Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT

Antepartum Hemorrhage ad causa Plasenta Acreta, Hamil Aterm


Sudah Dalam Persalinan

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun oleh:
Corina Fiqilyin, S.Ked
J510185040

Pembimbing :
dr. Sutiyono, Sp.OG (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Antepartum Hemorrhage ad causa Plasenta Acreta, Hamil Aterm


Sudah Dalam Persalinan

CASE REPORT
Diajukan Oleh :

Corina Fiqilyin, S.Ked


J510185040

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari ,tanggal

Pembimbing :
dr. Sutiyono, Sp.OG (K) (.........................................)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Sutiyonoo, Sp.OG (K) (.........................................)
BAB I
PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. P
Usia : 31 tahun
Alamat : Nglungge, RT 04, RW 11, Brujul, Jaten, Kab.
Karanganyar
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Sudah menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Suku : Jawa
No RM : 458XXX
Tanggal Pemeriksaan : 23 Agustus 2019

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di ruang bersalin RSUD
Karanganyar pada tanggal 23 Agustus 2019 pukul 10.00 WIB.
Keluhan Utama
Keluar darah (flek-flek) dari jalan lahir.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Pelayanan Obstetrik Neonatus Esensial
Komprehensif (PONEK) RSUD Karanganyar rujukan dari Poli Kandungan
karena keluar darah (flek-flek) dari jalan lahir sejak 2 hari yang lalu setelah
buang air kecil. Flek-flek dirasakan hilang timbul, kadang keluar kadang
tidak. Pasien mengatakan diharuskan mondok karena setelah di lakukan
pemeriksaan USG di Poli, mendapatkan hasil letak ari-ari berada dibawah.
Pasien masih merasakan gerakan janin. Pasien rutin ANC di bidan desa dan
Imunisasi TT 3 kali.
Riwayat Menstruasi
Haid pertama umur : 14 tahun
Siklus : teratur, ± 28 hari, lamanya 7 hari
HPMT (Hari Pertama Menstruasi Terakhir) : 15 Desember 2018
HPL (Hari Perkiraan Lahir) : 22 September 2019
Usia kehamilan : 35+1 minggu
Riwayat Obstetrik
G3P1A1
Hamil I : 2008, 12 minggu, keguguran, curetase
Hamil II : 2010, sectio caesarea, RS Jakarta, lilitan tali pusat,
3000gram, laki-laki, aterm, dibantu oleh dokter spesialis, sehat.
Hamil III : Sekarang
Riwayat KB
Pasien menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan sekali setelah kelahiran
anak kedua, dilakukan di tempat bidan desa dan sudah menggunakan KB
selama 7 tahun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Status Perkawinan
Jumlah Perkawinan : 1 kali
Lama Perkawinan : 10 tahun
Riwayat Operasi
Pasien pernah dilakukan tindakan operasi sectio caesarea pada
kelahiran anak kedua.
Riwayat Ante Natal Care
Pasien mengatakan periksa di bidan desa.
Kebiasaan sehari-hari :
Konsumsi suplemen / vitamin : (+)
Minum jamu : (-)
Merokok : (-)
Minum alkohol : (-)
Anamnesis Sistem :
- Sistem Cerebrospinal : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Cardiovaskular : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Respirasi : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Gastrointestinal : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Urogenital : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Reproduksi : Keluar darah dari jalan lahir
- Sistem Integumen : Tidak Ada Keluhan
- Sistem Muskuloskeletal : Tidak Ada Keluhan

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Presens
Keadaan Umum : Baik, TB 160 cm, BB 70 kg, berat badan sebelum
hamil 56 kg
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100 x/ menit
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : 36,60 C
b. Status Generalis
Kepala : Normocephal
Leher : Dalam Batas Normal
Kulit : Dalam Batas Normal
Mata : sclera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Hidung : Dalam Batas Normal
Telinga : Dalam Batas Normal
Mulut : Dalam Batas Normal
Thorax
 Inspeksi : Hemithorax kanan dan kiri simetris
 Palpasi : Fremitus sama kanan dan kiri
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi
 Cor : BJ I/II murni, regular
 Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
 Inspeksi : Perut tampak membesar, bekas operasi (-), striae
gravidarum (+)
 Auskultasi : Bising usus normal
 Perkusi : Supel (+)
 Palpasi : nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Dalam Batas Normal

