Anda di halaman 1dari 15

PNEUMOTHORAKS

A. PENGERTIAN

Pneumotorak merupakan suatu keadaan dimana terdapat akumulasi udara di dalam


rongga pleura, antara plura visceral dan parinteral yang dapat menyebabkan timbulnya
kolaps paru. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga dada ( Rahajoe, 2012).

Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi
secara spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun proses patologis, atau
dimasukkan dengan sengaja.

Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura
(DR. Dr. Aru W. Sudoyo,Sp.PD, KHOM, 2006).

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura.


Pneumotoraks terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pneumotoraks spontan dan traumatic.

1. Traumatic dapat dibagi menjadi:

a. Pneumothorak iatrogonik

Terjadi karena akibat komplikasi tindakan medis dan jenis ini dibedakan menjadi
dua yaitu:

1. Pneumothorak traumatic iatrogonik aksidental terjadi akibat tindakan medis


karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan
parasentesis dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial, biopsi/aspirasi paru
perkutaneus.
2. Pneumothorak traumatic iatrogonik artificial (deliberate) merupakan
pneumothorak yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara kedalam
rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya
untuk terapi tuberkolusis (sebelum era antibiotic) atau untuk menilai
permukaan paru.
b. Pneumotorak non- iatrogonik (accidental)

2. Pneumotoraks spontan dapat dibagi lagi menjadi primer (tanpa adanya penyakit yang
mendasarinya) ataupun sekunder (komplikasi dari penyakit paru akut atau kronik)

B. ANATOMI RONGGA THORAKS

Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :

1. Depan : Sternum dan tulang iga.


2. Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
3. Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
4. Bawah : Diafragma
5. Atas : Dasar leher.

Isi :

1. Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus
pleuranya.
2. Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi
jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus
torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar
kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).
C. ETIOLOGI

1. Infeksi saluran nafas

2. Trauma dada

3. Acute lung injury yang disebabkan materi fisik yang terinhalasi dan bahan kimia

4. Penyakit inflamasi paru akut dan kronis

5. Keganasan/metastasis paru

D. TANDA DAN GEJALA

1. Pasien mengeluh nyeri dada pluritik akut mendadak yang terlokalisasi pada paru
yang sakit

2. Nyeri dada pluritik biasanya disertai sesak nafas, peningkatan kerja pernapasan dan
dispnea

3. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidak
mengembang seperti sisi yang sehat

4. Suara nafas jauh atau tidak ada

5. Perkusi dada menghasilkan suara hipersonon

6. Takikardia sering terjadi menyertai tipe pneumotorak

E. PATOFISIOLOGI

Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan intrabronkhial,


sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar yang
tekanannya nol akan masuk ke bronchus sehingga sampe ke alveoli. Saat ekspirasi,
dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari
tekanan dialveolus ataupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar melalui bronchus.
Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan
intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin atau mengejan, karena
pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian perifer dari bronchus atau alveolus ada
bagian yang lemah, bronkhus atau alveolus itu akan pecah atau robek. Secara singkat
proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut:

1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk
kearah jaringan peribronkhovaskuler. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam
alveoli akan meningkat.

2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor
presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.

3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosis
di peribronkovaskular kearah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan
pneumothoraks.

PNEUMOTORAKS

Mengenai rongga toraks Terjai robekan pembuluh darah


sampai rongga pleura, intercostal, pembuluh darah
udara bisa masuk jaringan paru-paru
(pneumotaraks

Karena tekanan negative Terjadi perdarahan :(perdarahan


intrapleura maka udara luar jaringan intersititium, perarahan
akan terhisap masuk ke intraalveolar diikutikolaps kapiler
rongga pleura kecil-kecil danatelektasi)

Tahanan perifer pembuluh


Oper penumothoraks
parunaik(aliran darah turun)
Close pneumotoraks

Tension pneumothoraks
-Ringan kurang 300 cc ---- di punksi
-Sedang 300 - 800 cc ------ di pasang drain
Tek. Pleura meningkat terus -Berat lebih 800 cc ------ torakotomi

Mendesak paru-paru(kompresi dan


Sesak napas yang progresif dekompresi), pertukaran gas berkurang
(sukar bernapas/bernapas
berat)Bising napas
berkurang/hilangBunyi napas - Sesak napas yang progresif
sonor/hipersonor Foto toraks - Nyeri bernapas /adanya jejas
gambaran udara lebih 1/4 dari atau trauma
rongga torak - Nyeri bernapas-
- Pekat dengan batas jelas/tak
jelas.
- Bising napas tak terdengar
- Nadi cepat/lemah-
- Anemis / pucat-
- Poto toraks 15 - 35 %
tertutup bayangan

WSD/Bullow Drainage

Terdapat luka pada WSD Kerusakan integritas kulit


Resiko terhadap infeksi
Nyeri pada luka bila unuk bergerak
Perubahan kenyamanan : Nyeri
Ketidakefektifan pola pernapasan perawatan WSD harus diperhatikan.
Gangguan mobilitas fisik
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Potensial Kolaboratif : Atelektasis
danPergeseran mediatinum
F. KOMPLIKASI

1. Tension Penumototrax

2. Penumotoraks Bilateral

3. Emfiema

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

AGD Arteri amemberikand gambaran Hipoksemia meskipun kebanyakan pasien


sering tidak diperiksa keberadaannya.

2. Pemeriksaan EKG

Pneumothorax primer paru kiri sering menimbulkan perubahan sksis QRS dan
gelombang T Prekordial pada rekaman EKG ditafsirkan sebagai IMA.

3. Pemeriksaan Radiologi

Tampak gambaran sulkus Kostrofenikus radidusen, sedang Pneumothorax tersier


pada gambaran foto dadanya tampak jumlah udara termitoraks yang cukup besar
dan susunan mediastinum kontralateral bergeser.

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang


dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi
saat pelaksanaan pengobatan yang meliputi :

1. Tindakan dekompresi

Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara:

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura,


dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah
menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum
tersebut. Cara lainnya adalah melakukan penusukkan jarum ke rongga
pleura melaluitranfusion set.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :

1. Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD)

Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga


pleura dengan perantara trokar atau dengan bantuan klem penjepit
(pen) pemasukan pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan
melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari sela
iga ke-4 pada garis axial tengah atau garis axial belakang. Selain itu,
dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula tengah.
Selanjutnya, ujung selang plastik di dada dan pipa kaca WSD
dihubungkan melelui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca
yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air
supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut.

2. Pengisapan kontinu (continous suction).

Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan


intrapleura tetap positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O. Tujuannya adalah
agar paru cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara
pleura viseralis dan pleura parietalis.

3. Pencabutan drain

Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura


sudah negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain
ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru
tetap mengembang penuh, drain dapat dicabut.
4. Tindakan bedah

Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat


dicari lubang yang menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu
lubang tersebut dijahit. Pada pembedahan, jika dijumpai adanya
penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang,
maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortikasi. Pembedahan paru
kembali bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada
fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan
tidak dapat dipertahankan kembali.

2. Penatalaksanaan Tambahan

a. Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan terhadap


penyebabnya, yaitu:

1. Terhadap proses TB paru, diberi OAT


2. Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi, penderita dibei obat
laksatif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu
mengejan terlalu keras.

b. Istirahat total

Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang), batuk, bersin terlalu keras
dan mengejan.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN PRIMER

1. B1 (Breathing)

a. Inspeksi

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu pernapasan.
Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada
sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (lebih cembung disisi yang sakit).
Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung
terdorong ke sisi yang sehat.

b. Palpasi

Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit,
ruang antar iga bisa saja normal atau melebar.

c. Perkusi

Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Batas jantung terdorong
ke arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.

d. Auskultasi

Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.

