PENDAHULUAN
kelompok usia. Insidens tertinggi appendisitis yakni pada kelompok umur 10 atau 20
tahun hingga 30 tahun, dan didapatkan kasus yang lebih tinggi di negara maju dari
yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Periapendikular infiltrate
adalah suatu keadaan menutupnya appendiks vermiformis oleh omentum, usus halus,
atau adneksa pada keadaan appendisitis sehingga terbentuk massa periapendikuler. 1,2
sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik, dan infeksi yang kemudian memicu
Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecalith. Penyebab lain dari adanya
obstruksi lumen appendiks meliputi hyperplasia jaringan limfe, tumor appendiks, dan
terinflamasi (appendectomy). Pada appendiks yang tertutup oleh omentum, usus halus
terlebih dahulu dan diberi antibiotik kombinasi aerob dan anerob sambil dilakukan
pemantauan terhadap suhu tubuh, dan ukuran massa dan perencanaan appendectomy
elektif 2-3 bulan (6-8 minggu) kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat
ditekan sekecil mungkin. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka
1
1,2
kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena perforasi, peritonitis dan shock.
Pada laporan kasus ini akan dibahas secara komprehensif mengenai appendicitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Anatomi dan fisiologis appendiks
memiliki lumen yang sempit pada bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Namun, pada bayi, appendiks berbentuk kerucut yakni melebar pada bagian
intraperitoneal (pada 65% kasus), retroperitoneal, atau di tepi lateral kolon asendens.
2.1.1 Vaskularisasi
3
apendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya
2.1.2 Innervasi
berasal dari nervus thoracalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendisitis
lendir akan masuk ke dalam lumen appendiks dan selanjutnya akan mengalir ke
sekum. Adanya hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada
pathogenesis appendisitis. 1
2.2 Appendisitis
2.2.1 Definisi
4
Appendisitis adalah peradangan pada appendiks vermiformis. Periapendikular
oleh omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler.
pembentukan dinding yang belum sempurna dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh
rongga peritoneum jika terjadi perforasi yang kemudian diikuti oleh peritonitis
purulenta generalisata. 1
2.2.2 Epidemiologi
berkembang. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, dan jarang dilaporkan
insidens appendisitis yang tinggi pada anak kurang dari satu tahun. Insidens tertinggi
appendisitis yakni pada kelompok umur 10 atau 20 tahun hingga 30 tahun, dan
setelah itu menurun. Insidens appendisitis pada laki-laki dan perempuan umumnya
sebanding. 1,3
2.2.3 Etiologi
sebagai pencetusnya, yakni antara lain sumbatan lumen appendiks vermiformis yang
dapat disebabkan oleh adanya hiperplasia jaringan limfe, fecalith, tumor appendiks,
dan cacing askaris. Penyebab lain yang diduga sebagai faktor pencetus appendisitis
5
akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
dan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama yang kemudian
dengan cara menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa yang
2.2.4 Patogenesis
diyakini karena obstruksi luminal. Hal ini disebabkan oleh berbagai penyebab, yang
adenocarcinoma, kaposi sarcoma, dan limfoma). Stasis tinja dan fecalith menjadi ciri
penyebab paling umum obstruksi appendiks, diikuti oleh hiperplasia limfoid, sayuran
dan biji buah, dan cacing usus (terutama ascarids). Obstruksi luminal menyebabkan
merangsang serabut saraf aferen viseral yang masuk ke sumsum tulang belakang di
mengalami pergeseran ke kuadran kanan bawah (fossa iliaca dextra). Patogenesis ini
dalam waktu 24-48 jam pertama. Selanjutnya tubuh melakukan upaya pertahanan
untuk membatasi proses radang tersebut melalui penutupan appendiks oleh omentum,
usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler. Appendiks yang
6
tertutup oleh omentum, usus halus, ataupun adneksa akan mengalami nekrosis
jaringan serta terbentuk abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk
abses, appendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan
selanjutnya akan melepaskan atau mengurai diri dari penutupan omentum usus halus
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah dan suatu saaat organ
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
setempat, baik disertai maupun tidak diserta dengan rangsang peritoneum lokal. 1
sering disertai mual dan terkadang muntah. Umumnya nafsu makan akan menurun.
Dalam beberapa jam (biasanya 12 jam) nyeri akan berpindah ke lokasi perut kanan
bagian bawah yakni di titik Mc-Burney yang diperberat oleh batuk atau berjalan jika
7
Bila appendiks terletak retrocaecal yakni retroperitoneal atau di pelvic, tanda
nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas karena eksudat inflamasi tidak mengenai
peritoneum parietale oleh karena appendiks terlindungi oleh caecum sehingga tidak
ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri pada appendiks retrocaecal lebih ke arah
perut sisi kanan (ke arah pinggang) atau nyeri timbul saat berjalan karena kontraksi
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat dan
pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika appendiks tersebut
menempel ke vesica urinaria atau terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis
pada laki-laki, maka dapat terjadi peningkatan frekuensi miksi, atau nyeri testis pada
laki-laki akibat rangsangan appendiks terhadap dinding vesica urinaria, ureter atau
testis.1,2
Gejala appendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering
hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Beberapa jam kemudian,
anak akan muntah sehingga menjadi lemah dan letargik. Oleh sebab itu, gejala
appendisitis yang tidak khas tersebut akan baru diketahui setelah terjadi perforasi
1. Tanda awal
anorexia
8
2. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
- Nyeri tekan
- Nyeri lepas
- Defans muskuler
sign)
Pada appendisitis akut, diagnosis dini sangat penting untuk mengurangi risiko
pada usia ekstrim. Namun, pada beberapa keadaan, appendisitis agak sulit didiagnosis
sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya pada orang
berusia lanjut, gejalanya sering sama-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita
Pada kehamilan, keluhan utama appendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering juga
terjadi mual, dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan appendiks terdorong ke
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih di
2.2.6 Diagnosis
9
Diagnosis appendisitis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan
Anamnesis
samar dan tumpul yang dirasakan di daerah epigastrium di sekitar pusat. Nyeri
disertai dengan mual dan kadang muntah, serta nafsu makan menurun. Nyeri
dirasakan memberat saat berjalan atau batuk. Demam biasanya ringan dengan suhu
sekitar 37,5-38,5°C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa
terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1°C. Selain itu, dapat pula
Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
bagian perut yang sakit. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi. Ketika diminta untuk batuk (Dunphy sign), pasien mungkin dapat secara
b) Palpasai
Palpasi abdomen, didapatkan nyeri tekan yang terbatas pada regio iliaka
dextra pada titik Mc-Burney, dan dapat disertai nyeri lepas (rebound tenderness).
Nyeri tekan regio iliaka dextra ini merupakan kunci diagnosis. pada penekanan perut
kiri bawah, pasien akan merasakan adanya nyeri pada perut kanan bawah yang
disebut tanda rovsing (rovsing sign). Bila ditemukan adanya defans muskuler
10
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum pariatale. pada periapendikular infiltrate
c) Perkusi
Perkusi ringan juga dapat menimbulkan rasa nyeri pada abdomen. 1,3
d) Auskultasi
Pada auskultasi abdomen peristaltik usus sering normal tetapi juga dapat
Pemeriksaan tambahan
Pada pemeriksaan rectal touche akan menyebabkan nyeri pada arah jam 9-12
bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada appendisitis
pelvika. Hal ini merupakan kunci diagnosis oleh karena pada appendisitis pelvika
11
Gambar 5. Rectal touche
Pemeriksaan uji psoas (psoas sign) dilakukan dengan rangsangan otot psoas
lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di otot
psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan rasa nyeri. Uji obturator
(obturator sign) dilakukan dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada
posis terlentang akan menimbulkan nyeri pada appendisitis pelvika. Uji obturator
otot obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Pemeriksaan uji psoas
dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditunjukkan untuk mengetahui
letak appendiks. 1
12
Gambar 6. Psoas sign (a) dan Obturator sign (b)
Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
b) Radiologi
dapat membantu dalam diagnosis appendisitis sekaligus membantu dokter ahli bedah
memiliki sensitivitas tinggi (86% -100%), spesifisitas (88%-95%), dan akurasi (91%-
Karakteristik Skor
Symptom Migrasi nyeri ke kuadran kanan bawah 1
Anorexia 1
Nause 1
Signs Nyeri tekan abdomen kuadran kanan bawah 2
Nyeri alih 1
13
Febris (suhu antara 37,5-38,5 °C) 1
Labaratory Leukositosis (WBC > 10.000/ ul) 2
Shift to the left of neutrophils (> 75%) 1
Total 10
Interpretasi : 1-4 = sangat tidak mungkin appendisitis akut, tetap observasi
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, gejala mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri
perut. Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai
appendisitis.
meliputi endometrium, tuba fallopii, ovarium, dan myometrium. Keluhan yang sering
berupa nyeria abdominopelvik. Keluhan lain adalah keluarnya cairan vagina atau
14
Kehamilan ektopik terganggu (KET) ditandai dengan tanda-tanda kehamilan
muda, nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis, perdarahan pervaginam dan
mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada vagina toucher didapatkan nyeri goyang
darah.
4. Kista ovarium
Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
Nyeri timbul secara mendadak dengan intensitas yang tinggi, dan teraba massa dalam
rongga pelvis pada pemeriksaan abdomen, vagina toucher, atau rectal toucher. Tidak
5. Urolitiasis dextra
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar ke inginal kanan
merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos abdomen
2.2.8 Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-
satunya pilihan yang baik adalah apendectomy. Pada periapendikuler infiltrate, massa
perforasi yang diikuti peritonitis purulenta generalisata. Pada anak, operasi dapat
dipersiapkan dalam waktu 2-3 hari. Sedangkan pada pasien dewasa dengan massa
aerob dan anerob sambil dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa
15
serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang,
dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan appendectomy elektif dapat
dikerjakan 2-3 bulan (6-8 minggu) kemudian agar perdarahan akibat perlengketan
apendectomy terbuka, insisi Mc-Burney paling banyak dipilih oleh dokter ahli bedah.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih
diagnosis pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi
atau tidak.
sebagai terapi lini pertama dan mungkin satu-satunya terapi pada pasien dengan
mencakup 530 orang dewasa berusia 18 hingga 60 tahun yang memiliki apendicitis
per hari secara intravena selama tiga hari, diikuti dengan levofloxacin (Levaquin)
tujuh hari, 500 mg per hari, ditambah metronidazole (Flagyl), 500 mg tiga kali per
16
hari. Sebuah meta-analisis mengidentifikasi lima studi (N = 404) yang
Mengingat risiko yang terkait dengan apendektomi, terapi antibiotik harus dianggap
sebagai pilihan pengobatan yang efektif untuk orang dewasa dan anak-anak. 9 10
2.2.9 Prognosis
2.2.10 Komplikasi
sepenuhnya;
awalnya dilaporkan oleh Crymble dan Forsythe pada tahun 1949 sebagai kondisi
dengan 1 atau lebih serangan apendicitis ringan yang terjadi. Definisi tersebut telah
17
berubah selama bertahun-tahun dan kondisi saat ini paling baik didefinisikan sebagai
peradangan atau fibrosis apendiks yang berlangsung lama yang secara klinis muncul
sebagai nyeri perut berkepanjangan (> 48 jam) atau intermiten. Appendicitis kronis
Apendicitis kronis harus dicurigai pada pasien dengan nyeri perut kuadran kanan
bawah kronis atau berulang. Keberadaan apendicitis kronis telah menjadi kontroversi
dalam beberapa dekade terakhir. Di satu rumah sakit di Altenburg, Jerman, tingkat
apendektomi meningkat secara signifikan. Dalam satu penelitian, tiga perempat dari
semua pasien dengan nyeri di kuadran kanan bawah tetapi tidak ada tanda-tanda
parsial atau kronik, dan diagnosis sering dibuat setelah apendektomi dan berdasarkan
temuan histologis. Diperkirakan bahwa sekitar 14% sampai 30% pasien yang
pasien diduga dipicu oleh obstruksi lumen apendiks oleh impaksi fekalit, hiperplasia
limfoid, dan tumor. Etiologi utama apendicitis adalah obstruksi akibat fekal pada
orang dewasa dan hiperplasia limfoid pada anak-anak. Hubungan antara apendikolit
dan apendicitis kronis juga diketahui dengan baik, obstruksi parsial lumen
etiologi lain yang disarankan adalah serat makanan rendah yang menyebabkan
18
kotoran keras dan kering dibandingkan dengan yang berserat tinggi. Prevalensi
kejadian fekalith dan kejadian apendicitis lebih banyak terjadi di negara barat
sebagai penyebab apendicitis pada 20-40% kasus. Hal ini biasanya terjadi pada pasien
ukuran apendikolit kurang dari 1 cm dan disebut apendikolit raksasa bila ukurannya
lebih dari 2 cm. Kehadiran apendikolit dapat menyebabkan kesulitan diagnostik dan
harus dibedakan dari kondisi lain untuk kalsifikasi pada fosa iliaka kanan seperti
litiasis ginjal, litiasis ureter, kalkulus vesikalis, ileus batu empedu, flebolit, tumor
dalam gejala. Pasien paling sering melaporkan nyeri perut yang berlangsung selama
lebih dari 48 jam atau nyeri episodik berulang. Nyeri biasanya digambarkan ringan
sampai sedang, sebagian besar di kuadran kanan bawah, dan dapat berlangsung
hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Nyeri dapat muncul dengan atau
tanpa demam atau gejala sistemik terkait lainnya yang secara klasik terlihat pada
sel darah putih normal. Dari 44 pasien dengan nyeri perut kuadran kanan bawah
pasien (70,5%) memiliki kesembuhan parsial atau lengkap dari gejala pada 2 tahun.