D. PEMERIKSAAN OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI


Pemeriksaan luar (Abdomen)
Inspeksi
Sikatrik : (-)
luka bekas operasi : (-)
Pembesaran :Tampak pembesaran pada abdomen
Linea Nigra : (+)
Palpasi :
Leopold I : TFU 25cm, teraba bagian bokong
Leopold II : teraba bagian punggung dibagian kanan, teraba bagian
kecil-kecil (ekstremitas) dibagian kiri
Leopold III : teraba bagian bulat dan keras, kepala
Leopold IV : sulit dinilai
HIS :-
Auskultasi :
bising usus : (+)
DJJ :135x/menit
Pemeriksaan dalam :
Vaginal toucher : tidak dilakukan.
TBJ : 2.015

E. DAFTAR MASALAH
- Hamil 35 minggu + 1 hari dengan plasenta akreta
- Memiliki riwayat abortus dan section caesarea

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan Nilai Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 10.4 12.30-15.30
Hematokrit 31.9 35.00-47.00
Lekosit 13.76 4.4-11.3
Trombosit 302 170-394
Eritrosit 3.58 4.1-5.1
MPV 7.7 6.5-12.00

PDW 16.2 9.0-17.0


Index
MCV 88.9 82.0-92.0
MCH 29.1 28.0-33.0
MCHC 32.7 32.0-37.0
Hitung Jenis
Neutrofil 81.3 50.0-70.0
Limfosit 9.7 25.0-40.0
Monosit 7.6 3.0-9.0
Eosinofil 1.2 0.5-5.0
Basofil 0.2 0.0-1.0
Gula Darah
Glukosa Darah 76 70-150
Sewaktu
HbSAg Non Reactive Non Reactive

USG :

Hasil:
Didapatkan janin letak memanjang dengan plasenta previa totalis.
G. DIAGNOSA KERJA
Antepartum hemorrhage ad causa plasenta acreta, hamil aterm sudah
dalam persalinan.

H. TERAPI
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Cefotaxim /12j
- Inj. Dexametaxon /12j
- Inj. Asam tranexamat /8j
- Histolan 3x1
- Asam mefenamat 3x1
- Nifedipin 3x1
- DC
- Observasi  rujuk di RS Moewardi dengan diagnosis plasenta previa totalis
dd akreta.
Setelah diobservasi selama 26 hari pada penderita, dilakukan
tindakan SC dan histerektomi di RS Moewardi
- Saat dilakukan tindakan hingga pasca operasi (tgl: 19-22
september 2019) dibutuhkan  30 kolf PRC
- Pasien dirawat di ICU selama 4 hari
- Pasien dirawat di HCU selama 2 hari
- Pasien dirawat dibangsal selama 2 hari
Dari spesimen patologis setelah dilakukannya histerektomi
didapatkan hasil plasenta yang terdiri dari villi korealis dan
pembuluh darah yang melekat di anatara miometrium dengan tidak
adanya lapisan desidua  Plasenta Akreta.

I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad sanam : Dubia ad malam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm
dan tebal 2-3 cm. Beratnya 500-600 gram. Umumnya plasenta terbentuk lengkap
pada kehamilan 16 minggu dengan ruang amnion membesar sehingga amnion
tertekan kearah korion. Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di
belakang dinding uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis
karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat
untuk berimplantasi. Plasenta terdiri atas tiga bagian, antara lain:
1. Bagian janin (fetal portion). Terdiri dari korion frondosum dan vili. Vili
dari plasenta yang lengkap terdiri atas:
- Vili korialis
- Ruang-ruang interviler. Darah ibu yang berada dalam ruang
interviler berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua
basalis. Pada sistol, darah dipompa dengan tekanan 70-80mmHg
ke dalam ruang interviler, sampai pada lempeng korionik
(chorionic plate) pangkal dari kotiledon-kotiledon. Darah
tersebut membanjiri vili koriales dan kembali perlahan-lahan ke
pembuluh balik (vena) di desidua dengan tekanan 8mmHg.
- Pada bagian permukaan janin, plasenta diliputi oleh amnion
yang kelihatan licin. Di bawah lapisan, amnion ini berjalan
cabang-cabang pembuluh darah tali pusat. Tali pusat akan
berinsersi pada plasenta bagian permukaan janin.
2. Bagian maternal (maternal portion). Terdiri atas desidua kompakta
yang terbentuk dari beberapa lobus dan kotiledon (15-20 buah). Desidua
basalis pada plasenta matang disebut lempeng korionik (basal), dimana
sirkulasi utero-plasental berjalan ke ruang-ruang intervili melalui tali
pusat. Jadi, sebenarnya peredaran darah ibu dan janin adalah terpisah.
Pertukaran terjadi melalui sinsitial membran yang berlangsung secara
osmosis dan alterasi fisiko-kimia.
3. Tali pusat, merentang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan
janin. Panjangnya rata-rata 50-55cm, sebesar jari (diameter 1-2,5cm).
Pernah dijumpai tali pusat terpendek ½ cm dan terpanjang 200 cm.
Struktur terdiri atas 2 aa.umbilikalis dan 1 v.umbilikalis serta jelly
Wharton.
Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml
tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40
minggu. Perubahan-perubahan terjadi pula pada jonjot-jonjot selama kehamilan
berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari vili tidak berubah
akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya ditemukan
sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih padat,
mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih besar dan
lebih mendekati lapisan tropoblast.

B. DEFINISI
Plasenta akreta adalah plasenta yang melekat secara abnormal pada uterus,
dimana villi korionik berhubungan langsung dengan miometrium tanpa desidua
diantaranya. Desidua endometrium merupakan barier atau sawar untuk mencegah
invasi villi plasental ke miometrium uterus. Pada plasenta akreta, tidak terdapat
desidua basalis atau perkembangan tidak sempurna dari lapisan fibrinoid. 1

Jaringan ikat pada endometrium dapat merusak barier desidual, misalnya


skar uterus sebelumnya, kuretase traumatik, riwayat infeksi sebelumnya dan
multiparitas.

Ketika plasenta menginvasi hingga miometrium maka disebut sebagai


plasenta inkreta. Jika plasenta menginvasi melewati miometrium dan serosa dan
dapat menginvasi organ terdekat seperti kandung kemih maka disebut sebagai
plasenta perkreta. 1-4
C. IMPLANTASI PLASENTA
Plasenta adalah bagian yang penting dari kehamilan. Dimana plasenta
memiliki peranan berupa transport zat dari ibu ke janin, penghasil hormon yang
berguna selama kehamilan, serta berbagai barier.

Setelah terjadinya fertilisasi ovum oleh sperma maka sel yang dihasilkan
disebut zygote. Kemudian terjadi pembelahan pada zygote sehingga menghasilkan
apa yang disebut sebagai blastomers, kemudian morula dan blastokist. Pada tahap-
tahap perkermbangan ini, zona pelucida masih mengelilingi. Sebelum terjadinya
implantasi, zona pellucida menghilang sehingga blastosit menempel pada
permukaan endometrium. Dengan menempelnya blastokist pada permukaan
endometrium maka blastosit menyatu dengan epitel endometrium. Setelah terjadi
erosi pada sel epitel endometrium, trofoblas masuk lebih dalam ke dalam
emndometrium dan segera blastokist terkurun di dalam endometrium.`Implantasi
ini terjadi pada daerah endometrium atas terutama pada dinding posterior dari
uterus.

Endometrium sendiri sebelum terjadinya proses di atas terjadi peruibahan


untuk menyiapkan diri sebagai tempat implantasi dan memberi makan kepada
blastokist yang disebut sebagai desidua.

Setelah terjadi implantasi desidua akan dibedakan menjadi:

1. Desidua basalis: desidua yang terletak antara blastokist dan miometrium


2. Desidua kapsularis:desidua yang terletak di antara blastokist dan kavum
uteri.
3. Desidua vera: desidua sisa yang tidak mengandung blastokist.
Bersamaan dengan hal ini pada daerah desidua basalis terjadi suatu
degenerasi fibrinoid yang terletak di antara desidua dan trofoblast untuk
menghalangi serbuan trofoblast lebih dalam lagi. Lapisan dengan degenerasi
fibrinoid ini disebut sebagai lapisan Nitabuch.
Pada perkembangan selanjutnya, saat terjadi persalinan, plasenta akan
terlepas dari endometrium pada lapisan Nitabuch tersebut.5

D. INSIDEN DAN FAKTOR RESIKO


Plasenta akreta menimbulkan komplikasi sekitar 0,9% dari seluruh
kehamilan. Miller dkk, melakukan analisa terhadap 155.670 persalinan di Rumah
Sakitnya pada tahun 1985 hingga 1994, menemukan adanya 62 persalinan ( satu
diantara 2.510) mengalami komplikasi plasenta akreta.1,6

Peningkatan kejadian plasenta akreta meningkat pada riwayat persalinan


sectio cesaria. Data terbaru dari California menunjukkan bahwa 31% dari seluruh
persalinan dilakukan secara sectio cesar.

Resiko terjadinya plasenta akreta meningkat baik pada pasien dengan


riwayat persalinan cesar dan plasenta previa ( plasenta previa juga meningkat pada
riwayat persalinan cesar). Silver,dkk melaporkan peningkatan resiko plasenta
akreta sesuai dengan peningkatan jumlah riwayat persalinan cesar pada wanita
dengan dan tanpa plasenta previa.7 Lihat tabel 1

Plasenta Previa dan Plasenta Akreta berdasarkan riwayat Persalinan Cesar

Persalinan Cesar Plasenta previa Previa* : Akreta† Tidak Previa‡ : Akreta†

N(%) N(%)

Pertama § 398 13(3,3%) 2(0.03%)

Kedua 211 23(11%) 26(0.2%)

Ketiga 72 29(40%) 7(0,1%)

Keempat 33 20(61%) 11(0,8%)

Kelima 6 4(67%) 2(0,8%)

≥6 3 2(67%) 4(4,7%)
Keterangan:

* persentase Akreta pada wanita dengan plasenta previa.

† resiko meningkat dengan peningkatan jumlah persalinan cesar; P< .001.

‡ persentase plasenta akreta pada wanita tanpa plasenta previa.

§ seksio cesar yang pertama.

Telah diduga bahwa abnormalitas permukaan plasenta dan uterus pada


wanita dengan plasenta akreta akan memicu pelepasan alpha-fetoprotein fetus
kedalam sirkulasi maternal, mengakibatkan peningkatan serum alpha-fetoprotein
maternal (MSAFP).1

Kupferminc dkk, menganalisa 44 kasus wanita yang menjalani histerektomi


cesarian, menemukan 9 dari 20 (45%) dengan plasenta akreta mengalami
peningkatan level MSAFP (antara 2.7 dan 40.3 multiples of the median [MoMs]).
Dimana seluruh kontrol memiliki level MSAFP dalam batas normal (2.0 MoMs).
Penelitian serupa oleh Zenop dkk menemukan peningkatan level MSAFP pada
trimester kedua (antara 2,3 dan 5,5 MoMs) pada 45% dari 11 wanita dengan
plasenta akreta, dimana tidak ada satupun kontrol yang mengalami plasenta previa
tanpa plasenta akreta yang mengalami peningkatan level MSAFP.1

Walaupun penelitian ini dalam lingkup yang kecil, mereka menyarankan


agar wanita yang mengalami peningkatan level MSAFPdengan atau tanpa
penyebab lainnya harus diingatkan akan peningkatan resiko plasenta akreta.1

E. GEJALA KLINIK
Pada kala III persalinan plasenta belum lahir setelah 30 menit dan
perdarahan banyak, atau jika dibutuhkan manual plasenta dan terkadang sulit untuk
dilakukan.Plasenta akreta dapat menimbulkan terjadinya perdarahan obsterik yang
masif, sehingga dapat menimbulkan komplikasi seperti dissaminated intravascular
coagulopathy, memerlukan tindakan histerektomi, cedera operasi pada ureter,
kandung kemih, dan organ visera lainnya, adult respiratory distress syndrome,
gagal ginjal, hingga kematian. Jumlah darah yang hilang saat persalinan pada
wanita dengan plasenta akreta rata-rata 3000 – 5000 ml. Dibeberapa senter, plasenta
akreta menjadi penyebab utama dilakukannya histerektomi cesarian.1,2

Terkadang plasenta akreta dapat menyebabkan ruptura uteri spontan pada


trimester kedua dan ketiga, menyebabkan terjadinya perdarahan intraperitoneal,
yang bisa menimbulkan kematian. Plasenta akreta derajat ringan dapat terjadi dan
dapat menimbulkan perdarahan postpartum hebat, tetapi tidak membutuhkan
manajemen yang agresif yang diperlukan pada plasenta akreta derajat berat. 1

Gambar 1. Spesimen histerektomi yang menunjukkan plasenta akreta. Diagnosis plasenta


akreta ini ditegakkan saat antenatal. Plasenta (p) telah menginvasi myometrium (tanda
panah) dan setelah histerektomi tidak dapat dipisahkan dari uterus. Tidak ada batas antara
plasenta dan myometrium. Cx, serviks,; f, fundus uteri; c, tali pusat Oyelese, plasenta
Previa, Akreta, dan Vasa Previa. Obstet Gynecol 2006

F. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti dari plasenta akreta, inkreta dan perkreta hanya didapatkan
dari hasil pemeriksaan histopatologi, dengan demikian dapat terlihat sedalam apa
invasi dari jonjot korion. 1

Namun diagnosis prenatal dari plasenta akreta dapat membantu


meminimalkan derajat komplikasi dimana dokter dapat merencanakan penanganan
dan alat yang dibutuhkan pada saat persalinan. Persiapannya meliputi penanganan
anastesi, alat pembedahan yang sesuai, ketersediaan darah untuk transfusi, dan
teknologi yang dibutuhkan, kemungkinan intervensi radiologi untuk embolisasi
arteri uterina, dan perawatan intensif pascabedah. 6

Diagnosis plasenta akreta biasanya ditegakkan dengan ultrasonografi atau


magnetic resonance imaging (MRI). Kejadian plasenta akreta perlu dicurigai pada
wanita dengan plasenta previa dan riwayat persalinan cesar atau operasi uterus
lainnya.1

Akurasi diagnosis plasenta akreta dengan menggunakan Ultrasonografi


dibandingkan dengan MRI masih diperdebatkan. Akurasi Ultrasonografi
menggunakan teknik gray scale dan color Doppler untuk diagnosis prenatal
plasenta akreta memiliki variasi yang sangat luas untuk tiap penelitian.
Sensitivitasnya dilaporkan berkisar 33% dan 100% dan spesifitasnya juga memiliki
variasi yang luas. Saat ini, MRI dengan dan tanpa gadolinium, telah diteliti sebagai
modalitas untuk meningkatkan diagnosis prenatal dari plasenta previa.

Penemuan pada ultrasonografi yang menunjukkan adanya plasenta akreta


jika didapatkan hilangnya zona hipoekoik pada retroplasenta, hilangnya batas
antara dinding kandung kemih dan uterus, didapatkanya lakuna plasenta (vascular
space), dan adanya hipervaskularisasi pada batas antara lapisan serosa uterus dan
dinding kandung kemih pada pemeriksaan dopler.6

Gambar 2. Sonogram grayscale dari plasenta perkreta. Menunjukkan plasenta lakuna (


tanda panah) memberi gambaran “moth-eaten” appearance. Diagnosis dikonfirmasi
setelah persalinan. p, plasenta; h, kepala fetus; b, kandung kemih. Oyelese. Placenta Previa,
Accreta, and Vasa Previa. ObstetGynecol 2006.
Penemuan pada MRI yang menunjukkan kecurigaan adanya plasenta akreta
meliputi penipisan lokal atau absennya miometrium pada tempat implantasi
plasenta, adanya nodul pada permukaan antara plasenta dan uterus, adanya mass
effect dari plasenta pada uterus yang menyebabkan rahim tampak menonjol keluar,
adanya intensitas signal yang heterogen didalam plasenta, adanya daerah kegelapan
intraplasenta pada gambar T2-weighted, dan hilangnya batas jaringan antara
plasenta dan dinding kandung kemih.

