Anda di halaman 1dari 39

Meet The Expert

TUMOR JINAK GINEKOLOGI

oleh :
Farhan Abdallah 2040312070
Annisa Sarah Yolanda 2040312081
Muhammad Fuad Rahmannu 2040312084
Ulfa Inten Waluyani 2040312086
Rizky Meifrina Batubara 2040312079
Yelvi Milla 2040312062

Preseptor:
dr. Mondale Saputra, Sp.OG-K

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan Meet The Expert yang berjudul “Tumor Jinak Ginekologi”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr.Mondale Saputra, Sp.OG-K selaku


pembimbing yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga Makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 18 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
Latar Belakang ............................................................................................................ 4
Tujuan Penulisan......................................................................................................... 5
Manfaat Penulisan....................................................................................................... 5
Metode Penulisan ........................................................................................................ 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7
Tumor Jinak Vulva ..................................................................................................... 7
Tumor Jinak Vagina…………………………………………………………………15
Tumor Jinak Uterus………………………………………………………………….17
Tumor Jinak Ovarium……………………………………………………………….24
Tumor Jinak Serviks………………………………………………………………...27
BAB 3 KESIMPULAN...........................................................................................33
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….37
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tumor merupakan sekelompok sel-sel abnormal yang terbentuk hasil proses


pembelahan sel yang berlebihan dan tidak terkoordinasi. Dalam bahasa medisnya, tumor
dikenal sebagai neoplasia. Neo berarti baru, plasia berarti pertumbuhan/pembelahan, jadi
neoplasia mengacu pada pertumbuhan sel-sel disekitarnya yang normal.
Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secaraotonom,
lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari selnormal dalam
bentuk dan strukturnya.Tumor jinak pada alat reproduksi wanita dijumpai pada semua umur
(18 ± 80tahun) dengan rat-rata puncaknya pada usia 50 tahun. Kejadian paling sering pada
kelompok umur 30 ± 40 tahun.Faktor pemicu munculnya tumor banyak sekali, antara lain
pencemaran lingkungan hidup, termasuk udara akibat debu dan asap pembakaran kendaraan
atau pabrik. Asap kendaraan, misalnya, mengandung dioksin yang dapat memperlemah
dayatahan tubuh, termasuk daya tahan seluruh selnya.Selain itu ikut juga berperan faktor
makanan yang berlemak tinggi, dalam hal iniadalah zat hormon atau mirip-hormon abnormal
yang terkandung di dalammya,khususnya steroid seks (misalnya estrogen). Itu terjadi karena
adanya zat-zat lemak dalam makanan tersebut yang tidak dipecah dalam proses metabolisme
tubuh sehinggamenaikkan produksi hormon testosteron.
Normalnya, wanita memiliki hormon estrogen dan progesteron, serta sedikit
testosteron.Bila mana kadar hormon testosteron meningkat akibat adanya ketidakseimbangan
asupan lemak, maka hormon ini akan dipecah menjadi sumber hormon yang tidak normal bagi
hormon estrogen asing.
.Dari berbagai penyakit yang mengenai wanita, tumor ovarium dan intra-abdominal
adalah yang paling sulit didiagnosis dan diobati. Sejauh ini hanya sedikit kemajuan untuk
melacak prekursor ataupun stadium dini lesi-lesi ini. Kajian-kajian epidemiologik pun belum
mampu menetapkan kelompok risiko tinggi dimana penemuan kasus secara dini dapat segera
dilakukan. Dengan demikian kasus-kasus biasanya ditemukan secara "pasif" di rumah sakit-
rumah sakit, sedangkan penemuan kasus dini di masyarakat masih menemukan kesulitan. 1
Ovarium merupakan tempat dimana lesi neoplastik dan non-neoplastik yang sering
terjadi dan kelainan yang paling penting adalah tumor. Selain tumor, ovarium tampaknya
resisten terhadap penyakit. Tumor ovarium merupakan salah satu tumor yang sering
ditemukan pada wanita. Tumor jinak ovarium kira-kira 15% dari jumlah seluruh kanker epitel
ovarium. Biasanya terjadi pada usia kurang dari 35 tahun. Penggunaan obat-obat penyubur
meningkatkan risiko terjadinya tumor ovarium 2Tumor ovarium tidak menunjukan gejala dan
tanda, terutama tumor ovarium yang kecil. Sebagian besar gejala dan tanda adalah akibat dari
pertumbuhan, aktivitas endokrin, atau komplikasi tumor-tumor tersebut.3.
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan
penunjang, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, dan komplikasi pada tumor jinak
Ginekologi.

Manfaat Penulisan

Diharapkan mahasiswa mengerti dan memahami tentang Tumor Jinak Ginekologi


sehingga dapat melakukan penatalaksanaan pada pasien yang mengalami permasalahan terkait.

Metode Penulisan
Penulisan Meet The Expert (MTE) ini ditulis menggunakan metode tinjauan pustaka dan
membuat sebuah ringkasan dengan mengacu literatur terkait.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumor Jinak Vulva
Kista Kelenjar Bartholini
Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit atau
di suatu tempat di dalam tubuh.1Kista Bartholini merupakan tumor kistik jinak dan ditimbulkan
akibat saluran Bartholini yang mengalami sumbatan. Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena
berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. 2
Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama
lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan.Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila
kista menjadi terinfeksi.3
Anatomi1
Kelenjar Bartholini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar Bartholini
atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan berada di sebelah
dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat
diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula
bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya
untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian caudal.
Kelenjar Bartholini diperdarahi oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus
pudendus dan nervushemoroidal inferior. Kelenjar Bartholini sebagian tersusun dari jaringan
erektil dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan
kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase pada
kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm yang terbuka ke arah orificium vagina
sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar Bartholini tidak teraba pada pemeriksaan palpasi.
Gambar 1. Anatomi Kelenjar Bartholini
Epidemiologi
Dua persen wanita mengalami kista Bartholini atau abses kelenjar pada suatu saat dalam
kehidupannya.4 Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Salah satu penelitian
kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam yang lebih cenderung untuk mengalami
kista Bartholini atau abses Bartholini daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas
yang tinggi memiliki risiko terendah.5
Kista Bartholini, yang paling umum terjadi pada labia mayora. Involusi bertahap dari kelenjar
Bartholini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin menjelaskan
lebih seringnya terjadi kista Bartholini dan abses selama usia reproduksi. Biopsi eksisional mungkin
diperlukan lebih dini karena massa pada wanita pascamenopause dapat berkembang menjadi kanker.
Beberapa penelitiantelah menyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya
risiko kanker kelenjar Bartholin (0,114 kanker per 100.000 wanita-tahun).6
Namun, jika diagnosis kanker tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50
wanita akan mengalami kista Bartholini atau abses di dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah
yang perlu dicermati. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun. Namun,
tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda. 4
Etiologi
Kista Bartholini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartholini tersumbat. Cairan
yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartholini dapat
disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual
seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti
Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran
Bartholini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan
kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartholini tidak selalu
harus terjadi sebelum abses kelenjar.7
Kelenjar Bartholini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah
mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum.
Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartholini dan
abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi
vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut. 7
Kista Bartholini merupakan tumor kistik jinak. Ditimbulkan akibat saluran kista
Bartholini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh infeksi.Kuman yang
sering menginfeksi kelenjar Bartholini adalah Neisseria gonorrhoeae.Pada laki laki kuman ini
menyebabkan penyakit kelamin yang disebut kencing nanah atau gonore,tidak sama dengan
sipilis.8
Perjalanannya.Karena kelenjar terus menerus menghasilkan cairan,maka lama kelamaan
sejalan dengan membesarnya kista,tekanan didalam kista semakin besar.Dinding kelenjar/kista
mengalami peregangan dan meradang.Demikian juga akibat peregangan pada dinding
kista,pembuluh darah pada dinding kista terjepit mengakibatkan bagian yang lebih dalam tidak
mendapatkan pasokan darah sehingga jaringan menjadi mati (nekrotik).Dibumbui dengan
kuman,maka terjadilah proses pembusukan,bernanah dan menimbulkan rasa sakit.Karena
letaknya di vagina bagian luar,kista akan terjepit terutama saat duduk dan berdirimenimbulkan
rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam. Pasien berjalan mengegang ibarat menjepit
bisul diselangkangan.8
Manifestasi Klinik
Jika kista duktus Bartholini masih kecil dan belum terjadi inflamasi, penyakit ini bisa
menjadi asimptomatik. Kista biasanya nampak sebagai massa yang menonjol secara medial
dalam introitus posterior pada regio yang duktusnya berakhir di dalam vestibula. Jika kista
menjadi terinfeksi maka bisa terjadi abses pada kelenjar. Indurasi biasa terjadi pada sekitar
kelenjar, dan aktivitas seperti berjalan, duduk atau melakukan hubungan seksual bisa
menyebabkan rasa nyeri pada vulva.2
Kista duktus Bartholini dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva lainnya.
Karena kelenjar Bartholini biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva pada wanita
postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan, khususnya jika massa
irregular, nodular dan indurasi persisten.2

