Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

TRIKOMONIASIS VAGINALIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Dokter Muda di

SMF Obstetri dan Ginekolohi RSUD Saiful Anwar

Malang

Stase Luar RS Universitas Brawijaya Malang

DM Blended Learning Obstetri dan Ginekologi

Periode 21 Juli 2023 – 24 September 2023

Disusun Oleh:

Siti Aisyah 220070200011091

Pembimbing:

dr. Subandi Reksohusodo, Sp.OG(K)Onk.

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN

GINEKOLOGIRSUD dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

BRAWIJAYA2023
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS

TRIKOMONIASIS VAGINALIS

DM Blended Learning Obstetri dan Ginekologi

Periode 31 Juli 2023 – 24 September 2023

Disusun Oleh:

Siti Aisyah 220070200011091

Telah disetujui pada:

Hari : Jumat

Tanggal : 25 Agustus 2023

Menyetujui,

SPV Pembimbing

dr. Subandi Reksohusodo, Sp.OG(K)Onk.

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trikomoniasis merupakan suatu penyakit infeksi protozoa yang menyerang


traktus urogenitalis bagian bawah baik pada pria maupun wanita dan disebabkan
oleh Trichomonas vaginalis, biasanya penyakit ini ditularkan melalui hubungan
seksual (Daili,2009). Pada pria umumnya asimtomatik dan prevalensinya lebih
rendah dibandingkan pada wanita (Djadjakusuma, 2009). Di Amerika, prevalensi
pada perempuan berkisar antara 2,8% (remaja) hingga 51% (komunitas kulit hitam)
dan 51% pada laki-laki kulit hitam. Setiap tahun sejumlah besar perempuan tanpa
gejala datang ke klinik obstetri dan ginekologi. WHO memperkirakan bahwa
trikomoniasis menyumbang hampir setengah dari seluruh IMS yang dapat
disembuhkan (Harp DF, 2011). Keadaan dimana lingkungan kurang baik dapat
terjadi infeksi secara tidak langsung melalui alat mandi seperti lap mandi, handuk
atau alat sanitasi seperti toilet seat ( Susanto 2008 ).

Menurut World Heath Organization, prevalensi trikomoniasis pada tahun 2008


mencapai 276,4 juta dari jumlah total kasus baru penyakit menular seksual (105.7
juta Klamidia trakomatis, 106.1 juta Neisseria gonore, 10.6 juta sifilis). Pada tahun
2016 WHO memperkirakan sekitar 156 juta kasus T. vaginalis di seluruh
dunia(sumber jurnal pubmed). Trikomoniasis telah dikaitkan dengan peningkatan
serokonversi virus HIV pada perempuan Selain itu, trikomoniasis dikaitkan
dengan kelahiran prematur atau pecahnya ketuban dan berat badan lahir rendah.
Faktor resiko trikomoniasis diantaranya penyakit menular seksual lainnya, kontak
seksual dengan banyak pasangan seksual, tidak pakai kondom, pekerja seks
komersial, dan kadar pH vagina yang tinggi. Penelitian yang dilakukan di daerah
Bitung dengan subjek penelitian Wanita Penjaja seks, didapatkan pada tahun
2003 WPS jalanan sebesar 20% dan WPS tempat hiburan 16% terinfeksi
trikomoniasis ( Jazan, 2013).

Gejala trikomoniasis pada laki–laki dapat berupa urethritis, epididimitis, dan


prostatitis, namun sering tidak khas atau asimptomatik pada laki–laki. Sedangkan
pada perempuan, gejala dapat berupa vaginitis dan servisitis. Infeksi oleh
Trichomonas vaginalis juga dapat menyebabkan kelahiran prematur, penyakit
radang panggul pada berupa urethritis, epididimitis, dan prostatitis, namun sering
tidak khas atau asimptomatik pada laki–laki. Sedangkan pada perempuan, gejala
dapat berupa vaginitis dan servisitis. Infeksi oleh Trichomonas vaginalis juga dapat
menyebabkan kelahiran prematur, penyakit radang panggul pada perempuan, dan
infertilitas pada perempuan maupun laki–laki.8 Berdasarkan beberapa penelitian
yang telah dilakukan di Amerika Serikat, diperkirakan sebanyak 746 kasus baru
pada penderita HIV pada wanita setiap tahunnya dihubungkan dengan infeksi
Trichomonas vaginalis, sehingga memudahkan penularan infeksi HIV. Diagnosis
klinis dapat ditegakkan melalui gejala klinis maupun pemeriksaan laboratorium,
walaupun terkadang gejala klinis yang ditunjukkan sering tidak khas atau
asimptomatik, sehingga perlu dikembangkan beberapa metode pemeriksaan
laboratorium lain untuk membantu menegakkan diagnosis. (Sari MP, 2017).
Diagnosis trikomoniasis biasanya didasarkan pada pemeriksaan mikroskopis
langsung dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis murah dan cepat, tapi
sensitivitasnya rendah (50-70%) spesifisitas (100%) dan sangat tergantung pada
pengalaman operator dan viabilitas protozoa. Trikomoniasis ini bisa menjadi tanda
perilaku seksual beresiko tinggi, dan prevalensinya yang tinggi pada banyak
populasi menandakan dibutuhkannya konseling dan perubahan perilaku untuk
mengurangi resiko pasien terjangkit penyakit menular seksual lainnya termasuk
HIV/AIDS (Alfari et al., 2011).
Berdasarkan uraian diatas, pada laporan kasus ini akan membahas terkait
pemahaman dan penelitian lebih lanjut mengenai kasus trikomoniasis, terlebih
berkaitan dengan perjalanan penyakit, kriteria diagnosis, dan tatalaksana yang
dibutuhkan untuk menjadi bahan pertimbangan tenaga medis di kemudian hari
dalam mendiagnosis dan memberikan tatalaksana yang tepat bagi pasien
trikomoniasis, sehingga dapat memperbaiki prognosis dan mencegah komplikasi
penyakit. Harapannya, dengan pelaporan ini akan memberikan tambahan
informasi dan manfaat dalam pemahaman penyakit trikomoniasis khususnya di
Rumah Sakit Universitas Brawijaya.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan laporan kasus ini, antara lain:

1. Untuk mengetahui definisi dan epidemiologi trikomoniasis vaginalis


2. Untuk mengetahui etiologic dan faktor risiko trikomoniasis vaginalis

3. Untuk mengetahui patofisiologi trikomoniasis vaginalis

4. Untuk mengetahui penegakan diagnosis trikomoniasis vaginalis

5. Untuk mengetahui diagnosis banding trikomoniasis vaginalis

6. Untuk mengetahui tatalaksana trikomoniasis vaginalis

7. Untuk mengetahui prognosis trikomoniasis vaginalis

8. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada pasien


trikomoniasis vaginalis

1.3 Manfaat Penulisan


Dengan laporan kasus ini, diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan di
bidang obstetric dan ginekologi, terutama mengenai trikomoniasis yang meliputi
definisi, epidemiologi, etiologic, faktor risiko, patofisiologi, penegakan diagnosis,
tatalaksana, dan komplikasinya, sehingga diharapkan mampu menegakkan
diagnosis yang tepat dan memberikan tatalaksana yang sesuai sehingga dapat
mencegah terjadinya komplikasi dan memperbaiki prognosis pasien bagi Dokter
Muda Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

 Nama : Nn. M F Y
 No. RM 071438
 Usia : 25 tahun
 Pendidikan : 16 tahun (SMA sederajat)
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Alamat : Jl.Beringin 179 Sukun, Malang
 Status : Belum menikah

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Keputihan

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang pertama kali bersama ibunya. Pasien didiagnosis dengan
Vaginitis, Vulvitis dan Vulvovaginitis.
21 Agustus 2023: Pasien datang ke Poliklinik Obgyn Rumah Sakit Universitas
Brawijaya dengan keluhan keputihan berlebih dengan warna kuning kehijauan.
Pasien juga mengalami keluhan lain seperti gatal dam merah- merah di area vagina,
pasien mengalami keluhan sejak 6 bulan yang lalu, sudah pernah datang ke dokter
spesialis kulit dan kelamin dan diberi obat seperti obat cebok dan salep. Pasien juga
mengaku pernak melakukan aktifitas sexual bersama pacarnya.

2.2.3 Riwayat Pengobatan


Pasien sedang menggunakan salep topikal dari dokter Sp.KK dan
menggunakan obat cebok

2.2.4 Riwayat Kehamilan/Persalinan


No. A/P/I/Ab/ BBL Cara Lahir Penolong L/P Umur H/M

M/E
- - - - - - - -

2.2.5 Riwayat Kontrasepsi

Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi

2.2.6 Riwayat Haid


Pasien mengalami menstruasi pertama (menarche) pada usia 13 tahun.
Siklus menstruasi pasien teratur. Nyeri saat menstruasi tidak ditemukan pada pasien
ini. Tiap menstruasi, darah dirasa cukupbanyak, riwayat ganti pembalut 2-3x/hari.

2.2.7 Riwayat Penyakit Terdahulu


 Riwayat MRS sebelumnya (-), riwayat operasi (-)
 Riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan
keganasan disangkal
 Riwayat batuk, pilek demam disangkal

2.2.8 Riwayat Keluarga


Tidak terdapat riwayat keluarga dengan keluhan serupa seperti pasien.

2.2.9 Riwayat Alergi


Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

2.2.10 Riwayat Sosial


 Pasien merupakan seorang mahasiswi
 Pasien tinggal bersama orangtua
 Pasien tidak memiliki riwayat merokok ataupun konsumsi alkohol.

2.3 Data Objektif


2.3.1 Status Generalis (21/8/2023)
KU: Baik GCS: 456
TD: 110/80 N: 78x/menit T: 36 C
BB: 66 kg TB: 158 cm RR: 20x/menit SpO2: 99% on RA
Kepala Anemis (-/-) Ikterik (-/-)
Leher Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax Bentuk dan gerak dada simetris, retraksi (-)
Cor: S1 tunggal S2 normal, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo: Vesikuler +/+,
Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen Flat, bising usus (-) normal, timpani, pekak pada proyeksi hepar (liver
span 10 cm) dan spleen (traube’s space dullness). Soefl, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema (-)

2.3.2 Pemeriksaan Ginekologi


Genetalia eksterna: flux (-), fluor
(-) VaT tidak dilakukan pada
pasien ini.

2.3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan

2.4 Assessment
 Trikomoniasis Vaginalis

2.5 Planning
Planning Terapi
 PO Ketoconazole 2 x 1 hari selama 2 minggu
 Provagin Ovula 2 x 1 selama 2 minggu
 Clindamycin HCL 150mg kapsul- Dexa 2 x2 sesudah makan
2.6 Planning Monitoring
 Objektif (Kontrol pemeriksaan fisik)
 Subjektif (keluhan pasien: nyeri, keputihan.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi dan Epidemiologi Trikomoniasis Vaginalis

Trikomoniasis adalah infeksi menular seksual (IMS) genitourinari non-


virus kosmopolitan yang sangat umum pada manusia yang disebabkan oleh
protista purba Trichomonas vaginalis , dan dijelaskan beberapa dekade
sebelum infeksi Chlamydia trachomatis dan human papilloma virus (HPV)
(Tabel 1). Di seluruh dunia, 160–180 juta orang terkena trikomoniasis setiap
tahunnya. Di antara populasi ini, sekitar 154 juta orang berada dalam kondisi
terbatas sumber daya, 8–10 juta berada di Amerika Serikat dan 11 juta berada
di Eropa [ 1 ]. Di Amerika, prevalensi pada perempuan berkisar antara 2,8%
(remaja) hingga 51% (komunitas kulit hitam) [ 2 ], dan 51% pada laki-laki kulit
hitam [ 2 ]. Setiap tahun sejumlah besar perempuan tanpa gejala datang ke
klinik obstetri dan ginekologi. WHO memperkirakan bahwa trikomoniasis
menyumbang hampir setengah dari seluruh IMS yang dapat disembuhkan [ 3].
Meskipun penelitian ini memiliki prevalensi yang tinggi, parasit ini merupakan
salah satu parasit yang paling sedikit diteliti sehubungan dengan sifat virulensi,
patogenesis, dan imunopatogenesis. Dengan dikembangkannya reaksi
berantai transkriptase polimerase terbalik (RT-PCR) dan tes amplifikasi asam
nukleat untuk DNA T.vaginalis , pemahaman kita tentang epidemiologi
patogen ini telah meningkat dan menunjukkan bahwa sepertiga infeksi pada
wanita tidak menunjukkan gejala. Saat ini, sebagian besar penelitian terbatas
pada remaja dan wanita dewasa muda, namun prevalensi infeksi diketahui
meningkat seiring bertambahnya usia. Bahkan ada lebih sedikit penelitian
yang merinci kejadian dan prevalensinya di kalangan pria. Baru-baru ini, data
yang diperoleh memberikan bukti bahwa interaksi T.vaginalisdengan sel epitel
vagina sangat kompleks (Harp DF, 2011).
Infeksi T.vaginalis adalah infeksi menular seksual nonviral yang paling
umum. Di Amerika Serikat, diperkirakan 3,7 juta orang terinfeksi T vaginalis ,
lebih banyak dari gabungan klamidia dan gonore. Diperkirakan ada 1,1 juta
infeksi T.vaginalis baru setiap tahunnya di Amerika Serikat. Sekitar 3%
populasi Amerika Serikat diyakini membawa infeksi T vaginalis . Kesenjangan
kesehatan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan ras menonjol dalam
epidemiologi T vaginalis :
 Infeksi diyakini lebih sering terjadi pada wanita, dengan perkiraan 16
wanita yang terinfeksi untuk setiap 10 pria yang terinfeksi.
 Infeksi lebih sering terjadi seiring bertambahnya usia, dengan prevalensi
memuncak di atas 11% di antara wanita berusia 40 tahun ke atas.
 Infeksi lebih sering terjadi pada kelompok ras dan etnis tertentu,
mempengaruhi sekitar 13,3% perempuan kulit hitam dan 1,8%
perempuan Hispanik, dibandingkan dengan 1,3% perempuan kulit putih di
Amerika Serikat.
Prevalensi infeksi T.vaginalis yang sangat tinggi telah terdeteksi di antara
pria dan wanita yang dipenjara (hingga 32%) dan pasien di klinik PMS
(hingga 17%). Selain itu, kejadian infeksi T.vaginalis dua kali lebih umum
terjadi pada individu yang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV).
Sebaliknya, penelitian pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki
menemukan prevalensi infeksi T.vaginalis yang rendah ( Meites, 2013 ).