2. B2 (Blood)

Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular yang


meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan pengisian kapiler/CRT.

3. B3 (Brain)

Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan
GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.
4. B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari syok.

5. B5 (Bowel)

Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan
dan penurunan berat badan.

6. B6 (Bone)

Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan lunak
dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami gangguan
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan
keletihan fisik secara umum.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak


maksimal karena akumulasi udara/cairan
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat ekternal
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainge
5. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya organisme sekunder terhadap
trauma
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma.

Tujuan : Pola pernapasan efektive.

Kriteria hasil :

a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.

b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

INTERVENSI :

1. Identifikasi factor penyebab kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi


komplikasi mekanik pernapasan.
2. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan
yang terjadi
3. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk.
4. Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)
5. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam.
6. Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektif.
7. Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan WSD.

2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.

Kriteria hasil :

a. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.


b. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
c. Pasien tidak gelisah
INTERVENSI :

1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
non invasif.
2. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka,
yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
3. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
4. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
5. Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung.
6. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik. Observasi tingkat nyeri,
dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk
mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan
selama 1 - 2 hari.

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan


ketahanan untuk ambulasi dengan alat ekternal

Tujuan : tidak terjadi hambatan mobilitas fisik

Kriteria hasil :

a. Aktivitas fisik klien meningkat


b. Dapat memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
c. ADLs mandiri

INTERVENSI :

1. Kaji ROM pada ekstrimitas atas tempat insersi WSD


2. Kaji tingkat nyeri dan pemenuhan aktifitas sehari hari
3. Dorong exercise ROM aktiif atau pasif ada lengan dan bahu dekat tempat
insersi.
4. Dorong klien untuk exercise ekstrimitas bawah dan bantu ambulansi
5. Berikan tindakan distraksi dan relaksasi
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainge

Tujuan : tidak terjadi kerusakan kulit

Kriteria hasil:

a. Tidak ada lesi/luka padakulit


b. Perfusi jaringan baik
c. Integritas kulit baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi, pigmentasi)
d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami

INTERVENSI :

1. Kaji warna kulit/ suhu dan pengisisan kapiler pada area operasi dan tandur
kulit.
2. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 30-45 derajat. Awasi edema wajah
(biasanya meningkat pada hari ketiga -kelimapascaoperasi).
3. Lindungi lembaran kulit dan jahitan dari tegangan atau tekanan. Berikan
bantal/ gulungan dan anjurkan pasien untuk menyokong kepala/ leher selama
aktivitas.
4. Awasi drainase berdarah dari sisi operasi, jahitan dan drein. Ukur drainase
dari hemovak (bila digunakan).
5. Catat atau laporkan adanya drainase seperti susu.
6. Ganti balutan sesuai indikasi bila digunakan.
7. Bersihkan insisi dengan air garam faal steril dan peroksida setelah balutan
diangkat.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya organisme sekunder terhadap trauma

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil:

a. Klien terbebas dari tanda-tanda infeksi


b. Jumlah lekosit dalam batas normal

INTERVENSI :

1. Berikan pengertian dan motivasi tentang perawatan WSD


2. Kaji tanda tanda infeksi
3. Monitor reukosit dan LED
4. Dorongan untuk nutrisi yang optimal
5. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic dan anti septic
6. Bila perlu berikan antibiotik sesuai advis.

D. IMPLEMENTASI

Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat

E. EVALUASI

DX 1: Pola nafas efektif

DX 2: Nyeri sudah berkurang

DX 3: Klien dapat melakukan ADLs secara mandiri

DX 4: Integritas kulit baik

Dx5 : Infeksi tidak terjadi


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGC,1998.

Muttaqin, Arif.2008.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system pernapasan.


Jakarta:Salemba Medika

Nurarif Huda Amin dan Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC jilid 2. Yogyakarta: Mediaction

Slamet Suyono, (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, FKUL : Jakarta

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Price, Sylvia A dan Lorraine McCarty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai