Anda di halaman 1dari 24

Referat

KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh :
Muhammad Luthfi Dunand
1102014158

Pembimbing :
Dr. Rifardi Rifiar A.A., Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Obstetrik Dan Ginekologi

Rumah Sakit Tk II Moh. Ridwan Meuraksa

Universitas Yarsi

2019
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan kenikmatan kesehatan baik jasmani maupun rohani sehingga
pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas referat yang
berjudul “Ketuban Pecah Dini”. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat
membangun dari berbagai pihak agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat
membuatnya lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya


kepada Dr. Rifardi Rifiar, A. A., Sp.OG serta berbagai pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan penulisan refrat ini.
Semoga refrat ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Jakarta, Desember 2019

Muhammad Luthfi Dunand

2
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................... 2
DAFTAR ISI ..................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 5
2.1 Definisi ....................................................................... 5
2.2 Epidemiologi .............................................................. 5
2.3 Etiologi ....................................................................... 6
2.4 Klasifikasi .................................................................. 7
2.5 Patofisiologi ............................................................... 8
2.6 Manifestasi Klinik ...................................................... 10
2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding .............................. 11
2.8 Penatalaksanaan .......................................................... 13
2.9 Komplikasi ................................................................ 18
2.10 Pencegahan ................................................................ 20
2.11 Prognosis ................................................................... 21
BAB 3. KESIMPULAN ................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 23

3
BAB 1
PENDAHULUAN

Insidensi ketuban pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%. Sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. 85% morbiditas dan mortalitas
perinatal disebabkan oleh prematuritas.1,2 Ketuban pecah dini berhubungan dengan
penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%.3
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini
dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm.4 Ketuban
pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit
kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.1,2
Faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini masih belum diketahui
penyebabnya dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Namun terdapat beberapa
faktor predisposisi yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini yaitu :
infeksi, servik yang inkompeten, tekanan intra uterin yang meninggi atau
overdistesi, trauma, kelainan letak, multigravida.5
Dalam menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena
diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi
terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya.
sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin
mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau
keduanya.6
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap
aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai
terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif
ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan
tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.7

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu maka
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.8
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the
onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum
permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (2000)
mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.
Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam
atau lebih sebelum dimulainya persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai
terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini
merupakan penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya.5
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis-premature rupture of the membrane
PROM) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan.
Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah
selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal
persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut
merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-
tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa
tersebut disebut KPD Preterm (PPROM=preterm premature rupture of the
membrane - preterm amniorrhexis).11

2.2 Epidemiologi
Insidensi ketuban pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%. Sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. 85% morbiditas dan mortalitas

5
perinatal disebabkan oleh prematuritas.1,2 Ketuban pecah dini berhubungan dengan
penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%.3

2.3 Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tidak jelas dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit
diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi menurut Manuaba
(2009) adalah :5
1. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).

Gambar 2.1 inkompetensia servix pada awal persalinan dini5

2. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)


misalnya tumor, hidramnion, gemelli.
3. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.

6
Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.
Riwayat KPD sebelumnya.
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas
perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.
7. Faktor lain yaitu:
· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
· Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C.12

2.4 Klasifikasi
KPD adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda – tanda
persalinan spontan. Terminologi :9
1. Premature Rupture Of The Membrane (PROM) : Pecahnya selaput ketuban
sebelum onset persalinan pada pasien yang umur kehamilannya ≥ 37
minggu.
2. Preterm Premature Rupture Of The Membrane (PPROM) : Pecahnya selaput
ketuban sebelum onset persalinan pada pasien yang umur kehamilannya <
37 minggu.
3. Prolonged Premature Rupture Of The Membrane : Pecahnya selaput ketuban
selama ≥ 24 jam dan belum terjadi onset persalinan.
4. Periode Laten : Interval waktu antara pecahnya selaput ketuban dengan
persalinan. Bervariasi dari 1 – 12 jam tergantung umur kehamilannya
(semakin kurang bulan, periode laten semakin lama ; 85 % kehamilan cukup

7
bulan dengan KPD memiliki periode laten < 24 jam sedangkan 57 %
kehamilan < 37 minggu dengan KPD memiliki periode laten > 24 jam).

2.5 Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis
dan degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan
selaput ketuban pecah.10
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi
amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan
amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian
dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan
amnion. Cairan amnion , normalnya berwarna putih , agak keruh serta mempunyai
bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang
seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010. Asal
dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara
teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan perputaran
cairan lebih kurang 500 ml.10
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang
membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan.
Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah).
Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio tali pusat
dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga
umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal berwarna putih
dan terbentuk dari vili – vili sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis.
Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus.10

8
Gambar 2.2 Cairan amnion

Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan
sekitar 1000 – 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis,
terdiri dari 98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein
terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel – sel epitel
dan sirkulasi sekitar 500cc/jam.12

Minggu Janin Plasenta Cairan Persen Cairan


gestasi amnion
16 100 100 200 50
28 1000 200 1000 45
36 2500 400 900 24
40 3300 500 800 17

Fungsi cairan amnion12


1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar
2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi

9
3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)
4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan
steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir
Mekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain :14
1. Terjadinya premature serviks.
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi
yang mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.

2.6 Manifestasi Klinik15


1. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau
amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes
atau menetes

10
2. Janin mudah diraba.
3. Tidak adanya his dalam satu jam
4. Nyeri uterus, denyut jantung janin yang semakin cepat serta perdarahan
pervaginam sedikit (jarang terjadi)

2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.15
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan
seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita
merasa basah dari vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan
lahir.15
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.15
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan
dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang
keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
:15
 Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari
serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari
amnion yang khas juga harus diperhatikan.
 Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis
KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk
memudahkan melihat pooling
 Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test.
Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret vagina
ibu memiliki PH 4 – 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan

11
warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan
dengan darah, semen atau vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar
dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari
forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan
dilihat dengan mikroskop. Gambaran “ferning” menandakan cairan
amnion.15

Gambar 2.6 Gambaran "ferning"


5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan
stretococcus group B.15

Pemeriksaan Lab :15


1. Pemeriksaan alpha – fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam cairan
amnion tetapi tidak dicairan semen dan urin.
2. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisa
3. Tes pakis
4. Tes lakmus
Dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas mustard emas yang
sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua pada keberadaan bahan basa.
pH normal vagina selama kehamilan adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotik
adalah 7-7,5. Tempatkan sepotong kertas nitrazin pada mata pisau spekulum

12
setelah menarik spekulum dari vagina, jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.

Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit
(Oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil
anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis
rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi
janin, berat janin, dan usia janin.

2.9 Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan
dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas ibu maupun bayinya.8
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan
menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan
menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau
menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan
kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu
pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan
memperjelek prognosis janin.8
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan
tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering
pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis.
Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk
menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34
minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang
diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya

13
morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin
langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya
perode laten.13
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur
kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.14

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)


Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = "lag" period. Makin muda
umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.8
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan
dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam
waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban
pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan
bila gagal dilakukan bedah caesar.8
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya
sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan
pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah
terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis
meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu
samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya.
Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga
resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.8
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap
keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan

14
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi
yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi
semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan
bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.8

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)


Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai pemberian
antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di rumah sakit,
ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam
untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37
minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan
menunda proses persalinan.8
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru,
jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul
tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang
umur kehamilan.8
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat
terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan
juga mungkin terjadi intoksikasi.8
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan
bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan
bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin
tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat
janin, partus tak maju, dll.14
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang

15
berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan
pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap
kemungkinan infeksi intrauterin.14
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan
denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan
selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah
dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of
Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm
KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian
terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau
dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.8
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau
eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg
selama 7 hari). Jika umur kehamilan kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat
selama air ketuban masih keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu belum
inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason, observasi
tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada usia
kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu,
tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi
setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit,
tanda – tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu
berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomietin tiap minggu. Dosis betametason
12mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6
jam selama 4 kali.8
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio
sesarea. Bila tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan

16
terminasi persalinan. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan seksio sesarea. Bila skor
pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.8

Gambar 2.7 Algoritma Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

17
Tabel. Terapi Medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien KPD.15

2.10 Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24
jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.16

Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah

18
Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten.15

 Komplikasi Ibu:15
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
 Komplikasi Janin15
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.

Gambar 2.8 Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.13

Sindrom Deformitas Janin


Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan oleh kompresi muka dan anggota badan janin
serta hipoplasi pulmonary.14

19
Gambar 2.9 Deformitas Janin

Komplikasi pada ibu16


 Korioamnionitis
Akibat jalan lahir telah terbuka, apalagi apabila terlalu sering dilakukan
pemeriksaan dalam
 Perdarahan postpartum
 Atonia uteri
 Dry labor

Komplikasi pada bayi


Adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan
kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah
gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan
karena belum masaknya paru.16

2.11 Pencegahan
Mengkonsumsi Vitamin C telah diketahui berperan penting dalam
mempertahankan keutuhan membran (lapisan) yang menyelimuti janin dan
cairan ketuban. Penelitian telah menghubungkan kadar yang rendah dari
vitamin C pada ibu dengan meningkatnya resiko terjadinya pecahnya membran
secara dini atau yang disebut dengan ketuban pecah dini (“premature rupture of
membranes“, PROM).16

20
Belum ada cara pasti untuk mencegah kebocoran kantung ketuban. Namun,
yang bisa dilakukan untuk menurunkan risikonya :16
- Mengurangi aktivitas pada trimester II dan awal trimester III
- Tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama
kehamilan
- Berhenti merokok dan menghindari lingkungan perokok agar tak menjadi
perokok pasif

2.12 Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :17
- Usia kehamilan
- Adanya infeksi / sepsis
- Factor resiko / penyebab
- Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan,
lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir
antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran
premature.17

21
BAB 3

KESIMPULAN

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik


berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8-10 % dari
semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan
yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada
kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34
% semua kelahiran prematur.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih
kontroversial. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu
berubah. Protokol pengelolaan yang optimal harus mempertimbangkan adanya
infeksi dan usia gestasi serta faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan
untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol
pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan
pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat
menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Hakimi, M. 2009. Fisiologi dan Patologi Persalinan (terjemahan). Jakarta :


Yayasan Essensia Medica.
2. Lukman. 2010. Menurunkan Angka KPD. [Online].
http://www.selatan,jakarta.go.id/pkk/index.php. [30 Agustus 2019]
3. Kacerovsky, M., Ivana, M., Ctirad, A., Helena, H., Lenka, P., Milan, K., Bo. J.
2014. "Prelabor rupture of membranes between 34 and 37 weeks: the
intraamniotic inflammatory response and neonatal outcomes." American
Journal of Obstetric and Gynecology. Volume 210, Issue 4, Pages 325.e1–
325.e10
4. The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and
Gynaecologists. 2014. Term Prelabour Rupture of Membranes (Term PROM).
Third edition.
5. Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta: Nuha Medika
6. Sujiyatini., dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan.Yogyakarta: Nuha Medika
7. Saifuddin AB. 2002. Ketuban pecah dini, Ekstraksi vakum. Dalam Buku acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Ed.1. Jakarta: JNPKKR-
POGI. h.218-220
8. Saifuddin, Abdul B 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
9. Hacker and mooree. 1992. Essensial Obstetric and Gynaecologi .2/e.
Philadelpia:WB saunders company.
10. Mochtar, Rustam. 2000. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri
Patologi. Jakarta : EGC
11. Clinical Guidelines Obstetric and Midwifery. 2015. Complication of
Pregnancy: Preterm Prelabour Rupture of Membranes (PROM). Perth: King
Edward Memorial Hospital.
12. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G. 2009. (eds)
Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan.
Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. Pp 456-60.

23
13. Varney Helen, Jan M. Kriebs, Carolyn L. Gregor. 2008. Buku ajar asuhan
kebidanan. Volume 2. Jakarta: EGC. h.788-92
14. Suastika, I. M., Dasuki, D., Sofowean, S. 1995. Perbandingan penanganan
ketuban pecah dini secara aktif dengan konservatif. Yogyakarta: Naskah
lengkap POGI.
15. POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokeran: Ketuban Pecah Dini.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran
Fetomaternal.
16. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of
Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
17. Manuaba.I.B.G. 2001. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta
Penatalaksanaan Obstetri Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, hal : 221 – 225.

24

Anda mungkin juga menyukai