Gambar 2. Kista Bartholini9


Kista Bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai
benda padat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika kista bartholini masih kecil dan
tidak terinfeksi, umumnya asimtomatik. Tetapi bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa
kurang nyaman saat berjalan atau duduk.Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa
penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan
pada daerah vulva.5
Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia. Penyakit ini
cukup sering rekurens. Bartholinitis sering kali timbul pada gonorrea, akan tetapi dapat pula
mempunyai sebab lain, misalnya treptokokus. Pada Bartholinitis akuta kelenjar membesar,
merah, nyeri, dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat
keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, mengumpul di dalamnya dan menjadi
abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses,
keadaan bisa di atasi dengan antibiotika, jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan. 5
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses Bartholini dengan
gejala klinik berupa5 :
1. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual.
2. Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan mikroorganisme yang
ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai dengan adanya perabaan kelenjar limfe
pada inguinal.
3. Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.
4. Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan, terutama jika
infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui hubungan seksual.
5. Dapatterjadirupturspontan.
6. Terabamassa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan berfluktuasi, atau
terkadang tegang dan keras.
Radang pada glandula Bartholini dapat terjadi berulang-ulang dan
akhirnyadapatmenjadimenahundalambentukkistaBartholini.
Kistatidakselalumenyebabkankeluhan, tapidapatterasaberat dan mengganggukoitus. Jika
kistanyatidakbesar dan tidakmenimbulkangangguan, tidakperludilakukantindakanapa-apa;
dalamhal lain perludilakukan pembedahan.5
Diagnosis4
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada
anamnesis ditanyakantentanggejalaseperti :
 Panas
 Gatal
 Sudahberapa lama gejalaberlangsung
 Kapan mulaimuncul
 Faktor yang memperberatgejala
 Apakahpernahbergantipasanganseks
 Keluhansaatberhubungan
 Riwayat penyakitmenularsekssebelumnya
 Riwayat penyakitkulitdalamkeluarga
 Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin
 Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi
 Riwayat pengobatansebelumnya
Kista atau abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya dengan
pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi litotomi, kista terdapat di
bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4 atau 8
pada labium minus posterior.
Jika kista terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasikan
jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular
seksual seperti Gonorrhea dan Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah
lain seperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat
menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat yang perlu diberikan.
Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang dicurigai keganasan.
Tatalaksana
Tujuan penanganan kista bartholini adalah memelihara dan mengembalikan fungsi
darikelenjar bartholini. Metode penanganan kista bartholini yaitu insersi word catheter untuk
kista dan abses kelenjar bartholini dan marsupialization untuk kista kelenjar bartholini.
Terapiantibiotik spektrum luas diberikan apabila kista atau abses kelenjar bartholini disertai
denganadanya selulitis. Biopsi eksisional dilakukan untuk pengangkatan adenokarsinoma pada
wanitamenopause atau perimenopause yang irregular dan massa kelenjar Bartholini yang
nodular.5
Penatalaksanaan dari kista duktus bartholini tergantung dari gejala pada pasien. Kista
yang asimptomatik mungkin tidak memerlukan pengobatan, tetapi symptomatic kista duktus
bartholin dan abses bartholin memerlukan drainage. Kecuali kalau terjadi rupture spontan, abses
jarang sembuh dengan sendirinya.5
Insisi dan Drainage Abses9
 Tindakan inidilakukanbilaterjadisymptomatic Bartholin's gland abscesses.
 Seringterjadirekurensi
Cara:
 Disinfeksiabsesdengan betadine
 Dilakukan anastesi lokal(khlor etil)
 Insisi abses dengan skapel pada titik maksimum fluktuasi
 Dilakukan penjahitan
Gambar 3.Insisi abses9
Definitive Drainage menggunakan Word Catheter5
Word catheter biasanyadigunakanadapenyembuhankistaduktusbartholin dan
absesbartholin. Panjang tangkai catheter 1inci dan mempunyai diameter seperti foley catheter no
10. Balon Catheter hanya bias menampung 3 ml normal saline.
Cara:
 Disinfeksi dinding abses sampai labia dengan menggunakan betadine.
 Dilakukanlokalanastesidenganmenggunakanlidokain 1 %
 Fiksasiabsesdenganmenggunakanforsepkecilsebelumdilakukantindakaninsisi.
 Insisidiatasabsesdenganmenggunakan mass no 11
 Insisi dilakukan vertikal di dalam introitus eksternal terletak bagian luar ring himen. Jika
insisiterlalulebar, word catheter akankembalikeluar.
 Selipkan word kateter ke dalam lubang insisi
 Pompa balon word kateter dengan injeksi normal salin sebanyak 2-3 cc
 Ujung Word kateter diletakkan pada vagina.
Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 minggu, word catheter akan
dilepas setelah 4-6mgg,meskipun epithelisasa bias terbentuk pada 3-4 minggu. Bedrest selama 2-
3 hari mempercepat penyembuhan. Meskipun dapat menimbulkan terjadinya selulitis, antibiotic
tidak diperlukan. Antibiotik diberikan bila terjadi selulitis (jarang).
Gambar 4.Definitive Drainage Menggunakan Word Catheter
Marsupialisasi6
Banyak literatur menyebutkan tindakan marsupialisasi hanya digunakan pada kista
bartholin.Namun sekarang digunakan juga untuk abses kelenjar bartholin karena memberi hasil
yang sama efektifnya. Marsupialisasi adalah suatu tehnik membuat muara saluran kelenjar
bartholin yang baru sebagai alternatif lain dari pemasangan word kateter.
Komplikasiberupadispareuni, hematoma, infeksi.
Cara:
 Disinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan betadine.
 Dilakukanlokalanastesidenganmenggunakanlidokain 1 %.
 Dibuatinsisivertikal pada kulit labium sedalam 0,5cm (insisisampaidiantarajaringankulit dan
kista/ abses) pada sebelah lateral dan sejajardengandasarselaputhimen.
 Dilakukaninsisi pada kista dan dindingkistadijepitdenganklem pada 4 sisi,
sehinggaronggakistaterbuka dan kemudiandindingkistadiirigasidengancairansalin.
 Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan atraumatik catgut. Jika memungkinkan
muara baru dibuat sebesar mungkin(masuk 2 jari tangan), dan dalam waktu 1 minggu muara
baru akan mengecil separuhnya, dan dalam waktu 4 minggu muara baru akan mempunyai
ukuran sama dengan muara saluran kelenjar bartholin sesungguhnya.

