Anda di halaman 1dari 19

CASE REPORT

PASIEN G2P1A0 DENGAN MISSED ABORTION

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

gt

Disusun oleh:
Suryaningtyas Pratiwi, S.Ked
J51015059

Pembimbing :
dr. Sutiyono,Sp.OG (K), Obsos

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
PASIEN G2P1A0 DENGAN MISSED ABORTION

CASE REPORT
Diajukan Oleh :

Suryaningtyas Pratiwi, S.Ked


J510185059

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari ,tanggal

Pembimbing :
dr. Sutiyono, Sp.OG (K), Obsos (.........................................)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Sutiyono, Sp.OG (K), Obsos (.........................................)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
BAB I
PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. D
Usia : 43 tahun
Alamat : Jetis Wetan, Jaten
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Sudah menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Suku : Jawa
No RM : 445XXX
Tanggal Pemeriksaan : 21 September 2018
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Bangsal Teratai I RSUD
Karanganyar pada tanggal 21 September 2018 pukul 18.30 WIB.
Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 03.30
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik kandungan RSUD Karanganyar dengan keluhan
keluar darah dari jalan lahir sejak 8 jam SMRS. Pasien mengatakan darah yg keluar
berupa darah segar dan tidak disertai dengan gumpalan darah. Keluhan yang serupa
juga dirasakan 2 kali yaitu 3 bulan dan 2 bulan SMRS namun hanya berupa flek-flek
saja. Pasien tidak merasakan nyeri pada perutnya. Pasien juga mengatakan bahwa
perutnya tidak bertambah besar sesuai dengan umur kehamilannya. Keluhan tidak
disertai mual (-), muntah (-), dan pusing (-). Riwayat trauma disangkal, keputihan
disangkal. Pasien mengaku sedang hamil 19 minggu dan ANC di bidan puskesmas.
Riwayat Menstruasi
Haid pertama umur : 14 tahun.
Siklus : teratur, ± 28 hari, lamanya 5-7 hari.
Banyaknya : 1 hari ganti pembalut 2 kali
Nyeri haid : diakui saat hari 1-3
HPMT (Hari Pertama Menstruasi Terakhir) : 05 April 2018
HPL (Hari Perkiraan Lahir) : 12 Januari 2019
Usia kehamilan : 19 minggu
Riwayat Obstetrik
G2P1A0
Hamil I : 2009. RS, Dokter, aterm, SC, KPD. Perempuan, 2.900gr. sehat.
Hamil II : Sekarang
Riwayat KB
Pasien menggunakan KB suntik per 3 bulan selama 9 tahun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : diakui
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Status Perkawinan
Jumlah Perkawinan : 1 kali
Lama Perkawinan : 10 tahun
Riwayat Operasi
Pasien pernah melakukan operasi SC.
Riwayat Ante Natal Care
Pasien mengatakan periksa di bidan.
Kebiasaan sehari-hari :
Konsumsi suplemen / vitamin : (+)
Minum jamu : (-)
Merokok : (-)
Minum alkohol : (-)
Anamnesis Sistem :
- Sistem Cerebrospinal : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Cardiovaskular : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Respirasi : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Gastrointestinal : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Urogenital : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Reproduksi : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Integumen : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Muskuloskeletal : Tidak Ada Keluhan

C. RESUME ANAMNESIS
Pasien datang ke poliklinik kandungan RSUD Karanganyar dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir sejak 8 jam SMRS. Pasien mengatakan darah yg keluar berupa
darah segar yang mengucur dan tidak disertai dengan keluarnya gumpalan darah.
Keluhan yang serupa juga dirasakan 2 kali yaitu 3 bulan dan 2 bulan SMRS namun
hanya berupa flek-flek saja. Pasien tidak merasakan nyeri pada perutnya. Pasien juga
mengatakan bahwa perutnya tidak bertambah besar sesuai dengan umur
kehamilannya. Keluhan tidak disertai mual (-), muntah (-), dan pusing (-). Riwayat
trauma disangkal, keputihan disangkal. Pasien mengaku sedang hamil 19 minggu dan
ANC di bidan puskesmas. Riwayat keluhan serupa diakui pasien sudah 2 kali.
D. RIWAYAT PERDARAHAN
No. Waktu Perdarahan Tipe perdarahan Usia
Kehamilan
1. 02 Juni 2018 Flek-flek 7+4 minggu
2. 14 Juli 2918 Flek-Flek 13+6 minggu
3. 18 September 2018 Mengucur 19 minggu
E. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Presens
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/ menit
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : 36,40 C