3.2 Etiologi Trikomoniasis Vaginalis


T. vaginalis adalah protozoa parasit berflagel (protista), biasanya
berbentuk piriform tetapi kadang-kadang berbentuk amoeboid, epitel saluran
ekstraseluler hingga genitourinari dengan gaya hidup anaerobik utama
(Gambar 2). T. vaginalis adalah anggota dari garis keturunan parabasilid
dari eukariota mikroaerofilik yang memiliki organel membran ganda
penghasil energi unik yang dikenal sebagai hidrogenosom. Hidrogenosom
tidak memiliki sitokrom, enzim rantai pernapasan mitokondria (RC) dan DNA,
tetapi mengkatalisasi karbohidrat (fermentasi) dan menghasilkan hidrogen
molekuler oleh beragam kelompok hidrogenase [Fe]-hanya-besi yang
memiliki kluster-H yang dikonservasi dengan empat rangkaian fungsi yang
berbeda. domain. Hidrogenosom T. vaginalis mengandung mesin lengkap
yang diperlukan untuk organel mirip mitokondria dengan kluster FeS dan
protein tambahan sitosolik diduga untuk biogenesis protein FeS sitosolik.
(Harp DF, 2011).
Secara morfologi protozoa Trichomonas vaginalis hanya memiliki
stadium trofozoit, berbentuk seperti buah pir atau telur bulat dengan panjang
10-30µm dan lebar 5-10 µm, memiliki satu inti, empat flagel dibagian anterior,
satu flagel posterior yang melekat pada membran bergelombang, dan aksostil.
Infeksi terjadi secara langsung melalui hubungan seksual, stadium trofozoit
masuk dan menempel pada sel epitel vagina sehingga menyebabkan
degenerasi dan deskuamasi sel epitel vagina.(Gambar 3) T. vaginalis
menghasilkan sistein proteinase sehingga dapat menempel pada epitel
vagina. Selain itu T. vaginalis juga dapat memodulasi antigen permukaan
melalui variasi antigen sehingga tidak dikenali oleh sistem imun ( Sari MP,
2017 ).

Trichomonas vaginalis adalah parasit ekstraseluler yang terutama


menginfeksi epitel skuamosa saluran kelamin. Ini biasanya menginfeksi
saluran genital bawah wanita (vagina, uretra, dan endoserviks) dan uretra dan
prostat pria. Trichomonas vaginalis ditularkan di antara manusia, satu-satunya
inangnya yang diketahui, terutama melalui hubungan seksual. Infeksi pada
wanita dapat bertahan untuk waktu yang lama, mungkin berbulan-bulan atau
bahkan bertahun-tahun tetapi mungkin lebih pendek (misalnya, kurang dari
sebulan) untuk pria. Parasit T. vaginalis tampaknya tidak berbentuk kista dan
tidak bertahan dengan baik di lingkungan luar, tetapi dapat bertahan hidup di
luar tubuh manusia di lingkungan yang basah dan hangat selama >3
jam.Namun, mungkin ada bentuk pseudokista, yang ditemukan lebih ganas
pada hewan dan dapat memiliki relevansi dengan manusia, khususnya dalam
kasus neoplasia serviks. Sementara dianggap langka, bukti penularan
nonseksual melalui fomites dan mungkin air telah dijelaskan. Trichomonas
vaginalis dapat terinfeksi 1 dari 4 virus double-stranded RNA (dsRNA) ( T.
vaginalisvirus [TVV]), dimana TVV2 sebelumnya telah dikaitkan dengan gejala
genital yang lebih parah. Namun, sejak pedoman tahun 2015, penelitian
terhadap 355 isolat T. vaginalis menemukan bahwa 40% positif TVV, dan
tidak ada hubungan antara positif TVV dan gejala genital ( Kissinger et al.,
2022 ).

3.3 Faktor resiko Trikomoniasis Vaginalis


Faktor resiko trikomoniasis diantaranya penyakit menular seksual lainnya,
kontak seksual dengan banyak pasangan seksual, tidak pakai kondom,
pekerja seks komersial, dan kadar pH vagina yang tinggi.7 Beberapa faktor
resiko telah diidentifikasi meningkatakan terjadinya trikomoniasis antara lain
berganti pasangan seksual, ras kulit hitam, riwayat infeksi menular seksual
(IMS) berulang, ko-infeksi dengan gonore, pendidikan rendah, sosio-ekonomi
rendah, douching, dan meningkatnya usia. Meskipun demikian laporan pada
banyak negara menunjukan trikomoniasis bukan hanya sematamata
ditularkan melalui hubungan seksual melainkan heginitas yang buruk juga
memiliki peran sehingga tidak selalu merupakan infeksi menular seksual (IMS)
(Manuputty dan Tentua, 2022).
Risiko tertular infeksi Trichomonas vaginalis didasarkan pada jenis
aktivitas seksual. Wanita yang terlibat dalam aktivitas seksual berisiko tinggi
berada pada risiko lebih besar terkena infeksi. Faktor risiko untuk
infeksi Trichomonas vaginalis meliputi:

1. Pasangan baru atau multi pasangan


2. Riwayat Infeksi Menular Seksual (IMS)
3. Infeksi Menular Seksual (IMS) yang sedang dialami sekarang
4. Kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi
5. Bertukar seks untuk uang atau obat-obatan
6. Menggunakan obat injeksi
7. Tidak menggunakan kontrasepsi penghalang (misalnya, karena
kontrasepsi oral)
Dalam sebuah penelitian bahwa faktor risiko trikomoniasis dipertimbangkan
untuk umum, penggunaan narkoba dalam 30 hari sebelumnya adalah orang
yang paling sangat terkait dengan infeksi dan infeksi dengan kejadian (infeksi
baru diamati selama studi) Faktor risiko yang paling signifikan adalah aktivitas
seksual selama 30 hari sebelumnya (dengan 1 atau lebih pasangan). Wanita
dengan 1 atau lebih pasangan seksual selama 30 hari sebelumnya memiliki 4
kali lebih mungkin mengalami infeksi Trichomonas vaginalis.

