Anda di halaman 1dari 25

Bagian Obstetri dan Ginekologi REFERAT

RSU Anutapura Palu SEPTEMBER 2019


Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

POLYCYSTIC OVARIAN SYNDROME

Disusun Oleh :
Moh. Sahrul Siddiq
N 111 17 105

Pembimbing Klinik :
dr. Heryani Hs. Parewasi, Sp.OG., M.Kes

DI BUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Moh. Sahrul Siddiq

No. Stambuk : N 111 17 105

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Judul Referat : Polycystic Ovarian Syndrome

Bagian : Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Bagian Ilmu Kandungan dan Penyakit Kandungan

RSUD Undata Palu

Fakultas Kedokteran

Universitas Tadulako

Palu, September 2019

Pembimbing Klinik Ko – Assisten

dr. Heryani Hs. Parewasi, Sp.OG, M.Kes Moh. Sahrul Siddiq

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................. 1


LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................. 3
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 5


1.1. Latar Belakang ................................................................................... 5
1.2. Tujuan................................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 7


2.1 Definisi ............................................................................................. 7
2.2 Epidemiologi .................................................................................... 8
2.3 Etiologi ............................................................................................. 9
2.4 Patofisiologi ..................................................................................... 11
2.5 Manifestasi Klinis ............................................................................ 15
2.6 Penegakkan Diagnosis ..................................................................... 16
2.7 Diagnosis Banding ........................................................................... 19
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................... 19
2.9 Komplikasi ....................................................................................... 21
2.10 Prognosis .......................................................................................... 22

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 24


3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 24
3.2 Saran ................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 25

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Polycistyc Ovary .......................................................................... 8

Gambar 2. Bagan Patogenesis PCOS ............................................................. 13

Gambar 3. USG pada Ovarium dengan PCOS............................................... 17

Gambar 4. Laparoskopi pada kasus PCOS .................................................... 18

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS), juga disebut sebagai
hiperandrogenik anovulasi (HA), atau sindrom Stein-Leventhal adalah salah
satu gangguan sistem endokrin yang paling umum yang mempengaruhi
wanita dalam usia reproduksi. Dijelaskan sejak 1935 oleh Stein dan
Leventhal (1935), ini menggambarkan suatu kondisi di mana perkiraan 10
kista kecil dengan diameter berkisar antara 2 sampai 9 mm berkembang
pada satu atau kedua ovarium dan/atau volume ovarium dalam setidaknya
satu ovarium melebihi 10 ml. Skrining wanita secara sistematik sesuai
dengan kriteria diagnostik National Institutes of Health (NIH)
memperkirakan bahwa 4–10% wanita usia reproduksi menderita PCOS.
Meskipun sebelumnya dianggap sebagai kelainan wanita dewasa, bukti
terbaru menunjukkan bahwa PCOS adalah sindrom seumur hidup,
bermanifestasi sejak usia prenatal. Bahkan, menurut kriteria diagnostik
Rotterdam, prevalensi PCOS pada remaja bervariasi antara minimal 3% dan
maksimum 26%. Namun, prevalensi penyakit pada anak-anak masih
dianggap tidak diketahui.1
Beban ekonomi PCOS sangat besar. Sekitar 4 miliar dolar dihabiskan
setiap tahun di Amerika Serikat untuk menyaring penyakit dan mengobati
berbagai morbiditasnya, termasuk hirsutisme, infertilitas, dan diabetes
mellitus. Sistem Kesehatan Australia menghabiskan lebih dari 800 juta dolar
setiap tahun untuk menjelaskan penyakit ini. Pasien dengan PCOS dua kali
lebih mungkin dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan pasien tanpa
PCOS. Oleh karena itu, diagnosis PCOS yang akurat dan dini diperlukan
tidak hanya untuk mencegah komorbiditas kesehatan di masa depan tetapi
juga untuk mengurangi biaya dan beban keuangan.1
Untuk Indonesia, belum ada data resmi yang menunjukkan jumlah
penderita sindrom polikistik karena tidak adanya kejelasan dalam pelaporan
5
dan pencacatan kasusnya. Namun, sebagai gambaran di RS Dharmais
ditemukan kira-kira 30 penderita setiap tahunnya. Data hasil penelitian di
RSU Raden Mattaher, Jambi terdapat 47 orang yang menderita kista
ovarium dari tahun 2009 – 2010. Di RSUP H. Adam Malik, Medan terdapat
jumlah seluruh penderita kista ovarium tahun 2008 – 2009 sebanyak 47
orang. Di Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan dari bulan Januari 2010
sampai dengan Oktober 2010 penderita kista ovarium pada wanita usia
subur berjumlah 34 orang, sementara di Rumah Sakit ST. Elisabeth, Medan,
data seluruh penderita kista ovarium yang diperoleh terdapat 116 orang
penderita pada tahun 2008 – 2012.5
Meskipun angka kejadian PCOS dijumpai cukup tinggi pada wanita
usia reproduktif, penyebab pastinya hingga kini belum banyak diketahui.6
Oleh karena SOPK sering menunjukkan beragam manifestasi klinis maka
pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat
ditegakkan seakurat mungkin, dengan demikian penatalaksanaan yang
diberikan dapat serasional mungkin dan bermanfaat baik secara
medikamentosa ataupun operatif

1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan refarat ini adalah untuk
mengetahui dan mempelajari mengenai polycystic ovarian syndrome, serta
bagaimana penanganan yang tepat untuk pasien dengan kondisi ini.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Polycystic ovary syndrome (PCOS) adalah kelainan endokrin wanita
yang ditandai dengan peningkatan kadar androgen, disfungsi ovulasi, dan
morfologi ovarium polikistik, serta konstelasi fitur klinis klasik yang
mungkin termasuk obesitas, hirsutisme, alopecia, jerawat, menstruasi yang
tidak teratur, infertilitas, dan tekanan darah tinggi. Stein dan Leventhal
pertama kali menggambarkan PCOS pada tahun 1935 ketika mereka
melaporkan serangkaian tujuh pasien wanita yang mengalami ovarium
kistik, amenore, dan pertumbuhan rambut terminal yang abnormal. Sejak
saat itu, diagnosis PCOS di kalangan wanita usia reproduksi telah menjadi
hal yang lumrah, dengan hingga 10 persen wanita yang datang ke klinik
ginekologi mengunjungi kriteria untuk diagnosis.2
Sindrom ovarium polikistik didefinisikan sebagai kumpulan gejala
yang ditandai dengan adanya proses anovulasi (tidak keluarnya ovum)
kronis disertai perubahan endokrin (seperti hiperinsulinemia dan
hiperandrogenemia).6 Sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah penyakit
endokrin yang terutama mempengaruhi wanita dalam usia reproduktif.7
Gambaran umum Penyakit ovarium polikistik ditandai dengan
pertumbuhan polikistik ovarium pada kedua ovarium, amenorea sekunder
atau oligomenorea, dan infertilitas. Sekitar 50% pasien mengalami
hirsutisme dan obesitas. Gangguan ini terjadi pada perempuan berusia 15 -
30 tahun. Banyak kasus infertilitas terkait dengan sindroma ini. Tampaknya
hal ini berhubungan dengan disfungsi hipotalamus.8

7
Gambar 1. Polycystic Ovary

2.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sindrom ovarium polikistik (PCOS) adalah salah
satu gangguan endokrin yang paling umum pada wanita usia reproduksi,
dengan prevalensi 4-12%. Hingga 10% wanita didiagnosis menderita PCOS
selama kunjungan ginekologis. Dalam beberapa penelitian di Eropa,
prevalensi PCOS telah dilaporkan 6,5-8%.3
Banyak variasi etnis dalam hirsutisme diamati. Sebagai contoh, wanita
Asia (Asia Timur dan Tenggara) memiliki hirsutisme yang lebih sedikit
daripada wanita kulit putih yang diberi nilai androgen serum yang sama.
Dalam sebuah penelitian yang menilai hirsutisme pada wanita Cina Selatan,
para peneliti menemukan prevalensi 10,5%. Pada wanita kurus, ada
peningkatan yang signifikan dalam kejadian jerawat, ketidakteraturan
menstruasi, ovarium polikistik, dan akantosis nigricans.3
PCOS memengaruhi wanita premenopause, dan usia onset paling
sering perimenarkal (sebelum usia tulang mencapai 16 tahun). Namun,
pengakuan klinis dari sindrom ini mungkin tertunda oleh kegagalan pasien
dalam memperhatikan menstruasi yang tidak teratur, hirsutisme, atau gejala

8
lain atau oleh tumpang tindih temuan PCOS dengan pematangan fisiologis
normal selama 2 tahun setelah menarche. Pada wanita kurus dengan
kecenderungan genetik untuk PCOS, sindrom ini mungkin cepat terlihat
ketika mereka kemudian bertambah berat badan.3

2.3. Etiologi
Wanita dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS) memiliki kelainan
pada metabolisme androgen dan estrogen dan dalam kontrol produksi
androgen. Konsentrasi hormon androgenik serum yang tinggi, seperti
testosteron, androstenedion, dan dehydroepiandrosterone sulfate (DHEA-S),
dapat ditemukan pada pasien ini. Namun, variasi individu cukup besar, dan
pasien tertentu mungkin memiliki kadar androgen normal.3
PCOS juga dikaitkan dengan resistensi insulin perifer dan
hiperinsulinemia, dan obesitas memperkuat derajat kedua kelainan tersebut.
Resistensi insulin pada PCOS dapat menjadi sekunder akibat defek
postbinding pada jalur pensinyalan reseptor insulin, dan kadar insulin yang
meningkat mungkin memiliki efek peningkatan gonadotropin pada fungsi
ovarium. Hiperinsulinemia juga dapat menyebabkan penindasan generasi
hati dari globulin pengikat hormon seks (SHBG), yang pada gilirannya
dapat meningkatkan androgenicity.3
Selain itu, resistensi insulin pada PCOS telah dikaitkan dengan
adiponektin, hormon yang dikeluarkan oleh adiposit yang mengatur
metabolisme lipid dan kadar glukosa. Wanita kurus dan obesitas dengan
PCOS memiliki tingkat adiponektin yang lebih rendah daripada wanita
tanpa PCOS.3
Mekanisme yang diusulkan untuk anovulasi dan peningkatan kadar
androgen menunjukkan bahwa, dibawah efek stimulasi yang meningkat dari
hormon luteinizing (LH) yang disekresikan oleh hipofisis anterior, stimulasi
sel-sel teka ovarium meningkat. Sel-sel ini, pada gilirannya, meningkatkan
produksi androgen (misalnya, testosteron, androstenedion). Karena
penurunan kadar follicle-stimulating hormone (FSH) relatif terhadap LH, sel
9
granulosa ovarium tidak dapat mengaromisasi androgen menjadi estrogen,
yang mengarah pada penurunan kadar estrogen dan akibatnya terjadi
anovulasi. Hormon pertumbuhan (GH) dan insulin-like growth factor-1
(IGF-1) juga dapat meningkatkan efek pada fungsi ovarium.3
Penyebab terbanyak SPOK adalah akibat adanya gangguan
hormonal berupa resistensi insulin, adanya deposit lemak sentral (obesitas)
dan Diabetes Melitus tipe 2 sering dianggap berhubungan dengan kejadian
SOPK pada wanita usia subur.9
Beberapa gen mungkin memainkan peran dalam patogenesis SOPK,
antara lain adalah gen CYP11a dan gen reseptor insulin pada
kromosom19p13.2. Gen CYP11a, ditemukan pada sel teka ovarium
manusia, mengkodekan kolesterol side-chain cleavage enzyme.9
Kebanyakan kasus SOPK ditransmisikan secara genetik, akan tetapi
faktor lingkungan juga dapat terlibat karena SOPK juga dapat didapatkan
dengan adanya eksposur terhadap androgen yang berlebihan. Hormon
androgen ini mengalami aromatisasi di jaringan perifer menjadi estrogen,
menyebabkan ketidakseimbangan sekresi Luteinizing Hormon (LH) dan
Follicle Stimulating Hormone (FSH) pada tingkat pituitari yang
menyebabkan hipersekresi endogenous LH.10
LH ini sangat kuat menstimulasi produksi androgen didalam ovarium.
Insulin seperti juga LH menstimulasi langsung biosintesis hormon steroid di
ovarium, terutama androgen ovarium. Lebih lanjut, insulin menyebabkan
menurunnya produksi Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) di dalam
hati, yang menyebabkan meningkatnya kadar androgen bebas. Dengan
demikian kedua jalur diatas akan menstimulasi sel theka dari ovarium
sehingga terjadi peningkatan produksi androgen dari ovarium yang
menyebabkan terganggunya folikulogenesis, kelainan siklus haid dan
oligo/anovulasi kronik. 10

10
2.4. Patofisiologi
Temuan abnormal pada PCOS adalah hasil dari hiperandrogenisme
ovarium dan resistensi insulin. Bukti menunjukkan bahwa
hiperandrogenisme ovarium pada PCOS adalah akibat dari disfungsi
ovarium primer dan sekunder akibat aktivitas gonadotropin yang tidak
teratur. Meskipun tidak termasuk dalam kriteria diagnostik untuk PCOS,
peningkatan kadar hormon luteinizing serum (LH) pada pasien yang terkena
karena sekresi yang tidak tepat telah lama diakui. LH adalah ligan untuk
reseptor LH pada sel teka ovarium yang bertanggung jawab untuk produksi
androgen ovarium. Studi asosiasi genome dilakukan pada subjek
hiperandrogenik dengan PCOS mengungkapkan signifikansi lebar genome
untuk pemetaan lokus untuk chr 11p14.1 di wilayah hormon perangsang
folikel beta polipeptida (FSHB). Polimorfisme nukleotida tunggal ini
dikaitkan dengan kadar LH yang mengakibatkan peningkatan rasio LH:
FSH yang sering terlihat pada PCOS, memberikan dukungan lebih lanjut
untuk hipotesis bahwa sekresi gonadotropin yang tidak teratur pada PCOS
menyebabkan hiperandrogenisme sekunder. Ketidakseimbangan
gonadotropin ini mendukung lingkungan androgen intraovarian berlebihan
di bawah pengaruh LH, dan gangguan folikulogenesis yang mengakibatkan
anovulasi karena defisiensi FSH relatif.4
Bukti juga menunjukkan bahwa hiperandrogenisme ovarium yang
terlihat pada PCOS adalah primer, dengan steroidogenesis ovarium
abnormal melalui ekspresi berlebih dari gen CYP17 yang bertanggung
jawab untuk biosintesis androgen, serta peningkatan ekspresi reseptor LH,
yang berpotensi membuat sel-sel teka ovarium lebih sensitif terhadap
stimulasi LH. Hiperandrogenisme ovarium tampaknya memainkan peran
dalam penampilan ovarium polikistik pada USG dan penangkapan folikel
dan anovulasi yang lazim pada PCOS. Fenotip ovarium dapat dihasilkan
dari androgen endogen atau eksogen, seperti yang ditunjukkan dalam
temuan ultraosonografik yang sama dan studi profil ekspresi gen pada

11
ovarium wanita dengan PCOS dan ovarium individu transgender (wanita ke
pria) yang diobati dengan androgen.4
Bukti peran resistensi insulin dalam patofisiologi PCOS dan
hiperandrogenisme ovarium ditunjukkan secara tidak langsung oleh temuan
hiperandrogenisme pada subjek wanita dengan sindrom resistensi insulin
tipe A, gangguan yang ditandai oleh mutasi pada gen reseptor insulin.
Insulin berkontribusi pada hiperandrogenisme biokimia dan klinis dengan
secara langsung meningkatkan produksi androgen ovarium sel teka
bersamaan dengan LH, dan secara tidak langsung dengan menurunkan
globulin pengikat hormon seks, protein pembawa yang bertanggung jawab
untuk mengurangi kadar testosteron bebas yang beredar. Tingginya
prevalensi gangguan toleransi glukosa dan diabetes tipe 2 pada wanita
dengan PCOS telah mendorong para peneliti untuk mempertimbangkan
peran sensitizer insulin dalam mengobati PCOS.4
Perubahan dalam pulsasi hormon gonadotropin-releasing (GnRH)
menyebabkan preferensial produksi hormon luteinizing (LH) dibandingkan
dengan hormon perangsang folikel (FSH). LH menstimulasi produksi
androgen ovarium, sedangkan kekurangan FSH relatif mencegah
rangsangan yang memadai dari aktivitas aromatase dalam sel granulosa,
sehingga mengurangi konversi androgen ke estrogen estradiol yang poten.
Peningkatan kadar androgen intrafollicular menghasilkan atresia folikel.
Kekurangan hasil folikuler menyebabkan anovulasi dan oligo-amenorea
berikutnya. Peningkatan serum androgen (terutama androstenedione) diubah
di pinggiran estrogen (terutama estrone). Seperti konversi terjadi terutama di
stroma sel-sel jaringan adiposa, produksi estrogen akan ditambah pada
pasien PCOS obesitas. Konversi ini menghasilkan umpan balik kronis di
hipotalamus dan kelenjar pituitari, berbeda dengan fluktuasi normal pada
umpan balik yang diamati di hadapan folikel yang berkembang dan tingkat
estradiol yang berubah dengan cepat.6

12
Gambar 2. Bagan Patogenesis PCOS

Penyebab peningkatan pengeluaran LH dari hipofi sis dan peningkatan


sintesis hormon steroid seks di ovarium masih belum diketahui. Kadar
hormon androgen yang tinggi menyebabkan kapsul ovarium fibrotik,
hirsutisme, akne, seboreik, pembesaran klitoris, dan pengecilan payudara.
Pada perempuan dengan PCOS, tidak dijumpai gangguan sintesis estrogen,
tetapi justru ditemukan produksi estrogen yang tinggi yang meningkatkan
risiko terkena kanker endometrium dan payudara. Penelitian terakhir tentang
sindrom ovarium polikistik mengungkap adanya hubungan antara
hiperinsulinemia dengan peningkatan kadar testosteron plasma. Pengeluaran
13
insulin memicu sekresi testosteron dari ovarium dan menghambat sekresi
sex hormone binding globulin (SHBG) dari hati.6
Stimulasi estrogen yang tidak didukung dari endometrium dapat
menyebabkan endometrium hiperplasia. Peningkatan resistensi insulin telah
dikaitkan dengan beberapa gangguan termasuk diabetes mellitus tipe 2,
hipertensi, dislipidemia, dan kardiovaskular penyakit. Resistensi insulin
karena kelainan genetik dan / atau peningkatan jaringan adiposa
berkontribusi pada atresia folikel di ovarium serta perkembangan acanthosis
nigricans di kulit. Insulin menstimulasi sintesis dan sekresi VLDL dalam
hati yang menyebabkan hipertrigliseridemia, yang pada gilirannya
meningkatkan akumulasi lipoprotein pasca-prandial (LDL, VLDL) dalam
plasma dengan menurunkan kolesterol HDL.6
Wanita dengan PCOS menunjukkan penurunan kadar hormon-
mengikat globulin (SHBG) seks. Glikoprotein ini, diproduksi di hati,
mengikat sebagian besar steroid seks. Karena produksi SHBG yang ditekan,
androgen yang bersirkulasi lebih sedikit terikat dan dengan demikian lebih
banyak tetap tersedia untuk mengikat dengan reseptor ujung-organ. Hal ini
menyebabkan beberapa wanita dengan PCOS akan memiliki total
testosteronelevels dalam kisaran normal, tetapi akan menjadi
hiperandrogenik klinis karena kadar testosteron bebas yang tinggi.
Peredaran estrogen yang tidak terikat dapat menyebabkan endometrium
yang lebih tinggi.6
Di beberapa daerah rambut, androgen merangsang kelenjar sebaceous,
dan peningkatan sebum dapat menyebabkan jerawat. Di area lain, folikel
vellus merespon androgen dan diubah menjadi folikel terminal, mengarah ke
hirsutisme. Di bawah pengaruh androgen, rambut terminal yang tidak
sebelumnya tergantung pada androgen kembali ke bentuk vellus dan hasil
botak.6
Wanita dengan PCOS dianggap berisiko mengalami keguguran
setelah konsepsi spontan atau dibantu. Tingkat kehilangan kehamilan dini

14
dilaporkan tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada wanita normal (30-50%
pada PCOS vs 10-15% pada wanita normal).6
Temuan konsentrasi prorenin tinggi pada folikel manusia yang belum
matang dan atretik, dibandingkan dengan yang matang, menunjukkan
kemungkinan peran renin dalam disfungsi ovarium. Menariknya, dalam
jaringan ovarium dari subjek PCOS, pewarnaan imunohistokimia renin yang
meningkat, terlokalisasi pada sel granulosa dan sel teka, menunjukkan peran
renin dalam PCOS. Mengikat renin / prorenin ke umum reseptor
menyebabkan peningkatan aktivitas renin, peningkatan inhibitor
plasminogen inhibitor-1 produksi dan menginduksi hipertrofi seluler dan
fibrosis vaskular. Temuan ini menunjukkan bahwa negara hyperreninemic
memainkan peran penting dalam pengembangan kerusakan organ akhir.6

2.5. Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang dapat timbul berupa:8
1. Disfungsi menstruasi
Disfungsi menstruasi pada wanita PCOS dapat berkisar dari amenorhea
hingga oligomenorhea hinggaepisodik menometrorhagia dengan anemia
pajanan dari estrogen yang terus menerus yang tidak di halangi oleh efek
dari post ovulasi progesteron menghasilkan stimulasi mitogenik yang
konstan dari endometrium. Ketidakstabilan dari penebalan endometrium
menyebabkan pola perdarahan yang tidak dapat di prediksi.9
2. Hiperandrogenisme: peningkatan massa otot, alopesia androgenik,
pendalaman suara, dan klitoromegali.
3. Hirsutisme. Hirsutisme harus dibedakan dari hipertrikosis, yaitu
peningkatan lanugo secara umum, yaitu rambut yang lembut berpigmen
ringan yang terkait dengan beberapa obat dan keganasan.9
4.
Jerawat. Pada wanita dengan androgen berlebih terjadi overstimulasi
dari reseptor androgen di unit pilosebaceousyang menyebabkan
peningkatan produksi sebum yang pada akhirnya menyebabkanterjadi

15
inflamasi dan komedo. Inflamasi menyebabkan efek jangka panjang
yangutama dari parut acne.9
5. Resistensi insulin: Tes Toleransi Glukosa Gangguan dan Diabetes
Mellitus Tipe 2.
6. Acanthosis nigricans.
7. Dislipidemia.
8. Infertilitas.
9. Keguguran.

2.6. Penegakkan Diagnosis


Diagnosis penyakit ini dibuat berdasarkan anamnesis yang mengarah
pada beberapa gejala dan pemeriksaan fisik terarah. Riwayat menarke dan
haid yang normal kemudian berubah menjadi episode amenorea yang
semakin lama. Pembesaran ovarium dapat di palpasi pada sekitar 50%.
Terjadi peningkatan 17-ketosteroid dan LH tetapi tidak di temukan fase
lonjakan FH (LH surge) yang akan menjelaskan mengapa tidak terjadi
ekskresi estrogen, FSH, dan ACTH masih dalam batas normal. Pemeriksaan
yang dapat di andalkan adalah USG dan laparoskopi. FSH biasanya normal
LH tinggi rasio LH > FSH > 2. E tinggi/normal prolaktin normal atau
tinggi.8
Perlu dibedakan antara PCOS simtomatik dan PCOS asimtomatik.
Pada sindrom ovarium polikistik, selalu dijumpai ovarium yang membesar.
Pembesaran ovarium ini dapat dengan mudah dideteksi dengan
ultrasonografi /USG (kepekaan 95%). Pemeriksaan baku emas untuk
menegakkan diagnosis sindrom ovarium polikistik adalah laparoskopi.
Dengan USG, ditemukan PCOS pada sekitar 25% populasi wanita normal.
Analisis pemeriksaan hormonal untuk menentukan apakah itu LH, FSH,
prolaktin, atau testosteron, sangat tergantung dari gambaran klinis. Pada
wanita dengan amenorea, perlu dilakukan pengukuran kadar FSH dan
prolaktin. Kadar FSH yang tinggi mengambarkan adanya kegagalan

16
ovarium, sedangkan kadar prolaktin yang tinggi mengambarkan adanya
tumor hipofisis (prolaktinoma).6
Bila ditemukan kadar FSH dan prolaktin yang normal, perlu dilakukan
USG dan uji dengan progesteron (uji P). Hasil uji P akan menjadi negatif
pada wanita dengan amenorea hipotalamik dan hasil ultrasonografi
menggambarkan adanya ovarium polikistik. PCOS, hasil uji P pada
umumnya positif. Pada wanita dengan wajah dan badan yang ditumbuhi
rambut (hirsutisme), dianjurkan melakukan pemeriksaan testosteron dan
dehidroepiandosteron sulfat (DEAS) untuk mengetahui apakah terdapat
tumor di ovarium dan suprarenal. Kadar DEAS yang tinggi menggambarkan
adanya tumor di kelenjar suprarenal. Kadang-kadang, perlu juga dilakukan
pemeriksaan hormon 17-alfa hidroksi progesteron; kadarnya yang tinggi
menandakan adanya hiperplasia adrenal kongenital (defisiensi enzim 21-
hidroksilase).6

Gambar 3. USG pada ovarium dengan PCOS

17
Gambar 4. laparoskopi pada kasus PCOS

Diagnosis dapat dibuat ketika setidaknya dua dari tiga kriteria berikut
terpenuhi:11
a. Ovarium
- 12 atau lebih folikel terlihat pada setidaknya satu ovarium, atau
- Ukuran satu atau kedua ovarium meningkat
b. Androgen
- Kadar hormon pria yang tinggi (androgen) di dalam darah
(hyperandrogenism)
- Gejala yang menunjukkan tingginya kadar hormon pria
(mis.pertumbuhan rambut berlebih dan jerawat)
c. Masalah menstruasi
- Kurangnya periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi dan /
atau berkurangnya ovulasi.
Ovarium polikistik membesar secara bilateral dan memiliki kapsul
yang halus dan menebal yang bersifat avaskular. Pada potongan, folikel
subkapsular dalam berbagai tahap atresia terlihat di bagian perifer ovarium.
Fitur ovarium yang paling mencolok dari PCOS adalah hiperplasia sel
stroma teka di sekitar folikel yang ditahan. Pada pemeriksaan mikroskopis,
sel-sel teka luteinisasi terlihat.3
18
2.7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari polycystic ovarian syndrome sebagai berikut:
1. Defisiensi Dehydrogenase 3-Beta-Hydroxysteroid
2. Akromegali
3. Pencitraan Karsinoma Adrenal
4. Amenorea
5. Hiperplasia Adrenal Bawaan
6. Gigantisme dan Akromegali
7. Hiperprolaktinemia
8. Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis
9. Hipotiroidisme
10. Sindrom Cushing Iatrogenik
11. Tumor Ovarium

2.8. Penatalaksanaan
Klomifen sitrat 50-100 mg per hari untuk 5 – 7 hari per siklus.
Beberapa praktisi juga menambahkan hCG untuk memperkuat efek
pengobatan. Walaupun reseksi baji (wedge) cukup menjanjikan, hal tersebut
jarang di lakukan karena dapat terjadi perlengketan periovarial. Karena
endometrium lebih banyak terpapar oleh estrogen, maka di anjurkan juga
untuk memberikan progesteron (LNG, desogestrel, CPA).8
Bagi wanita yang belum ingin memiliki anak, cukup diobati dengan
pil kontrasepsi kombinasi oral, yang di Indonesia terkenal dengan sebutan
”pil KB”. Pil KB yang sering digunakan adalah jenis pil kombinasi yang
mengandung estrogen dan progesteron sintetik. Penggunaan pil KB ini
bertujuan untuk menekan fungsi ovarium, sehingga sekresi hormon
testosteron menurun. Komponen estrogen yang terdapat dalam pil
kontrasepsi akan memicu terjadinya produksi SHBG di hati. Hormon SHBG
yang tinggi tersebut akan mengikat lebih banyak lagi testosteron di dalam
darah. Komponen progesteron yang terdapat dalam pil kontrasepsi akan
mencegah terjadinya hiperplasia endometrium.8
19
Pada wanita dengan gejala dan tanda hirsutisme, lebih dianjurkan
pemberian pil kontrasepsi yang mengandung hormon antiandrogen
siproteron asetat (SPA); siproteron asetat dapat juga diberikan tidak dalam
bentuk pil kombinasi. Siproteron asetat termasuk jenis hormon progestogen
alamiah yang sangat kuat efek antiandrogeniknya. Namun, di negara seperti
Indonesia, kaum perempuan masih menganggap bahwa pil kontrasepsi
banyak efek sampingnya sehingga penggunaannya kurang disukai.
Pengobatan utama pada semua wanita dengan sindrom ovarium polikistik
yang kegemukan adalah menurunkan berat badan. Dengan cara yang
sederhana ini kadang-kadang proses ovulasi dapat terjadi secara spontan.
Bila dengan menurunkan berat badan tetap tidak terjadi proses ovulasi, perlu
diberi obat-obat pemicu ovulasi, seperti klomifen sitrat, atau FSH murni.
Pada semua wanita yang ingin mempunyai anak, pengobatannya adalah
pemberian obat-obat pemicu proses ovulasi. Namun, selama kadar LH
masih tinggi, akan sangat sulit terjadi proses ovulasi, apalagi kehamilan.
Dewasa ini, mulai dicoba pengobatan sindrom ovarium polikistik dengan
analog gonadotropin-releasing hormone (GnRH). Cara ini adalah cara
pengobatan yang dapat menekan tingginya kadar LH dalam waktu relatif
cepat. Selain itu, pemberian analog GnRH menekan fungsi ovarium dengan
kuat sehingga produksi testosteron di ovarium tertekan. Keuntungan lain
penggunaan GnRH analog adalah bahwa hormon ini tidak begitu kuat
menekan pengeluaran FSH (follicle-stimulating hormone) dan sintesis
prolaktin. FSH sangat dibutuhkan untuk pematangan folikel di ovarium,
sedangkan prolaktin dibutuhkan untuk membantu sintesis progesteron di
korpus luteum. Penurunan kadar progesteron darah yang signifi kan sering
menyebabkan terjadinya keguguran (abortus). Tidak dijumpai adanya
perbedaan angka kejadian kehamilan yang bermakna pada semua jenis
pengobatan yang diuraikan di atas.8
Tindakan pembedahan atau operatif berupa eksisi baji sudah mulai
ditinggalkan dan diganti dengan tindakan elektrodiatermi pada setiap folikel
yang terlihat (drilling). Cara ini dapat dilakukan dengan teknik laparoskopi.
20
Namun, dalam konteks terjadinya proses kehamilan, ternyata tidak dijumpai
perbedaan bermakna antara penggunaan obat-obat pemicu proses ovulasi
maupun penggunaan analog GnRH.8
Tindakan drilling pada perempuan dengan sindrom ovarium polikistik
ini mulai diperdebatkan di kalangan ahli. Banyak dilaporkan kasus
menopause dini akibat kerusakan folikel saat tindakan drilling. Karena itu,
perlu kehati-hatian dan kompetensi operator yang cukup dalam melakukan
tindakan drilling ini. Cara lain untuk menekan produksi testosteron di
folikel-folikel kecil ialah dengan memberikan preparat analog GnRH yang
mempunyai efek sangat kuat menekan sintesis testosteron dan hampir tidak
pernah menyebabkan komplikasi klinis berupa menopause dini. Seorang
perempuan yang didiagnosis mengalami menopause dini sudah pasti akan
sulit mendapatkan keturunan. Perempuan tersebut juga harus diberi terapi
sulih hormon jangka panjang, dengan risiko kanker payudara.8

2.9. Komplikasi
Selama dekade terakhir, penelitian telah mengungkapkan hubungan
PCOS dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin dan sindrom metabolik,
yang mungkin dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas terjadinya
diabetes mellitus tipe 2 (DM) dan penyakit kardiovaskular (CVD). Wanita
dengan PCOS dan hiperinsulinemia memiliki inflamasi kronik rendah yang
terefleksi pada elevasi C-Reactive Protein dan disfungsi endotelial, yang
baru-baru ini dikaitkan dengan perkembangan aterosklerosis dan
pembentukan plak atheromatous.9
Baru-baru ini, juga telah ditunjukkan bahwa hiperandrogenemia pada
wanita PCOS tampaknya menjadi faktor risiko independen untuk
pengembangan hipertensi (HT). Peningkatan prevalensi hiperplasia
endometrium pada subjek PCOS akhirnya mengakibatkan karsinoma telah
dilaporkan selama bertahun-tahun, tetapi risiko yang sebenarnya tampaknya
tidak jelas. Biopsi endometrium direkomendasikan pada wanita yang
memiliki Endometrial Hiperplasia. Jika kehamilan terjadi, kehadiran
21
resistensi insulin dan hiperinsulinemia bertanggung jawab untuk tingkat
komplikasi kebidanan yang lebih tinggi seperti gestational DM, keguguran
dini, hipertensi pada kehamilan dan kelahiran prematur.9

