ini
sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh
darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah
menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi
kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumothorax. Jarang
terjadi efek mekanik dari darah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mediastinum
sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan
dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada
yang mengalami trauma. Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume
darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus
cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemberian darah dengan
golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam
penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah
selang dada (chest tube) no. 38 French dipasang setinggi puting susu, anterior dari garis
midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita mencurigai hemotoraks
masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1.500
ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera. Beberapa
penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap
berlangsung. Ini juga mamebutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila
didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4
jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan
selama ada indikasi untuk toraktomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah
awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya
harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau
vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya
torakotomi. Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis puting susu dan luka di
daerah posterior, medial dari skapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan
dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur
hilus dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan
oleh ahli bedah, atau dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.
- Cedera trakea dan Bronkus
Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus,
manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis, dengan hemoptisis bermakna,
hemopneumothorax, krepitasi subkutan dan gawat nafas. Empisema mediastinal dan servical
dalam atau pneumothorax dengan kebocoran udara masif. Penatalaksanaan yaitu dengan
pemasangan pipa endotrakea ( melalui kontrol endoskop ) di luar cedera untuk kemungkinan
ventilasi dan mencegah aspirasi darah, pada torakostomi diperlukan untuk hemothorax atau
pneumothorax.

PNEUMOTHORAKS
Definisi
Pneumothorax merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura. Pada
kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan
memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed pneumothorax.
Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat
inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan
menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum
pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea,
maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang
seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar
masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat
ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui
lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.
Epidemiologi
Pneumothorax dapat diklasifikasikan menjadi pneumothorax spontan dan traumatik.
Pneumothorax spontan merupakan pneumothorax yang terjadi tiba-tiba tanpa atau dengan
adanya penyakit paru yang mendasari. Pneumothorax jenis ini dibagi lagi menjadi
pneumothorax primer (tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari) maupun
sekunder (terdapat riwayat penyakit paru sebelumnya). Insidensinya sama antara
pneumothorax primer dan sekunder, namun pria lebih banyak terkena dibanding wanita
dengan perbandingan 6:1. Pada pria, resiko pneumothorax spontan akan meningkat pada
perokok berat dibanding non perokok. Pneumothorax spontan sering terjadi pada usia muda,
dengan insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun).
Sementara itu, pneumothorax traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun
tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi iatrogenik maupun non-
iatrogenik. Pneumothorax iatrogenik merupakan tipe pneumothorax yang sangat sering
terjadi.
Anatomi dan Fisiologi Sistem Respiratorius
a. Anatomi
Dinding Thorax
Dinding thorax terdiri atas kulit, fascia, saraf, otot, dan tulang. Kerangka
dinding thorax membentuk sangkar dada osteokartilaginous yang melindungi
jantung, paru-paru, dan beberapa organ rongga abdomen. Kerangka thorax
terdiri dari vertebra thoracica dan discus intervertebralis, costae dan cartilago
costalis, serta sternum. Beberapa otot pernafasan yang melekat pada dinding
dada antara lain:
a. Otot-otot inspirasi
M. intercostalis externus, M. levator costae, M. serratus posterior
superior, dan M scalenus
b. Otot-otot ekspirasi
M. intercostalis internus, M. transversus thoracis, M. serratus posterior
inferior, M. subcostalis.
Traktus Respiratorius
Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua, yaitu traktus respiratorius bagian
atas dan bagian bawah. Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari cavum
nasi, nasofaring, hingga orofaring. Sementara itu, traktus respiratorius bagian
bawah terdiri atas laring, trachea, bronchus (primarius, sekundus, dan tertius),
bronchiolus, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, dan alveolus.
Paru-paru kanan terdiri atas 3 lobus (superior, anterior, inferior), sementara
paru-paru kiri terdiri atas 2 lobus (superior dan inferior). Masing-masing paru
diliputi oleh sebuah kantung pleura yang terdiri dari dua selaput serosa yang
disebut pleura, yaitu pleura parietalis dan visceralis. Pleura visceralis meliputi
paru-paru termasuk permukaannya dalam fisuran sementara pleura parietalis
melekat pada dinding thorax, mediastinum dan diafragma. Kavum pleura
merupakan ruang potensial antara kedua lapis pleura dan berisi sedikit cairan
pleura yang berfungsi melumasi permukaan pleura sehingga memungkinkan
gesekan kedua lapisan tersebut pada saat pernafasan.
b. Fisiologi
Proses inspirasi jika tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan
paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume paru
diakibatkan oleh pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi
akibat 2 faktor, yaitu faktor thoracal dan abdominal. Faktor thoracal (gerakan
otot-otot pernafasan pada dinding dada) akan memperbesar rongga dada ke
arah transversal dan anterosuperior, sementara faktor abdominal (kontraksi
diafragma) akan memperbesar diameter vertikal rongga dada. Akibat
membesarnya rongga dada dan tekanan negatif pada kavum pleura, paru-paru
menjadi terhisap sehingga mengembang dan volumenya membesar, tekanan
intrapulmoner pun menurun. Oleh karena itu, udara yang kaya O2 akan
bergerak dari lingkungan luar ke alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi
masuk ke kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus.
Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar dari
tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi diafragma akan
mengakibatkan rongga dada kembali ke ukuran semula sehingga tekanan pada
kavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya,
tekanan intrapulmoner akan meningkat sehingga udara yang kaya CO2 akan
keluar dari peru-paru ke atmosfer.
Patofisiologi
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Di antara
pleura parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal
berisi sedikit cairan serous jaringan. Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan
negatif. Tekanan negatif pada intrapleura membantu dalam proses respirasi.
Proses respirasi terdiri dari 2 tahap : fase inspirasi dan fase eksprasi. Pada fase
inspirasi tekanan intrapleura : -9 s/d -12 cmH2O; sedangkan pada fase
ekspirasi tekanan intrapleura: -3 s/d -6 cmH2O.
Pneumotorak adalah adanya udara pada cavum pleura. Adanya udara pada
cavum pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura tidak terbentuk.
Sehingga akan mengganggu pada proses respirasi.
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan penyebabnya :
Pneumotorak spontan
Oleh karena : primer (ruptur bleb), sekunder (infeksi,
keganasan), neonatal
Pneumotorak yang di dapat
Oleh karena : iatrogenik, barotrauma, trauma
Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis
Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock
Tension Pneumotorak : diikuti gejala shock atau pre-schock
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya dengan hubungan luar
menjadi :
Open pneumotorak
Closed pneumotorak
Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai dasar patofisiologi
yang hampir sama.
Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension
pneumotorak, dan open pneumotorak
Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura
visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini
pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum
pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan
tekanan intralveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada
pneumotorak spontan, paru-paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke
cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi
akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya menekan mediastinal ke
sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula.
Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter.
Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi
sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan
sempurna.
Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau
shock dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum
pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan
closed pneumotorak.
Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal
karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya
bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada saat
inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara
terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup,
terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan
obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock
oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumotorak.
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkungan luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan
dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan
visceralis). Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi
udara luar akan masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat
mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi
hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang
sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke mediastinal yang sehat.
Terjadilah mediastinal flutter.
Bilamana open pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi
hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan
saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang
bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting
udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah
gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini
dikenal dengan tension pneumotorak.

Penatalaksanaan Trauma Toraks


Prinsip
Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara
umum (primary survey - secondary survey)
Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif
(berturutan)
Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil),
adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope.
Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari
ruang emergency.
Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama
untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan
penyelamatan nyawa.
Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan
atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
Primary Survey
Airway
Assessment :
perhatikan patensi airway dengar suara napas perhatikan adanya
retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
Management :
inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan
jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas re-posisi
kepala, pasang collar-neck lakukan cricothyroidotomy atau
traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
Breathing
Assesment
Periksa frekwensi napas
Perhatikan gerakan respirasi
Palpasi toraks
Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks,
open pneumotoraks, hemotoraks, flail chest
Circulation
Assesment:
Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
Periksa tekanan darah
Pemeriksaan pulse oxymetri
Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management:
Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
Torakotomi emergency bila diperlukan
Operasi Eksplorasi vaskular emergency
Tindakan Bedah Emergency
Krikotiroidotomi
Trakheostomi
Tube Torakostomi
Torakotomi
Eksplorasi vascular

PENATALAKSANAAN PNEUMOTHORAKS (UMUM)