b. Status Generalis
Kepala : Normocephal
Leher : Dalam Batas Normal
Kulit : Dalam Batas Normal
Mata : sclera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Hidung : Dalam Batas Normal
Telinga : Dalam Batas Normal
Mulut : Dalam Batas Normal
Thorax
 Inspeksi : Hemithorax kanan dan kiri simetris
 Palpasi : Vokal fremitus sama kanan dan kiri
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi
 Cor : BJ I/II : murni regular
 Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
 Inspeksi : Perut tidak tampak membesar, tidak terdapat sikatrik, bekas
operasi (+)
 Auskultasi : Bising usus normal
 Perkusi : Supel (+)
 Palpasi : nyeri tekan (-)
Ekstremitas
 Inspeksi : Dalam Batas Normal
 Palpasi : Dalam Batas Normal

F. PEMERIKSAAN OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI


Pemeriksaan luar (Abdomen)
Inspeksi : Sikatrik (-), luka bekas operasi (+), Tidak tampak pembesaran pada
abdomen. Striae gravidarum tidak ditemukan.
Palpasi : TFU teraba 3 jari diatas sympisis pubis, nyeri perut (-), his (-)
Auskultasi : bising usus(+), DJJ belum terdengar
Pemeriksaan dalam
Vaginal toucher :
Portio : portio mencucu, pembukaan seujung jari, tidak teraba hasil
konsepsi yang keluar, nyeri goyang portio (-).
STD : (+)

G. DAFTAR MASALAH
- Hamil 19 minggu dengan perdarahan pervaginam
- Perut tidak membesar sesuai dengan usia kehamilan
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan Nilai Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 14.8 12.3-15,3
Hematokrit 43.9 35-47
Lekosit 9,17 4,4-11,3
Trombosit 228 170-394
Eritrosit 4.88 4.1-5.1
MPV 8,8 6.5-12.00

PDW 16.7 9.0-17.0

Index
MCV 71,6 50.0-70.0
MCH 17,6 25.0-40.0
MCHC 33.8 32.0-37.0
Hitung Jenis
Neutrofil 71.6 50.0-70.0
Limfosit 17.2 25.0-40.0
Monosit 5.8 3.0-9.0
Eosinofil 4,9 0.5-5.0
Basofil 0,5 0.0-1.0
Gula Darah
Glukosa Darah 91 70-150
Sewaktu
HbSAg Non Reactive Non Reactive
Gol. Darah O

USG : Pemeriksaan USG (untuk mengetahui hasil konsepsi), didapatkan hasil kantong
kehamilan kosong

I. DIAGNOSA KERJA
Missed Abortion pada Secundigravida G2P1A0 Hamil Preterm 19 minggu
J. DIAGNOSIS BANDING
Abortus Inkomplit pada Secundigravida G2P1A0 Hamil Preterm 19 minggu

K. TERAPI
- Infus RL 20 tpm
- Inj amoxicilin 1 gr/8jam
- Pemasangan laminaria
- Rencana kuretase 20 September 2018
o Terapi Post Kuretase : inf RL 20tpm, amoxciciln 3x1, as.mefenamat 3x1, inbion
2x1

L. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanam : Dubia ad malam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Abortus (aborsi, abortion) adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun
sebelum janin mampu bertahan hidup. Definisi ini terbatas pada terminasi kehamilan
sebelum 20 minggu dan berat janin ≤ 500 gram.
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang
dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu
lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di
bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran
kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.
Missed abortion ialah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, dan hasil
konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 8 minggu atau lebih.
Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormon progesteron.
Pemakaian hormon progesteron pada abortus imminens mungkin juga dapat
menyebabkan missed abortion.
B. ETIOLOGI
Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor yaitu:
1. Faktor janin
Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada
50%-60% kasus keguguran.
2. Faktor ibu:
a. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.
b. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti
phospholipid syndrome.
c. Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,
toksoplasma , herpes, klamidia.
d. Kelemahan otot leher Rahim
e. Kelainan bentuk rahim.
3. Faktor Ayah: kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan
abortus.
Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah :
1. Faktor genetic.
Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya
kromosom trisomi dengan trisomi 16.
2. Faktor anatomi
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 %
wanita dengan abortus spontan yang rekuren.
a. Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta).
Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
b. Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah
endometrium.
c. Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterine (synechia), leimioma, dan
endometriosis.
3. Faktor endokrin:
a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus.
b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak
cukupnya produksi progesteron).
c. Hipotiroidisme, hipoprolakt inemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium
merupakan faktor kontribusi pada keguguran.
4. Faktor infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus) dan malaria.
5. Faktor imunologi
Terdapat antibodi kardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah dibelakang
ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran darah
dari ari-ari tersebut.
6. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu,
misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus;
sebaliknya pasien penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa melahirkan.
7. Faktor Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi
predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang
menyatakan bahwa defisisensi salah satu/semua nutrien dalam makanan
merupakan suatu penyebab abortus yang penting.
8. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap teratogenik
harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang berperan karena
jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan.
9. Faktor psikologis
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan
mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap
terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat
penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat
kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat
membantu.
Penyebab missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormone
progesterone. Pemakaian hormone progesterone pada abortus iminens mungkin juga
dapat menyebabkan missed abortion, Penurunanan kadar fibrinogen dalam darah
sudah mulai turun. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan
abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Kelainan pada plasenta karena
hipertensi menahun. Faktor maternal seperti pneumonia, tifus, anemia berat,
keracunan. Kelainan traktus genitalia seperti incompetensi servix (untuk abortus pada
tri smester kedua), miomam uteri, dan kelainan bawaan uterus.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Sama dengan etiologi abortus secara umum yaitu:
1. Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada
kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah
a. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.
2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun.
3. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan
toksoplasmosis.
4. Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada
trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
D. EPIDEMIOLOGI
Menurut penelitian insidensi abortus di Indonesia masih cukup tinggi dibanding
negara-negara maju di dunia. Angka kejadian abortus 2,3 juta per tahunnya dengan 1
juta diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta disebabkan oleh kegagalan program
KB, dan 0,7 juta karena tidak memakai alat kontrasepsi KB.
Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di
Indonesia yang artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup perempuan
usia 15 - 49 tahun. sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten
di Indonesia menemukan bahwa insiden abortus lebih tinggi diperkotaan
dibandingkan dipedesaan atas berbagai faktor.
E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta
yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi
uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio
rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis
cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih
tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi
saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali
dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin
yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin
sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri.
Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan
minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya
plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam
uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan
pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa
nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan
adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas (blighted ovum), mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion),
yaitu retensi hasil konsepsi 4-8 minggu setelah kematian janin. Pertumbuhan uterus
berhenti kemudian tegresi.
Denyut jantung janin tidak berdenyut pada auskulatasi ketika diperkirakan
berdasarkan tanggal. Tidak terasa ada gerakan janin lagi. Apabila mudigah yang mati
tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan
darah. Isi uterus dinamakan mola krueta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila
pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya
tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose, dalam hal ini amnion
tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah mati dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi
yaitu janin mengering dan karena cairan amnion menjadi berkurang akibat diserap, ia
menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis
seperti kertas perkamen (fetus papiaesus). Kemungkinan lain janin mati yang tidak
segera dikeluarkan ialah terjadinya maserasi, yaitu kulit terkelupas, tengkorang
menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna
kemerah-merahan.
F. GEJALA DAN TANDA
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan
di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin
mengecil dengan tanda – tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang
(payudara mengecil kembali). Kadangkala missed abortion juga diawali dengan
abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti.
Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit.
Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negative setelah 2-3 minggu dari
terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus
yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai
gambaran fetus yang tidak ada tanda – tanda kehidupan. Bila missed abortion
berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya
gangguan pembekuan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa
koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
G. DIAGNOSIS
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh
tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami terlambat haid. Kecurigaan
tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual
dan dengan tes kehamilan secara biologis atau imunologik.
Dahulu diagnosis biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan,
melainkan memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda-tanda tidak
tumbuhnya atau bahkan mengecilnya uterus yang kemudian menghilang secara
spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae
agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi bahkan mengecil, tes kehamilan
menjadi negatif, serta denyut jantung janin menghilang. Dengan ultrasonografi (USG)
dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia
kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai
gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan kearah
ini perlu dilakukan.
H. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya
secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan
komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan.
Faktor mental penderita perlu diperhatikan, karena penderita umumnya merasa
gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan
kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan
melalukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan.
Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan
keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih
dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara
dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infuse intravena cairan oksitosin
dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5% tetesan 20 tetes permenit dan
dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk
mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan
satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau
jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan
kuretase sebersih mungkin.
Pada decade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan
prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah
satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan pemberian misoprostol secara
sublingual sebanyak 400mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam jam.
Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan
ostium serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk
mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini
lebih besar mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya
sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah
segar atau fibrinogen. Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infuse
intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi,
dan syok.
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat
terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti.
Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas
dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
3. Infeksi
4. Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank arena
infeksi berat (syok endoseptik).
BAB III
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan suatu kasus wanita 43 tahun dengan keluhan keluar darah dari jalan
lahir. Dengan diagnosa Missed Abortion pada Secundigravida G2P1A0 Hamil Preterm 19
minggu. Diagnosis terhadap pasien diperkuat dengan anamnesis dan pemeriksaan obstetri
serta pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis pasien mengeluh darah keluar dari jalan lahir tanpa adanya gumpalan
darah, dan tidak terdapat nyeri pada perut. Riwayat keluhan serupa diakui pasien sebanyak 2
kali dalam 3 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh perut tidak membesar sesuai dengan usia
kehamilan. Pada buku Sarwono Edisi Ketiga mengatakan bahwa pasien dengan missed
abortion mempunyai keluhan perut yang tidak membesar sesuai dengan umur kehamilan,
sehingga dari anamnesis dan teori sesuai. Pasien merupakan seorang secundigravida
G2P1A0. Anak pertama aterm lahir spontan tahun 2009 dengan jenis kelamin perempuan dan
berat 2.900 gram.
Gejala klinis dari missed abortion adalah ukuran uterus tidak sesuai dengan usia
kehamilan, pada pemeriksaan fisik dalam batas normal, pemeriksaan obstetri didapatkan
ukuran uterus 3 jari diatas sympisis pubis, pada pemeriksaan VT didapatkan portio mencucu,
pembukaan 1cm, tidak teraba hasil konsepsi, STD (+). Dari pemeriksaan fisik dan obstetri
sesuai dengan teori bahwa gejala klinis missed abortion adalah uterus lebih kecil dari usia
kehamilan, pada VT serviks tidak ada pembukaan, dan tidak ada hasil konsepsi yang keluar.
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan USG yang didapatkan hasil berupa
uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai
gambaran fetus yang tidak ada tanda – tanda kehidupan sehingga sesuai dengan teori bahwa
hasil USG pada missed abortion terdapat uterus yang mengecil serta kantung gestasi yang
mengecil dan bentuk tidak beraturan disertai dengan gambaran fetus yang tidak ada tanda-
tanda kehidupan.
Untuk itu pada pasien ini segera dilakukan kuretase untuk menghilangkan jaringan
plasentanya dan agar mencegah terjadinya infeksi bila terjadi perdarahan yang terus menerus.
Penyebab missed abortion dapat terjadi karena adanya kelainan hasil konsepsi,
Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun, Faktor
maternal seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis. Penyebab
abortus lainnya dapat terjadi karena inkompetensia serviks. Kelainan ini sering disebabkan
karena trauma serviks. Bila dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan
untuk memberikan fiksasi pada serviks. Gangguan fungsi endometrium juga dapat
menyebabkan terjadinya abortus berulang, seperti kelainan hormon, gangguan nutrisi,
penyakit infeksi, kelainan imunologi, faktor psikologi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Qublan HS. Habitual Abortion: Causes, Diagnosis and Treatment. Reviews in Gynaecological
Practice 3 2003; 75–80
2. Hviid TVF. HLA-G in human reproduction: aspects of genetics, function and pregnancy
complications. Hum. Reprod. Update 2006; 12; (3): 209-232.
3. Salmon JE et al. The antiphospholipid syndrome as a disorder initiated by inflammation:
implications for the therapy of pregnant patients Nat ClinPractRheumatol20073:140–147
4. Prawiharjono S, et Wiknjosastro H. 2009. Ilmu Kandungan Edisi kedua. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawihardjo.
5. Prawiharjono S, et Wiknjosastro H. 2009. Ilmu Kebidanan Edisi kedua. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawihardjo.
6. Cunningham G, et al, 2006. Williams Obstetric Edisi 21 Volume 2. Jakarta: EGC.
7. Martaadisoebrata D, et al, 2005. Obstetri Patologi Edisi 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai