PENDAHULUAN
Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium
yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.
Salah satu dari kista coklat yang paling memberikan dampak klinis adalah kista
endometriosis atau sering disebut endometrioma. Endometriosis selain dapat
menyebabkan nyeri pelvis kronis atau dysmenorrhea, ia sering juga menyebabkan
infertilitas. Selain dari pada itu, sering kasus neoplasma ganas pada ovarium
maupun ekstraovarium berawal dan berkembang dari lesi endometriosis itu
sendiri. 1,2
1
Tampilan mikroskopik histopatologi kista coklat ini sebenarnya cukup
khas untuk bisa menegakkan jenis dari kista coklat tersebut. Seperti contoh, untuk
menegakkan diagnosis kista endometriosis atau endometrioma, diperlukan kriteria
identifikasi kelenjar dan stroma endometrium ektopik di dalam ovarium. Namun
sering sekali terjadi, dalam sebuah specimen histopatologi, gambaran kelenjar
maupun stroma endometriosis tidaklah begitu spesifik. Begitu juga halnya dengan
jenis kista ovarium hemoragis lainnya yang memberikan gambaran yang mirip
dengan endometrioma. Pemeriksaan histopatologi rutin konvensional ini sering
memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu. Karena terapi dari kondisi di
atas sangat berbeda, maka penting sekali untuk dapat mengkonfirmasi diagnosis
endometriosis sehingga diperlukan metode yang lebih baik dan objektif dalam
penegakan diagnosis endometriosis. 4
2
Tampilannya yang khas secara ultrasonografi dan tampilan makroskopik
saat operasi sering kali begitu khas sehingga klinisi sering menjadi sangat yakin
akan diagnosis kista endometriosis ini. Padahal kista coklat ovarium dalam
terminologi histopatologi bukanlah semata hanya kista endometriosis. Kita masih
mengenal jenis - jenis kista coklat lainnya seperti kista lutein berdarah dan kista
hemoragis lainnya. 1,2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang
masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar-
kelenjar dan stroma.8 Kista endometriosis adalah suatu jenis kista yang berasal
dari jaringan endometrium. Ukuran kista bisa bervariasi antara 0.4-4 inchi. Jika
kista mengalami ruptur, isi dari kista akan mengisi ovarium dan rongga pelvis.9
4
2.2 Etiologi
Hingga saat ini penyebab endometriosis belum diketahui secara pasti, oleh karena
belum ada satupun teori yang sempurna dan dapat menerangkan penyebab
terjadinya endometriosis,
Ada beberapa teori yang diutarakan oleh beberapa ahli mengenai penyebab
endometriosis yaitu:
2.3 Patogenesis
Sampai saat ini belum ada yang dapat menerangkan secara pasti penyebab
terjadinya endometriosis. Namun demikian beberapa ahli mencoba menerangkan
kejadian endometriosis, antara lain :
5
1. Teori implantasi dan regurgitasi (John A. Sampson)
4. Teori imunologik
6
bekerja secara hormonal, sekarang ternyata telah dipakai untuk mengobati
penyakit autoimun atas dasar bahwa danazol menurunkan tempat ikatan IgG pada
monosit, sehingga mempengaruhi aktivitas fagositik. 10
1. Peritoneal endometriosis
7
Pada tahun 1996, ASRM merevisi sistem klasifikasinya, yang dikenal
dengan sistem skoring revised AFS (r-AFS). Dalam sistem ini dibagi menjadi
empat derajat keparahan, yakni :14
a. Stadium I (minimal) : 1 - 5
b. Stadium II (ringan) : 6 - 15
8
2.5 Diagnosis
Anamnesis
15
Gejala dan tanda pada endometriosis tidak spesifik. Gejala pada
endometriosis biasanya disebabkan oleh pertumbuhan jaringan endometriosis,
yang dipengaruhi hormon ovarium selama siklus haid, berupa nyeri pada daerah
pelvik,20 akibat dari:
melimpahnya darah dari endometrium sehingga merangsang
peritoneum.17,18,19
kontraksi uterus akibat meningkatnya kadar prostaglandin (PGF2 alpha
dan PGE) yang dihasilkan oleh jaringan endometriosis itu sendiri.17,20
9
pinggang yang semakin berat selama haid nyeri rektum dan saat defekasi juga
dapat terjadi tergantung daeran invasi jaringan endometriosisnya. Sering
dirasakan nyeri pelvik siklik yang mungkin berkaitan dengan nyeri traktus
urinarius dan gastrointestinal.17,20,21
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Selalunya tidak terdapat sebarang kelainan pada inspeksi visual dari luar.
Namun, pada beberapa kasus, terdapat tanda endometriosis di dalam bekas
episiotomy ataupun bekas operasi lainnya, paling banyak adalah pada insisi
Pfannenstiel. Endometriosis dapat bertumbuh secara spontan dalam perineum atau
perianal.23
Gambar 3. Endometriosis pada bagian bawah bekas insisi vertical bagian median.
10
Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan bimanual
Pemeriksaan laboratorium
SERUM CA125
11
peningkatan derajat keparahan pada endometriosis. Walaupun begitu,
pemeriksaan esei ini mempunyai sensitifiti yang buruk dalam mendeteksi
endometriosis derajat ringan. Namun marker ini lebih tepat untuk mendiagnosa
endometriosis derajat III dan IV. Juga meningkat pada infeksi radang panggul,
mioma dan trimester awal kehamilan. Untuk monitor prognostic pascaoperatif
endometriosis bila nilainya tinggi berarti prognostic kekambuhannya tinggi. Bila
CA 125> 65 mIU/ml praoperatif menunjukkan derajat beratnya endometriosis.23
Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi (USG)
o Hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis (kista
endometriosis) >1cm, tidak dapat digunakan untuk melihat bintik-
bintik endometriosis ataupun perlengketan
o Dengan USG transvaginal dapat melihat gambaran karakteristik
kista endometriosis dengan bentuk kistik dan adanya interval eko
di dalam kista. (ground grass appearance)22,23,24,25
12
Gambar 4. Sonogram transvaginal menunjukkan endometrioma ovarian.
Terdapat kista dengan eko yang rendah dapat dilihat.
Penemuan laparoskopi terdapat pembagai jenis dan dapat dibedakan antara lesi
endometriotik, endometrioma dan formasi adheren. 22,23,24,25
13
Lesi endometriotik
Endometrioma
14
Gambar 6,7,8. Endometrioma dalam rongga pelvic, kista coklat endometriosis,
keadaan endometrioma yang dibelah, menunjukkan shaggy hemorrhagic lining.
15
2.6 Diagnosa Banding
2.7 Penatalaksanaan
Pencegahan
16
Pengobatan
Bagan : Diagnostik dan penanganan untuk perempuan dengan presumsi atau telah
dibuktikan dengan endometriosis. COCs = combination oral contraceptives;
GnRH = gonadotropin-releasing hormone; IUI = intrauterine insemination;
NSAIDs = nonsteroidal anti-inflammatory drugs.23
17
Endometriosis dan subfertilitas
o Adhesi peritubal and periovarian dapat menginterferensi dengan
transportasi ovum secara mekanik dan berperan dalam
menyebabkan subfertilitas. Endometriosis peritoneal telah terbukti
berperan dalam menyebabkan subfertilitas dengan cara
berinterferensi dengan motilitas tuba, follikulogenesis, dan fungsi
korpus luteum. Aromatase dipercaya dapat meningkatkan kadar
prostaglandin E melalui peningkatan ekspresi COX-2.
Endometriosis juga dapat menyebabkan subfertilitas melalui
peningkatan jumlah sperma yang terikat ke epitel ampulla sehingga
mempengaruhi interaksi sperm-endosalpingeal.
o Pemberian medikamentosa pada endometriosis minimal atau
sedang tidak terbukti meningkatkan angka kehamilan.
