Trauma Thorax
masuk (pneumothorax)
Terjadi perdarahan :
Maka udara luar akan terhisap masuk diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi)
- Open penumothorax
mendesak paru-paru
(sukar bernapas/bernapas berat) = nyeri bernapas / pernafsan asimetris/adanya jejas atau trauma
WSD/Bullow Drainage
a) Tension Pneumothorax
Patofisiologi
Etiologi
Gejala klinis
Tension pneumothorax di tandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distres pernafasan,
takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena
leher.
Diagnosis
Diagnosis tension pneumothorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan terapi tidak boleh
terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi.
Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan
Patofisiologi
Adanya defek atau luka yang besar yang tetap terbuka pada dinding thorax dan paru
menimbulkan Sucking chest wound around sehingga terjadi keseimbangan antara tekanan
intra thorax dengan tekanan udara atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3
dari diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir melalul defek karena mempunyai
tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi
terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.
Diagnosa
Diagnosa ditegakkan bila terdapat sucking chest wound, hypoxia, dan hipoventilasi.
Penanganan
Penanganannya, langkah awal dengan menutup luka. Gunakan kasa steril yang diplester
hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek Flutter
Type Valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka, mencegah kebocoran
udara, dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar.
Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka
primer. Menutup seluruh sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara didalam rongga
pleura yang akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah
terpasang. Kasa penutup sementara, yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau
Petrolatum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan
dilanjutkan dengan penjahitan luka.
c) Hematothorax
Tingkat perdarahan setelah evakuasi hemothorax secara klinis lebih penting. Jika kondisi ini
terjadi, maka disebut sebagai hemopneutoraks.
Hemotoraks dapat terjadi pada cedera thorax yang jelas. Mungkin akan terjadi penurunan
suara saat bernafas dan harus segera dilakukan ronsen dada. Di tangan dokter yang
berpengalaman, ultrasound dapat mendiagnosa pneumotoraks dan hemotoraks, namun
teknik ini jarang dilakukan sekarang ini. Tuba torakstomi harus dipasang secara hati-hati
untuk semua jenis hemathorax dan pnemuothorak. Dalam 85%, tube toraktomi adalah satu-
satunya metode yang dapat dilakukan. Jika pendarahan terus terjadi maka lebih baik dari
sistemik daripada arteri pulmonary.
Biasanya hematothorax ini terjadi pada luka tusuk dengan sobeknya pembuluh darah hilus
atau sistemik.
iii. Vena pada leher dapat menjadi datar karena hipovolemia atau menjadi tegang karena
efek mekanis dari darah di dalam thorax.
iv. Robeknya pembuluh darah hilus atau pembuluh darah besar dapat mengakibatkan shock.
Diagnosa
i. Shock hemorrhagic.
Pengobatan
i. Pasang intubasi pada pasien dengan shok atau dengan kesulitan bernafas.
ii. Pasang infus ukuran besar dan sediakan darah untuk transfusi sebelum terjadi
dekompresi.
iii. Jika tersedia, pasangkan autotransfusi pada system pengumpul chest tube.
iv. Lakukan thoracostomy tube dengan kateter ukuran besar (36F atau 40F) pada celah
intercostal keempat.
PNEUMOTHORAKS
Definisi
Pneumothorax merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura. Pada
kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan
memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed pneumothorax.
Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat
inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan
menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum
pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea,
maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang
seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar
masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat
ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui
lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.
Epidemiologi
Pneumothorax dapat diklasifikasikan menjadi pneumothorax spontan dan traumatik.
Pneumothorax spontan merupakan pneumothorax yang terjadi tiba-tiba tanpa atau dengan
adanya penyakit paru yang mendasari. Pneumothorax jenis ini dibagi lagi menjadi
pneumothorax primer (tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari) maupun
sekunder (terdapat riwayat penyakit paru sebelumnya). Insidensinya sama antara
pneumothorax primer dan sekunder, namun pria lebih banyak terkena dibanding wanita
dengan perbandingan 6:1. Pada pria, resiko pneumothorax spontan akan meningkat pada
perokok berat dibanding non perokok. Pneumothorax spontan sering terjadi pada usia muda,
dengan insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun).