3.4 Patogenesis Trikomoniasis Vaginalis


Parasit T vaginalis adalah protozoa bersel tunggal dengan 4 flagela di salah
satu ujungnya. Di bawah mikroskop, flagela ini dapat terlihat mendorong
parasit. Infeksi dapat menghasilkan peradangan lokal karena parasit
menempel pada jaringan mukosa. Parasit T vaginalis dapat menginfeksi
wanita dan pria, dan mudah ditularkan di antara pasangan seks, biasanya
selama hubungan seks penis-vagina.
T.vaginalis tumbuh subur di area lembab tertentu di tubuh:
 Uretra, pria atau wanita
 Vagina
 Vulva
Parasit ini biasanya tidak menginfeksi tangan, mulut, atau rektum. Parasit
T vaginalis membutuhkan inang manusia dan tidak mempengaruhi hewan lain.
Meskipun parasit ini mungkin dapat bertahan hidup selama beberapa menit di
lingkungan lembab di luar tubuh manusia, belum ada kasus penularan yang
terbukti melalui kamar mandi, toilet, atau handuk bersama.
Tanda dan gejala klinis trikomoniasis bervariasi dan mungkin termasuk:
 Gatal atau iritasi
 Eritema lokal
 Sensasi terbakar saat buang air kecil atau ejakulasi
 Keluarnya cairan berbusa dari vagina atau uretra yang warnanya bisa apa
saja, tetapi biasanya berwarna kuning/hijau dan berbau busuk
 Tidak ada, karena 70% hingga 85% orang yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala
Gejala awal dapat berkembang dalam 5 hingga 28 hari. Namun, infeksi
yang tidak diobati dapat berlangsung selama berbulan-bulan hingga bertahun-
tahun, dan gejala dapat muncul kapan saja ( Meites, 2013 ).
Trofozoit T.vaginalis ditularkan dari orang ke orang melalui hubungan
seksual. Penularan non-seksual T. vaginalis jarang terjadi. Stadium kistik
tidak diketahui untuk T. vaginalis . Trofozoit menempel pada permukaan
mukosa saluran urogenital bagian bawah dan membelah melalui pembelahan
biner memanjang. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa trofozoit memiliki
masa inkubasi 4–28 hari. T.vaginalisbertahan dalam jangka panjang dalam
lingkungan asam vagina yang bervariasi dan merugikan melalui berbagai
parasitisme inang yang berhasil. Permukaan VEC atau protein matriks
ekstraseluler (ECM) memainkan peran berbeda dalam mengikat beragam
molekul target dari inang atau mikroba lain dari permukaan mukosa yang
dimediasi oleh protein permukaan T. vaginalis termasuk LPG, sitokin, protein
sitoskeletal α-aktinin.
1. Adesi
T. vaginalis memiliki banyak mekanisme untuk kolonisasi di saluran
vagina karena pengaruh hormonal yang dinamis dari siklus menstruasi pada
pengelupasan VEC dan lingkungan yang terus berubah. Setelah
sitoadherensi, T. vaginalis berubah menjadi struktur amoeboid dengan
peningkatan kontak permukaan sel ke sel, membentuk proyeksi sitoplasma
yang menyatu dengan sel target. Interaksi T. vaginalis dengan molekul musin,
VEC, dan ECM bertahan dengan cara yang tidak membatasi diri. T. vaginalis
melepaskan proteinase sistein ke lingkungan vagina mengakibatkan
deskuamasi epitel vagina dan serviks. Hal ini memfasilitasi sitotoksisitas yang
efisien terhadap sel inang dengan interaksi kompleks yang serupa dengan
situasi kontak sel-sel lainnya. LPG merupakan faktor kepatuhan utama pada
T. vaginalis , meskipun studi tentang dasar molekuler adhesi T. vaginalis ke
sel manusia telah mengungkapkan bahwa beberapa gen lain [termasuk
protein adhesi (AP), protein pengikat fibronektin (FN), laminin -ekspresi
protein pengikat, α-aktinin, enolase, fosfoglukomutase, dan protein pengikat
GTP (GTP-BP)] diatur ke atas. Pada tingkat protein, empat protein adhesi
utama (AP65, AP51, AP33 dan AP23), GAPDH dan beberapa protein
hipotetis diregulasi dalam cara ligan reseptor spesifik yang bergantung pada
waktu, suhu dan pH, mendorong T. vagina menjadi datar dan melaminasi
dirinya ke sel inang. Banyak bukti peran AP dalam patogenesis berasal dari
percobaan kultur bersama di mana antibodi terhadap AP terbukti mengurangi
adhesi parasit dan efek sitopatik (CE) pada sel inang. Selain itu, protein
pengikat laminin dan FN juga diregulasi ke atas dalam sitoadherensi T.
vaginalis pada epitel vagina. T.vaginalis molekul AP mengikat laminin sel
target inang. Protein pengikat FN mengikat komponen ECM seperti kolagen,
fibrin dan proteoglikan heparan sulfat (misalnya syndecans). T. vaginalis
berikatan dengan beberapa domain FN termasuk domain N-terminal (NTD),
domain pengikat sel (CBD) dan domain pengikat gelatin (GBD). Selama
proses ini, zat besi, kalsium, dan fosfatase merupakan nutrisi penting untuk
ekspresi gen diferensial pada T. vagina untuk bertahan hidup, tumbuh, dan
berkoloni di lingkungan yang tidak bersahabat dengan vagina.
Gen ap65-1 mengkodekan enzim malat 65 kDa yang terlibat dalam
sitoadherensi. Transkripsi gen ini secara kritis diatur oleh koordinasi dua
daerah pengatur DNA yang serupa tetapi berorientasi berlawanan, MRE-
1/MRE-2r dan MRE-2f; kedua protein pengatur tersebut berikatan dengan
beberapa protein mirip Myb dan pengikatannya bervariasi sesuai dengan
konsentrasi zat besi. Protein Myb1 mengikat promotor ap65-1 di lokasi
proksimal pada kadar zat besi yang lebih tinggi, sedangkan protein Myb2
berikatan dalam kondisi kekurangan zat besi. Protein nuklir yang diinduksi
besi lainnya (Myb3) hanya berikatan dengan elemen MRF-1. Selain itu, Myb2
dan Myb3 bersama-sama mengaktifkan transkripsi ap65-1 basal dan yang
diinduksi besi terhadap Myb1 melalui entri promotor bersyarat dan kompetitif.
Proteinase sistein diperlukan untuk adhesi T.vaginalis yang dimediasi AP
secara efisien ke sel target. Karena T. vaginalis tidak mampu mensintesis lipid,
eritrosit mungkin menjadi sumber utama asam lemak dan juga zat besi,
sebagai nutrisi penting untuk trofozoid.
2. Hidrolase dan molekul sitotoksik
Berbagai macam hidrolase (20-110 kDa) telah diidentifikasi pada T. vaginalis
sebagai proteinase sistein sitoplasma. Hidrolase ini memiliki aktivitas seperti
trypsin dan berfungsi sebagai faktor pelepasan sel dengan mendegradasi
protein (seperti laminin, fibronektin, dan komponen lainnya) dari ECM dan
membantu pelepasan sel inang dari jaringan dan deskuamasi mukosa.
Proteinase T.vaginalis berukuran 25, 27 dan 34 kDa secara khusus
menghidrolisis substrat sintetik dengan residu arginin-arginin, sedangkan
proteinase lain memiliki aktivitas pada rentang substrat yang luas. Empat gen
proteinase sistein yang berbeda pada T.vaginalis memiliki ~45% homologi
dengan gen proteinase sistein pada T.vaginalis.Dictyostelium discoideum ,
dan merupakan proteinase tipe L-cathepsin dan H-papain. Proteinase ini
memungkinkan T. vaginalis melintasi penghalang lendir pelindung epitel inang.
T. vaginalis menghasilkan beberapa molekul sitotoksik dan memediasi
sitotoksisitas dengan merusak membran plasma sel target. Beberapa molekul
ini memiliki aktivitas seperti perforin dan membuat pori-pori pada membran
eritrosit.. T. vagina juga mengeluarkan faktor litik (LF) yang berbeda dengan
aktivitas fosfolipase A2 untuk menghancurkan sel berinti, eritrosit dan secara
khusus mendegradasi fosfat-dilkolin, yang mendasari patogenesis uniknya.
3. Respon host dan innate immunity mechanism
T.vaginalis menghindari sistem imun melalui penghancuran yang
diperantarai komplemen, mimikri molekuler, dan melapisi dirinya dengan
protein plasma inang. Infeksi alami T.vaginalis pada manusia tampaknya
menghasilkan kekebalan yang hanya bersifat protektif sebagian. T. vaginalis
memiliki lipofosfoglikan (LPG) permukaan sel yang berlimpah dan unik,
sebuah molekul karbolipid (2–3 × 10 6salinan/parasit) yang mirip dengan
glikokonjugat prokariotik. LPG memainkan peran patogenik dan imunoregulasi
utama untuk membantu kepatuhan terhadap VEC; memicu leukosit
mengeluarkan interleukin-8 (IL-8), imunoglobulin G (IgG) spesifik parasit, IgA,
sitokin Th1, leukotrien, zat antara nitrogen reaktif dan protein inflamasi
makrofag-3α; menginduksi sintase oksida nitrat (iNOS); priming sel T
pembantu dan mendorong transmigrasi neutrofil melintasi endotel. T.vaginalis
menghasilkan sitokin imunosupresif (IL-10, TGFβ) dan menyebabkan
apoptosis yang dimediasi caspase pada sel T, makrofag, dan sel dendritik.
Selain itu, analisis komposisi dan struktural T. vaginalis yang
komprehensif baru-baru ini mengungkapkan bahwa LPG memiliki domain
LPG spesifik dengan sifat proinflamasi, dan sakarida cabang luarnya serta inti
ceramide phospho-inositol glycan (CPI-GC) mengaktifkan NFκB, ERK1/2 dan
MEK1/2. Selain itu, T. vaginalis menginduksi ekspresi COX-2, dan
meningkatkan regulasi dan mengaktifkan reseptor toll-like (TLR2, 4, dan 9)
melalui jalur p38 mitogen-activated protein kinase (MAPK). LPG CPI-GC
mengandung pengulangan poli-N-asetillaktosamin terminal yang mewakili
ligan untuk lektin hewan yang disebut galektin. Serviks dan VEC melepaskan
galektin-1 dan galektin-3 pada T. vaginalisinfeksi dan memodulasi respons
inflamasi dengan cara yang berlawanan (menekan galektin-1 dan galektin-3
meningkatkan respons leukosit terhadap respons inflamasi). Galectin-1 juga
meningkatkan perlekatan virus, sedangkan sel yang terinfeksi HIV-1
meningkatkan replikasi virus, gelatin-3 dan ekspresi sitokin dalam VEC. Oleh
karena itu, infeksi alami T.vaginalis menyebabkan timbulnya respons imun
yang didapat. Selain itu, penelitian dari pasien yang terinfeksi T.vaginalis dan
HIV menunjukkan bahwa kekebalan bawaan melibatkan kemotaksis dan
masuknya neutrofil ( Harp, 2011 ).