Endometriosis sedang sampai berat harus dioperasi.
o Pilihan lainnya untuk mendapatkan kehamilan ialah inseminasi
intrauterin, superovulasi, dan fertilisasi invitro. Pada suatu
penelitian case-contol, rata-rata kehamilan dengan injeksi sperma
intrasitoplasmik tidak dipengaruih oleh kehadiran endometriosis.
Lebih jauh, analisi lainnya menunjukkan peningkatan kejadian
kehamilan akibat fertilisasi in vitro dengan preterapi endometriosis
tingkat 3 dan 4 dengan agonis gonadotropin-releasing hormone
(GnRH).
Terapi interval
o Beberapa peneliti percaya bahwa endometriosis dapat ditekan
dengan pemberian profilaksis berupa kontrasepsi oral kombinasi
berkesinambungan, analog GnRH, medroksiprogesteron, atau
danazol sebagai upaya untuk meregresi penyakit yang
asimtomastik dan mengatasi fertilitas subsekuen.
o Ablasi melalui pembedahan untk endometriosis simptomatik juga
dapat meningkatkan kesuburan dalam 3 tahun setelah follow-up.
18
Tidak ada hubungan antara endometriosis dengan abortus rekuren dan
tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa terapi medikamentosa atau
pembedahan dapat mengurangi angka kejadian abortus.
Terapi medis: pil kontrasepsi oral kombinasi, danazol, agen progestational,
dan analog GnRH. Semua obat ini memiliki efek yang sama dalam
mengurangi nyeri dan durasinya.
o Pil kontrasepsioral kombinasi berperan dalam supresi ovarium dan
memperpanjang efek progestin.
o Semua agen progesteron berperan dalam desidualisasi dan atrofi
endometrium.
Medroksiprogesteron asetat berperan dalam mengurangi
nyeri.
Megestrol asetat juga memiliki efek yang sama
The levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) berguna
dalam mengurangi nyeri akibat endometriosis.
o Analog GnRH berguna untuk menurunkan gejala nyeri, namun
tidak berefek dalam meningkatkan angka fertilitas. Terapi dengan
GnRH menurunkan gejala nyeri pada 85-100% wanita dengan
endometriosis.
o Danazol berperan untuk menghambat siklus follicle-stimulating
hormone (FSH) and luteinizing hormone (LH) dan mencegah
steroidogenesis di korpus luteum.
19
Konservatif
o Untuk mengangkat semua sarang endometriosis dan melepaskan
perlengketan dan memperbaiki kembali struktur anatomi
reproduksi
o Sarang endometriosis dibersihkan dengan eksisi, ablasi kauter,
ataupun laser
o Kista endometriosis <3cm di drainase dan di kauter dinding kista
o Kista endometriosis > 3cm dilakukan kistektomi dengan
meninggalkan jaringan ovarium yang sehat
o Dapat dilakukan secara laparatomi ataupun laparoskopi
o Laparaskopi menawarkan keuntungan lama rawatan yang pendek,
nyeri pasca operatif minimal, lebih sedikit perlengketan, visualisasi
operatif yang lebih baik terhadap bintik-bintiuk endometriosis.
o Menjadi pilihan pada perempuan masih muda, menginginkan
keturunan, memerlukan hormone reproduksi, mengingat
endometriosis ini merupakan suatu penyakit yang lambat progresif,
tidak cenderung ganas dan akan regresi bila menopause. 22,23,24,25
Radikal
o Dilakukan histerektomi dan bilateral salfingo-oovorektomi.
o Ditujukan kepada perempuan yang mengalami penanganan medis
atau bedah konservatif gagal dan tidak membutuhkan fungsi
reproduksi
o Setelah pembedahan radikal diberikan terapi substitusi hormone.
22,23,24,25
Simtomatis
o Dilakukan untuk menghilangkan nyeri dengan presacral
neuroctomy atau LUNA (laser uterosacral nerve ablation) 22,23,24,25
20
2.8 Komplikasi
2.9 Prognosis
21
BAB III
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23
11. Prabowo, Raden P. Endometriosis. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin
AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Edisi Ke-2, Jakarta 2005; 314-27.
12. Moore JG. Endometriosis dan Adenomiosis. Dalam : Christina Y, editor.
Esensial Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Buku Hipokrates, Edisi Ke-2,
Jakarta 2001; 401-9.
13. Sud S, Tulandi T. Endometriosis http://www.obgyn.net/medical.asp?page
=/english/pubs/features/mcgill-student-projects/endometriosis.london.1999
14. Triolo, Onofrio, Antonio Simone Lagana and Emanuele Sturlese. Chronic
Pelvic Pain in Endometriosis : An Overview. J Clin Med Res 2013;5(3):
153-163
15. Mounsey AL, Wilgus A, and Slawson DC. Diagnosis and Management of
Endometriosis. American Family Physician 74 [4], 15-8-2010 ; 594-600
16. Vercellini P, Fedele L, Aimi G, Pietropaolo G, Consonni D, and
Crosignani PG. Association between Endometriosis Stage, Lesion Type,
Patient Characteristics and Severity of pelvic pain Symptoms: A
Multivariate Analysis of Over 1000 patients. Human Reproduction
Update.European Society of Human Reproduction and Embryology 22 [1],
2007 ; 266-271
17. Jacoeb TZ and Hadisaputra W. Penanganan Endometriosis. Panduan
Klinis dan Algoritme. 1 ed. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
18. Giudice LC. Endometriosis. The New England Journal of Medicine 362
[25], 24-6-2010 ; 2389-2398
19. Falcone T and Lue JR. Management of Endometriosis. The American
College Of Obstetricians and Gynecologists.Practice Bullettin 116 [1], 1-
7-2010 ; 223-236
20. Royal College of Obstetricians and Gynaecologist. The Investigation and
Management of Endometriosis. Green-top Guideline 24, 2010 ; 1-14
21. Winkel CA. Evaluation and Management of Women with Endometriosis.
The American College of Obstetricians and Gynecologists.Clinical
Gynecologic Series: An Expert's View 102 [2], 2-8-2010 ; 397-408
24
22. Gibbs, Ronald S, Karlan, Beth Y, Haney, Arthur F, Nygaard, Ingrid E.
Endometriosis. Danforths Obstetrics and Gynecology. 10th ed. Lippincott
Williams & Wilkins. 2008. PG716-721
23. Schorge J.O, Schaffer J.I, Halvorson L.M, Hoffman B.L. Endometriosis.
Begin General Gynecology. Williams Gynecology. 23rd ed. McGraw Hill.
USA: 2010. Pg 476-514
24. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani W.I, Setiowulan W. Endometriosis.
Ilmu Kandungan. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 2009. Hl. 381-384
25. Luthan D, Adenin I, Halim B. Endometriosis. Ilmu kandungan. Edisi
ketiga. Pt. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2011. Hl.239-
250.
26. Tokushige N, Markham R, Russell P, Fraser IS. Different types of small
nerve fibers in eutopic endometrium and myometrium in women with
endometriosis. Fertility and Sterility 2007; 88: 795-803
27. Schorge et al. Endometriosis. In Schorge, Schaffe, Halvorson, Hoffman,
Bradshaw, Cunningman. Williams Gynecology. Mc Graw Hill 2008;
chapter 10
28. Curtis MG, Overholt S, Hopkins MP. Endometriosis. In Curtis MG,
Overholt S, Hopkins MP. Glass Office Gynecology. Lippincott Williams
and Wilkins 2006; chapter 13
29. Wellbery C. Diagnosis and Treatment of Endometriosis 1999;
http://www.aafp.org/afp/991015ap/contentshtml
30. Stoppler MC, Endometriosis http://www.medicinenet.com/endometriosis
/page3.htm#tocg
31. Kapoor D, Davila. Endometriosis: Treatment & Medication.
http//www.emedicine.com
25
32. Collier J, Longmore M, Turmezei T, Mafi A.R. Endometriosis.
Gynaecology. Oxford Handbook of Clinical Specialties. 8th ed. Pg 288-
289.
26