Sementara itu, pneumothorax traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun
tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi iatrogenik maupun non-
iatrogenik. Pneumothorax iatrogenik merupakan tipe pneumothorax yang sangat sering
terjadi.
Anatomi dan Fisiologi Sistem Respiratorius
a. Anatomi
Dinding Thorax
Dinding thorax terdiri atas kulit, fascia, saraf, otot, dan tulang. Kerangka
dinding thorax membentuk sangkar dada osteokartilaginous yang melindungi
jantung, paru-paru, dan beberapa organ rongga abdomen. Kerangka thorax
terdiri dari vertebra thoracica dan discus intervertebralis, costae dan cartilago
costalis, serta sternum. Beberapa otot pernafasan yang melekat pada dinding
dada antara lain:
a. Otot-otot inspirasi
M. intercostalis externus, M. levator costae, M. serratus posterior
superior, dan M scalenus
b. Otot-otot ekspirasi
M. intercostalis internus, M. transversus thoracis, M. serratus posterior
inferior, M. subcostalis.
Traktus Respiratorius
Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua, yaitu traktus respiratorius bagian
atas dan bagian bawah. Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari cavum
nasi, nasofaring, hingga orofaring. Sementara itu, traktus respiratorius bagian
bawah terdiri atas laring, trachea, bronchus (primarius, sekundus, dan tertius),
bronchiolus, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, dan alveolus.
Paru-paru kanan terdiri atas 3 lobus (superior, anterior, inferior), sementara
paru-paru kiri terdiri atas 2 lobus (superior dan inferior). Masing-masing paru
diliputi oleh sebuah kantung pleura yang terdiri dari dua selaput serosa yang
disebut pleura, yaitu pleura parietalis dan visceralis. Pleura visceralis meliputi
paru-paru termasuk permukaannya dalam fisuran sementara pleura parietalis
melekat pada dinding thorax, mediastinum dan diafragma. Kavum pleura
merupakan ruang potensial antara kedua lapis pleura dan berisi sedikit cairan
pleura yang berfungsi melumasi permukaan pleura sehingga memungkinkan
gesekan kedua lapisan tersebut pada saat pernafasan.
b. Fisiologi
Proses inspirasi jika tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan
paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume paru
diakibatkan oleh pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi
akibat 2 faktor, yaitu faktor thoracal dan abdominal. Faktor thoracal (gerakan
otot-otot pernafasan pada dinding dada) akan memperbesar rongga dada ke
arah transversal dan anterosuperior, sementara faktor abdominal (kontraksi
diafragma) akan memperbesar diameter vertikal rongga dada. Akibat
membesarnya rongga dada dan tekanan negatif pada kavum pleura, paru-paru
menjadi terhisap sehingga mengembang dan volumenya membesar, tekanan
intrapulmoner pun menurun. Oleh karena itu, udara yang kaya O2 akan
bergerak dari lingkungan luar ke alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi
masuk ke kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus.
Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar dari
tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi diafragma akan
mengakibatkan rongga dada kembali ke ukuran semula sehingga tekanan pada
kavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya,
tekanan intrapulmoner akan meningkat sehingga udara yang kaya CO2 akan
keluar dari peru-paru ke atmosfer.
Patofisiologi
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Di antara
pleura parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal
berisi sedikit cairan serous jaringan. Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan
negatif. Tekanan negatif pada intrapleura membantu dalam proses respirasi.
Proses respirasi terdiri dari 2 tahap : fase inspirasi dan fase eksprasi. Pada fase
inspirasi tekanan intrapleura : -9 s/d -12 cmH2O; sedangkan pada fase
ekspirasi tekanan intrapleura: -3 s/d -6 cmH2O.
Pneumotorak adalah adanya udara pada cavum pleura. Adanya udara pada
cavum pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura tidak terbentuk.
Sehingga akan mengganggu pada proses respirasi.