3.5 Diagnosis trikomiosis vaginalis


3.5.1 Anamnesis
Tahap awal diagnosis T. Vaginalis, gejala, faktor risiko, dan komorbiditas
merupakan hal-hal yang dinilai terlebih dahulu. Gejala-gejala umum yang
menyertai T. Vaginalis.Pada perempuan dapat terjadi; keputihan dengan
warna kuning kehijauan, keputihan yang berbau busuk, edema atay eritema,
gatal pada vagina, iritasi saluran kemih, disuria, sakit perut bagian
bawah,peningkatan pH lebih besar dari 4,5. sedangkan pada laki-laki; gejala
peradangan, prostatitis, epididimitis, uretritis, fungsi sperma berkurang,
infertilitas ( Harp, 2011 ).
3.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pria, trikomoniasis umumnya bersifat asimtomatik dan tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Duh penis mungkin dapat muncul,
namun jarang. Trikomoniasis pada pria berkaitan dengan inflamasi lokal
seperti balanitis, balanopostitis, epididimitis, dan prostatitis.Pada wanita,
dapat ditemukan tanda klasik trikomoniasis berupa bercak makula
eritema diffuse di serviks yang disebut colpitis macularis atau strawberry
cervix. Tanda ini dapat lebih terlihat jelas dengan pemeriksaan kolposkopi,
tetapi tidak semua kasus trikomoniasis menunjukkan tanda klasik. Tanpa
pemeriksaan kolposkopi, tanda klasik hanya ditemukan pada 1-2% kasus.
Dengan pemeriksaan kolposkopi, tanda klasik dapat ditemukan pada 45%
kasus, dan dapat dilihat pada Gambar 4. (Schumann JA dan Plasner S, 2022).

Gambar 2. Gambaran Strawberry Cervix pada Kolposkopi. Sumber: Openi, 2014.

Duh vagina dapat ditemukan pada sebagian besar kasus (42%) dengan
karakteristik berbusa, berbau, berwarna kuning, tipis, namun kadang agak
kental seperti kandidiasis. Adanya duh vagina berbusa dan colpitis
macularis dapat mengarahkan ke diagnosis trikomoniasis dengan spesifisitas
99%. Temuan colpitis macularis memiliki positive predictive values 90%,
sedangkan temuan duh vagina berbusa memiliki positive predictive
values 62% (Smith DS,2022).