2.10. Prognosis
Bukti menunjukkan bahwa wanita dengan sindrom ovarium
polikistik (PCOS) mungkin berisiko lebih tinggi terhadap penyakit
kardiovaskular dan serebrovaskular. Wanita dengan hiperandrogenisme
mengalami peningkatan kadar lipoprotein serum yang serupa dengan pria.3
Sekitar 40% pasien dengan PCOS memiliki resistensi insulin yang
tidak tergantung pada berat badan. Wanita-wanita ini berada pada risiko
yang lebih tinggi untuk diabetes mellitus tipe 2 dan akibatnya komplikasi
kardiovaskular.3
American Association of Clinical Endocrinologists dan American
College of Endocrinology merekomendasikan skrining untuk diabetes pada
usia 30 tahun pada semua pasien dengan PCOS, termasuk wanita obesitas
dan nonobese. Pada pasien dengan risiko yang sangat tinggi, pengujian
sebelum usia 30 tahun dapat diindikasikan. Pasien yang awalnya tes
negatif untuk diabetes harus ditinjau ulang secara berkala sepanjang hidup
mereka.3
Pasien dengan PCOS juga berisiko lebih tinggi mengalami
hiperplasia endometrium dan karsinoma. Anovulasi kronis pada PCOS
mengarah pada stimulasi endometrium konstan dengan estrogen tanpa
progesteron, dan ini meningkatkan risiko hiperplasia endometrium dan
karsinoma. Royal College of Obstetricians and Gynecologists (RCOG)
merekomendasikan induksi perdarahan penghentian dengan progestogen
minimal setiap 3-4 bulan.3
SOPK meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular dan
cerebrovaskular dengan adanya hiperandrogenisme dan peningkatan
apolipoprotein. Sebanyak 4% pasien dengan SOPK memiliki resiko
resistensi insulin sehingga meningkatkan resiko diabetes mellitus tipe 2
22
dengan konsekuensi komplikasi kardiovaskular. Penderita SOPK juga
beresiko mengalami karsinoma endometrium.3

23
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari penjelasan tersebut dapat di simpulkan bahwa:
1. Sindrom ovarium polikistik didefinisikan sebagai kumpulan gejala
yang ditandai dengan adanya proses anovulasi (tidak keluarnya
ovum) kronis disertai perubahan endokrin (seperti hiperinsulinemia
dan hiperandrogenemia). Sindrom ovarium polikistik merupakan
salah satu penyebab ketidaksuburan (infertilitas) karena kegagalan
terjadinya proses ovulasi, keluarnya sel telur (ovum) dari indung
telur (ovarium).
2. Penyebab terbanyak SPOK adalah akibat adanya gangguan
hormonal berupa resistensi insulin, adanya deposit lemak sentral
(obesitas) dan Diabetes Melitus tipe 2sering dianggap berhubungan
dengan kejadian SOPK pada wanita usia subur.
3. Klomifen sitrat 50-100 mg per hari untuk 5 – 7 hari per siklus.
Beberapa praktisi juga menambahkan hCG untuk memperkuat efek
pengobatan. Bagi wanita yang belum ingin memiliki anak, cukup
diobati dengan pil kontrasepsi kombinasi oral.
4. Penderita SOPK beresiko mengalami gangguan kardiovaskular
(aterosklerotik), infertilitas dan gangguan metabolik (DM tipe 2).

3.2 SARAN
Memberikan edukasi pada pasien mengenai penyebab terjadinya
sindrom ovarium polikistik dan terapi yang dapat di berikan serta apa saja
komplikasi yang dapat terjadi apabila tidak segera di tangani dengan cepat

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Hayek SE. Bitar L. Hamdar LH. Mirza FG. Daoud G. Poly Cystic Ovarian
Syndrome: An Update Overview. Frontiers in Physiology, 2016, 7(124): 1-15
2. Schneider D. Gonzalez JR. Yamamoto M. Yang J. Lo JC. The Association of
Polycystic Ovary Syndrome and Gestational Hypertensive Disorder in a
Diverse Community-Based Cohort. Hindawi Journal of Pregnancy, 2019:1-6.
3. Lucidi RS. Polycystic Ovarian Syndrome. Medscape, 2018. Viewed on 12
August 2019, from https://emedicine.medscape.com/article/256806-
overview#a4
4. Havelock J. Polycystic Ovary Syndrome. BC Medical Journal, 2018, 60 (4) :
210-216.
5. Saftarina Fitria. 2016. Pengaruh Sindrom Polikistik Ovarium terhadap
Peningkatan Faktor Risiko Infertilitas. Majority.Vol.5.No. 2.
6. Baziad Ali. 2012. Sindrom Ovarium Polikistik dan Penggunaan Analog
GnRH. Tinjauan pustaka, vol.39, No.8.
7. Spritzer Poli M. 2014. Polycystic ovary syndrome: reviewing diagnosis and
management of metabolic disturbances. Arq Bras Endocrinol Metab. Vol.5.
No.2.
8. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu kandungan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.
9. Wonggokusuma G. 2014. The Pathophysiology and Treatment of Polycystic
Ovarian Syndrome: A Systematic Review. Tinjauan Pustaka. Vol.41. No.2.
10. Novia R. 2017. Hubungan Antara Sindrom varium Polikistik (SOPK) Dengan
Ekspresi Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Terkait Reseptivitas
Endometrium. Tesis. Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
11. Jean. 2014. Polycystic ovary syndrome. Jean hailes. Jeanhailes.org.au/health-
a-z/pcos.

25

Anda mungkin juga menyukai