Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

KISTA COKLAT
(KISTA ENDOMETRIOSIS)

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti


Program Pendidikan Profesi Stase Obstetri dan Gynekologi
Di RSUD Kebumen

Diajukan Kepada:
dr. Suroso, Sp. OG

Disusun oleh:
Galan Sepdiar Prajakomara (08711053)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2012
BAB 1

PENDAHULUAN

Endometriosis adalah suatu penyakit yang lazim menyerang wanita di usia reproduksi.
Penyakit ini merupakan kelainan ginekologis yang menimbulkan keluhan nyeri haid, nyeri
saat senggama, pembesaran ovarium dan infertilitas.

Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal dari lapisan uterus yaitu
endometrium menyerang organ-organ di rongga pelvis dan tumbuh di sana. Jaringan
endometrium yang salah tempat ini menyebabkan iritasi di rongga pelvis dan menimbulkan
gejala nyeri serta infertilitas.

Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung atau flek-
flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek ini bisa berwarna
bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan endometriosis dapat tumbuh di
permukaan rongga pelvis, peritoneum, dan organ-organ di rongga pelvis, yang kesemuanya
dapat berkembang membentuk nodul-nodul. Endometriosis bisa tumbuh di permukaan
ovarium atau menyerang bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah yang
disebut sebagai kista endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena
terdapat penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran
kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur. Endometriosis dapat
mengiritasi jaringan di sekitarnya dan dapat menyebabkan perlekatan (adhesi) akibat jaringan
parut yang ditimbulkannya.

Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-60%
wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara perempuan dan anak
perempuan dari wanita yang menderita endometriosis berisiko 6-9 kali lebih besar untuk
berkembang menjadi endometriosis.

Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk menjadi
tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 30-40%, dan risiko
berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah mendapat pengobatan yang
optimum memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30%.

Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif tidak


memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit tersebut belum
terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis hanya dapat dievaluasi saat
ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi merupakan tindakan yang minimal
invasif tetapi memerlukan keterampilan operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi
komplikasi dari yang ringan sampai berat. Alasan yang dikemukakan tadi menyebabkan
banyak penderita endometriosis yang tidak mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk
mengetahui apakah endometriosis sudah berhasil diobati atau tidak.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih


berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar-kelenjar dan stroma.
Kista endometriosis adalah suatu jenis kista yang berasal dari jaringan endometrium. Ukuran
kista bisa bervariasi antara 0.4-4 inchi. Jika kista mengalami ruptur, isi dari kista akan mengisi
ovarium dan rongga pelvis.

Etiologi

Teori tentang terjadinya endometriosis adalah sebagai berikut:1. Teori retrograde


menstruasi. Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori
implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson. Teori ini didasari atas 3
asumsi:

1.Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii

2.Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam rongga peritoneum

3.Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat menempel ke peritoneum


dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi.

Teori diatas berdasarkan penemuan: 1.Penelitian terkini dengan memakai laparoskopi


saat pasien sedang haid, ditemukan darah haid berbalik dalam cairan peritoneum pada 75-90%
wanita dengan tuba falopii paten. 2. Sel-sel endometrium dari darah haid berbalik tersebut
diambil dari cairan peritoneum dan dilakukan kultur sel ternyata ditemukan hidup dan dapat
melekat serta menembus permukaan mesotelial dari peritoneum. 3.Endometriosis lebih sering
timbul pada wanita dengan sumbatan kelainan mulerian daripada perempuan dengan
malformasi yang tidak menyumbat saluran keluar dari darah haid. 4. Insiden endometriosis
meningkat pada wanita dengan permulaan menars, siklus haid yang pendek atau menoragia.
2. Teori metaplasia soelomik

Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh Meyer. Teori ini
menyatakan bahwa endometriosis berasal dari perubahan metaplasia spontan dalam sel-sel
mesotelial yang berasal dari epitel soelom (terletak dalam peritoneum dan pleura). Perubahan
metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh beberapa faktor seperti infeksi, hormonal dan
rangsangan induksi lainnya. Teori ini dapat menerangkan endometriosis yang ditemukan pada
laki-laki, sebelum pubertas dan gadis remaja, pada wanita yang tidak pernah menstruasi, serta
yang terdapat ditempat yang tidak biasanya seperti di pelvik, rongga toraks, saluran kencing
dan saluran pencernaan, kanalis inguinalis, umbilikus, dimana faktor lain juga berperan
seperti transpor vaskular dan limfatik dari sel endometrium.

3. Teori transplantasi langsung

Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang kurang hati-hati
seperti saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan episiotomi, dapat mengakibatkan
timbulnya jaringan endometriosis pada bekas parut operasi dan pada perineum bekas
perbaikan episiotomi tersebut.

4. Teori genetik dan imun

Semua teori diatas tidak dapat menjawab kenapa tidak semua wanita yang mengalami
haid menderita endometriosis, kenapa pada wanita tertentu penyakitnya berat, wanita lain
tidak dan juga tidak dapat menerangkan beberapa tampilan dari lesi. Penelitian tentang
genetik dan fungsi imun wanita dengan endometriosis dan lingkungannya dapat menjawab
pertanyaan diatas.

Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu dan anak
dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu dasar genetik.
Matriksmetaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang menghancurkan matriks
ekstraseluler dan membantu lepasnya endometrium normal dan pertumbuhan endometrium
baru yang dirangsang oleh estrogen. Tampilan MMP meningkat pada awal siklus haid dan
biasanya ditekan oleh progesteron selama fase sekresi. Tampilan abnormal dari MMP
dikaitkan dengan penyakit- penyakit invasif dan destruktif. Pada wanita yang menderita
endometriosis, MMP yang disekresioleh endometri-um luar biasa resisten (kebal) terhadap
penekanan progesteron. Tampilan MMP yang menetap didalam sel-sel endometrium yang
terkelupas dapat mengakibatkan suatu potensi invasif terhadap endometrium yang berbalik
arah sehingga menyebabkan invasi dari permukaan peritoneum dan selanjutnya terjadi
proliferasi sel.

Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang menyebabkan


pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif. Makrofag merupakan bahan
kunci untuk respon imun alami, bagian sistem imun yang tidak antigen-spesifik dan tidak
mencakup memori imunologik. Makrofag mempertahankan tuan rumah melalui pengenalan,
fagositosis, dan penghancuran mikroorganisme yang jahat dan juga bertindak sebagai
pemakan,membantu untuk membersihkan sel apoptosis dan sel-sel debris. Makrofag
mensekresi berbagaimacam sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan
membantu fungsi-fungsi faktor diatas disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi tipe
sel yang lain. Makrofag terdapat dalam cairan peritoneum normal dan jumlah serta
aktifitasnya meningkat pada wanita denganendometriosis. Pada penderita endometriosis,
makrofag yang terdapat di peritoneum dan monosityang beredar teraktivasi sehingga
penyakitnya berkembang melalui sekresi faktor pertumbuhandan sitokin yang merangsang
proliferasi dari endometrium ektopik dan menghambat fungsi pemakannya.Natural killer juga
merupakan komponen lain yang penting dalam prosesterjadinya endometriosis, aktifitas
sitotoksik menurun dan lebih jelas terlihat pada wanita denganstadium endometriosis yang
lanjut.

5. Faktor endokrin

Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen (estrogen-


dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme estrogen telah diimplikasikan
daam patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu enzim yang merubah androgen,
androstenedion dan testosteron menjadi estron dan estradiol. Aromatase ini ditemukan dalam
banyak sel manusiaseperti sel granulosa ovarium, sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan
fibroblas kulit.
Kista endometriosis dan susukan endometriosis diluar ovarium menampilkan kadar
aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang tinggi pula. Dengan kata lain,
wanitadengan endometriosis mempunyai kelainan genetik dan membantu perkembangan
produksiestrogen endometrium lokal. Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang
aktifitassiklooksigenase tipe-2 lokal (COX-2) yang membuat prostaglandin (PG)E suatu
perangsang poten terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari endometriosis,
sehingga produksiestrogen berlangsung terus secara lokal.

Estron dan estradiol saling dirubah oleh kerja 17β-hidroksisteroid


dehidrogenase(17βHSD), yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi estradiol
(bentuk estrogenyang lebih poten) dan tipe-2 merubah estradiol menjadi estron. Dalam
endometrium eutopik normal, progesteron merangsang aktifitas tipe-2 dalam kelenjar
epitelium, enzim tipe-2 inisangat banyak ditemukan pada kelenjar endometrium fase sekresi.
Dalam jaringanendometriotik, tipe-1 ditemukan secara normal, tetapi tipe-2 secara bersamaan
tidak ditemukan.Progesteron tidak merangsang aktiftas tipe-2 dalam susukan endometriotik
karena tampilan reseptor progesteron juga abnormal. Reseptor progesteron terdiri dari 2 tipe:
PR-A dan PR-B,keduanya ini ditemukan pada endometrium eutopik normal, sedangkan pada
jaringanendometriotik hanya PR-A saja yang ditemukan.

Klasifikasi

Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan lokasi dan tipe lesi,yaitu:

1. Peritoneal endometriosis

Pada awalnya lesi di peritoneum akan banyak tumbuh vaskularisasi sehingga


menimbulkan perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan menyebabkan timbulnya
perdarahan kronik rekuren dan reaksi inflamasi sehingga tumbuh jaringan fibrosis dan
sembuh. Lesi berwarna merah dapat berubah menjadi lesi hitam tipikal dan setelah itu lesi
akan berubah menjadi lesi putih yang miskin vaskularisasi dan ditemukan debris glandular

2. Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma)

Ovarian endometrioma diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks ovarium setelah
penimbunan debris menstruasi dari perdarahan jaringan endometriosis. Kista endometrium
bisa besar (>3cm) dan multilokus, dan bisa tampak seperti kista coklat karena penimbunan
darah dan debris ke dalam rongga kista.

3. Deep Nodular Endometriosis

Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum rektovaginal atau
struktur fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan ligamentum utero-ovarium. Nodul-nodul
dibentuk oleh hiperplasia otot polos dan jaringan fibrosis di sekitar jaringan yang
menginfiltrasi. Jaringan endometriosis akan tertutup sebagai nodul, dan tidak ada perdarahan
secara klinis yang berhubungan dengan endometriosis nodular dalam. Ada banyak klasifikasi
stadium yang digunakan untuk mengelompokkan endometriosis dari ringan hingga berat, dan
yang paling sering digunakan adalah sistem American FertilitySociety (AFS) yang telah
direvisi. Klasifikasi ini menjelaskan tentang lokasi dan kedalaman penyakit berikut jenis dan
perluasan adhesi yang dibuat dalam sistem skor. Berikut adalah skor yang digunakan untuk
mengklasifikasikan stadium:

- Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal)

- Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang)

- Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat)

- Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat)

Martin pada tahun 2006 mengusulkan sistem kalsifikasi stadium untuk mengetahui
tingkat kepercayaan dari tindakan laparaskopi diagnostik terhadap endometriosis. Tingkat
kepercayaan laparaskopi terdiri atas 4 tingkatan:

Tingkat 1: Mungkin endometriosis – Vesikel peritoneal, polip merah, polip kuning,


hipervaskularisasi, jaringan parut, adhesi.

Tingkat 2: Diduga endometriosis – Kista coklat dengan aliran bebas dari cairan coklat

Tingkat 3: Pasti endometriosis – Lesi jaringan parut gelap, lesi merah dengan latar belakang
jaringan ikat sebagai jaringan parut, kista coklat dengan area mottle merah dan gelap dengan
latar belakang putih.
Tingkat 4: Endometriosis – Lesi gelap dan jaringan parut pada pembedahan pertama.

Histogenesis

Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak dianut adalah teori dari
Sampson. Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali
(regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid
didapati sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel endometrium yang masih hidup ini
kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis.

Teori lain dikemukakan oleh Robert Meyer bahwa endometriosis terjadi karena
rangsangan pada sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di
daerah pelvis. Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasia dari sel-sel epitel itu sehingga
terbentuk jaringan endometrium.

Teori hormonal bermula dari kenyataan bahwa kehamilan dapat menyembuhkan


endometriosis. Rendahnya kadar FSH, LH dan E2 dapat menghilangkan endometriosis.
Pemberian steroid seks dapat menekan sekresi FSH, LH dan E2. Pendapat yang sudah lama
dianut ini mengemukakan bahwa pertumbuhan endometriosis sangat tergantung dari kadar
estrogen dalam tubuh. Pendapat ini mulai diragukan karena pada tahun 1989 Baziad dan
Jacoeb menemukan kadar E2 yang cukup tinggi pada kasus-kasus endometriosis. Jacoeb pada
tahun 1990 pun menemukan kadar E2 serum pada setiap kelompok derajat endometriosis
hampir semuanya tinggi. Keadaan ini juga tidak bergantung pada beratnya derajat
endometriosis. Kalaumemang dianggap perkembangan endometriosis bergantung pada kadar
estrogen dalam tubuh,seharusnya terdapat hubungan bermakna antara beratnya derajat
endometriosis dengan kadar E2 di lain pihak, apabila kadar E2 dalam tubuh maka senyawa ini
akan diubah kembali menjadiandrogen melalui proses aromatisasi. Akibatnya, kadar
testosterone pun akan meninggi. Tetapi kenyataannya pada penelitian ini, kadar T tidak
berubah secara bermakna menurut beratnya penyakit.

Sedangkan teori terakhir, endometriosis dikaitkan dengan aktivitas imun. Teori


imunologis menerangkan bahwa secara embriologis, sel epitel yang membungkus peritoneum
parietal dan permukaan ovarium memiliki asal yang sama, oleh karena itu sel-sel
endometriosis akan sejenis dengan mesotel. Telah diketahui bahwa CA-125 merupakan suatu
antigen permukaan sel yang semula diduga khas untuk ovarium. Karena endometriosis
merupakan proses proliferasi sel yang bersifat destruktif, maka lesi ini tentu akan
meningkatkan kadar CA-125. Banyak yang berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu
penyakit autoimun karena memiliki kriteria yang cenderung lebih banyak pada wanita,
bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan multiorgan dan menunjukkan
aktivitas sel B-poliklonal.

Gejala Klinis

Gejala-gejala yang sering ditemukan pada kista endometriosis adalah:

• Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama
haid(dismenore). Sebab dari dismenore ini tidak diketahui tetapi mungkin ada hubungannya
dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan
semasa haid. Nyeri tidak selalu didapatkan pada endometriosis walaupun kelainan sudah luas
sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan gejala nyeri yang hebat. Nyeri yang hebat
dapat menyebabkan mual, mntah, dan diare. Dismenore primer terjadi selama tahun-tahun
awal mestruasi, dan semakin meningkat dengan usia saat melahirkan anak,dan biasanya hal
ini tidak berhubungan dengan endometriosis. Dismenore sekunder terjadi lebih lambat dan
akan semakin meningkat dengan pertambahan usia. Hal ini bisa menjadi tanda peringatan
akan terjadinya endometriosis, walaupun beberapa wanitadengan endometriosis tidak terlalu
merasakannya.

• Dispareunia merupakan gejala yang sering dijumpai disebabkan oleh karena adanya
endometriosis di kavum Douglas.

• Nyeri waktu defekasi, terjadi karena adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid.
Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut.

Penatalaksanaan

Endometriosis bisa diterapi dengan medikamentosa dan/atau pembedahan. Pengobatan


endometriosis juga bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan/atau memperbaiki fertilitas.
• Endometriosis dan subfertilitas

Adhesi peritubal dan periovarian dapat menginterferensi dengan transportasi ovum


secara mekanik dan berperan dalam menyebabkan subfertilitas.Endometriosis peritoneal telah
terbukti berperan dalam menyebabkan subfertilitas dengan cara berinterferensi dengan
motilitas tuba, follikulogenesis, dan fungsikorpus luteum. Aromatase dipercaya dapat
meningkatkan kadar prostaglandin E melalui peningkatan ekspresi COX-2. Endometriosis
juga dapat menyebabkan subfertilitas melalui peningkatan jumlah sperma yang terikat ke
epitel ampulla sehingga mempengaruhi interaksi sperm-endosalpingeal.

Pemberian medikamentosa pada endometriosis minimal atau sedang tidak terbukti


meningkatkan angka kehamilan. Endometriosis sedang sampai berat harus dioperasi. Pilihan
lainnya untuk mendapatkan kehamilan ialah inseminasi intrauterin, superovulasi, dan
fertilisasi invitro. Pada suatu penelitian case-contol , rata-rata kehamilan dengan injeksi
sperma intrasitoplasmik tidak dipengaruih oleh kehadiran endometriosis. Lebih jauh, analisi
lainnya menunjukkan peningkatan kejadian kehamilan akibat fertilisasi in vitro dengan
preterapi endometriosis tingkat 3 dan 4 dengan agonis gonadotropin-releasing hormone
(GnRH).

Terapi interval

Beberapa peneliti percaya bahwa endometriosis dapat ditekan dengan pemberian profilaksis
berupa kontrasepsi oral kombinasi berkesinambungan, analog GnRH, medroksiprogesteron,
atau danazol sebagai upaya untuk meregresi penyakit yang asimtomastik dan mengatasi
fertilitas subsekuen.

Ablasi melalui pembedahan untk endometriosis simptomatik juga dapatmeningkatkan


kesuburan dalam 3 tahun setelah follow-up.

• Tidak ada hubungan antara endometriosis dengan abortus rekuren dan tidak ada penelitian
yang menunjukkan bahwa terapi medikamentosa atau pembedahan dapatmengurangi angka
kejadian abortus.

• Terapi medis: pil kontrasepsi oral kombinasi, danazol, agen progestational, dan
analogGnRH. Semua obat ini memiliki efek yang sama dalam mengurangi nyeri dan
durasinya. Pil kontrasepsioral kombinasi berperan dalam supresi ovarium danmemperpanjang
efek progestin.

Semua agen progesteron berperan dalam desidualisasi dan atrofi endometrium.

Medroksiprogesteron asetat berperan dalam mengurangi nyeri.

Megestrol asetat juga memiliki efek yang sama

The levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) berguna dalam mengurangi nyeri akibat
endometriosis. Analog GnRH berguna untuk menurunkan gejala nyeri, namun tidak berefek
dalam meningkatkan angka fertilitas. Terapi dengan GnRH menurunkan gejala nyeri pada 85-
100% wanita dengan endometriosis.

o Danazol berperan untuk menghambat siklus follicle-stimulating hormone (FSH)and


luteinizing hormone (LH) dan mencegah steroidogenesis di korpus luteum.

Terapi Bedah

Terapi bedah bisa diklasifikasikan menjadi terapi bedah konservatif jika fungsi
reproduksi berusaha dipertahankan, semi konservatif jika kemampuan reproduksi dikurangi
tetapi fungsi ovarium masih ada, dan radikal jika uterus dan ovarium diangkat secara
keseluruhan. Usia,keinginan untuk memperoleh anak lagi, perubahan kualitas hidup, adalah
hal-hal yang menjadi pertimbangan ketika memutuskan suatu jenis tindakan operasi.

• Pembedahan konservatif

Tujuannya adalah merusak jaringan endometriosis dan melepaskan perlengketan


perituba dan periovarian yang menjadi sebab timbulnya gejala nyeri dan mengganggu
transportasi ovum. Pendekatan laparoskopi adalah metode pilihan untuk mengobati
endometriosis secara konservatif. Ablasi bisa dilakukan dengan laser atau elektrodiatermi.
Secara keseluruhan, angka rekurensi adalah 19%. Pembedahan ablasi laparoskopi dengan
diatermi bipolar atau laser efktif dalam menghilangkan gejala nyeri pada 87%. Kista
endometriosis dapat diterapi dengan drainase atau kistektomi. Kistektomi laparoskopi
mengobati keluhan nyeri lebih baik daripada tindakan drainase. Terapi medis dengan agonis
GnRH mengurangi ukuran kista tetapi tidak berhubungan dengan hilangnya gejala nyeri.
Flushing tuba dengan media larut minyak dapat meningkatkan angka kehamilan pada
kasus infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis. Untuk dismenorhea yang hebat
dapat dilakukan neurektomi presakral. Bundelsaraf yang dilakukan transeksi adalah pada
vertebra sakral III, dan bagiandistalnya diligasi.

Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) berguna untuk mengurangi gejala


dispareunia dan nyeri punggung bawah. Untuk pasien dengan endometriosis sedang,
pengobatan hormonal adjuvant postoperative efektif untuk mengurangi nyeri tetapi tidak ada
berefek padafertilitas. Analog GnRH, danazol, dan medroksiprogesteron berguna untuk hal
ini.

• Pembedahan semikonservatif

Indikasi pembedahan jenis ini adalah wanita yang telah melahirkan anak dengan
lengkap, dan terlalu muda untuk menjalani pembedahan radikal, dan merasa terganggu oleh
gejala-gejala endometriosis. Pembedahan yang dimaksud adalah histerektomi dan sitoreduksi
dari jaringan endometriosis pelvis. Kista endometriosis bisa diangkat karena sepersepuluh dari
jaringan ovarium yang berfungsi diperlukan untuk memproduksi hormon. Pasien yang
dilakukan histerektomi dengan tetap mempertahankan ovarium memiliki risiko enam kali lipat
lebih besar untuk mengalami rekurensi dibandingkan dengan wanita yang dilakukan
histerektomi dan ooforektomi.

Terapi medis pada wanita yang telah memiliki cukup anak yang juga memilikiefek dalam
mereduksi gejala.

• Pembedahan radikal

Histerektomi total dengan ooforektomi bilateral dan sitoreduksi dari endometriumyang


terlihat. Adhesiolisis ditujukan untuk memungkinkan mobilitas dan menormalkan kembali
hubungan antara organ-organ di dalam rongga pelvis.

Obstruksi ureter memerlukan tindakan bedah untuk mengeksisi begian yangmengalami


kerusakan. Pada endometriosis dengan obstruksi usus dilakukanreseksi anastomosis jika
obstruksi berada di rektosigmoid anterior.
BAB III
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 31 tahun
Alamat : Jagomertan RT 02/ RW 03
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status Perkawinan : Kawin
Tanggal Masuk : 5 Oktober 2012
No CM : 847184

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Benjolan di perut
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Datang seorang P0A0 atas kiriman dr.Palupi, Sp.OG dengan diagnosis
kista coklat. Pasien mengeluh terdapat benjolan di perut yang sudah dirasakan sejak
± 1 tahun yang lalu. Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar, disertai
rasa mules dan pinggang mules. Menstruasi tidak teratur (-), perdarahan di luar
siklus menstruasi (-). Menstruasi yang banyak jumlahnya (-), saat haid ganti
pembalut 3 kali/hari. Nyeri haid (+) seperti ditusuk-tusuk. Nyeri saat berhubungan (-
), BAB dan BAK tidak ada keluhan, KB (-), keputihan (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
R. Hipertensi : Disangkal
R. DM : Disangkal
R. Penyakit Jantung : Disangkal
R. Alergi Obat : Disangkal
R. Operasi : Disangkal
R. Mondok di RS : Disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
R. Hipertensi : Disangkal
R. DM : Disangkal
R. Asma : Disangkal
R. Alergi Obat : Disangkal
f. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Lama Haid : 7 hari
Siklus Haid : 28 hari
Nyeri haid : (+)
HPMT : 27 September 2012
g. Riwayat Fertilitas : belum pernah hamil
h. Riwayat Obstetri : belum pernah hamil
j. Riwayat Perkawinan : Menikah 1 kali dengan suami sekarang,
9 tahun.
k. Riwayat KB : Tidak KB.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Interna
Keadaan Umum : baik, compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,8 derajat celcius.
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher : KGB tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar,
JVP tidak meningkat.
Thorak
Cor : I : Ictus cordis tidak tampak
P: Ictus cordis tidak kuat angkat.
P : Batas Jantung kesan tidak melebar.
A: BJ I-II interval normal, regular, bising (-)
Pulmo : I : Pengembangan dada kanan = kiri
P : Fremitus raba kanan = kiri
P: Sonor/ sonor
A: SDV (+/+), Suara tambahan (-/-).
Abdomen I: Dinding perut // dinding dada.
P: supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 1 jari di bawah pusat, teraba
massa di daerah suprapubik sebesar telur bebek, konsistensi
kistik, berbatas tegas
P: undulasi (-), pekak di daerah massa
A: Peristaltik (+) normal.
Ekstremitas : Oedem (-/-)
Genital : Perdarahan (-), lendir (-), massa (-).
b. Status Ginekologis
Pemeriksaan Dalam
VT : V/U tenang, dinding vagina dbN, portio lunak, OUE tertutup,
teraba massa seukuran kepalan tangan dewasa, konsistensi
kistik, terfiksir, kesan berasal dari parametrium kanan, massa
digerakkan portio tidak bergerak, darah (-), discharge (-)
Inspekulo : V/U tenang, dinding vagina dbN, portio livid (-), utuh, OUE
tertutup, darah (-), discharge (-)

IV PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 5 Oktober 2012 :

Hb : 12,3 g/dl Ureum : 18,3 mg/dl


Hct : 37,3 % Creatinin : 0,37 mg/dl
Eritrosit : 4,19 x 1012/L SGOT : 20,0 U/L
Leukosit : 5,98 x 109/L SGPT : 20,5 U/L
Gol Darah :O Alb : 4, 13 g/dl
GDS : 82 mg/dL PP test : negatif
Trombosit : 175 x109/L HBsAg : negative

USG :
VU terisi cukup, tampak uterus dalam batas normal, tampak gambaran ground glass.
Tampak massa hipoechoic ukuran 7 x 9 cm.
Kesan : menyokong gambaran kista coklat

V. KESIMPULAN
Seorang P0A0 31 tahun, dengan riwayat infertil 9 tahun, pada abdomen teraba massa
pada suprapubis sebesar telur bebek dengan konsistensi kistik, berbatas tegas,
permukaan tidak berbenjol.

VI. DIAGNOSIS
Kista coklat (kista endometriosis)

VII. PROGNOSIS
Dubia
VIII. PENATALAKSANAAN
- Mondok Bangsal
- Usul laparotomi, kistektomi

Pada pukul 09.30 WIB dilakukan laparotomi pada pasien ini. Berikut ini adalah laporan
operasinya:
- Diagnosis pre-OP: Kista Coklat
- Diagnosis post-OP: Post Salphingo Ooforektomi Dextra a/i Kista endometrium dextra
disertai perlengketan tuba fallopi dan ovarium dextra
- Jaringan yangg dieksisi/insisi: Kista ovarium dextra
- Macam OP: SOD (Salphingo-Ooforektomi Dextra)
- Temuan saat OP:
1. Perlengketan hebat antara tuba fallopi dan ovarium dextra (massa berwarna putih keabu-
abuan)
2. Kista pecah berwarna merah kecoklatan, kesan kista coklat
3. Dilakukan SOD
4. Jaringan tumor dikirim untuk dilakukan pemeriksaan PA
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis
Diagnosis kerja pada pasien ini sudah tepat, karena berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, penyakit pasien ini mengarah
ke kista endometriosis, meskipun pada awalnya pasien sempat dicurigai sebagai kista
ovarium.
Dari anamnesis diperoleh data timbulnya benjolan pada perut bagian bawah yang
membesar secara perlahan-lahan, disertai adanya keluhan nyeri hebat saat haid yang
berlangsung terus-menerus. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa gejala kista
endometriosis adalah nyeri perut bawah yang progresif yang terjadi selama haid
(dismenorhea). Sebab dari dismenorhea ini tidak diketahui tetapi mungkin ada hubungannya
dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan
semasa haid.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan massa tumor di regio suprapubis, sebesar
telur bebek, permukaan licin, kistik, terfiksir, batas tegas, tidak nyeri. Dari pemeriksaan
ginekologi, teraba massa kistik di parametrium dekstra. Hal ini menunjukkan bahwa massa
tersebut merupakan suatu kista, tapi untuk menentukan identifikasi asal kista dan jenis kista
perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Dalam kasus ini pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah pemeriksaan USG. Hasilnya adalah tampak massa kistik dengan ukuran 7 x
9 cm yang memberi kesan kista endometriosis.
Penatalaksanaan

Pada pasien ini dilakukan laparotomi. Adapun pemilihan tindakan bedah pada pasien
ini sudah tepat karena berdasarkan kepustakaan, kista endometriosis yang ukurannya lebih
dari 2 cm atau yang sudah terjadi perlengketan lebih baik diobati dengan pembedahan, yang
bertujuan untuk mengangkat kista endometriosis dan membebaskan perlengketan
endometriosis.. Pengangkatan adneksa dari endometriosis yang berat dilakukan bila adneksa
sebelahnya normal. Pada wanita yang usianya kurang dari 40 tahun atau seorang P0A0, perlu
dipertimbangkan untuk meninggalkan sebagian jaringan ovarium yang sehat.
Pada pasien ini dilakukan salphingo-ooforektomi dextra dan ditemukan kista pecah
berwarna merah kecoklatan yang memberi kesan kista coklat. Selain itu juga tampak
perlengketan hebat antara tuba fallopi dekstra dan ovarium dekstra (massa berwarna putih
keabu-abuan). Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa gambaran kista
endometriosis akan tampak kista-kista biru kecil sampai kista besar (kadang-kadang sebesar
tinju) berisi darah tua menyerupai coklat (kista coklat). Pada kista coklat, darah tua keluar
sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan antara
permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Sebagai akibat dari timbulnya
perdarahan pada waktu haid dari jaringan endometriosis, mudah sekali timbul perlekatan
antara alat-alat di sekitar kavum Douglasi.
DAFTAR PUSTAKA

American Society. Endometriosis a guide for


patienthttp://www.asrm.org/Patient/patientbooklets/endometriosis.pdf [diakses 12
Oktober 2012]

Oepomo TD. Concentration of TNF-α in the peritoneal fluid and serum of


endometrioticpatients. http://www.unsjournals.com/DD0703D070302.pdf [diakses 12
Oktober 2012]

NHS Evidence, Annual Evidence Update on Endometriosis Epidemiology


andaetiology.http://www.library.nhs.uk/womenshealth/ViewResource.aspx?resID=258
981&tabID=290&catID=11472 [diakses 12 Oktober 2012]

Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP, 2002. p.314-36

Lee BM, The Endometriosis cyst.http://ezinearticles.com/?Cyst-Endometriosis---Cyst-in-the-


Walls-of-the-Womb&id=1794678[diakses 12 Oktober 2012]

Wellbery C. Diagnosis and Treatment of Endometriosis


1999;http://www.aafp.org/afp/991015ap/contentshtml[diakses 12 Oktober 2012]

Overton C, Davis C, McMillanL, Shaw R. An Atlas Of Endometriosis, 3rd ed. London:Informa


Healthcare, 2007. p.2-3, 36

Sud S, Tulandi T. Endometriosishttp://www.obgyn.net/medical.asp?


page=/english/pubs/features/mcgill-student-projects/endometriosis.
london.1999[diakses 12 Oktober 2012]

Martin DC. Endometriosis staging.http://www.memfert.com/endostage.htm[diakses 12


Oktober 2012]

Farid. Endometriosis di Sekitar Kita http://www.majalah


farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=201[diakses 11 Oktober 2012]
Endometriosis Research Foundation. Diagnosing
endometriosis,.http://www.endometriosis.org/endometriosis.html[diakses 12 Oktober
2012]

Stoppler MC, Endometriosis http://www.medicinenet.com/endometriosis/page3.htm#tocg


[diakses 12 Oktober 2012]

Kapoor D, Davila. Endometriosis: Treatment & Medication.


http//www.emedicine.com[diakses 12 Oktober 2012)

Anda mungkin juga menyukai