Tanda klinis lain yang dapat ditemukan pada wanita antara lain edema
dan eritema vulvovagina pada 22-37% kasus, serta nyeri tekan abdomen
bawah (10%). Adanya nyeri tekan abdomen bawah menunjukkan
kemungkinan salpingitis atau patologi intra-abdomen. Pada pasien dengan
koinfeksi gonore, kandidiasis, atau vaginosis bakterial akan ditemukan
campuran gambaran klinis penyakit tersebut (Smith DS, 2022).
3.5. 3 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis definitif trikomoniasis ditegakkan dengan pemeriksaan


duh melalui pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan mikroskopik,
kultur, dan pemeriksaan diagnostik molekular yakni nucleic acid amplification
tests (NAATs), atau rapid test.

 Pemeriksaan Mikroskop Preparat Basah

Pemeriksaan mikroskop preparat basah menggunakan sampel duh vagina


yang ditetesi larutan saline, untuk kemudian diperiksa menggunakan
mikroskop. Preparat basah dari swab vagina harus diperiksa segera setelah
pengambilan sampel karena sensitivitas pemeriksaan berkurang cepat hingga
20% dalam 10 menit setelah pengambilan sampel. Diagnosis trikomoniasis
ditegakkan bila pada pemeriksaan mikroskop nampak Trichomonas
vaginalis yang aktif dan motil. Pada pemeriksaan mikroskop juga dapat
terlihat adanya sejumlah sel polimorfonuklear (PMN) yang menandakan
keparahan infeksi (Centers For Disease Control And Prevention, 2017).
Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan sederhana, cepat, dan tidak mahal
sehingga telah banyak digunakan untuk diagnosis trikomoniasis pada wanita.
Meski begitu, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang rendah (44%-68%)
dibandingkan kultur sehingga hasil negatif pada pemeriksaan ini perlu
dikonfirmasi dengan pemeriksaan diagnostik lain yang lebih sensitif dan
spesifik (Schumann JA dan Plasner S, 2022).

 Nucleic Acid AmplificationTest

Nucleic acid amplification tests (NAATs) adalah pemeriksaan untuk


mendeteksi RNA Trichomonas vaginalis dengan metode amplifikasi yang
dimediasi transkripsi. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 95.3%–100% dan
spesifisitas 95.2%–100% dibandingkan dengan kultur dan pemeriksaan
mikroskop preparat basah. Sampel dapat diambil
dari swab endoserviks, swab vagina, urin, dan spesimen pap smear cair
dalam larutan PreservCyt (Centers For Disease Control And Prevention,
2021).

 Rapid Test
Rapid test dapat digunakan untuk mendeteksi antigen atau mendeteksi
DNA Trichomonas vaginalis secara kualitatif. Pemeriksaan antigen dilakukan
dengan metode immunochromatographic capillary flow dipstick technology.
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 82-95% dan spesifisitas 97%-100%
dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskop preparat basah, kultur, dan
NAATs. Sampel pemeriksaan antigen dapat diambil dari spesimen vagina dan
hasil didapatkan dalam 10-15 menit. Pemeriksaan DNA Trichomonas
vaginalis secara kualitatif memiliki sensitivitas 92-98%. Sampel pemeriksaan
dapat diambil dari spesimen vagina/urin dan hasil didapatkan dalam kurang
dari 40 menit. Sensitivitas rapid test pada pria rendah (38%) sehingga tidak
digunakan pada pria (Centers For Disease Control And Prevention, 2021).

 Kultur

Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 44-75% dan spesifisitas


mendekati 100%. Pemeriksaan kultur dapat digunakan untuk pemeriksaan
skrining pada populasi resiko tinggi, pemeriksaan drug
susceptibility terhadap Trichomonas vaginalis, dan sebagai pemeriksaan
konfirmasi jika hasil pemeriksaan mikroskop negatif. Pada pria, sampel kultur
dapat diambil dari swab uretra, sedimen urin, atau cairan semen. Pada wanita,
kultur dengan sampel sekresi vagina memiliki sensitivitas yang lebih tinggi
dibandingkan sampel urin sehingga sampel sekresi vagina lebih banyak
digunakan untuk pemeriksaan kultur. Pemeriksaan kultur memerlukan
inkubator dan hasil baru dapat dilihat setelah 3-7 hari. Tidak adanya
pertumbuhan pada kultur dalam 7 hari mengindikasikan hasil negatif terhadap
trikomoniasis (Smith DS, 2022).

 Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan sederhana lain yang dapat dilakukan adalah


pemeriksaan Whiff test dan pH vagina.

Whiff Test:Whiff test dilakukan dengan meneteskan kalium hidroksida


(KOH) 10% pada sampel duh vagina. Hasil dikatakan positif jika muncul bau
amis pada sampel. Namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hasil positif
juga dapat ditemukan pada vaginosis bakterial (Schumann JA dan Plasner S,
2022).
Pemeriksaan pH Vagina: Pemeriksaan pH vagina dilakukan dengan
mengoleskan swab sekresi vagina ke kertas indikator pH. Pada trikomoniasis,
pH vagina akan meningkat hingga lebih, tetapi peningkatan pH vagina tidak
spesifik untuk diagnosis trikomoniasis karena dapat ditemukan juga pada
infeksi menular seksual yang lain, sedangkan hasil pH yang normal dapat
mengeksklusi diagnosis trikomoniasis (Schumann JA dan Plasner S, 2022).

3.6 Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding bakterial vaginosis antara


lain vaginitis inflamasi deskuamatif, kandidiasis vulvovagina, trikomoniasis,
klamidia, gonorrhea, dan servisitis.

 Vaginitis Inflamasi Deskuamasi

Vaginitis inflamasi deskuamasi (desquamative inflammatory


vaginitis) ditandai duh vagina yang purulen. Pada pemeriksaan akan
ditemukan eritema vagina dan petekie submukosa pada serviks dan vagina.
Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan pH >4,7, tidak ditemukan clue
cell, terdapat sel epitel imatur, serta ditemukan dominasi basil dan kokus pada
pewarnaan Gram.

 Kandidiasis Vulvovagina

Pada kandidiasis vulvovagina pasien akan mengeluhkan rasa gatal yang


berat dan keluar duh tubuh vagina putih kental seperti susu atau keju, tidak
berbau, dan terasa panas. Pada pemeriksaan ditemukan eritema vulvovagina
dengan sel satelit, edema vulva, dan pH < 4,5.

 Trikomoniasis

Pada trikomoniasis, warna duh tubuh kuning atau kehijauan, berbuih,


berbau, disertai nyeri vagina dan terkadang disuria. Pada pemeriksaan akan
didapatkan pH >4,5. Pada pemeriksaan dalam tampak strawberry cervix
appearance.

 Klamidia
Pasien klamidia sering kali asimtomatik. Klamidia biasanya terjadi
bersamaan dengan infeksi menular seksual lain. Dapat ditemukan duh tubuh
mukopurulen warna kekuningan, dispareunia, dan dapat disertai demam atau
radang panggul.

 Gonorrhea

Pada gonorrhea, pasien dapat mengeluhkan duh vagina purulen, tidak


berbau, dan dapat disertai perdarahan, dispareunia, atau gejala traktus
urinarius bawah. Pada pemeriksaan duh tubuh vagina akan didapatkan
diplococcus gram negatif.

 Servisitis

Pada servisitis didapatkan duh mukopurulen. Pada pemeriksaan dalam


akan tampak serviks mudah berdarah, nyeri angkat serviks, dan adneksa
kaku ( Sherrard J et al., 2018).

3.7 Tatalaksana Trikomoniasis Vaginalis


Infeksi biasanya dapat disembuhkan dengan antimikroba 5-nitroimidazole,
yang merupakan satu-satunya golongan obat yang disetujui oleh FDA untuk
pengobatan trikomoniasis. Terapi lini pertama terdiri dari metronidazole
(Flagyl) atau tinidazole (Tindamax), 2 g dalam dosis tunggal, diberikan secara
oral atau intravena ( Tabel 5 ). Obat-obatan ini tersedia secara luas dan cukup
murah, khususnya metronidazole. Tinidazol memiliki waktu paruh yang lebih
lama dan mencapai tingkat obat saluran genitourinari yang lebih tinggi
daripada metronidazol, tetapi lebih mahal. Antimikroba yang dioleskan secara
topikal seperti metronidazole gel memiliki tingkat kegagalan yang tinggi
(>50%). Mengobati pasien dan semua pasangan seks dapat menyembuhkan
infeksi, mengurangi gejala, dan mengurangi penularan ( Meites, 2013 ).
3.8 Prognosis Trikomoniasis Vaginalis
Pasien yang diobati dengan metronidazole memiliki tingkat kesembuhan
90% - 95%. Tingkat kesembuhan bahkan lebih tinggi ketika pasangan seksual
diobati. Sayangnya, infeksi berulang sering terjadi pada individu yang aktif
secara seksual. Trikomoniasis sangat terkait dengan adanya IMS lain
termasuk HIV, gonore, human papillomavirus (HPV), herpes, dan klamidia.
Ibu hamil berisiko mengalami kelahiran prematur, bayi berat lahir rendah, dan
ketuban pecah dini. Ada juga risiko tinggi terkena penyakit radang panggul
(Schumann JA dan Plasner S, 2022).
Infeksi T.vaginalis juga sangat terkait dengan adanya IMS lainnya,
termasuk gonore, klamidia, dan virus menular seksual. Infeksi T.vaginalis
bahkan terbukti meningkatkan kerentanan pasien terhadap virus menular
seksual, termasuk virus herpes simpleks, human papillomavirus, dan HIV.
Orang dengan trikomoniasis dua kali lebih mungkin terkena infeksi HIV
dibandingkan populasi umum. Salah satu penjelasan potensial untuk hal ini
adalah bahwa T.vaginalis mengganggu lapisan tunggal epitel, sehingga
menyebabkan peningkatan penularan virus HIV. Pendapat lain menyatakan
bahwa T.vaginalis menginduksi aktivasi kekebalan, khususnya aktivasi dan
replikasi limfosit serta produksi sitokin, yang menyebabkan peningkatan
replikasi virus pada sel yang terinfeksi HIV. Penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk memperjelas mekanisme pasti bagaimana T.vaginalis meningkatkan
risiko infeksi HIV ( Grodstein et.al., 1993).

3.9 Komplikasi Trikomoniasis Vaginalis


Komplikasi trikomoniasis pada pria antara lain;
 Prostatitis
 Epididimitis
 Striktur uretra
 Infertilitas akibat penurunan viabilitas dan motilitas sperma.
Komplikasi trikomoniasis pada wanita antara lain;
 Servisitis,
 PID
 Abses tubo-ovarium
 Infeksi adneksa
 Infeksi endometrium
 Infeksi kelenjar Sken dan Bartholin.
Trikomoniasis juga sering dikaitkan dengan terjadinya neoplasia intraepitel
serviks, infeksi pasca histerektomi, dan trichomonal peritonitis jarang
(Schumann JA dan Plasner S, 2022).
BAB IV

PEMBAHASAN

Anamnesis
Kasus Teori
Nn. MF / 25 tahun / belum menikah
Gejala-gejala umum yang menyertai T.
Pasien datang ke Poliklinik
Vaginalis.
Obsetri dan Ginekologi RSUB untuk
 Pada perempuan dapat terjadi; keputihan
kontrol rutin tiap bulan. Sebelum
dengan warna kuning kehijauan, keputihan
dilakukan pengobatan pasien yang berbau busuk, edema atau eritema,
mengeluh keputihan yang banyak gatal pada vagina, iritasi saluran kemih,
dan nyeri perut bawah sebelah disuria, sakit perut bagian
kanan dan kiri setiap haid terutama bawah,peningkatan pH lebih besar dari 4,5.
saat hari pertama, dengan durasi sedangkan
saat muncul nyeri sekitar 30 menit
 Pada laki-laki; gejala peradangan, prostatitis,
hingga 1 jam. Nyeri dirasakan
epididimitis, uretritis, fungsi sperma
tumpul dan menjalar hingga ke
berkurang, infertilitas.
punggung. Selain itu pasien juga
mengeluh gatal dan panas diarea
vagina Nyeri tidak sampai
mengganggu aktifitas pasien. Siklus
haid pasien tidak teratur dan
memanjang ( > 28-30 hari) dengan
riwayat ganti pembalut setiap kali
menstruasi sebanyak 2-3x/hari.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Kasus Teori
Pemeriksaan Fisik - Pada pemeriksaan fisik secara
KU: Tampak baik GCS: generalis perlu melakukan evaluasi
456 terhadap tanda-tanda vital. Pada wanita,
TD: 110/70 N: 81x/menit dapat ditemukan tanda klasik
T: 36C RR: 20x/menit trikomoniasis berupa bercak makula
BB: 66 kg TB: 158 cm eritema diffuse di serviks yang
SpO2: 99% on RA disebut colpitis macularis atau strawberry
- Kepala: Anemis (-/-) Ikterik (-/-) cervix. Tanda ini dapat lebih terlihat jelas
- Leher: Pembesaran KGB (-), dengan pemeriksaan kolposkopi

Pembesaran kelenjar tiroid (-)


- Thorax: Bentuk dan gerak dada
simetris, retraksi (-)
~ Cor: S1 tunggal S2 normal,
Murmur (-), Gallop (-)
~ Pulmo: Vesikuler +/+,
Ronkhi -/-, Wheezing -/-
- Abdomen: Flat, bising usus (+)
normal, timpani, pekak pada
proyeksi hepar (liver span 10 cm)
dan spleen (traube’s space
dullness). Soefl, nyeri tekan (-)
- Ekstremitas: Akral hangat kering
merah, CRT < 2 detik, edema (-)
Pemeriksaan Ginekologi
Genetalia eksterna: flux (-), fluor (-)
VaT tidak dilakukan.

Planning Diagnosis dan Planning Treatment


Kasus Teori
Planning Terapi:
Infeksi biasanya dapat
 PO Ketoconazole 2 x 1 hari
selama 2 minggu disembuhkan dengan antimikroba 5-
 Provagin Ovula 2 x 1 selama 2 nitroimidazole, yang merupakan satu-
minggu satunya golongan obat yang disetujui
 Clindamycin HCL 150mg kapsul- oleh FDA untuk pengobatan
Dexa 2 x2 sesudah makan
trikomoniasis. Terapi lini pertama terdiri
dari metronidazole (Flagyl) atau
Planning Monitoring:
tinidazole (Tindamax), 2 g dalam dosis
• Subjektif (keluhan pasien: nyeri,
tunggal, diberikan secara oral atau
perdarahan)
intravena. Obat-obatan ini tersedia
• Objektif (pemeriksaan fisik, pembesaran
secara luas dan cukup murah,
uterus, perdarahan, USG setiap bulan)
khususnya metronidazole. Tinidazol
memiliki waktu paruh yang lebih lama
dan mencapai tingkat obat saluran
genitourinari yang lebih tinggi daripada
metronidazol, tetapi lebih mahal.
Antimikroba yang dioleskan secara
topikal seperti metronidazole gel
memiliki tingkat kegagalan yang tinggi
(>50%). Mengobati pasien dan semua
pasangan seks dapat menyembuhkan
infeksi, mengurangi gejala, dan
mengurangi penularan
BAB V

KESIMPULAN

Trikomoniasis merupakan suatu penyakit infeksi protozoa yang


menyerang traktus urogenitalis bagian bawah baik pada pria maupun wanita
dan disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya penyakit ini ditularkan
melalui hubungan seksual. Pada pria umumnya asimtomatik dan
prevalensinya lebih rendah dibandingkan pada wanita. Di Amerika, prevalensi
pada perempuan berkisar antara 2,8% (remaja) hingga 51% (komunitas kulit
hitam) dan 51% pada laki-laki kulit hitam. Setiap tahun sejumlah besar
perempuan tanpa gejala datang ke klinik obstetri dan ginekologi. WHO
memperkirakan bahwa trikomoniasis menyumbang hampir setengah dari
seluruh IMS yang dapat disembuhkan (Harp DF, 2011). Keadaan dimana
lingkungan kurang baik dapat terjadi infeksi secara tidak langsung melalui alat
mandi seperti lap mandi, handuk atau alat sanitasi seperti toilet duduk.
Gejala trikomoniasis pada laki–laki dapat berupa urethritis, epididimitis,
dan prostatitis, namun sering tidak khas atau asimptomatik pada laki–laki.
Sedangkan pada perempuan, gejala dapat berupa vaginitis dan servisitis.
Infeksi oleh Trichomonas vaginalis juga dapat menyebabkan kelahiran
prematur, penyakit radang panggul pada berupa urethritis, epididimitis, dan
prostatitis, namun sering tidak khas atau asimptomatik pada laki–laki.
Sedangkan pada perempuan, gejala dapat berupa vaginitis dan servisitis.
Infeksi oleh Trichomonas vaginalis juga dapat menyebabkan kelahiran
prematur, penyakit radang panggul pada perempuan, dan infertilitas pada
perempuan maupun laki–laki.8 Berdasarkan beberapa penelitian yang telah
dilakukan di Amerika Serikat, diperkirakan sebanyak 746 kasus baru pada
penderita HIV pada wanita setiap tahunnya dihubungkan dengan infeksi
Trichomonas vaginalis, sehingga memudahkan penularan infeksi HIV.
Diagnosis klinis dapat ditegakkan melalui gejala klinis maupun pemeriksaan
laboratorium, walaupun terkadang gejala klinis yang ditunjukkan sering tidak
khas atau asimptomatik, sehingga perlu dikembangkan beberapa metode
pemeriksaan laboratorium lain untuk membantu menegakkan diagnosis. (Sari
MP, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
1. Daili SF.Trikomoniasis.Dalam: Djuanda A. llmu penyakit kulit dan kelamin.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p. 383-384
2. Djajakusumah TS. Trikomoniasis. Dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F.
Infeksi Menular Seksual. edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2009.h.183-192.
3. Susanto L, Adjung SA. Trichomonas vaginalis. Dalam: Sutanto I, Ismid IS,
Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. edisi
keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
h.139
4. World Health Organization. Global prevalence and incidence of selected
curable sexually transmitted infections: overviews and estimate.
WHO/HIV_ AIDS/2001.02.Geneva: World Health Organization, 2008.
5. McClelland RS, Sangare L, Hassan WM, Lavroys L, Mandaliya K, Kiarie J,
et al. Infection with trichomonas vaginalis increases the risk of HIV-1
acquisition. J Infect Dis. 2007;195:698–702.
6. Silver BJ, Guy RJ, Kaldor JM, Jamil MS, Rumbold AR. Trichomonas
vaginalis as a cause of perinatal morbidity: a systematic review and
meta-analysis. Sex Transm Dis. 2014;41(6):369–376
7. Somia A.Trikomoniasis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid Iwende. edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p.822-
827
8. Jazan S, et al.Prevalensi infeksi saluran reproduksi pada wanita penjaja
seks di Bitung. Direktorat PPM & PPL. Jakarta: 2003. h. 16
9. Harp DF, Chowdhury I. Trichomoniasis: evaluation to execution. Eur J
Obstet Gynecol Reprod Biol. 2011 Jul;157(1):3-9. doi:
10.1016/j.ejogrb.2011.02.024. Epub 2011 Mar 25. PMID: 21440359;
PMCID: PMC4888369.
10. Sari MP. Metode Diagnostik Trikomoniasis Vagina. Jurnal Kedokteran
Meditek. 2017 Jul 7.
11. Alfari N, Kapantow MG, Pandaleke T. Profil trikomoniasis di Poliklinik Kulit
dan Kelamin RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado periode 1 Januari
2011–31 Desember 2015. e-CliniC. 2016;4(2).
12. Manuputty AG, Tentua V. Trikomoniasis pada Remaja. Molucca Medica.
2022 May 23;15(1):21-8.
13. Schumann JA, Plasner S. Trichomoniasis. In: StatPearls. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534826/
14. Smith DS. Trichomoniasis. Medscape. 2022.
https://emedicine.medscape.com/article/230617-overview
15. Centers For Disease Control And Prevention, Laboratory Identification of
Parasites of Public Health Concern: Trichomoniasis. 2017.
16. Centers For Disease Control And Prevention. STI Treatment Guidelines:
Trichomoniasis. 2021. https://www.cdc.gov/std/treatment-
guidelines/trichomoniasis.htm
17. Sherrard J, Wilson J, et al. 2018 European (IUSTI/WHO) Guideline on the
Management of Vaginal Discharge. Int J STD AIDS. 2018;1–6.
18. Grodstein F, Goldman MB, Ryan L, Cramer DW. Relation of female
infertility to consumption of caffeinated beverages. Am J Epidemiol.
1993 Jun 15. 137(12):1353-60. [QxMD MEDLINE Link].

Anda mungkin juga menyukai