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan penyebabnya :
Pneumotorak spontan
Oleh karena : primer (ruptur bleb), sekunder (infeksi,
keganasan), neonatal
Pneumotorak yang di dapat
Oleh karena : iatrogenik, barotrauma, trauma
Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis
Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock
Tension Pneumotorak : diikuti gejala shock atau pre-schock
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya dengan hubungan luar
menjadi :
Open pneumotorak
Closed pneumotorak
Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai dasar patofisiologi
yang hampir sama.
Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension
pneumotorak, dan open pneumotorak
Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura
visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini
pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum
pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan
tekanan intralveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada
pneumotorak spontan, paru-paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke
cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi
akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya menekan mediastinal ke
sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula.
Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter.
Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi
sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan
sempurna.
Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau
shock dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum
pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan
closed pneumotorak.
Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal
karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya
bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada saat
inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara
terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup,
terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan
obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock
oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumotorak.
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkungan luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan
dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan
visceralis). Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi
udara luar akan masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat
mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi
hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang
sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke mediastinal yang sehat.
Terjadilah mediastinal flutter.
Bilamana open pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi
hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan
saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang
bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting
udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah
gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini
dikenal dengan tension pneumotorak.
Sianosis
Sianosis terjadi akibat darah yang beredar ke seluruh tubuh mengandungdarah
kotor yang rendah oksigen. Bila kadar oksigen yang beredar teralurendah (pasien
biru sekali), bisa terjadi gangguan otak dengan manifestasigelisah, menangis
merintih, lemas bahkan sampai kejang
sianosis adalah suatu klinis atau gejala dari adanya gangguan pada
tubuhseseorang, warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang
terjadiakibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tak
berkaitandengan O2).
dalam arti sebenarnya sianosis adalah kebiruan pada bagiantubuh seseorang.
biasanya karena kekurangan oksigen yang dibawa olehdarah. Sianosis dapat tanda
insufisiensi pernapasan, meskipun bukanmerupakan tanda yang dapat
diandalkan.
(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD, FK
UNDIP),, (Agus Purwadinanto dan Budi Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi
Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Jakarta : Binarupa Aksara),
GCS ( Glasglow coma scale )
Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang didasari pada tiga pengukuran,
yaitu : pembukaan mata, respon motorik, dan respon verbal. Skor dari masing-
masing komponen dijumlahkan dan memberikan total nilai GCS. Nilai terendah
adalah 3 sedangkan nilai tertinggi adalah 15.
Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan untuk mengkategorikan pasien menjadi
GCS < 9 : pasien koma dan cedera kepala berat
GCS 9 13 : cedera kepala sedang
GCS > 13 : cedera kepala ringan
Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada satu kali
pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif terhadap tingkat
kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam penilaian dapat dinilai apakah
terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk.
Sumber : repositoryusu.ac.id
Scoring :
Ringan : 13 15 poin
Sedang : 9 12 poin
Berat : 3 8 poin
Koma : < 8 poin
IPD FK UI
, tanda2 syok hipovolemik?
Syok hipovolemik
1. Self Regulation
Terjadi pada orang yang sehat, seperti pengaturan fungsi tubuh.
2. Kompensasi
Tubuh akan bereaksi terhadap ketidaknormalan.
Spt : pupil melebar untuk meningkatkan kemampuan persepsi visual, peningkatan
keringat untuk mengontrol suhu tubuh.
3. Umpan Balik Negatif
Dalam keadaan abnormal maka tubuh secara otomatis akan melakukan mekanisme
umpan balik negatif untuk menyeimbangkan penyimpangan yang terjadi. Contoh Tekanan
Darah naik maka baroreseptor akan naik untuk menurunkan rangsangan para simpatik
untuk meningkatkan rangsangan parasimpatik menurunkan denyut jantung.
4. Umpan Balik positif.
dilakukan untk mengoreksi ketidakseimbangan fisiologis. Contoh terjadinya proses
peningkatan denyut jantung untuk membawa oksigen yang cukup kesel.
Homeostasis psikologis berfokus pada keseimbangan emosional dan kesejahteraan mental.
Proses ini didapat dari pengalaman hidup dan interaksi dengan orang lain.
Mekanisme pertahanan diri seperti : Menangis, tertawa, berteriak, memukul, mencerca dll.
Otak
1. Faktor kardiovaskuler
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung
mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan
vaskuler dan edema paru.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi
penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan
penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium
kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan
tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan
atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
2. Faktor Respiratori
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi
paru atau hipertensi paru menyebabkan hiperpnoe dan
bronkokonstriksi
Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi
aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran darah bertambah karena
terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis
yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan
penurunan CBF (cerebral blood fluid).
Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan
tingginya tekanan intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan
herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata
3. Faktor metabolisme
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti
trauma tubuh lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium
dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus
terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH
dan sekresi aldosteron
4. Faktor gastrointestinal
5. Faktor psikologis
Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada pasien adalah
suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan
mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan
penurunan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan mempengaruhi
penanganan pneumothorak dan hemothorak
Open pneumothoraks
Tindakan awal: menutup defek dg kasa steril yg diplester hanya pd 3 sisinya saja
diharapkan saat inpirasi kasa penutup akan terhisap & menutup luka & saat ekspirasi
kasa penutup luka akan terbuka dan udara didalam rongga toraks akan terdorong
keluar
Tension pneumothoraks
TINDAKAN CEPAT :
Menusuk dada pada sela iga kedua pd garis pertengahan klavikula pada sisi dada yg
mengalami kelainan dg jarum besar (12-14F)
Tindakan ini merubah tension pneumotoraks pneumotoraks sederhana.
Tindakan ini hendaknya disusul oleh terapi definitif berupa pemasangan toraks
drain/selang dada
Terapi definitif: dengan torakotomi bila jumlah darah yang keluar terus menerus
sebanyak minimal 200 cc per jam dalam waktu 2 sampai 4 jam
Survey Primer
Dimulai dari penilaian jalan nafas dan segera dilakukan resusitasi bila
dijumpai obstruksi
Baju penderita dibuka melihat adanya jejas, luka terbuyka dan apakah ada
hemithoraks yang tertinggal pada pernafasan
Untuk membandingkan hemithoraks kanan dan kiri diperiksa dari arah
kepala
Gejala penting: hipoksia, takipnea, dan nafas dangkal
Trauma yang mengancam nyawa:
1. Tension pneumothoraks
Berdasarkan pemeriksaan klinis, bukan bantuan rontgen
Gejala klinis:
Sesak hebat
Nyeri dada
Syok
Vena leher mengembang
Trakea terdorong ke sisi sehat
Auskultasi : suara nafas tidak terdengar
Perkusi : hipersonor
2. Open pneumothoraks
3. Flail chest
4. Hemathoraks masif
Penderita sesak nafas dan pucat karena syok
Pemeriksaan thoraks :
Hemithoraks tertinggal pada respirasi
Auskultasi : tidak terdengar suara nafas
Perkusi : pekak
5. Tamponade jantung Trias Beck
Peningkatan tekanan vena karena bendungan (dilihat dari
pelebaran vena leher)
Syok
Suara jantung menjauh
Survey Sekunder
Dilakukan apabila resusitasi pada survey primer telah dapat membuat stabil
keadaan penderita, ancaman kematian sudah lewat dan telah dilakukan re-
evaluasi.
Tujuan :
1. Memeriksa lebih teliti
2. Apakah ada kelainan yang potensial mengancam nyawa penderita
Keadaan yang potensial mengancam nyawa:
1. Pneumothoraks sederhana
Sesak
Auskultasi : suara nafas berkurang
Perkusi : hipersonor
Trakea tidak terdorong
Vena-vena leher tidak melebar
Pemeriksaan foto thoraks
2. Hemothoraks (yang tidak masif)
Sesak, karena adanya darah dalam rongga pleura fungsi
paru berkurang
Pemeriksaan fisik:
Sesak
Pucat
Perkusi : hemithoraks yang terkena redup
3. Kontusio paru
4. Perlukaan trakeo-bronkial
Hemoptisis
Sesak
Emfisema subkutan
Pada WSD : gelembung udara besar atau munculnya
gelembung saat inspirasi dan ekspirasi
Diagnosis pasti: pemeriksaan bronkoskopi
5. Trauma tumpul jantung
Trauma tumpul ganggu kerja otot jantung gangguan ritme
6. Ruptur aorta (sebagian)
Gejala klinis tidak spesifik
Pemeriksaan foto : mediastinum yang melebar (bisa dilihat
dengan angiografi)
7. Ruptur diafragma
Robekan diafragma dan tekanan negatif pada rongga dada
isi rongga abdomen memasuki rongga dada mengurangi
ventilasi
Memasukkan NGT bila ujung pipa NGT berada dalam
rongga dada robekan diafragma
Melakukan foto ulang
1. Penatalaksanaan
a. Survey primer
i. Tension pneumothoraks
Dekompresi rongga pleura agar udara bertekanan tinggi bisa segera
keluar (mengubat menjadi simple pneumothoraks)
Dilakukan pada sela iga ke-2 hemithoraks yang terkena
Penusukan dilakukan dengan kateter intravena ukuran besar
(nomer 14)
Dilanjutkan dengan pemasangan pipa thoraks (WSD) untuk
mengeluarkan udara dan mengembangkan paru
Dipasang pada sela iga ke-5 di depan linea axillaris media atau
di antara linea axillaris media dan anterior
Pipa thoraks dihubungkan dengan WSD
Jarum vena di sela iga ke-2 dicabut agar berfungsi dengan
baik.
WSD terpasang baik jika:
o Undulasi (cairan naik turun pada pipa)
o Keluarnya gelembung udara pada ekspirasi udara
rongga pleura keluar ke botol WSD
ii. Open pneumothoraks
Menutup luka dengan kasa steril yang diplester pada ketiga
sisinya, dan membiarkan sisi keempat tetap terbuka.
Dengan menutup 3 sisi, pada inspirasi udara tidak bisa lagi
melewati lubang pada udara di dada, sedang waktu ekspirasi
sisi keempat merupakan jalan untuk keluarnya udara ekspirasi
Penutupan 3 sisi juga mencegah terjadinya tension
pneumothoraks akibat penumpukkan udara di rongga pleura.
iii. Flail chest
pemberian ventilasi adekuat
oksigen
resusitasi cairan
iv. Hemothoraks masif
Pemasangan chest tube segera mengeluarkan darah dan
mengembangkan paru
Pemberian transfusi darah
Bila perdarahan masih berlangsung (dilihat dari keluarnya
darah pada chest tube) sebanyak 200 cc/jam selama 2-4 jam
berikutnya (2-3 ml/kgBB/jam) indikasi thorakotomi
mencari sumber perdarahan dan menghentikannya
v. Tamponade jantung
Perikardiosintesis dilakukan dengan melakukan pungsi
perikard melalui subsifoid
a. Jarum panjang ditusukkan pada subsifoid mengarah ke
puncak skapula sampai menusuk otot jantung
b. Adanya peningkatan voltase gelombang T atau
disritmia menunjukkan jarum mengenai jantung.
Dengan menarik sedikit jarum akan berada pada ruang
perikardium, karena darah di rongga perikard tidak
membeku, mudah dilakukan aspirasi
b. Survey sekunder
i. Pneumothoraks sederhana
Aspirasi atau observasi
Pemasangan chest tube dan WSD agar udara keluar dari
rongga pleura dan paru kembali mengembang
ii. Hemothoraks (yang tidak masif)
Pemasangan chest tube dan WSD
iii. Kontusio paru
iv. Perlukaan trakeo-bronkial
Pemasangan lebih dari satu selang pipa thoraks, intubasi dan
operasi
v. Trauma tumpul jantung non-operatif
vi. Ruptur aorta (sebagian) operasi
vii. Ruptur diafragman tindakan operatif