Dwyer BK et all menemukan bahwa pemeriksaan USG dan MRI prenatal


untuk mendiagnosis plasenta akreta dengan USG sensitivitasnya 93% sedangkan
spesifisitasnya 71% sedangkan dengan MRI sensitivitasnya 80% sedangkan
spesifitasnya 65%. Tidak ada perbedaan bermakna sensitivitas dan spesifitas antara
USG dan MRI. Jika pada kedua pemeriksaan baik dengan menggunakan
ultrasonografi dan MRI tidak didapatkan atau memiliki kemungkinan yang rendah
akan adanya plasenta akreta, maka diyakini hasilnya negatif.6

Gambar 3. Penemuan positif adanya plasenta akreta dengan menggunakan


ultrasonografi dan MRI pada pasien yang sama. A, sonogram grayscale. Menunjukkan
hilangnya batas permukaan kandung kemih dan penonjolan plasenta kedalam kandung
kemih. B. sonogram color Doppler. Menunjukkan hipervaskularisasi pada batas permukaan
antara lapisan serosa uterus dan dinding kandung kemih. Juga terlihat adanya plasenta
lakuna. C, T2-weighted MRI. Menunjukkan hilangnya myometrium pada tempat
implantasi plasenta, permukaan noduler antara plasenta dan uterus. Dan gambaran gelap
pada bantalan plasenta.
G. PENATALAKSANAAN
Plasenta akreta idealnya diterapi dengan histerektomi total perabdominal.
Sebagai tambahan, sebagai konsensus universal beranggapan bahwa plasenta
sebaiknya dibiarkan pada tempatnya, usaha untuk melepaskan plasenta sering
mengakibatkan perdarahan masif. Akan tetapi, dokter harus menyadari bahwa
plasenta akreta yang bersifat fokal dapat terjadi dan tidak membutuhkan terapi yang
agresif. Operasi plasenta akreta lebih baik dilakukan secara elektif dengan
persiapan yang baik dibandingkan dengan operasi darurat. Terminasi kehamilan
direncanakan pada usia kehamilan 36-37 minggu, setalah dilakukan pemeriksaan
kematangan paru dengan amniosintesis. 1

Jika amniosintesis gagal menunjukkan paru-paru telah matang, jika pasien


stabil bisa dilakukan persalinan pada usia kehamilan 38 minggu, atau lebih cepat,
jika pasien perdarahan atau sudah dalam proses persalinan.

Penelitian yang membandingkan histerektomi peripartum yang emergensi


dan elektif menemukan bahwa wanita dengan histerektomi emergensi memiliki
angka perdarahan intraoperatif yang lebih tinggi, yang menyebabkan terjadinya
hipotensi intraoperatif, dan lebih membutuhkan transfusi dibandingkan wanita
yang melakukan histerektomi obstetrik elektif.

Pencegahan komplikasi idealnya membutuhkan pendekatan multidisipliner.


Pasien sebaiknya dikonsul sebelum operasi dan disediakan darah untuk persiapan
transfusi.

Walaupun persalinan yang direncanakan merupakan pilihan terbaik, namun


harus dibuat perencanaan akan kemungkinana adanya persalinan emergensi jika
dibutuhkan. Hal yang penting bahwa persalinan dilakukan oleh dokter kandungan
yang berpengalaman dengan spesialis bedah lainnya seperti urolog, dan spesialis
onkologi ginekologi jika tersedia.

Penting untuk meminimalkan jumlah perdarahan dan yakin bahwa


perdarahan yang terjadi diganti secara benar dan adekuat. Karena perdarahan yang
terjadi sering dalam jumlah yang banyak, penggantian dengan packed red blood
cells, beresiko menimbulkan disseminated intravascular coagulopathy. Oleh
karenanya faktor koagulasi harus diberikan secara adekuat dan cepat. Transfusi
darah segar dan penggunaan sel darah yang disimpan sebelumnya dapat
mengurangi kebutuhan transfusi dengan menggunakan donor lainnya.

Beberapa senter melakukan hemodilusi normovolemik akut untuk


mengurangi kebutuhan darah. Anastesi regional menunjukkan lebih aman didalam
manajemen plasenta akreta. Oklusi balon kateter dan embolisasi oklusi balon
kateter atau embolisasi pembuluh darah pelvik menurunkan aliran darah ke rahim
dan berpotensi mengurangi perdarahan dan memungkinkan melakukan operasi
lebih mudah, lebih terkontrol, dan mengurangi perdarahan masif.

Dua cara yang berbeda telah dideskripsikan. Cara pertama, preoperatif


dilakukan pemasangan balon kateter untuk menyumbat arteri iliaka interna. Kateter
ini diinflasi setelah bayi lahir, dan dikontrol selama opersi berlangsung, dan
dideflasikan setelah operasi selesai. Cara lainnya kateter dengan atau tanpa balon
diletakkan preoperasi pada arteri iliaka interna, dan embolisasi pembuluh darah
dilakukan setelah bayi lahir dan sebelum dilakukannya histerektomi.1

Penanganan tanpa Histerektomi

Histerektomi menyebabkan hilangnya fertilitas seseorang, dan dihubungkan


dengan morbiditas dan kemungkinan mortalitas, termasuk cedera operasi,
menyebabkan distorsi jaringan dan terkadang membutuhkan transfusi darah. Untuk
meminimalkan komplikasi ini dan manjaga fertilitas seseorang, saat ini beberapa
orang lebih senang untuk mempertahankan unterus dan mencegah histerektomi.1,8

Umumnya pada kasus ini, plasenta dibiarkan in situ dan tidak diambil pada
saat dilepas. Prosedur tambahan meliputi embolisasi pembuluh darah iliaka interna.
Terapi dengan methotreksat, reseksi segmen uterus yang terlibat, penggunaan
jahitan kompresi uterus, dan penjahitan plasental bed.
Wanita yang akan memilih penanganan konservatif harus diberi penjelasan
secara intensif bahwa hasil akhirnya tidak dapat diprediksi dan memiliki resiko
komplikasi yang cukup tinggi termasuk kematian. Hal ini memungkinkan dimasa
mendatang pananganan konservatif memegang peranan penting didalam
penanganan plasenta akreta. Akan tetapi, pada saat ini pilihan ini tidak
direkomendasikan sebagai terapi utama. 1

Terapi Methotreksat

Methotreksat, antagonis folat, telah direkomendasikan untuk pananganan


plasenta akreta. Methotreksat bekerja terutama dalam memcegah secara cepat
dalam pembelahan sel dan efektif mencegah proliferasi trofoblas. Akan tetapi pada
saat ini beberapa berpendapat bahwa setelah bayi lahir, plasenta tidak lagi
membelah dan pemberian methotreksat tidak berguna.1

Invasi ke Kandung kemih

Kandung kemih merupakan organ ekstrauterin yang paling sering terinvasi


pada plasenta perkreta. Invasi pada kandung kemih berhubungan dengan
peningkatan morbiditas. Washecka dan Behling melakukan metaanalisis pada 54
kasus plasenta perkreta dengan invasi ke kandung kemih. Mereka menemukan
gejala hematuria sebelum persalinan hanya terjadi pada 17 kasus (31%).

Walaupun sistoskopi telah dilakukan pada 12 pasien, tetapi tidak membantu


didalam menegakkan diagnosis. Dalam 33% kasus, diagnosis telah ditegakkan
prenatal denga ultrasonografi atau MRI. Morbiditas maternal sangat tinggi, dengan
39 komplikasi urologik. Meliputi laserasi kandung kemih (26%), fistula traktus
urinarius (13%), gross hematuria (9%), ureteral transaction (6%), dan mengecilnya
kapasitas kandung kemih (4%). Parsial sistektomi dilakukan pada 24 kasus (44%).
Dimana terjadi tiga kematian ibu (5,6%) dan 14 kematian bayi (25,9%).
Penanganan pasien dengan invasi ke kandung kemih membutuhkan perencanaan
perioperative dan sebaiknya melibatkan ahli uroginekologik, urolog, dan onkolog
ginekologik. Sistoskopi preoperative dan penempatan stent ureter dapat dijadikan
alat untuk mengidentifikasi ureter, sehingga mengurangi resiko kerusakan atau
cedera ureter. Invasi pada kandung kemih kadang membutuhkan reseksi kandung
kemih dan terkadang uretere. Sistostomi intensif dapat membantu untuk
mengidentifikasi seberapa jauh invasi ke kandung kemih dan lokasi dari ureter.

Gambar 4. Color Doppler plasenta perkreta . menunjukkan vaskularisasi dinding kandung


kemih (b). pada saat operasi, kandung kemih terinvasi. P, plasenta; f, fetus. Oyelese.
Placenta Previa, Accreta, and Vasa Previa. Obstet Gynecol 2006.
BAB III
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan suatu kasus wanita 31 tahun G3P1A1 hamil 35+1 minggu
dengan antepartum hemorrhage ad causa plasenta acreta, hamil preterm belum
dalam persalinan, di mana keadaan plasenta terletak dibawah, letak janin
memanjang dengan plasenta previa totalis. Sesuai dengan teori yang ada bahwa
diagnosis ditegakkan berdasarkan keluhan subyektif dan pemeriksaan fisik dan
penunjang yang telah dilakukan.
Untuk definisi dari plasenta akreta adalah plasenta yang melekat secara
abnormal pada uterus, dimana villi korionik berhubungan langsung dengan
miometrium tanpa desidua diantaranya. Desidua endometrium merupakan barier
atau sawar untuk mencegah invasi villi plasental ke miometrium uterus. Pada
plasenta akreta, tidak terdapat desidua basalis atau perkembangan tidak sempurna
dari lapisan fibrinoid.
Dari anamnesis didapatkan pasien datang ke Pelayanan Obstetrik Neonatus
Esensial Komprehensif (PONEK) RSUD Karanganyar rujukan dari Poli
Kandungan karena keluar darah (flek-flek) dari jalan lahir sejak 2 hari yang lalu
setelah buang air kecil. Flek-flek dirasakan hilang timbul, kadang keluar kadang
tidak. Pasien mengatakan diharuskan mondok karena setelah di lakukan
pemeriksaan USG di Poli, mendapatkan hasil letak ari-ari berada dibawah.

Pada pemeriksaan luar berdasarkan pemeriksaan Leopold ditemukan bahwa

Leopold I : TFU 25 cm, teraba bokong.

Leopold II : Kiri : teraba bagian kecil-kecil (ekstremitas)

Kanan : teraba bagian keras dan panjang, punggung

Leopold III : teraba bagian bulat dan keras, kepala

Leopold IV : sulit dinilai

Denyut jantung janin (DJJ) 150 dpm


His : -

Pemeriksaan dalam dengan vaginal toucher : tidak dilakukan.

Dari hasil pemeriksaan fisik dan evaluasi awal pada penderita ini
didapatkan hal-hal sebagai berikut:

1. Janin letak memanjang dengan plasenta previa totalis


2. Perkiraan berat janin 2.015 gr
3. Denyut jantung janin baik yaitu 135 x/menit (regular)
4. Terdapat riwayat curetase
5. Terdapat riwayat sectio caesarea

Dari hasil pemeriksaan USG didapatkan hasil : plasenta previa totalis dd


akreta.

Dengan adanya tanda-tanda diatas, penderita dirujuk ke rumah sakit tipe B


atau tipe A. pada kasus ini faktor resiko yang mendasari terjadinya plasenta aktera
adalah temuan adanya plasenta previa, riwayat sectio caesarea dan kuretase.

SIMPULAN
Penegakan diagnosis pasien ini sudah tepat yaitu plasenta akreta. Faktor
risiko terjadinya plasenta akreta adalah mempunyai kerusakan miometrium yang
disebabkan oleh riwayat kuretase, riwayat operasi sesar dan multiparitas.
Penegakan diagnosis yang tepat yaitu dengan menggunakan hasil pemeriksaan
histopatologi. Penatalaksanaan pada kasus ini dilakukan tindakan terminasi setelah
usia kehamilan mendekati aterm dengan operasi sesar dan histerektomi atas indikasi
plasenta previa totalis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John


III Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics 22ND
EDITION 2005 .
2. Dwyer BK. Prenatal diagnosis of placenta accreta: sonography or magnetic
resonance imaging?. J Ultrasound Med. 2008; 27(9):1275-81.
3. Prawiharjono S, et Wiknjosastro H. 2009. Ilmu Kebidanan Edisi kedua.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
4. Onwuhafua, Polite. 2012. Transverse Lie in Labor: A Study from Kaduna,
Northern Nigeria. Trop Jobstet Gynecaol. 29 (1).
5. Udo, Atim., et al. 2013. Delivery Techniques at Elective Caesarian Section
for the Singleton term transverselying fetus in Nogerian Teaching Hospital.
Transnational Journal of Science and Technology. 3 (5). ISSN 1857-8047.

Anda mungkin juga menyukai