Dari 112 pasien yang menunjukkan tanda-tanda klinis apendisitis nonakut dan
19
menjalani apendektomi di Munich, Jerman, 42% diantaranya mengalami apendisitis
kronis dan 51% memiliki temuan fibrotik. Pada pasien dengan nyeri kuadran kanan
bawah berulang atau kronis, dengan tidak adanya temuan peritoneal atau temuan
urogenital, atau kondisi inflamasi pada usus atau mesenterium. Dengan pemeriksaan
ultrasound yang tidak jelas (tidak terdiagnosis atau menunjukkan jaringan normal),
pilihan untuk apendisitis kronis adalah eksplorasi bedah, paling sering laparoskopi,
diikuti oleh apendektomi jika tidak ada patologi jelas lainnya yang teridentifikasi.
Dalam 2 penelitian dengan total gabungan 43 pasien berusia 5 sampai 17 tahun, 89%
Teknik anestesi regional pertama yang dilakukan adalah anestesi spinal, dan
operasi pertama dengan anestesi spinal dilakukan pada tahun 1898 di Jerman pada
bulan Agustus. Sebelumnya, teknik anestesi lokal hanya digunakan anestesi topikal
mata dan anestesi infiltrasi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang
dalam atau di sekitar SSP. Anestesi spinal adalah teknik anestesi neuraksial dimana
20
anestesi lokal ditempatkan langsung di ruang intratekal (ruang subarachnoid). Ruang
otak dan sumsum tulang belakang. Ada kira-kira 130 hingga 140 mL CSF pada
manusia dewasa yang terus-menerus bersirkulasi sepanjang hari. Sekitar 500 mL CSF
diproduksi setiap hari. Teknik neuraksial lainnya termasuk anestesi epidural dan
prosedur pembedahan yang melibatkan perut bagian bawah, panggul, dan ekstremitas
bawah.16
tentang anatomi neuraksial. Tujuannya adalah untuk memberikan dosis anestesi yang
tepat ke dalam ruang intratekal (subarachnoid). Tulang belakang terdiri dari tujuh
tulang serviks, 12 toraks, lima lumbal, dan lima tulang vertebral sakral yang menyatu.
Tulang vertebra yang berbeda mendapatkan namanya berdasarkan posisi relatif dan
kanal tulang belakang. Kanal ini menampung sumsum tulang belakang. Saraf tulang
belakang keluar dari kanal tulang belakang melalui ruang lateral yang terbentuk
antara pedikel dari vertebra yang berdekatan. Anestesi spinal hanya dilakukan di area
lumbar, khususnya level lumbal tengah hingga rendah untuk menghindari kerusakan
pada sumsum tulang belakang dan juga untuk mencegah obat-obatan yang
disuntikkan secara intratekal agar tidak memiliki aktivitas di daerah dada dan serviks
bagian atas. Ujung ekor dari medulla spinalis adalah konus medullaris dan biasanya
berada di batas bawah badan vertebra lumbal pertama atau kadang-kadang kedua.
21
Pada pasien anak-anak, ini sedikit lebih rendah, umumnya berakhir di sekitar L3.
Pada populasi dewasa, posisi konus rata-rata adalah sepertiga bawah L1 (kisaran:
sepertiga tengah T12 sampai sepertiga atas L3). Variasi posisi konus mengikuti
distribusi normal. Tidak ada perbedaan signifikan dalam posisi konus yang terlihat
antara pasien pria dan wanita atau dengan bertambahnya usia. Memahami anatomi
dermatom sangat penting untuk memahami tingkat blokade struktur target. Misalnya,
untuk operasi caesar perut bagian bawah, sayatan biasanya dibuat di bawah dermatom
T10.16
Anestesi spinal juga disebut spinal analgesia atau sub-arachnoid block (SAB),
adalah bentuk anestesi regional yang melibatkan injeksi agen anestesi lokal ke dalam
inci). Untuk pasien yang sangat gemuk, beberapa ahli anestesi lebih suka jarum yang
panjangnya 12,7 cm (5 inci). Ujung jarum tulang belakang memiliki titik atau bevel
kecil. Terlepas dari agen anestesi yang digunakan, efek yang diinginkan adalah untuk
memblokir transmisi sinyal saraf aferen dari nosiseptor perifer. Sinyal sensorik
diblokir, sehingga menghilangkan rasa sakit. Tingkat blokade neuron tergantung pada
jumlah dan konsentrasi anestesi lokal yang digunakan dan sifat akson. Serabut C tipis
yang yang berhubungan dengan nyeri diblokir terlebih dahulu. Outcome yang
diinginkan adalah mati rasa total. Pemeriksaan sensasi nyeri dilakukan untuk
meninjau apakah blok sudah adekat. Hal ini memungkinkan prosedur bedah
dilakukan tanpa sensasi menyakitkan pada orang yang menjalani prosedur. Anestesi
spinal adalah teknik anestesi regional yang sederhana dan andal yang memberikan
22
sensor blokade motorik dan kualitas tinggi. Pemberian larutan kristaloid yang cepat
sebelum anestesi spinal direkomendasikan oleh banyak ahli anestesi untuk mencegah
Sekitar 500 - 1000 ml cairan (10-15 ml / kg kristaloid selama 20 menit) atau koloid
cepat bergerak ke ruang interstisial. Koloid tetap dalam ruang intravaskular untuk
waktu yang lama, oleh karena itu, lebih efektif untuk meningkatkan curah jantung
dan mengurangi kejadian hipotensi. Sayangnya, koloid kurang tersedia, lebih mahal
dan memiliki risiko reaksi alergi berat. Salah satu metode yang menjanjikan adalah
menunda preload sampai setelah spinal block atau bersamaan dengan induksi anestesi
spinal. Posisi yang tepat sangat penting untuk keberhasilan konduksi anestesi spinal.
Hal ini sering dilakukan saat pasien dalam posisi duduk atau lateral. Di lateral, pasien
diposisikan dengan punggung paralel dengan sisi meja operasi. Paha tertekuk ke atas,
Dalam posisi duduk, kaki pasien diletakkan di atas bangku sementara pasien
duduk tegak, kepalanya tertekuk, lengan memeluk bantal (lihat Gambar 8). Dalam
23
pemberian anestesi lokal untuk blok subarachnoid, ukuran dan jenis jarum sangat
penting. Jarum yang paling sering digunakan adalah pencil tip. Jarum Quincke
menimbulkan lebih banyak kerusakan pada selubung dural pada titik masuk dan
lokal yang telah ditentukan untuk injeksi subarachnoid disusun dan ditandai. Anestesi
lokal yang akan digunakan untuk infiltrasi kulit dimasukkan ke dalam jarum suntik
dalam ligamentum flavum sambil menghindari tusukan dural yang tidak disengaja.
oleh hilangnya resistensi saat masuk ke ruang epidural. Anestesi lokal disuntikkan
melalui jarum segera setelah stilet dicabut. Penting untuk menilai ketinggian blok
24
Tidak perlu menguji sensasi dengan jarum tajam. Lebih baik untuk menguji
Penambahan opioid ke anestesi lokal telah banyak digunakan dalam praktik klinis
selama lebih dari 30 tahun; Namun, efektifitas dan keamanan metode ini masih dalam
perselisihan. Prosedur ini adalah praktik umum untuk menggunakan 2,0 - 2,5 ml
bupivacaine hiperbarik 0,5% saja atau dalam kombinasi dengan opioid untuk
meningkatkan kualitas blok tanpa menghasilkan tingkat analgesia yang lebih tinggi
untuk pinprick dan memberikan analgesia pasca operasi. Untuk membatasi efek
samping, agen anestesi lokal dikombinasikan dengan opioid dosis rendah. Diberikan
dengan menghalangi transmisi sinyal melalui saraf di atau dekat sumsum tulang
belakang. Anestesi epidural adalah bentuk teknik blok neuraxial untuk operasi caesar.
Penggunaannya pada manusia pertama kali dijelaskan pada tahun 1921 Kemajuan
dalam peralatan, obat-obatan dan teknik telah membuatnya menjadi teknik anestesi
yang populer dan serbaguna, dengan aplikasi dalam kebidanan dan pengendalian
nyeri. Teknik injeksi dan kateter tunggal dapat digunakan. Fleksibilitasnya dapat
digunakan sebagai anestesi, sebagai pembantu analgesik untuk anestesi umum, dan
25
untuk analgesia pasca operasi setelah operasi caesar. Anestesi epidural dapat
digunakan sebagai anestesi tunggal untuk persalinan dan operasi caesar. Keuntungan
cocok untuk prosedur dengan durasi lama seperti persalinan. Kerugian dari anestesi
epidural adalah bahwa onset blok membutuhkan waktu lebih lama daripada anestesi
spinal dan penyebaran blok bisa tidak merata. Stabilitas kardiovaskular adalah salah
satu kelebihannya yang menyiratkan bahwa teknik ini dapat ditoleransi oleh ibu
analgesia dapat diperpanjang dengan agen anestesi lokal atau kombinasi agen dan
pemberian anestesi epidural pada dasarnya sama untuk blok subarachnoid. Asepsis
harus dijaga sepanjang prosedur. Setelah pembersihan yang dilakukan pada punggung
ibu hamil, bagian subkutan di titik tengah (di lokasi tusukan yang direncanakan)
antara dua tulang belakang yang berdekatan ditargetkan untuk anestesi lokal. Daerah
ini diinfiltrasi lebih dalam di garis tengah dan secara parsial untuk membius struktur
dimasukkan ke dalam kulit pada titik ini, dan maju melalui ligamentum supraspinous,
dengan jarum menunjuk ke arah yang agak cephalad kemudian maju ke ligamen
interspinous sampai sensasi berbeda dari peningkatan resistensi dirasakan saat jarum
masuk ke ligamentum flavum. Titik akhir dari prosedur ini adalah hilangnya
resistensi terhadap udara atau cairan. Begitu jarum memasuki ligamentum flavum,
26
biasanya ada sensasi yang berbeda dari peningkatan resistensi, karena ini adalah
Meskipun teknik CSE telah menjadi semakin populer selama dua dekade
sekuensial, di mana anestesi spinal diinduksi dengan anestesi lokal intratekal dan
opioid dosis kecil untuk menghasilkan anestesi terbatas yang dapat diperpanjang
Tujuan evaluasi pra operasi adalah untuk mendapatkan status medis saat ini
kenyamanan perioperatif dapat dicapai. Penilaian risiko pra operasi dilakukan dengan
menggunakan sistem klasifikasi risiko ASA yang dikembangkan pada tahun 1941
(Tabel 2). Sistem ini didasarkan pada kondisi medis pasien sebelum operasi dan baik
jenis anestesi maupun jenis pembedahan tidak dipertimbangkan dalam klasifikasi ini.
Pemeriksaan fisik sebelum operasi harus mencakup tekanan darah, denyut jantung,
27
frekuensi pernapasan, tinggi dan berat badan. BMI bisa dihitung. Evaluasi jalan nafas
meliputi pemeriksaan gigi dan pengukuran panjang dan rentang gerak leher, jarak
membuka mulut lebar-lebar (Tabel 3). Auskultasi jantung dan paru-paru; mengamati
upaya pasien untuk berjalan, dapat memprediksi kebutuhan untuk pengujian lebih
lanjut. Untuk pasien dengan faktor risiko penyakit arteri koroner, atau yang memiliki
gejala iskemia, EKG diindikasikan. Pasien obesitas memiliki insidensi yang lebih
tinggi untuk intubasi trakea yang sulit, penurunan oksgnenasi, peningkatan volume
lambung, emboli paru dan kematian mendadak. Penyakit jantung, hipertensi dan
Obstructive Sleep Apnea (OSA) lebih sering terjadi pada pasien obesitas. Obesitas,
hipertensi, dan lingkar leher besar (> 60cm) memprediksi OSA. Pengukuran leher ini
juga memprediksi kesulitan ventilasi dan intubasi. Diagnosis pra operasi dan evaluasi
laboratorium tergantung pada status medis pasien dan riwayat serta prosedur
pembedahan. Persyaratan pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal dan
28
Tabel 2. Kriteria ASA
Indikasi utama dari puasa pra operasi adalah untuk mengurangi resiko aspirasi
paru. Pedoman ASA mendukung periode puasa 2 jam untuk cairan. Periode puasa 6
jam setelah makan ringan dan 8 jam setelah makan yang termasuk gorengan atau
makanan berlemak dianjurkan. Makanan padat harus dilarang selama 6 jam sebelum
operasi elektif pada orang dewasa dan anak-anak, meskipun pasien tidak boleh
membatalkan atau menunda operasi mereka hanya karena mereka mengunyah permen
29
Rekomendasi ini juga berlaku untuk pasien dengan obesitas dan refluks
dibandingkan dengan asupan air oral sebelum operasi atau puasa semalam19.
akibat pembedahan dan oleh karena itu pilihan harus dipertimbangkan. Blokade saraf
dengan anestesi lokal sangat disarankan, karena teknik ini melemahkan respons
metabolik secara signifikan. Blok harus dicapai sebelum operasi dimulai. Blok
sensorik simetris harus diperluas dari dermatom T3 ke S5. Persyaratan untuk anestesi
umum dikurangi, dan opioid dosis besar tidak dianjurkan. Nitrous oksida dapat
dihindari bila ada risiko kembung. Kualitas yang sangat baik dari relaksasi otot yang
diberikan oleh blok epidural dapat dipertahankan dengan infus anestesi lokal secara
terus menerus dimana sejumlah kecil opioid dapat ditambahkan. Seperti pada blok
simpatis yang luas, hipotensi dapat terjadi, dan ini dapat dikelola dengan pemberian
Penggunaan obat obatan untuk anesthesia laparotomy berbagai macam seperti yang
30
Tabel 4. Dosis obat untuk anestesi spinal.
ditambahkan obat tambahan yaitu epinefrin, fentanyl, morfine, atau clonidine. Van
menghasilkan kualitas blok spinal yang sama pada berbagai konsentrasi dan volume.
pada konsentrasi dan volume yang berbeda. Namun, dosis 15-20 mg bupivakain biasa
menghasilkan tingkat sensorik spinal (tingkat T2-T4) yang lebih tinggi daripada 10
tingkat blok spinal yang sama diperoleh pada dosis yang berbeda, ketika
konsentrasinya dijaga konstan. Dalam kasus bupivakain hiperbarik, hal ini berlaku
selama dosisnya lebih tinggi dari 7,5 mg. Secara umum, semakin tinggi penyebaran
semakin pendek durasi blokade sensorik, karena konsentrasi obat menurun dari titik
injeksi.21,22 Penggunaan cairan perioperatif dalam jumlah besar secara tradisional telah
31
tingkat komplikasi, dan menyebabkan kerusakan anastomosis. Persepsi tentang
berapa banyak cairan yang hilang selama laparotomi telah dipertanyakan sehingga
saat ini teknik cairan restriktif atau yang menggunakan bolus cairan yang ditargetkan
strategi ini telah terbukti mengurangi total cairan intravena administrasi dan
Pemantauan output jantung dapat berupa aliran (Doppler esofagus), analisis kontur
denyut nadi, atau berbasis bioimpedansi toraks. Tujuan mobilisasi dini dan nutrisi
hanya mungkin dicapai dengan adanya analgesia yang baik 23. Permasalahan
- Batuk.
Pasien dengan nyeri perut akut yang membutuhkan laparotomi darurat dan yang
mengalami infeksi dada aktif secara bersamaan dapat batuk di meja operasi karena
nyeri perut mereka berkurang dengan anestesi spinal. Pasien yang batuk selama
operasi memerlukan keterampilan ahli bedah yang siap untuk mentolerir target
yang bergerak.24
organ dalam yang nantinya akan mengakibatkan rasa tidak nyaman. Pasien juga
- Hipotensi
Hipotensi terjadi pada 20-30% pasien. Hipotensi biasanya terjadi karena blok
32
mual dan tidak enak badan dilaporkan selama episode hipotensi tetapi ini membaik
saat hipotensi diobati. Hipotensi dapat diobati dengan cairan intravena, bolus yang
kecuali jika ada alasan khusus. Mungkin lebih baik untuk menghindari
yang berlebihan oleh ahli bedah, dan pemberian opioid intratekal. Pengobatan
- Gatal
Beberapa pasien mengeluhkan gatal-gatal ringan pada hidung dan pada batang
Perawatan yang baik harus dilakukan selama periode ini, dan sering kali
dipertimbangkan dalam kelompok pasien ini berpusat pada pemulihan fungsi usus.
pada manfaat metode pereda nyeri yang berbeda. Meskipun semua metode yang
33
tersedia (opioid parenteral, opioid PCA, dan anestesi lokal) dapat meredakan nyeri
dengan kualitas yang wajar, jelas bahwa tindakan pereda nyeri juga harus bertujuan
untuk melanjutkan pelemahan respons stres bedah dan mendorong pemulihan. Dalam
konteks ini, kombinasi epidural opioid dan anestesi lokal telah terbukti memberikan
pereda nyeri yang optimal memungkinkan pasien untuk bergerak segera setelah
- Nutrisi
Pasien yang menjalani prosedur elektif tidak harus berpuasa setelah operasi selama
3-4 hari. Pemberian makan tambahan dapat dilakukan dengan aman dari hari
- Mobilisasi
Pasien harus didorong untuk tidak beranjak dari tempat tidur atau berjalan. Namun
penerapan postur setengah berbaring adalah inisiatif sederhana yang memiliki efek
- Tindakan lainnya
Terapi oksigen disarankan selama 48 jam setelah operasi, terutama pada pasien
dilepas 24-48 jam setelah operasi dan perhatian harus diberikan oleh staf untuk
34
Kombinasi penilaian risiko pra operasi, temuan intraoperatif, dan status
terbaik dalam perawatan pasca operasi. Idealnya semua harus memiliki periode
pemantauan ketat baik di unit perawatan pasca anestesi atau pengaturan perawatan
kritis. Penilaian ulang secara rutin diperlukan untuk mengenali pasien yang
and fluid treatment”) dalam bantuan hidup lanjut, merupakan langkah penting
kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi karena muntah mencret dan
syok hipovolemik.1,14 Dengan terapi cairan kebutuhan akan air dan elektrolit akan
terpenuhi.15
Secara garis besar, cairan intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan kristaloid
dan koloid.14
1. Cairan Kristaloid
Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas dalam
35
ruang intravaskular dengan waktu paruh kristaloid di intravaskular adalah 20-30
yaitu:15
a. Isotonis
konsentrasi yang sama dan disebut sebagai “isotonik” (iso, sama; tonik;
demikian, hampir tidak ada atau minimal osmosis. Keuntungan dari cairan
test. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah terjadinya edema perifer
dan edema paru pada jumlah pemberian yang besar. Contoh larutan kristaloid
isotonis seperti ringer laktat, normal saline (NaCl 0.9%), dan dextrose 5%
dalam ¼ NS.
b. Hipertonis
Jika kristaloid berisi lebih elektrolit dari plasma tubuh, lebih terkonsentrasi
36
menarik cairan dari sel ke ruang intravaskular. Efek larutan garam hipertonik
lain adalah meningkatkan curah jantung. Efek samping dari pemberian larutan
c. Hipotonis
elektrolit
37
2. Cairan Koloid
dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak
lama dalam ruang intravaskuler. Koloid digunakan untuk resusitasi cairan pada
dan kehilangan protein jumlah besar (misalnya pada luka bakar). Cairan koloid
merupakan turunan dari plasma protein dan sintetik yang dimana koloid memiliki
sifat yaitu plasma expander yang merupakan suatu sediaam larutan steril yang
luka bakar dan operasi. Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu harganya yang
mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia (5% dan
25%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma 60°C selama 10 jam untuk
membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
terdapat dalam fraksi protein plasma dan sering menimbulkan hipotensi dan
kolaps kardiovaskuler.
b. Koloid sintetik
Dextran
38
Koloid ini berasal dari molekul polimer glukosa dengan jumlah yang besar.
60.000-70.000.
Cairan koloid sintetik yang sering digunakan saat ini. Pemberian 500 ml
larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2
hari dan sisanya, yaitu starch yang bermolekul besar, sebesar 64% dalam
Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume
plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak
Gelatin
Merupakan bagian dari koloid sintesis yang terbuat dari gelatin, biasanya
berasal dari collagen bovine serta dapat memberikan reaksi. Larutan gelatin
39
adalah urea atau modifikasi succinylated cross-linked dari kolagen sapi. Berat
molekul gelatin relatif rendah, 30,35 kDa, jika dibandingkan dengan koloid
lain. Tidak ada batasan dosis maksimum untuk gelatin. Gelatin dapat memicu
1. Cairan Pemeliharaan
IV cairan dan elektrolit untuk pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
mereka dengan rute enteral, namun sebaliknya baik dalam hal keseimbangan
cairan dan elektrolit dan penanganan (yaitu mereka yang pada dasarnya
ekskresi ginjal dari produk-produk limbah (500-1500 ml). Jenis cairan rumatan
yang dapat digunakan seperti NaCl 0,9%, glukosa 5%, glukosa salin, ringer
laktat/asetat, NaCl 0,9% hanya untuk rumatan yang tinggi kandungan NaCl dari
40
2. Cairan Pengganti
spesifik untuk menutupi penggantian dari defisit cairan atau kehilangan cairan
optimal.
defisit yang ada atau kehilangan yang tidak normal yang sedang berlangsung,
dan drainase bedah) atau saluran kencing (saat pemulihan dari gagal ginjal
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekstra dari cairan dan elektrolit seperti
41
redistribusi dan masalah kompleks lainnya dengan memeriksa pembengkakan,
4. Cairan Nutrisi
yang tidak mau makan, tidak boleh makan dan tidak bisa makan peroral. Jenis
cairan nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai komposisi baik
untuk parenteral parsial atau total maupun untuk kasus penyakit tertentu.
42
Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan
gravidarum.
defisiensi cairan yang ada sebelumnya, dan kehilangan darah pada tindakan
Prinsip pemberian cairan prabedah adalah untuk mengganti cairan dan kalori
yang dialami pasien prabedah akibat puasa. Cairan yang digunakan adalah
43
diatasi dengan penggantian cairan dengan kristaloid atau koloid untuk menjaga
diatasi. Namun jika terjadi anemia berat pada pasien dapat diatasi dengan
blood volume.
Hal yang terpenting juga berdasarkan dari kondisi klinis pasien dan prosedur
operasi yang akan pasien jalani. Jumlah kehilangan darah dapat dihitung
volume darah (65ml/kg untuk wanita dewasa, 75 ml/kg untuk pria dewasa)
atau tabung suction, tambahan berat kasa yang digunakan (1 gram=1 ml darah),
ditambah dengan faktor koreksi sebesar 25% kali jumlah yang terukur ditambah
terhitung (jumlah darah yang tercecer dan melekat pada kain penutup lapangan
operasi).15
a. Dewasa
44
Pasien yang diperbolehkan makan/minum pasca bedah, diberikan cairan
pemeliharaan
Apabila pasien puasa dan diperkirakan <3 hari maka diberikan cairan
amino esensial.
Apabila diperkirakan puasa >3 hari maka bisa diberikan cairan nutrisi
yang sama dan pada hari ke lima ditambahkan dengan emulsi lemak
Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutrisi pra bedah yang buruk
b. Bayi dan anak, memiliki prinsip pemberian cairan yang sama, hanya
melalui jalur vena, baik vena perifer maupun vena sentral melalui kanulasi
Syarat dari pemilihan kanulasi ini adalah vena di daerah ekstremitas atas
hematom. Pada bayi baru lahir, vena umbilikalis bisa digunakan untuk
45
kanulasi terutama dalam keadaan darurat. Tujuan dilakukannya kanulasi
Terapi cairan pemeliharaan dalam waktu singkat. Apabila lebih dari tiga
hari, harus pindah lokasi vena dan set infus harus diganti pula.
Terapi obat lain secara intravena yang diberikan secara kontinyu atau
berulang.
vena di atas ekstremitas atas secara tertutup atau terbuka dengan vena seksi.
BAB III
LAPORAN KASUS
46
3.1. Identitas Pasien
No. RM : 41 63 23
Alamat : Yahukimo
Berat Badan : 98 kg
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
3.2. Anamnesis
47
perut bagian bawah ± 1 minggu yang lalu, demam (+), mual (+), muntah 2
kali, nyeri ulu hati (+) sekitar 1 minggu hari yang lalu. Batuk, pilek di
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit seperti pasien
48
Riwayat Alergi Obat : Disangkal
Status Generalis
Berat badan : 98 Kg
Tanda-tanda Vital
Respirasi : 24x/menit
49
Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding
Inspeksi :
dada (-), jejas (-)
Palpasi : Vocal fremitus dextra = sinistra
Perkusi : Sonor (+/+)
Suara napas vesikuler (+/+), suara rhonki (-/-),
Auskultasi :
suara wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
midclavicularis sinistra
50
Auskultasi : Bising usus (+), 4-5 kali/menit.
Ekstremitas : < 2”, Edema tidak ada, kekuatan otot di ekstremitas superior
et inferior : 5
Hematologi Rutin
51
Sel Limfosit 20.0 23.1-49.9 %
Kimia Darah
pH 5.0 4.6-8.5
Koagulasi
Serologi
Non
HBs Ag (Rapid) Non Reaktif
Reaktif
3.5. Konsultasi Terkait
52
28 Oktober 2020, advice:
Acc Operasi
Puasa
Siapkan SIO
Siapkan Darah
PS. ASA : PS ASA II (Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai sedang,
yang disebabkan baik oleh keadaan yang harus diobati dengan jalan
Hari/Tanggal : 28-10-2020
Persiapan
: Informed consent (+), SIO (+), puasa (+)
Operasi
Makan/Minum
: 8 jam sebelum operasi
Terakhir
BB/TB : 98 Kg/168 cm
TTV di Ruang Tekanan darah:120/70 mmHg; nadi: 92x/m, reguler, kuat angkat,
11.00 WIT)
SpO2 : 99%
53
Diagnosa Pra
: Appendisitis Akut
Bedah
Indikasi Pra
: Laparatomi Appendiktomi
Bedah
Airway:
Look : Jalan napas bebas, Mallampati Score : 1
54
Riwayat kejang (-), riwayat pingsan (-),
membesar.
Perkusi : Tidak dilakukan evaluasi
Auskultasi : Bising usus (+) 4-5 kali/menit
Edema (-) di ekstremitas superior- inferior, Fraktur (-), kekuatan
B6 :
otot ekstremitas superior et inferior: 5
Ranitidine 50 mg/12 jam (01.00 WIT , 13.00 WIT)
55
Identifikasi L3- L4
alkohol
Premedikasi : -
Induksi dan
: Bupivakain HCL 0,5% (20 mg) ( Jam 11.33 WIT)
Maintenance
Midazolam 2,5mg (Jam 12.05 WIT)
56
3.8.2. Observasi Durante Op
160
140
120
100
Sistolic
80
Diastolic
60 Nadi
40
20
0
11.40' 11.50' 12.00' 12.10' 12.20' 12.30' 12.40' 12.50' 13.00' 13.10' 13.20'
57
PRE OPERASI PRE OPERASI
1. Maintenance = BB x Kebutuhan cairan/jam = Input : RL 500 cc
98 kg x 1-2 cc/kgbb/jam = 98 - 196 cc/jam Output : Urine : 600 cc
Replacement
Pengganti puasa jam :
8 jam x kebutuhan cairan/jam =
8 x 98-196cc/jam = 784 - 1568cc
2. Perdarahan = (tidak ada)
30 % = 2205 cc
58
sedang:
= 6 x 98 = 588 cc/jam
= 8 x 98 = 784 cc/jam
cc/menit
= 1329 – 1764 cc
POST OPERASI POST OPERASI
1. Maintenance Input :
= BB x Kebutuhan cairan/ jam x 24 jam Volume cairan:
= 98 kg x 1-2 cc/kgbb/jam x 24 RL 2000 cc
= 98-196cc/ jam
2. Replacement
- Kebutuhan cairan post op selama 18 jam
= (98-196cc)x 18
= 1764 – 3528cc
- Kebutuhan Elektrolit :
Natrium : 2-4 mEq/kgBB/hari = 196-392mEq/24
jam
Kalium : 1-3 mEq/kgBB/hari = 98-294mEq/24
jam
Kalori : 25-30 mg/kgBB/hari = 2450-2.940
kkal/24 jam
Asam Amino : 1-2 mg/kgBB/hari = 98-
59
196mg/hari
- Monitor
Pastikan pasien sadar penuh dengan mengajak bicara. Pantau keadaan fungsi
CRT<2”
Nadi: 84x/m
RR: 22x/m
SpO2 : 99%
Aldrete’s score:
Skor Bromage:
Obyek Nilai
Nilai total 3
61
Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam
ODS 3 mm.
operasi (+)
62
A :Peritonitis ec Appendisitis Perforasi
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien laki laki usia 26 tahun datang ke instalasi gawat darurat dengan
keluhan nyeri perut bagian bawah. Pasien rujukan dari RSUD DEKAI dengan
dengan keluhan nyeri perut bagian bawah ± 1 minggu yang lalu, demam (+), mual
(+), muntah 2 kali, nyeri ulu hati (+) sekitar 1 minggu hari yang lalu. Batuk, pilek di
Pada pemeriksaan tanda tanda vital didapatkan tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan region epigastrium,
63
iliaka kanan dan kiri, dan juga region suprapubik. Hasil laboratorium didapatkan
A. Penentuan PS ASA
untuk menentukan prognosis pada pasien sebelum dilakukan tindakan anestesi. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui risiko apa yang bisa terjadi pada pasien tersebut dan tindakan
apa yang bisa dilakukan untuk mencegah hal tersebut. PS ASA II Pasien dengan gangguan
sistemik ringan sampai sedang, yang disebabkan baik oleh keadaan yang harus diobati
dengan jalan pembedahan maupun oleh proses patofisiologis. Pada kasus ini pasien
tergolong PS ASA II yaitu karena keadaan yang harus diobati dengan jalan pembedahan
Teori Kasus
adalah anestesi regional dengan Anestesi (RA) dengan Sub Arakhnoid Block
disebut juga sebagai blok spinal dilakukan pada area gastrointestinal bagian
64
intradural atau blok intratekal. bawah. Selain itu tidak didapatkan adanya
kita menyuntikkan obat analgesic pasien ini seperti penolakan pasien, infeksi
vertebra L2-L3 atau L3- L4 atau intracranial tinggi, dan kelainan psikis. Selain
Anestesi spinal ini digunakan pada efek merugikan dari anestesi umum dapat
tekanan intrakanial,
anestesi lokal golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan
rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok
proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Pada pasien ini juga
65
diberikan fentanyl sebanyak 1 cc. Fentanyl merupakan suatu opioid sintetik berupa
larutan yang berikatan dengan sitrat. Karena sifat analgesia yang baik, onset yang
cepat dan durasi yang singkat, sedikit mendepresi kardiovaskular serta tidak
sebagai agen premedikasi dan induksi dalam anestesi umum. Fentanyl merupakan
suatu agonis reseptor mu (μ) dan sifat analgetiknya 100 kali lebih poten dari morfin.
intramuscular, intra tekal dan epidural. Indikasi pemberian fentanyl pada pasien ini
adalah sebagai analgesic dan juga untuk memperpanjang durasi dari bupivacaine
karena pada kasus ini pembedahan laparotomy membutuhkan waktu yang lama. Pada
pasien ini juga diberikan petidin yang merupakan analgesic sistesis yang bekerja
Selain itu, pasien ini juga diberikan sedacum 2,5 mg yang merupakan obat
pusat. Pemberian obat ini untuk kecemasan pasien terhadap operasi. Pada pasien ini
yang bekerja secara selektif dan kompetitif dalam mencegah maupun mengatasi mual
66
dan muntah. Pemberian obat-obat ini untuk mencegah mual serta muntah yang dapat
List
Airway bebas, - Hipoksia dan - Pemberian O2
SpO2: 100%
- Aspirasi - Pengosongan
B1
lambung,
netralisasi asam
lambung
- Mengurangi
produksi asam
lambung
Perfusi hangat, - Hipotensi - Observasi tekanan
67
kering, merah darah
- Apabila akibat
anestesi spinal,
dapat diberikan
efedrin 5-10 mg
yang sudah
diencerkan.
- Perdarahan - Monitoring tanda-
tanda vital
EBL
- Pengantian
kehilangan darah
dengan kristaloid
EBL)
- Syok - Pemberian cairan
68
adekuat
- Loading cairan
preoperasi 500-
1000 cc
- Bradikardia - Pemberian sulfas
Anemia
- atropin 0,5 mg
Fisiologis
Monitoring produksi
E4V56, pupil
bulat isokor,
ODS 3 mm
B4 Terpasang DC Refluks Pemberian Ranitidin
jernih
B5 Datar, supel, - Nyeri postoperatif Pemberian analgesi
regio
69
epigastrium (+),
nyeri tekan
regio iliaca
sampai regio
suprapubik (+),
tidak teraba
membesar.
B6 Akral hangat,
pada kedua
tungkai bawah,
fraktur (-),
deformitas
vertebra (-)
periode pasca operasi. Ada korelasi terbalik linier setelah premedikasi antara
kapasitas vital dan BMI. Otot dinding perut memainkan peran utama dalam
ekspirasi paksa. Hal ini mungkin menjadi kurang efektif dengan adanya blok yang
baik. Selain itu, terdapat kesulitan yang signifikan dalam penentuan tempat suntik
anestesi spinal pada obesitas. Hal ini disebabkan kurangnya landmark tulang yang
70
teraba, kedalaman ruang (jarum ekstra panjang mungkin diperlukan), dan
diperlukan. Hal ini termasuk opioid, obat antiinflamasi non steroid (NSAID),
asetaminofen, dan blok anestesi lokal lainnya. Selain itu dapat ditemukan
mengenai terapi cairan selama masa perioperatif. Terapi cairan sendiri adalah
dengan cairan infus kristaloid atau koloid secara intravena.Kebutuhan cairan pre-
operatif bertujuan untuk menggantikan kehilangan cairan selama puasa dan untuk
71
preoperatif pasien sebagai pengganti puasa 8 jam sebesar 784 - 1568cc, aktualnya input
cairan yang diberikan sebelum tindakan operasi hanya sebanyak 500 cc. Pada kasus ini
kebutuhan cairan pasien selama preoperatif belum terpenuhi. Pasien yang akan dioperasi
setelah semalam puasa tanpa intake cairan yang cukup akan menyebabkan defisit cairan yang
sebanding dengan lamanya puasa. Defisit cairan yang tidak segera digantikan sesegara
mungkin bisa mengalami dehidrasi hingga jatuh dalam keadaan syok. Terapi cairan untuk
intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan penggantian defisit cairan preoperatif serta
cairan yang hilang selama durante operatif (kehilangan darah dan evaporasi). Untuk balance
aktual pada kasus ini selama preoperatif hingga durante operatif, total input cairan RL 1500cc
+ gelafusal 500cc = 2000cc, kemudian total output 600cc + 500cc = 1100cc hasilnya +
900cc.
72
Operasi kecil : 4 – 6 ml x BB
Operasi sedang : 6 – 8 ml x BB
Operasi besar : 8 – 10 ml x BB
73
POST OPERASI POST OPERASI
2. Maintenance Input :
= BB x Kebutuhan cairan/ jam x 24 jam Volume cairan:
= 98 kg x 1-2 cc/kgbb/jam x 24 RL 2000 cc
= 98-196cc/ jam
3. Replacement
- Kebutuhan cairan post op selama 18 jam
= (98-196cc)x 18
= 1764 – 3528cc
- Kebutuhan Elektrolit :
Natrium : 2-4 mEq/kgBB/hari = 196-392mEq/24
jam
Kalium : 1-3 mEq/kgBB/hari = 98-294mEq/24
jam
Kalori : 25-30 mg/kgBB/hari = 2450-2.940
kkal/24 jam
Asam Amino : 1-2 mg/kgBB/hari = 98-
196mg/hari
Terapi Cairan post operatif bertujuan untuk menggantikan cairan selama puasa,
pada kasus ini pasien puasa 18 jam Pasca tindakan operatif. Total cairan yang
dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan selama 18 jam pada pasien ini
sebanyak 1764 – 3528cc ini merupakan hasil dari kebutuhan maintenence berdasarkan
berat badan pasien selama puasa 18 jam. Aktualnya pada kasus ini pasien diberikan
input cairan sebanyak 2000 cc selama 18 jam post operatif. Hal ini menunjukkan
bahwa kebutuhan cairan post operatif telah terpenuhi.
BAB V
PENUTUP
74
5.1 Kesimpulan
mendasarinya.
3. Teknik anestesi yang baik pada pasien dinilai sudah tepat dengan
spinal).
5. Terapi cairan durante operasi dan post operasi di nilai sudah tepat sesuai
6. Terapi cairan pre operasi di nilai belum terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
cairan pasien, namun pada balance cairan pada intraoperatif yakni dari
cairan.
5.2 Saran
persiapan pre anestesi, tindakan anestesi hingga observasi post operasi, terutama
menyangkut resusitasi cairan pada pasien dengan regional yang memiliki efek
75
DAFTAR PUSTAKA
(Oxford). 2017
76
2. Warsiningsih. Appendisitis Akut. Buku ajar Dr.dr. Warsinggih, Sp.B-KBD.
2018.
Radiol. 2018
77
12. Craig S et al. Appendicitis Clinical Presentation. Available from Medscape.
2018
Journal. 2019
in a patient with back pain. Journal of Pediatric Surgery Case Reports. 2017
17. Riley ET. Regional Anesthesia for Cesarean Section. Techniques in Regional
2010
21. Carli F. Anesthesia for abdominal surgery. Anaesthesia, Pain, Intensive Care
78
24. Jaityly VK, Kumar CM. Continuous spinal anaesthesia for laparotomy.
79