Tindakan dekompressi yaitu membuat hubungan rongga pleura dengan udara
luar, ada beberapa cara :
Menusukkan jarum melalui diding dada sampai masuk kerongga pleura ,
sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil, yaitu dengan :
Jarum infus set ditusukkan kedinding dada sampai masuk kerongga pleura.
Abbocath : jarum Abbocath no. 14 ditusukkan kerongga pleura dan setelah
mandrin dicabut.
WSD : pipa khusus yang steril dimasukkan kerongga pleura.
PENATALAKSANAAN PNEUMOTHORAKS (Spesifik)
Pneumotoraks Simpel
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks
yang progresif.
Ciri:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak ada mediastinal shift
PF: bunyi napas , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada
Penatalaksanaan: WSD
Pneumotoraks Tension
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang
semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension
ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak
dapat keluar).
Ciri:
Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total
paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi
trakhea , venous return hipotensi & respiratory distress berat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu,
hipotensi, JVP , asimetris statis & dinamis
Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro
Penatalaksanaan:
Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-
klavikula)
WSD
Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat
keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks
akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound .
Terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
Pasang WSD dahulu baru tutup luka
Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks
lain.
Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
Water Sealed Drainage
Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan
water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga
pleura)
TUJUANNYA :
Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut
Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya
terisi sedikit cairan pleura / lubrican.

Perubahan Tekanan Rongga Pleura


Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi
Atmosfir 760 760 760
Intrapulmoner 760 757 763
Intrapleural 756 750 756

INDIKASI PEMASANGAN WSD :


Hemotoraks, efusi pleura
Pneumotoraks ( > 25 % )
Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

KONTRA INDIKASI PEMASANGAN :


Infeksi pada tempat pemasangan
Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

CARA PEMASANGAN WSD


1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea
aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai
muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.
Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai
rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan
menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke
dinding dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

ADA BEBERAPA MACAM WSD :


1. WSD dengan satu botol
Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana
Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol
penampung.
Drainage berdasarkan adanya grafitasi.
Umumnya digunakan pada pneumotoraks
2. WSD dengan dua botol
Botol pertama sebagai penampung / drainase
Botol kedua sebagai water seal
Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
Dapat dihubungkan sengan suction control
3. WSD dengan 3 botol
Botol pertama sebagai penampung / drainase
Botol kedua sebagai water seal
Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.

1. mengapa pasien didapatkan sianosis , RR meningkt, tekana darah menurun dan


nadi meningkat , GCS 9 ?

Sianosis
Sianosis terjadi akibat darah yang beredar ke seluruh tubuh mengandungdarah
kotor yang rendah oksigen. Bila kadar oksigen yang beredar teralurendah (pasien
biru sekali), bisa terjadi gangguan otak dengan manifestasigelisah, menangis
merintih, lemas bahkan sampai kejang

sianosis adalah suatu klinis atau gejala dari adanya gangguan pada
tubuhseseorang, warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang
terjadiakibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tak
berkaitandengan O2).
dalam arti sebenarnya sianosis adalah kebiruan pada bagiantubuh seseorang.
biasanya karena kekurangan oksigen yang dibawa olehdarah. Sianosis dapat tanda
insufisiensi pernapasan, meskipun bukanmerupakan tanda yang dapat
diandalkan.

Ada dua jenis sianosis: sianosissentral dan sianosis perifer


Sianosis sentral disebabkan oleh insufisiensioksigenasi Hb dalam paru, dan
paling mudah diketahui pada wajah, bibir,cuping telinga, serta bagian bawah
lidah. Sianosis biasanya tak diketahuisebelum jumlah absolut Hb tereduksi
mencapai 5g per 100 ml atau lebih padaseseorang dengan konsentrasi Hb yang
normal (saturasi oksigen [SaO2]kurang dari 90%). Jumlah normal Hb tereduksi
dalam jaringan kapiler adalah 2,5 g per 100 ml. Pada orang dengan konsentrasi
Hb yang normal, sianosisakan pertama kali terdeteksi pada SaO2 kira-kira
75% dan PaO2 50 mmHgatau kurang. Penderita anemia (konsentrasi Hb
rendah) mungkin tak pernahmengalami sianosis walaupun mereka menderita
hipoksia jaringan yang beratkarena jumlah absolut Hb tereduksi
kemungkinan tidak dapat mencapai 5 gper 100 ml. Sebaliknya, orang yang
menderita polisitemia (konsentrasi Hbyang tinggi) dengan mudah
mempunyai kadar Hb tereduksi 5 g per 100 mlwalaupun hanya mengalami
hipoksia yang ringan sekali.
Faktor -faktor lainyang menyulitkan pengenalan sianosis adalah variasi
ketebalan kulit,pigmentasi dan kondisi penerangan.
sianosis perifer bila aliran darah banyak berkurangsehingga sangat
menurunkan saturasi darah vena, dan akan menyebabkansuatu daerah
menjadi biru. Sianosis perifer dapat terjadi akibat insufisiensijantung,
sumbatan pada aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darahakibat suhu
yang dingin. Sejumlah kecil methemoglobin atau sulfhemoglobindalam
sirkulasi dapat menimbulkan sianosis, walaupun jarang terjadi

Ditinjau oleh April Cashin-Garbutt, BA Hons (Cantab)


http://www.Umm.edu/ency/article/001104.htm
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Books/NBK367/

Penurunan konsentrasi oksigen dalam darah perangsangan kemoreseptor


(glomus karotikum dan glomus aortikum) perangsangan pusat pernafasan RR
naik
Nadi naik dan tekanan darah turun
Penurunan oksigen dalam darah hipoksia (jaringan kekurangan oksigen) aliran
darah ke jaringan diperlama (agar jaringan mendapat pasokan oksigen lebih banyak )
venous return turun stroke volume menurun Tekanan darah menurun
Tekanan darah menurun merangsang baroreseptor (di glomus karotikum dan
aortikum) merangsang dilatasi arteri sistemik frekuensi jantung menurun
Mekanismetakikardia
Perdarahan volume darah menurun aliran darah ke jantung
sedikitsimpatikmeningkatkan kontraksi dan daya konduksi jantungtakikardia
Mekanisme hypotensi
Volume darah menurun penurunan tekanan pengisian sirkulasi rata-rata
penurunan aliran balik darah vena ke jantung curah jantung menurun hypotensi

RR naik karena adanya usaha untuk bernafas oleh karena adanya sumbatan jalan
nafas parsial sehingga selain RR naik nafas juga dangkal.

(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD, FK
UNDIP),, (Agus Purwadinanto dan Budi Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi
Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Jakarta : Binarupa Aksara),
GCS ( Glasglow coma scale )
Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang didasari pada tiga pengukuran,
yaitu : pembukaan mata, respon motorik, dan respon verbal. Skor dari masing-
masing komponen dijumlahkan dan memberikan total nilai GCS. Nilai terendah
adalah 3 sedangkan nilai tertinggi adalah 15.
Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan untuk mengkategorikan pasien menjadi
GCS < 9 : pasien koma dan cedera kepala berat
GCS 9 13 : cedera kepala sedang
GCS > 13 : cedera kepala ringan
Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada satu kali
pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif terhadap tingkat
kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam penilaian dapat dinilai apakah
terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk.
Sumber : repositoryusu.ac.id

Nilai tertinggi scala coma Glasgow : 4+5+6 = 13


Nilai terendah : 1 +1 +1 = 3
Scoring :
15 = composmentis
3 = coma

( Sumber : Buku Panduan Gawat Darurat, Jilid 1, FKUI )

Scoring :
Ringan : 13 15 poin
Sedang : 9 12 poin
Berat : 3 8 poin
Koma : < 8 poin
IPD FK UI
, tanda2 syok hipovolemik?

Jenis syok Curah jantung/ Tahanan pb. Darah


cardiac output sistemik
Hipovolemik
Kardiogenik
Distributive atau normal
atau
Obstructive
tamponade
emboli paru
(Agenda Gawat Darurat, Prof. Dr. H. Tabrani Rab, jilid 3)

Syok hipovolemik

- Syok hipovolemik syok dengan volume plasma menurun


Syok jenis ini dikenal pula sebagai syok preload yang ditandai denga
menurunnya volume inravaskular karena perdarahan, dehidrasi, dan
lain- lain.
Menurunnya volume intravascular menyebabkan penurunan
intraventrikel kiri pada akhir diastole yang akan diikuti oleh
menurunnya curah jantung. Kondisi ini secara fisiologis akan
menimbulkan mekanisme kompensasi berupa vasokontriksi
pembuluh darah oleh kotekolamin
sehingga makin memperburuk perfusi ke jaringan tubuh.
Penyebab syok hipovolemik
1. Kehilangan plasma ke luar tubuh perdarahan, gastroenteritis,
renal, (DM,diabetes insipidus), kulit (luka bakar, keringat
berlebihan)
2. Kehilangan cairan di dalam ruang tubuh patah tulang panggul
atau iga, asites, ileus obstruktif, hemothoraks, hemoperitoneum

Menurut beratnya gejala dapat dibedakan jadi 4 stadium syok :


stadium Plasma yang hilang gejala
Presyok (compensated) 10-15% Pusing, takikardi ringan
750 ml Sistolik 90-100mmHg
Ringan (compensated) 20-25 % Gelisah, keringat dingin,
1000-1200ml haus, dieresis berkurang,
takikardi > 100/menit
Sistolik 80-90 mmHg
Sedang (reversible) 30-35% Gelisah , pucat, dingin,
1500-1750 ml oliguri takikardi >
100/menit
Sistolik 70-80 mmHg
Berat (irreversible) 35-50% Pucat, sianotik,dingin,
1750 2250 ml takipneu, anuria, kolaps
pembuluh darah,
takikardi/tidak teraba
lagi.
Sistolik0-40 mmHg

Sumber : kedaruratan medic , agus purwadianto dan budi sampurna, Ed


revisi tahun 2000

2. mengapa pasien didapatkan akral dingin dan pucat ?

3. mengapa dokter memberikan segera oksigenasi dengan face mask dan


menghentikan perdarahan dengan perban tekan pada kepala dan tibia ?
Tabel 1. Jenis Peralatan dan Konsentrasi Oksigen

JENIS ALAT KONSENTRASI OKSIGEN ALIRAN OKSIGEN


Nasal kanula 24-32% 2-4 LPM
Simple Face Mask 35-60% 6-8 LPM
Partial Rebreather 35-80% 8-12 LPM
Non Rebrether 50-95/100% 8-12 LPM
Venturi 24-50% 4-10 LPM
Bag-Valve-Mask (Ambubag)
Tanpa oksigen 21% (udara)
Dengan oksigen 40-60% 8-10 LPM
Dengan reservoir 100% 8-10 LPM
Muhammad Amin, Hood Alsagaff,WBM Taib Saleh,Penyakit Paru Obstruktif
Menahun, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Paru RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya, 1994

4. jelaskan hemodinamik tubuh untuk mengkompensasi trauma yg didapat pada


pasien !

Homeostasis Merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam


menghadapi berbagai kondisi yang dialaminya.
Terdiri dari : Homeostasis fisiologis dan psikologis
Homeostasis fisiologi dikendalikan oleh sistem endokrin dan sistem saraf otonom, melalui
empat cara .

1. Self Regulation
Terjadi pada orang yang sehat, seperti pengaturan fungsi tubuh.
2. Kompensasi
Tubuh akan bereaksi terhadap ketidaknormalan.
Spt : pupil melebar untuk meningkatkan kemampuan persepsi visual, peningkatan
keringat untuk mengontrol suhu tubuh.
3. Umpan Balik Negatif
Dalam keadaan abnormal maka tubuh secara otomatis akan melakukan mekanisme
umpan balik negatif untuk menyeimbangkan penyimpangan yang terjadi. Contoh Tekanan
Darah naik maka baroreseptor akan naik untuk menurunkan rangsangan para simpatik
untuk meningkatkan rangsangan parasimpatik menurunkan denyut jantung.
4. Umpan Balik positif.
dilakukan untk mengoreksi ketidakseimbangan fisiologis. Contoh terjadinya proses
peningkatan denyut jantung untuk membawa oksigen yang cukup kesel.
Homeostasis psikologis berfokus pada keseimbangan emosional dan kesejahteraan mental.
Proses ini didapat dari pengalaman hidup dan interaksi dengan orang lain.
Mekanisme pertahanan diri seperti : Menangis, tertawa, berteriak, memukul, mencerca dll.

Otak
1. Faktor kardiovaskuler
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung
mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan
vaskuler dan edema paru.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi
penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan
penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium
kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan
tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan
atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
2. Faktor Respiratori
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi
paru atau hipertensi paru menyebabkan hiperpnoe dan
bronkokonstriksi
Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi
aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran darah bertambah karena
terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis
yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan
penurunan CBF (cerebral blood fluid).
Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan
tingginya tekanan intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan
herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata
3. Faktor metabolisme
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti
trauma tubuh lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium
dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus
terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH
dan sekresi aldosteron
4. Faktor gastrointestinal

Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal.


Setelah trauma kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan
merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan
merangsang lambung menjadi hiperasiditas

5. Faktor psikologis

Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada pasien adalah
suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan
mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan
penurunan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan mempengaruhi
penanganan pneumothorak dan hemothorak

Open pneumothoraks

Tindakan awal: menutup defek dg kasa steril yg diplester hanya pd 3 sisinya saja
diharapkan saat inpirasi kasa penutup akan terhisap & menutup luka & saat ekspirasi
kasa penutup luka akan terbuka dan udara didalam rongga toraks akan terdorong
keluar

Tindakan definitif : memasang drain toraks serta menutup defek tersebut

Tension pneumothoraks
TINDAKAN CEPAT :
Menusuk dada pada sela iga kedua pd garis pertengahan klavikula pada sisi dada yg
mengalami kelainan dg jarum besar (12-14F)
Tindakan ini merubah tension pneumotoraks pneumotoraks sederhana.
Tindakan ini hendaknya disusul oleh terapi definitif berupa pemasangan toraks
drain/selang dada

Chest tube + WSD

* Chest tube standar / percutaneous

* pada sela iga ke-5, didepan garis mid-aksiler

(antara mid-aksiler dan aksiler anterior)

* diatas iga ke-6

* jangan garis lurus sebagai flap valve

* dihubungkan dg botol WSD / Heimlich valve


Hemothorak

Terapi awal: penggantian volume darah yg dilakukan bersamaan dg dekompresi


rongga pleura

Terapi definitif: dengan torakotomi bila jumlah darah yang keluar terus menerus
sebanyak minimal 200 cc per jam dalam waktu 2 sampai 4 jam

Survey Primer

Dimulai dari penilaian jalan nafas dan segera dilakukan resusitasi bila
dijumpai obstruksi
Baju penderita dibuka melihat adanya jejas, luka terbuyka dan apakah ada
hemithoraks yang tertinggal pada pernafasan
Untuk membandingkan hemithoraks kanan dan kiri diperiksa dari arah
kepala
Gejala penting: hipoksia, takipnea, dan nafas dangkal
Trauma yang mengancam nyawa:
1. Tension pneumothoraks
Berdasarkan pemeriksaan klinis, bukan bantuan rontgen
Gejala klinis:
Sesak hebat
Nyeri dada
Syok
Vena leher mengembang
Trakea terdorong ke sisi sehat
Auskultasi : suara nafas tidak terdengar
Perkusi : hipersonor
2. Open pneumothoraks
3. Flail chest
4. Hemathoraks masif
Penderita sesak nafas dan pucat karena syok
Pemeriksaan thoraks :
Hemithoraks tertinggal pada respirasi
Auskultasi : tidak terdengar suara nafas
Perkusi : pekak
5. Tamponade jantung Trias Beck
Peningkatan tekanan vena karena bendungan (dilihat dari
pelebaran vena leher)
Syok
Suara jantung menjauh

EKG sebagai pemeriksaan penunjang dan untuk monitor tindakan


perikardisintesis.

Survey Sekunder

Dilakukan apabila resusitasi pada survey primer telah dapat membuat stabil
keadaan penderita, ancaman kematian sudah lewat dan telah dilakukan re-
evaluasi.
Tujuan :
1. Memeriksa lebih teliti
2. Apakah ada kelainan yang potensial mengancam nyawa penderita
Keadaan yang potensial mengancam nyawa:
1. Pneumothoraks sederhana
Sesak
Auskultasi : suara nafas berkurang
Perkusi : hipersonor
Trakea tidak terdorong
Vena-vena leher tidak melebar
Pemeriksaan foto thoraks
2. Hemothoraks (yang tidak masif)
Sesak, karena adanya darah dalam rongga pleura fungsi
paru berkurang
Pemeriksaan fisik:
Sesak
Pucat
Perkusi : hemithoraks yang terkena redup
3. Kontusio paru
4. Perlukaan trakeo-bronkial
Hemoptisis
Sesak
Emfisema subkutan
Pada WSD : gelembung udara besar atau munculnya
gelembung saat inspirasi dan ekspirasi
Diagnosis pasti: pemeriksaan bronkoskopi
5. Trauma tumpul jantung
Trauma tumpul ganggu kerja otot jantung gangguan ritme
6. Ruptur aorta (sebagian)
Gejala klinis tidak spesifik
Pemeriksaan foto : mediastinum yang melebar (bisa dilihat
dengan angiografi)
7. Ruptur diafragma
Robekan diafragma dan tekanan negatif pada rongga dada
isi rongga abdomen memasuki rongga dada mengurangi
ventilasi
Memasukkan NGT bila ujung pipa NGT berada dalam
rongga dada robekan diafragma
Melakukan foto ulang

1. Penatalaksanaan
a. Survey primer
i. Tension pneumothoraks
Dekompresi rongga pleura agar udara bertekanan tinggi bisa segera
keluar (mengubat menjadi simple pneumothoraks)
Dilakukan pada sela iga ke-2 hemithoraks yang terkena
Penusukan dilakukan dengan kateter intravena ukuran besar
(nomer 14)
Dilanjutkan dengan pemasangan pipa thoraks (WSD) untuk
mengeluarkan udara dan mengembangkan paru

Dipasang pada sela iga ke-5 di depan linea axillaris media atau
di antara linea axillaris media dan anterior
Pipa thoraks dihubungkan dengan WSD
Jarum vena di sela iga ke-2 dicabut agar berfungsi dengan
baik.
WSD terpasang baik jika:
o Undulasi (cairan naik turun pada pipa)
o Keluarnya gelembung udara pada ekspirasi udara
rongga pleura keluar ke botol WSD
ii. Open pneumothoraks
Menutup luka dengan kasa steril yang diplester pada ketiga
sisinya, dan membiarkan sisi keempat tetap terbuka.
Dengan menutup 3 sisi, pada inspirasi udara tidak bisa lagi
melewati lubang pada udara di dada, sedang waktu ekspirasi
sisi keempat merupakan jalan untuk keluarnya udara ekspirasi
Penutupan 3 sisi juga mencegah terjadinya tension
pneumothoraks akibat penumpukkan udara di rongga pleura.
iii. Flail chest
pemberian ventilasi adekuat
oksigen
resusitasi cairan
iv. Hemothoraks masif
Pemasangan chest tube segera mengeluarkan darah dan
mengembangkan paru
Pemberian transfusi darah
Bila perdarahan masih berlangsung (dilihat dari keluarnya
darah pada chest tube) sebanyak 200 cc/jam selama 2-4 jam
berikutnya (2-3 ml/kgBB/jam) indikasi thorakotomi
mencari sumber perdarahan dan menghentikannya
v. Tamponade jantung
Perikardiosintesis dilakukan dengan melakukan pungsi
perikard melalui subsifoid
a. Jarum panjang ditusukkan pada subsifoid mengarah ke
puncak skapula sampai menusuk otot jantung
b. Adanya peningkatan voltase gelombang T atau
disritmia menunjukkan jarum mengenai jantung.
Dengan menarik sedikit jarum akan berada pada ruang
perikardium, karena darah di rongga perikard tidak
membeku, mudah dilakukan aspirasi
b. Survey sekunder
i. Pneumothoraks sederhana
Aspirasi atau observasi
Pemasangan chest tube dan WSD agar udara keluar dari
rongga pleura dan paru kembali mengembang
ii. Hemothoraks (yang tidak masif)
Pemasangan chest tube dan WSD
iii. Kontusio paru
iv. Perlukaan trakeo-bronkial
Pemasangan lebih dari satu selang pipa thoraks, intubasi dan
operasi
v. Trauma tumpul jantung non-operatif
vi. Ruptur aorta (sebagian) operasi
vii. Ruptur diafragman tindakan operatif

Anda mungkin juga menyukai