Gambar 5.Marsupiliasi
PenggunaanAntibiotik5,6,9
Antibiotiksesuaidenganbakteripenyebab yang diketahuisecarapastidarihasilpengecatan
gram maupun kultur pus dariabseskelenjarbartholin
 InfeksiNeisseria gonorrhoe:
o Ciprofloxacin 500 mg single dose
o Ofloxacin 400 mg single dose
o Cefixime 400 mg oral (amanuntukanak dan bumil)
o Cefritriaxon 200 mg i.m (amanuntukanak dan bumil)
 InfeksiChlamidia trachomatis:
o Tetrasiklin 4 X500 mg/ hari selama 7 hari, po
o Doxycyclin 2 X100 mg/ hari selama 7 hari, po
 Infeksi Escherichia coli:
o Ciprofoxacin 500 mg oral single dose
o Ofloxacin 400 mg oral single dose
o Cefixime 400 mg single dose
 Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus :
o Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2 x hari
o Ampisilin 250-500 mg/ dosis 4x/hari, po.
o Amoksisillin 250-500 mg/dosi, 3x/hari po.

2.2 Tumor Jinak Vagina


Kista Gartner

Gambar 6. Kista Gartner


Definisi
Kista ini berasal dari sisa kanalis Wolfii (disebut juga duktus Gartner) yang berjalan di
sepanjang permukaan anterior dan bagian atas vagina. Diameter kista sangat tergantung dari
ukuran duktus dan kapasitas tampung cairan di dalamnya sehingga bisa dalam ukuran yang
relatif kecil (tidak menimbulkan penonjolan) hingga cukup besar untuk mendorong dinding
vagina ke arah tengah lumen atau malah dapat memenuhi lumen dan mencapai introitus vagina. 10
Kista Gartner dengan nama lain kista duktus Gartner atau kista Gartnerian adalah tumor kistik
vagina yang bersifat jinak, berasal dari sisa duktus Gartner (duktus epoophoron longitudinalis)
atau the embryonic mesonephros maupun sistim duktus Wolffian. Kista ini timbul dari bagian
terminal duktus Wolffian yang berkembang akibat adanya penyumbatan sekret yang dihasilkan
duktus tersebut. Kista duktus Gartner berdinding tipis dan translusen yang terdiri dari epitel
gepeng berlapis atau epitel kolumnar atau dapat kedua-duanya. Tumor ini biasanya terdapat pada
dinding vagina dan jarang terjadi terjadi pada daerah labia minora, klitoris atau himen. 11 Lokasi
umum kista Gartner adalah bagian anterolateral puncak vagina. Pada perabaan kista inibersifat
kistik, dilapisi oleh dinding translusen tipis yang tersusun dari epitel kuboid atau kolumner, baik
dengan atau tanpa silia dan kadang-kadang tersusun dalam beberapa lapisan ( stratified ). Ruang
gerak kista agak terbatas, terkait dengan topografi duktus Gartner di sepanjang alurnya pada
puncak vagina.10
Gejala
Secara klinis kista duktus Gartner biasanya asimtomatik dengan ukuran diameter tidak
lebih dari 2 cm, tetapi pernah dilaporkan adanya giant Gartner duct cyst pada dinding vagina
yang berukuran 16 x 15 x 8 cm dengan gejala klinis berupa disparenia.12
Diagnosis
Diagnosa kista duktus Gartner didasarkan pada hasil pemeriksaan fisik dan histopatologi.
Tanda karakteristik kista ini terletak pada vulva bagian lateral dan biasanya biasanya soliter
serta berdinding tipis yang mengandung mengandung cairan jernih, jernih, secara mikroskopis
didapatkan epitel kuboid.13 Pemeriksaan ultrasonografi dapat membantu menegakkan diagnosis
kista Gartner, karena memberikan gambaran karakteristik berupa masa noduler yang berbatas
berbatas tegas dan berdinding berdinding tipis dengan intensitas intensitas gema yang tidak
ekhoik. ekhoik. Rasines LG dan kawan-kawan (tahun 1998) dalam penelitiannya di Spanyol
mendapatkan 2 kasus kista Gartner yang dilakukan dengan pemeriksaan transrectal sonography,
hasil pemeriksaan tersebut dikonfirmasi denganpembedahan dan pemeriksaan histopatologi. 11,13
Diagnosa Banding
Diagnosa banding yang perlu dipikirkan adalah kista moetelial (hidrokel = Cyst of the
Canal of Nuck). Cyst of the Canal of Nuck merupakan kista pada vulva yang jarang ditemukan,
kista tersebut timbul akibat dilatasi labia mayora dan labia minora serta akibat meluasnya
kantung peritoneal dari saluran inguinal ke dalam vulva, cairan peritoneal dapat terakumulasi
pada kantung peritoneal tersebut.13
Tatalaksana
Penanganan yang dapat dilakukan dengan insisi dinding anterolateral vagina dan eksisi
untuk mengeluarkan kista dari sisa kanalis Wolfii ini. 10
2.3 Tumor Jinak Uterus
Defenisi dan Prevalensi
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos,
jaringan fibroid dan kolagen. Beberapa istilahuntuk mioma uteri antara lain fibromioma,
miofibroma, leiomiofibroma, fibroleiomioma, fibroma dan fibroid.Mioma uteri merupakan
tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadian mioma uteri sebesar 20 –
40% pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun.14
Etiologi
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka
patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor.Faktor-faktor yang
menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti.Dari penelitian
menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari
jaringan yang uniseluler.Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan
mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan
growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan
tumor.14,17
Tidak didapat bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma, namun
diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma.Mioma terdiri dari reseptor estrogen
dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun
konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium.Hormon progesteron meningkatkan aktifitas
mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat
tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-
regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.14,15
Patologi
Mioma uteri umumnya bersifat multiple, berlobus yang tidak teratur maupun berbentuk
sferis.Mioma uteri biasanya berbatas jelas dengan miometrium sekitarnya, sehingga pada
tindakan enukleasi mioma dapat dilepaskan dengan mudah dari jaringan miometrium
disekitarnya. Pada pemeriksaan makroskopis dari potongan transversal berwarna lebih pucat
dibanding miometrium disekelilingnya, halus, berbentuk lingkaran dan biasanya lebih keras
dibanding jaringan sekitar, dan terdapat pseudocapsule.14,15
Mioma dapat tumbuh disetiap bagian dari dinding uterus.Mioma intramural adalah
mioma yang terdapat didalam dinding uterus.Mioma submukosum merupakan mioma yang
terdapat pada sisi dalam dari kavum uteri dan terletak dibawah endometrium. Miomasubserous
adalah mioma yang terletak di permukaan serosa dari uterus dan mungkin akan menonjol keluar
dari miometrium. Mioma subserous tidak jarang bertangkai dan menjadi mioma geburt. Bila
mioma subserous tumbuh ke arah lateral dan meluas diantara 2 lapisan peritoneal dari
ligamentum latum akan menjadi mioma intraligamenter. 14,16

Tabel 1
Mekanisme Perdarahan Abnormal pada Mioma
Uteri
1. Peningkatan ukuran permukaan endometrium.
2. Peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus.
3. Gangguan kontraktilitas uterus.
4. Ulserasi endometrium pada mioma submukosum.
5. Kompresi pada pleksus venosus didalam
miometrium.
Gejala Klinis
Tanda dan gejala dari mioma uteri hanya terjadi pada 35 – 50% pasien.Gejala yang
disebabkan oleh mioma uteri tergantung pada lokasi, ukuran dan jumlah mioma. Gejala dan
tanda yang paling sering adalah :
1 Perdarahan uterus yang abnormal.
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling sering
terjadi dan paling penting.Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri. Wanita
dengan mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang teratur dan
tidak teratur. Menorrhagia dan atau metrorrhagia sering terjadi pada penderita mioma
uteri.Perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau
tanpa perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan perdarahan abnormal
secara bermakna menderita mioma intramural (58% banding 13%) dan mioma
submukosum (21% banding 1%) dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang
asimptomatik. Patofisiologi perdarahan uterus yang abnormal yang berhubungan dengan
mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti.Beberapa penelitian menerangkan
bahwa adanya disregulasi dari beberapa faktor pertumbuhan dan reseptor-reseptor yang
mempunyai efek langsung pada fungsi vaskuler dan angiogenesis. Perubahan-perubahan
ini menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat disregulasi struktur vaskuler didalam
uterus.14,18
2 Nyeri panggul
Mioma uteri dapat menimbulkan nyeri panggul yang disebabkan oleh karena
degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun
akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum. Tumor yang besar
dapat mengisi rongga pelvik dan menekan bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf
sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas
posterior.14
3 Penekanan
Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap organ
sekitar.Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih, defekasi
maupun dispareunia. Tumor yang besar juga dapat menekan pembuluh darah vena pada
pelvik sehingga menyebabkan kongesti dan menimbulkan edema pada ekstremitas
posterior.14
4 Disfungsi reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum
jelas.Dilaporkan sebesar 27 – 40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas.Mioma yang terletak didaerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan
gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral.
Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang
sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus.Perubahan bentuk kavum
uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi.Gangguan
implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi
endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor. 19

Tabel 2
Mekanisme Gangguan Fungsi Reproduksi dengan
Mioma Uteri
1. Gangguan transportasi gamet dan embrio.
2. Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus.
3. Perubahan aliran darah vaskuler.
4. Perubahan histologi endometrium.

Diagnosis
Hampir kebanyakan mioma uteri dapat didiagnosa melalui pemeriksaan bimanual rutin
maupun dari palpasi abdomen bila ukuranmioma yang besar. Diagnosa semakin jelas bila pada
pemeriksaan bimanual diraba permukaan uterus yang berbenjol akibat penonjolan massa maupun
adanya pembesaran uterus. Pemeriksaan sonografi pelvik dan magnetic resonance imaging
(MRI) dapat mendeteksi mioma uteri.14
Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan mioma uteri dibagi atas 2 metode :
1 Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormon (GnRH) agonis memberikan
hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma
uteri.Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan
mengurangi produksi estrogen dari ovarium.Dari suatu penelitian multisenter didapati
data pada pemberian GnRH agonis selama 6 bulan pada pasien dengan mioma uteri
didapati adanya pengurangan volume mioma sebesar 44%.Efek maksimal pemberian
GnRH agonis baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi
pengurangan volume mioma secara bermakna.20
Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan
mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan.
Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan
mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal namun tidak dapat mengurangi
ukuran dari mioma.20
2 Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi
pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah :21
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
b. Sangkaan adanya keganasan.
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.
d. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba.
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu.
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
g. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun histerektomi. 15,21,22
a. Miomektomi
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi.Dewasa ini ada beberapa pilihan tindakan
untuk melakukan miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan
miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi. 22,23
Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari
uterus.Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas
sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi
dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi
perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien. Disamping
itu masa penyembuhan paska operasi juga lebih lama, sekitar 4 – 6 minggu.14,15
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum yang
terletak pada kavum uteri. Pada prosedur pembedahan ini ahli beda memasukkan alat histeroskop
melalui serviks dan mengisi kavum uteri dengan cairan untuk memperluas dinding uterus. Alat
bedah dimasukkan melalui lubang yang terdapat pada histeroskop untuk mengangkat mioma
submukosum yang terdapat pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan
paska operasi (2 hari). Komplikasi operasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul
perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.24
Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi.Mioma yang
bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi.Mioma
subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat secara
laparoskopi.Tindakan laparoskopi dilakukan dengan ahli bedah memasukkan alat laparoskop
kedalam abdomen melalui insisi yang kecil pada dinding abdomen.Keunggulan laparoskopi
adalah masa penyembuhan paska operasi yang lebih cepat antara 2 – 7 hari.
Resiko yang terjadi pada pembedahan laparoskopi termasuk perlengketan, trauma
terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, rektum serta perdarahan. Sampai saat ini
miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri
yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.23,24
b. Histerektomi
Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu
dengan pendekatan abdominal (laparotomi), vaginal, dan pada beberapa kasus secara
laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Tindakan
histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapati keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar
usia kehamilan 12 – 14 minggu.25
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal
histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Pemilihan jenis pembedahan
ini memerlukan keahlian seorang ahli bedah yang bertujuan untuk kepentingan pasien.Masing-
masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Subtotal abdominal
histerektomi dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan
yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih, rektum. Namun dengan melakukan
STAH, kita meninggalkan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat
terjadi. Dengan meninggalkan serviks, menurut penelitian Kilkku, 1983 didapat data bahwa
terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibanding yang menjalani TAH, sehingga tetap
mempertahankan fungsi seksual.
Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber
timbulnya sekret vagina dan perdarahan paska operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada
pasien yang menjalani STAH.25 Histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan dari
vagina, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen.Secara umum histerektomi
vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum
yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Oleh karena pendekatan operasi tidak melalui dinding abdomen, maka pada
histerektomi vaginal tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi
kosmetik.25
Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi juga lebih minimal.Masa
penyembuhan pada pasien yang menjalani histerektomi vaginal lebih cepat dibanding yang
menjalani histerektomi abdominal.Dengan berkembangnya tehnik dan alat-alat kedokteran, maka
tindakan histerektomi kini dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi.Prosedur operasi
dengan laparoskopi dapat berupa miolisis. Miolisis adalah prosedur operasi invasif yang minimal
dengan jalan menghantarkan sumber energi yang berasal dari laser The neodynium:yttrium
aluminium garnet (Nd:YAG) ke jaringan mioma, dimana akan menyebabkan denaturasi protein
sehingga menimbulkan proses koagulasi dan nekrosis didalam jaringan yang diterapi. Miolisis
perlaparoskopi efektif untuk mengurangi ukuran mioma dan menimbulkan devaskularisasi
mioma akan mengurangi gejala yang terjadi. Miolisis merupakan alternatif terapi prosedur
miomektomi.23
Pengangkatan seluruh uterus dengan mioma juga dapat dilakukan dengan
laparoskopi.Salah satu tujuan melakukan histerektomi laparoskopi adalah untuk mengalihkan
prosedur histerektomi abdominal kepada histerektomi vaginal atau histerektomi laparoskopi
secara keseluruhan.Ada beberapa tehnik histerektomi laparoskopi. Pertama adalah histerektomi
vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted vaginal histerectomy/LAVH).
Pada prosedur ini tindakan laparoskopi dilakukan untuk memisahkan adneksa dari
dinding pelvik dan memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian
bawah.Pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina. Kedua, pada tahun 1991 Semm
memperkenalkan tehnik classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy
(CISH) tanpa colpotomy. Prosedur ini merupakan modifikasi dari STAH, dimana lapisan dalam
dari serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator.Dengan prosedur ini diharapkan dapat
mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk
mencegah terjadinya prolapsus.
Keunggulan dari CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih,
perdarahan yang lebih minimal, waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih
minimal dan masa penyembuhan yang cepat.23,36
2.4 Tumor Jinak Ovarium
Tumor Jaringan Ovarium
Tumor Kistik
a. Kista Folikel
Kista ini terjadi karena kegagalan ovulasi dan kemudian cairan interafolikel tidak
diabsorbsi kembali.Kista ini tidak menimbulkan gejala yang spesifik.Ada yang menghubungkan
kista folikel dengan gangguan menstruasi (perpanjangan interval antarmenstruasi atau
pemendekan siklus).Penemuan kista ini biasanya melalui pemeriksaan USG transvaginal. Terapi:
sebagian kista dapat mengalami obliterasi dalam 60 hari tanpa pengobatan. Pil kontrasepsi dapat
digunakan untuk mengatur siklus dan atresia kista folikel.Dapat juga dilakukan pungsi langsung
dinding kista dengan laparoskopi.

Gambar 7. Ilustrasi kista folikel


b. Kista Korpus Luteum
Terjadi akibat pertumbuhan lanjut korpus luteum atau pendarahan yang mengisi rongga
yang terjadi setelah ovulasi.Terdapat 2 jenis kista:27
 Kista Granulosa: merupakan pembesaran non-neoplastik ovarium. Reabsorbsi darah di
ruangan ini menyebabkan terbentuknya kista korpus luteum. Kista ini dapat
menyebabkan nyeri local dan tegang dinding perut disertai amenore atau mens
terlambat.
 Kista Teka: kista ini tidak pernah menjadi besar. Umunnya bilateral dan berisi cairan
jernih kekuningan. Kista ini sering dijumpai bersamaan dengan mola hidatidosa, korio
karsinoma dll. Kista ini tidak diperlukan tindakan bedah dan dapat menghilang
spontan setelah evakuasi mola.
c. Ovarium Polikistik (stein-Leventhal Syndrom)
Ditandai dengan pertumbuhan polikistik ovarium kedua ovarium, amenore sekunder atau
oligomenorea dan infertilitas.Diagnosis didasari dnegan anamnesis dan pemfis.Riwayat menarke
dan haid yang normal kemudian berubah menjadi episode amenore yang semakin
lama.Pemeriksaan yang dapat diandalakan adalah USG dan laparoskopi.FSH biasnya normal,
LH tinggi, rasio LH > FSH > 2.E tinggi/normal.Prolactin normal atau tinggi. Terapi: klomifen
sitrat 50-100 mg per hari untuk 5 – 7 hari per siklus.1

Gambar 8. Ilustrasi polykistik ovarium, dimana pada gambar menunjukan ovarium


yang normal dan abnormal
A. Tumor Epitel Ovarium
1. Tumor Kistik Ovarium
a. Kistadenoma Ovarii Serosum
Mencangkup sekitar 15-25% dari keseluruhan tumor jinak ovarium.12-50% terjadi pada
kedua ovarium.Ukuran kista antara 5-15 cm dan lebih kecil dari rata-rata kistadenoma
musinosum.Kista berisi cairan serosa, jernih kekuningan. Sering ditemukan pada usia 20-30
tahun. Seperti kebanyakan tumor epitel, kista ini tidak memiliki gejala yang khas. Terapi: eksisi
dengan eksplorasi menyeluruh pada organ intrapelvik dan abdomen, dan sebaiknya dilakukan
pemeriksaan PA.27
Gambar 9. Kistadenoma serosum

b. Kistadenoma Ovarii Musionum


Mencangkup sekitar 16-30% dari total tumor jinak ovarium. Tumor ini bilateral pada 5-
7% kasus.Tumor ini merupakan tumor ukuran terbesar dari tumor dalam tubuh manusia.Tumor
ini asimtomatik dan sebagian besar pasien hanya merasakan penambahan berat badan atau rasa
penuh di perut.Cairan musin dapat mengalir ke kavum pelvik atau abdomen melalui stroma
ovarium sehingga terjadi akumulasi cairan musin intraperitoneal dan hal ini dikenal sebagai
pseudomiksoma peritonii. Terapi: laparotomy.
c. Kista Dermoid
Merupakan tumor terbanyak (10% dari total tumor ovarium) yang berasal dari sel
germinativum.Kista ini jarang mencapai ukuran besar, kista ini memiliki dinding berwarna putih
dan relative tebal berisi cairan kental dan berminyak karena dinding tumor menganndung banyak
kelenjar sebasea dan derivate ectodermal.Rasa penuh dan berat di perut terjadi bila ukuran kista
cukup besar. Terapi: laparotomy dan kistektomi.27
2. Tumor Padat Ovarium
a. Fibroma
Tumor ini dikenal terkait dengan sindroma Meig’s.Mekanisme sindroma ini belum
diketahui secara pasti.Tidak seperti namanya, tumor ini tidak sepenuhnya berasal dari jaringan
ikat karena terdapat unsur germinal, tekoma dan transformasi kearah ganas seperti
tumor.Konsistensi tumor adalah kenyal, padat dengan permukaan yang halus dan rata.Dapat
disertai asites dan hidrotoraks yang merupakan paket sindrom Meig’s dan tanpa kedua gejala
tersebut maka tumor ini disebut fibroma ovarii. Terapi: hamper semua tumor ini diindikasikan
untuk diangkat. Pada sindrom Meig’s pengangkatan tumor ini akan diikuti dengan
menghilangnya hidrotoraks dan asites.27
Gambar 10. Fibroma ovarium disertai hemoragik
b. Tumor Brenner
Tumor Brenner jarang ditemukan dan umunnya ditemukan pada perempuan usia lanjut
(50 tahun). Tumor ini sering disalah diagnosis dengan tumor fibroma.Greene et al berpendapat
bahwa jaringan asal tumor ini adalah epitel permukaan, rete dan stroma ovarium. Terapi: eksisi. 1

Gambar 11.Tumor Branner. Tampak gambaran tumor yang padat, kekuningan


c. Tumor Sel Stroma27
 Tumor Sel Granulosa
Dikaitan dengan adanya produksi hormone estrogen dan dapat menyebabkan
pubertas prekok pada gadis muda dan menyebabkan hyperplasia adenomatosa dan pendarahan
pervaginam pada perempuan pasca menopous. Histopatologis: sel dengan inti berlekuk seperti
biji kopi, disertai pertumbuhan stroma yang mikrofolikuler, makrofolikuler, trabekuler, insuler
atau padat.
 Tumor Sel Teka
Tumor ini juga memproduksi estrogen.Tumor ini mengandung sebaran sel lemak
yang memberikan warna kekuningan pada badan tumor saat dilakukan diseksi.
 Tumor Sel Sertoli dan Sel Leyding
Umumnya terjadi pada usia 20-27 tahun. Sebagian besar tumor tumbuh secara
unilateral. Pada pemeriksaan mikroskopik akan dijumpai sel sertoli dan sel leyding.
d. Tumor Endometroid
Tumor ini sering dijumpai pada ovarium, ligamentum sakro uterine dan rotundum,
septum rektovaginalis, tunika serosa (uterus, tuba, rectum, sigmoid dan kandung kemih)
dll.Bentuk paling sering ditemukan adalah penonjolan berwarna merah kehitaman, terutama pada
ovarium dan bagian belakang dinding uterus. Kebocoran akibat upaya untuk melepaskan
ovarium dari perlekatanya akan disertai keluarnya jaringan kecoklatan seperti karat. Terapi:
dapat dilakukan ooforektomi tergantung usia dan fertilitas pasien.27

2.4 Tumor Jinak Serviks


Tumor Serviks
A. Tumor Kistik
a. Kista Nabothi (Kista Retansi)
Epitel kelenjar endoserviks tersusun dari jenis kolumner tinggi yang rentan terhadap
infeksi. Gangguan lanjut dari infeksi atau proses restukturisasi endoserviks menyebabkan
metaplasia squamosal maka muara kelenjar endoseerviks akan menutup. Penutupan muara
duktus menyebabkan secret tertahan dan berkembang menjadi kantong kista. Gambaran
kista ini terlihat penonjolan kistik di area endoserviks dengan batas tegas dan berwarna
lebih muda dari jaringan sekitarnya karena cairan musin. Terapi: tidak ada terapi khusus.27

Gambar 12. Kista Nabothi


B. Tumor Solid
a. Polip Serviks
Merupakan penjuluran dari bagian endoserviks atau intramukosal serviks dengan variasi
eksternal atau region vaginal serviks.Polip ini bervariasi, dari tunggal hingga multiple,
berwarna merah terang, rapuh dan strukturnya menyerupai spons. Gambaran histopatolosis
polip sama dengan jaringan asalnya. Tidak jarang ujung polip mengalami nekrotik atau
ulserrasi sehingga dapat menimbulkan pendarahan pasca segama. Terapi: karena polip ini
bertangkai dan dasarnya mudah dilihat sehingga dapat dilakukan ekstirpasi. 27

Gambar 12 .Polip Serviks


Epidemiologi
polip serviks secara global adalah sebesar 2-5% pada wanita usia reproduktif. Kasus ini
merupakan kasus polip ginekologi kedua tersering setelah polip endometrium. Prevalensi
keganasan hanya 1,7% dari seluruh kasus.28,30,31
Etiologi
polip serviks bersifat multifaktorial. Terdapat tiga mekanisme utama yang diduga berperan, yaitu
respons abnormal terhadap peningkatan hormon estrogen, inflamasi kronis yang menyebabkan
servisitis, dan kongesti pembuluh darah serviks. Penyebab lain yang tengah dipelajari adalah
etiologi genetik. Terdapat empat subgroup perubahan sitogenetik yang diduga menyebabkan
polip serviks, yaitu perubahan pada regio 6p21-22, 12q13-15, 7q22, dan polip dengan kariotip
normal. Gen apoptosis Bcl-2 dan Bax juga diduga memiliki andil dalam pembentukan polip. Bcl-
2 merupakan onkogen yang dapat menginhibisi proses apoptosis. Serupa dengan Bcl-2, Bax juga
merupakan pengatur proses apoptosis, tetapi sebagai pemicu apoptosis dalam jumlah kecil.33
Patofisiologi
Polip serviks secara detail belum diketahui pasti. Penyebab utama yang diduga berperan
adalah inflamasi kronis, stimulasi akibat hormonal, dan kongesti pembuluh darah serviks yang
menyebabkan servisitis. Hipotesis yang ada menjelaskan polip serviks bermula dari inflamasi
pada jaringan serviks. Secara histopatologi, lesi yang pertama kali muncul adalah endoservisitis
polipoidal yang berkembang menjadi polip endoservikal dan pada fase kronis menjadi polip
fibroepitelial. Polip endoservikal lebih banyak ditemukan pada rentang usia 20-50 tahun dan
polip fibroepitelial ditemukan pada rentang usia 40-50 tahun. Risiko perkembangan menjadi
ganas 1,7%.32

Diagnosis
Polip serviks sering ditegakkan secara insidental pada pemeriksaan inspekulo rutin.
Kebanyakan pasien asimptomatik, namun ada juga yang mengeluhkan perdarahan pervaginam.

Anamnesis
Diagnosis pasien dengan polip serviks melalui anamnesis dipisahkan menjadi dua
kelompok, kelompok asimptomatik dan kelompok simptomatik. Kelompok asimptomatik datang
tanpa keluhan dan ditemukan polip pada pemeriksaan skrining rutin menggunakan inspekulo,
misalnya saat menjalani Pap smear. Pada kelompok simptomatik, pasien datang dengan keluhan
perdarahan intermenstrual, post coital, atau perdarahan post menopause. Keluhan tambahan yang
bisa menyertai adalah teraba benjolan pada vagina dan nyeri abdomen. Jika ukuran polip besar
(diameter > 4 cm), dapat muncul gejala perdarahan pervaginam dengan cairan vagina berbau
yang bersifat intermiten. Polip simptomatik lebih sering terjadi pada wanita premenopause,
sedangkan polip asimptomatik sering terjadi pada wanita post menopause. 28,29,33,35

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah dengan inspekulo dan kolposkopi untuk
menilai polip. Polip dapat soliter atau multipel, memiliki bulbus dengan tangkai tipis yang
dasarnya berada di serviks. Umumnya, polip tampak berwarna merah ceri hingga keunguan,
lunak, kenyal, dan rapuh, sehingga dapat terjadi perdarahan jika disentuh. Polip dengan ukuran
>4 cm dapat disebut polip besar.28,29
Diagnosis Banding
Umumnya diagnosis polip serviks cukup jelas, apalagi jika ukuran lesi besar. Walaupun
demikian, diagnosis banding berupa keganasan serviks, klamidia, dan hiperplasia
mikroglandular.

KankerServiks
Kanker serviks biasanya memiliki gejala yang lebih berat dan lesi yang lebih ekstensif.
Pada pemeriksaan histologi, bisa tampak displasia ringan hingga berat, baik berupa
adenokarsinoma ataupun karsinoma sel skuamosa.36

Klamidia
Infeksi klamidia perlu dipertimbangkan pada pasien dengan keluhan duh vagina
serosanguinosa, perdarahan vagina, dan nyeri pelvis. Keluhan biasanya timbul setelah pasien
berhubungan seksual. Klamidia dapat dibedakan dari polip serviks dengan pemeriksaan gram,
kultur, dan Direct Immunofluoresence Assay.40

Hiperplasia Mikroglandular

Hiperplasia mikroglandular adalah pertumbuhan polipoid berukuran 1-2 cm yang banyak


ditemukan pada wanita pengguna kontrasepsi oral. Secara mikroskopik, hiperplasia
mikroglandular tampak sebagai unit tubular atau glandular yang berhimpitan dengan ukuran
berbeda-beda dan dibatasi oleh epitel pipih atau kuboid dengan sitoplasma granular eosinofilik. 38

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk penegakan diagnosis. Pemeriksaan yang penting
dilakukan adalah histopatologi, disertai radiologi jika perlu.

Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi pada serviks penting untuk dilakukan dan menjadi sumber
diagnosis definitif. Peran pemeriksaan histopatologi pada polip melalui proses biopsi dapat
menentukan luaran tata laksana.
Setelah tindakan polipektomi, sampel diperiksa untuk mengeliminasi kemungkinan keganasan.
Gambaran polip serviks tipikal adalah hiperplasia epitel kolumnar yang tampak seperti
pertumbuhan polipoid dengan epitel mucinous jinak disertai kripta. Beberapa variasi lain berupa
struma longgar disertai edema dengan sel inflamatorik limfosit dominan dan sel plasma. Bisa
juga ditemukan gambaran fibrosis dan inflamatorik.28,29,35,37

Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada polip serviks tidak dilakukan secara rutin. Pemeriksaan ini
mungkin diperlukan untuk mengevaluasi dasar dari polip dan melengkapi hasil pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan radiologi dapat menunjukkan massa multikistik pada pemeriksaan MRI T2-
weighted dan cairan hipointense mengisi kista pada pemeriksaan MRI T1-weighted.29

Penatalaksanaan
Polip serviks yang utama adalah polipektomi. Medikamentosa dapat diberikan untuk
mengobati infeksi yang mendasari inflamasi kronis yang menyebabkan tumbuhnya polip.

Pembedahan
Manajemen polip serviks telah berubah dalam beberapa dekade terakhir. Tren yang ada
mengurangi prosedur yang bersifat invasif dan dulu dilakukan seperti polipektomi dengan
dilatasi dan kuretase di bawah anestesi umum. Prosedur tersebut dilakukan karena dahulu polip
endoserviks diduga mudah berubah menjadi keganasan. Seiring penelitian lanjutan, prosedur
invasif tersebut digantikan dengan tata laksana yang lebih tidak invasif, dan polipektomi bisa
dilakukan secara rawat jalan.31

Edukasi
Terkait polip serviks adalah bahwa lesi ini bersifat jinak, jarang berubah menjadi ganas,
dan dapat ditata laksana dengan mudah menggunakan polipektomi. Sampaikan pada pasien
bahwa penyebab polip serviks adalah multifaktorial. Adanya inflamasi kronis, seperti servisitis
akan meningkatkan risiko munculnya polip, sehingga servisitis perlu diobati adekuat. Selain itu,
polip dapat terlepas dengan sendirinya saat pasien berhubungan seksual atau saat menstruasi.
Untuk kepastian diagnosis, diperlukan ekstraksi polip dan dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Polip yang terlepas cenderung tidak tumbuh kembali di tempat yang sama, namun dapat tumbuh
polip lain di sekitarnya.41

Prognosis
Polip serviks cukup baik karena sebagian besar kasus bersifat jinak dan risiko
berkembang menjadi keganasan cukup kecil.

Komplikasi
Polip serviks jarang menimbulkan komplikasi yang berat. Komplikasi yang mungkin
terjadi adalah servisitis dan penyakit radang panggul akibat inflamasi kronis. Polip serviks juga
dapat bertambah besar. Risiko polip serviks berkembang menjadi keganasan dilaporkan kurang
dari 2%.
BAB 3

KESIMPULAN
Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secaraotonom,
lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari selnormal dalam bentuk
dan strukturnya.Tumor ganas pada alat reproduksi wanita dijumpai pada semua umur (18 ±
80tahun) dengan rat-rata puncaknya pada usia 50 tahun. .Dari berbagai penyakit yang mengenai
wanita, tumor ovarium dan intra-abdominal adalah yang paling sulit didiagnosis dan diobati.
Dengan demikian kasus-kasus biasanya ditemukan secara "pasif" di rumah sakit-rumah sakit,
sedangkan penemuan kasus dini di masyarakat masih menemukan kesulitan. Ovarium
merupakan tempat dimana lesi neoplastik dan non-neoplastik yang sering terjadi dan kelainan
yang paling penting adalah tumor.
Kista Bartholini merupakan tumor kistik jinak dan ditimbulkan akibat saluran Bartholini
yang mengalami sumbatan. Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti
infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi
maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya
sumbatan.Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan
kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Metode penanganan kista bartholini yaitu
insersi word catheter untuk kista dan abses kelenjar bartholini dan marsupialization untuk kista
kelenjar bartholini.
Kista Gartner dengan nama lain kista duktus Gartner atau kista Gartnerian adalah tumor
kistik vagina yang bersifat jinak, berasal dari sisa duktus Gartner (duktus epoophoron
longitudinalis) atau the embryonic mesonephros maupun sistim duktus Wolffian. Tumor ini
biasanya terdapat pada dinding vagina dan jarang terjadi terjadi pada daerah labia minora,
klitoris atau himen.11 Lokasi umum kista Gartner adalah bagian anterolateral puncak vagina.
Pada perabaan kista inibersifat kistik, dilapisi oleh dinding translusen tipis yang tersusun dari
epitel kuboid atau kolumner, baik dengan atau tanpa silia dan kadang-kadang tersusun dalam
beberapa lapisan ( stratified ). Tanda karakteristik kista ini terletak pada vulva bagian lateral dan
biasanya biasanya soliter serta berdinding tipis yang mengandung mengandung cairan jernih,
jernih, secara mikroskopis didapatkan epitel kuboid.
Cyst of the Canal of Nuck merupakan kista pada vulva yang jarang ditemukan, kista
tersebut timbul akibat dilatasi labia mayora dan labia minora serta akibat meluasnya kantung
peritoneal dari saluran inguinal ke dalam vulva, cairan peritoneal dapat terakumulasi pada
kantung peritoneal tersebut. Tatalaksana Penanganan yang dapat dilakukan dengan insisi dinding
anterolateral vagina dan eksisi untuk mengeluarkan kista dari sisa kanalis Wolfii.
Kista Nabothi (Kista Retansi) Epitel kelenjar endoserviks tersusun dari jenis kolumner
tinggi yang rentan terhadap infeksi.
Polip Serviks Merupakan penjuluran dari bagian endoserviks atau intramukosal serviks
dengan variasi eksternal atau region vaginal serviks.Polip ini bervariasi, dari tunggal hingga
multiple, berwarna merah terang, rapuh dan strukturnya menyerupai spons. Polip simptomatik
lebih sering terjadi pada wanita premenopause, sedangkan polip asimptomatik sering terjadi pada
wanita post menopause.
Mioma Serviks , dikarenakan otot polos di serviks jarang, sehingga tumor ini jarang
terjadi. Biasanya tumor ini bersifat soliter namun dapat tumbuh hingga ukuran besar sehingga
dapat memenuhi rongga pelvik dan menekan kandung kemih, rectum dan ureter.
Kejadian mioma uteri sebesar 20 – 40% pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun. Mioma
uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka patogenesa
mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor.Faktor-faktor yang menginisiasi
pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. Patologi Mioma uteri umumnya
bersifat multiple, berlobus yang tidak teratur maupun berbentuk sferis.Mioma uteri biasanya
berbatas jelas dengan miometrium sekitarnya, sehingga pada tindakan enukleasi mioma dapat
dilepaskan dengan mudah dari jaringan miometrium disekitarnya.
Ovarium Polikistik (stein-Leventhal Syndrom) Ditandai dengan pertumbuhan polikistik
ovarium kedua ovarium, amenore sekunder atau oligomenorea dan infertilitas.Diagnosis didasari
dnegan anamnesis dan pemfis.Riwayat menarke dan haid yang normal kemudian berubah
menjadi episode amenore yang semakin lama.Pemeriksaan yang dapat diandalakan adalah USG
dan laparoskopi.FSH biasnya normal, LH tinggi, rasio LH > FSH > 2.E tinggi/normal.Prolactin
normal atau tinggi.
Kistadenoma Ovarii Serosum Mencangkup sekitar 15-25% dari keseluruhan tumor jinak
ovarium.12-50% terjadi pada kedua ovarium.Ukuran kista antara 5-15 cm dan lebih kecil dari
rata-rata kistadenoma musinosum.Kista berisi cairan serosa, jernih kekuningan. Tumor ini
bilateral pada 5-7% kasus.Tumor ini merupakan tumor ukuran terbesar dari tumor dalam tubuh
manusia.Tumor ini asimtomatik dan sebagian besar pasien hanya merasakan penambahan berat
badan atau rasa penuh di perut.Cairan musin dapat mengalir ke kavum pelvik atau abdomen
melalui stroma ovarium sehingga terjadi akumulasi cairan musin intraperitoneal dan hal ini
dikenal sebagai pseudomiksoma peritonii.
Kista Dermoid Merupakan tumor terbanyak (10% dari total tumor ovarium) yang berasal
dari sel germinativum.Kista ini jarang mencapai ukuran besar, kista ini memiliki dinding
berwarna putih dan relative tebal berisi cairan kental dan berminyak karena dinding tumor
menganndung banyak kelenjar sebasea dan derivate ectodermal.Rasa penuh dan berat di perut
terjadi bila ukuran kista cukup besar.
Fibroma Tumor ini dikenal terkait dengan sindroma Meig’s.Mekanisme sindroma ini
belum diketahui secara pasti.Tidak seperti namanya, tumor ini tidak sepenuhnya berasal dari
jaringan ikat karena terdapat unsur germinal, tekoma dan transformasi kearah ganas seperti
tumor.Konsistensi tumor adalah kenyal, padat dengan permukaan yang halus dan rata.Dapat
disertai asites dan hidrotoraks yang merupakan paket sindrom Meig’s dan tanpa kedua gejala
tersebut maka tumor ini disebut fibroma ovarii.
Tumor Sel Granulosa Dikaitan dengan adanya produksi hormone estrogen dan dapat
menyebabkan pubertas prekok pada gadis muda dan menyebabkan hyperplasia adenomatosa dan
pendarahan pervaginam pada perempuan pasca menopous.
Tumor Endometroid Tumor ini sering dijumpai pada ovarium, ligamentum sakro uterine
dan rotundum, septum rektovaginalis, tunika serosa (uterus, tuba, rectum, sigmoid dan kandung
kemih) dll.Bentuk paling sering ditemukan adalah penonjolan berwarna merah kehitaman,
terutama pada ovarium dan bagian belakang dinding uterus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.


2. Norwitz, E., Schorge, J. (2008). At A Glance :Obstetri&Ginekologi. Edisi 2. Jakarta
:Erlangga.
3. Winkjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimdani, T. (2002). IlmuKandungan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo.
4. Blumstein, A Howard. 2005. Bartholin
GlandDiseases.http://www.emedicine.com/emerg/topic54.
5. Omole,FolashadeM.D. 2003. Management of Bartholin's Duct Cyst and Gland Abscess.
http://www. Aafp.org/afp/20030701/135.html.
6. Hill Ashley, M.D. 1998. Office Management of Bartholin Gland Cyst and Abscess.
http://www.fpnotebook.com/GYN 199.html
7. Stenchever MA. Comprehensive gynecology. 4th ed. St. Louis: Mosby,2001:482–6,645–6.
8. Hill DA, Lense JJ. Office management of Bartholin gland cysts and abscesses. Am Fam
Physician. 1998;57:1611–6.1619–20.
9. Rogers Smith MD (2008), Netter’s Obstetrics And Gynecology,
2nd Edition. Philadelphia: Elsevier
10. Anwar, Mochammad, Alli Baziad, dan R. Prajitno Prabowo. Ilmu Kandungan Ed. 3. 2011.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal 265
11. Pritchard, JA, McDonald PC, Gant.NE, The Anatomy of the Reproductive Tract of Women,
Williams Obstetrics 7th ed Norwalk. Practice Hall International Inc 1985, P.29-30.
12. Hagspiel KH, Giant Gartner Duct Cyst, Magnetic Resonance Imaging Finding, Abdom
Imaging 1995, 20 : 566-8.
13. Supriadi, et al. Kista gartner pada Labia Minora Seorang Anak, dalam : Kumpulan Naskah
Ilmiah Kongres Nasional IX, PERDOSKI, Surabaya 1999, 8-11 juli
14. Memarzadeh S, Broder MS, Wexler AS, Pernoll ML. Leiomyoma of the uterus. In: Current
obstetric & Gynecologic diagnostic & treatment, Decherney AH, Nathan L, editors. Ninth
edition. Lange Medical Books, New York, 2003.p: 693 – 701.
15. Thompson JD, Rock JA. Leiomyomata uteri and myomectomy. In: Te Linde’s Operative
Gynecology, Rock JA, Thompson JD, editors. Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia,
1997. p: 731 – 70.
16. Wattiez A, Cohen SB, Selvaggi L. Laparoscopy hysterectomy. Curr Opin Obstet Gynecol
2002;14:417 – 22.
17. Benda JA. Pathology of smooth muscle tumor of the uterine corpus. Clin Obstet and Gynecol
2001;44:350 – 63.
18. Guaraccia MM, Rein MS. Traditional surgical approaches to uterine fibroids: abdominal
myomectomy and hysterectomy. Clin Obstet and Gynecol 2001;44:385 – 400.
19. Stoval DW. Clinical symptomatology of uterine leiomyoma. Clin Obstet Gynecol
2001;44:364 - 71
20. Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi kedua. Media Aesculapius, Jakarta, 2003. p: 151
– 57.
21. Hurst BS, Matthews ML, Marshburn PB. Laparoscopic myomectomy for symptomatic
uterine myomas. Fertil Steril 2005;83(1): 1 – 22.
22. Namnoum AB, Murphy AA. Diagnostic and operative laparoscopy. In: Te Linde’s Operative
Gynecology, Rock JA, Thompson JD, editors. Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia,
1997.p: 389 – 413.
23. Falcone T. Bedaiwy MA. Minimally invasive management of uterine fibroids. Curr Opin
Obstet Gynecol 2002;14:401 – 07.
24. Tulandi T. Modern surgical approaches to female reproductive tract. Hum Reprod Update
1996;2(5):419 – 427.
25. Thompson JD, Warshaw J. Hysterectomy. In: Te Linde’s Operative Gynecology, Rock JA,
Thompson JD, editors. Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia, 1997.p: 771 -854.
26. Goldfarb HA. Removing uterine fibroids laparoscopically. Available at:
http://www.obgyn.net
27. Prawirahardjo S. Ilmu Kandungan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo; 2005.
28. Gopalan U, Rajendiran S, Karnaboopathy R. Clinicopathological analysis of cervical polyps.
Int. J. Reprod. Contracept. Obstet. Gynecol. 2017;6:1526.
29. Ota K, Sato Y, Shiraishi S. Giant Polyp of Uterine Cervix: A Case Report and Brief
Literature Review. Gynecol. Obstet. Case Rep. 2017;03. http://gynecology-
obstetrics.imedpub.com/giant-polyp-of-uterine-cervix-a-case-report-and-brief-literature-
review.php?aid=19211
30. Gothwal M, Singh P, Bharti JN, Yadav G, Solanki V. Giant Cervical Angiomyomatous
Polyp Masquerading Third-Degree Uterine Prolapse: A Rare Case with Review of
Literature. Int. J. Appl. Basic Med. Res. 2019;9:256–8.
31. Nelson AL, Papa RR, Ritchie JJ. Asymptomatic Cervical Polyps: Can We Just Let them
Be? Womens Health 2015;11:121–6.
32. Levy RA, Kumarapeli AR, Spencer HJ, Quick CM. Cervical polyps: Is histologic
evaluation necessary? Pathol. - Res. Pract. 2016;212:800–3.
33. Tanos V, Berry KE, Seikkula J, Abi Raad E, Stavroulis A, Sleiman Z, et al. The
management of polyps in female reproductive organs. Int. J. Surg. 2017;43:7–16
34. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks.
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines_read.php?id=2&cancer=2
35. Sidhalingreddy S, Biradar S, Akhila A, V. D. D. CLINICOPATHOLOGICAL
ANALYSIS OF POLYPOID LESIONS OF CERVIX. J. Evol. Med. Dent. Sci.
2013;2:2563–70.
36. Nowakowski A, Cybulski M, Buda I, et al. Cervical Cancer Histology, Staging and
Survival before and after Implementation of Organised Cervical Screening Programme in
Poland. PLoS One. 2016;11(5):e0155849. Published 2016 May 19.
doi:10.1371/journal.pone.0155849
37. Nguyen KHD. Benign Cervical Lession. Medscape, 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/264966-overview#a6
38. Fukuta K, Yoneda S, Yoneda N, Shiozaki A, Nakashima A, Minamisaka T, et al. Risk
factors for spontaneous miscarriage above 12 weeks or premature delivery in patients
undergoing cervical polypectomy during pregnancy. BMC Pregnancy Childbirth
2020;20:27.
39. Hamadeh S, Addas B, Hamadeh N, Rahman J. Conservative Management of Huge
Symptomatic Endocervical Polyp in Pregnancy: A Case Report. Afr J Reprod Health.
2018 Jun;22(2):88-90. doi: 10.29063/ajrh2018/v22i2.10
40. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi
Menular Seksual.2015
41. Cervical Polyps - Harvard Health. https://www.health.harvard.edu/a_to_z/cervical-
polyps-a-to-z

Anda mungkin juga menyukai