Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

“MOLAHIDATIDOSA”

NAMA : RATU SRI WAHYUNI


NIM : 2215901013

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


PROGRAM PROFESI KEBIDANA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PAHLAWANTUANKU TAMBUSAI
RIAU
2023
KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Molahidatidosa” ini tepat pada waktunya. Responsi kasus ini disusun dalam rangka
mengikuti program profesi bidan 2022/2023.

Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan

maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada ibuk Lastri bastuti, S.Tr.Keb selaku CI lahan dan ibuk Afiah,S,ST.M.Kes selaku

pembimbing akademik.

Penulis menyadari bahwa responsi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis

harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis mengharapkan semoga

responsi kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan dan kebidanan.

Pekanbaru,19 januari 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh vili
korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang menyerupai anggur.
Frekueni mola hidatidosa umumnya diwanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) dari pada wanita dinegara Barat (1 per 2.000 kehamilan)
(Hadijanto,2009; Syafii, Aprianti,& Hardjoeno,2006;Mnsjoer, Triyanti, Savitri,
Wardhani,& Setiowulan,2000).
Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting
dengan insiden yang tinggi (data RS di indonesia,1 per 40 persalinan), faktor
risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital
based. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1 : 85 kehamilan; RS Dr. Cipto
Mangunkusumo jakarta 1 : 31 persalinan dan 1 : 9 kehamilan; Luat A. Siregar
(Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan; Soetomo (surabaya) 1 : 80
persalinan; Djamhoe Mrtaadisoebrata (Bandung); 9-12 per 1000 kehamilan.
Biasanya djumpai lebih sering pada umur reproduksi (14-45 tahun) dan multipara.
Jadi dengan menigkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar.
Faktor resiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan diatas
35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik. (syafi’i, Aprianti &
Hardjoeno 2006; Fitriani,2009).
Oleh karena itu, perlu untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan
mengarahkan pemeriksaan yang di perlukan demi penegakan mola hidatidosa
lebih dini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di
mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani,&
Setiowulan,2000; Hadijanto,2009). Mola hidatidosa merupakan salah satu bagian
di dalam kategori tumor trofoblastik atau yang disebut dengan istilah penyakit
trofoblastik gestasional (Crum, Lester & Contran, & 2007).
B. Epidemiologi
Mola hidatidosa terjadi pada sekitar 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika
Serikat dan Eropa. Frekuensi mola hidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada
awal atau akhir usia subur relatif lebih tinggi. Efek paling berat dijumpai pada
wanita berusia lebih dari 45 tahun, dengan frekuensi lesi relative lebih dari 10 kali
lipat dibandingkan pada usia 20 sampai 40 tahun. Kekambuhan mola hidatidosa
dijumpai pada sekitar 1 sampai 2 persen kasus (Cuningham & dkk, 2005).
Insidensi mola hidatidosa komplet adalah sekitar 1-1,5 per 2000 kehamilan
di Amerika Serikat dan negara barat lainnya. Karena alasan yang tidak diketahui,
insidensi penyakit ini jauh lebih tinggi di negara Asia. Mola paling sering terjadi
pada usia sebelum 20 dan setelah 45 tahun, dan adanya riwayat mola
meningkatkan risiko untuk kehamilan berikutnya. Meski pun biasanya ditemukan
pada minggu dalam kehamilan 12 hingga 14 karena gestasi yang terlalu besar
untuk usianya, pemantauan dini kehamilan dengan ultrasonografi telah berhasil
menurunkan usia gestasi saat penyakit terdeteksi sehingga dignosis dapat
ditegakkan lebih dini. Pada dua keadaan, peningkatan kadar HCG dalam darah ibu
bersamaan dengan tidak adanya bagian janin atau bunyi jantung janin (Crum,
Lester & Contran,2007).
C. Etiologi
Mola terjadi akibat adanya kelainan pembuahan, pada mola komplet, sebuah
telur kosong dibuahi oleh dua spermatozoa (atau satu sperma diploid),
menghasilkan kariotip diploid, sedangkan pada mola parsial sebuah telur normal
dibuahi oleh dua spermatozoa (atau satu spermatozoa diploid) sehingga terbentuk
kariotipe triploid (Crum, Lester & Cotran, 2007). Kondisi yang menyebabkan
terjadinya mola hidatidosa ini dapat dilakukan dengan analisis DNA (Ngan &
dkk,2012).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya mola hidatidosa antara


lain (Fitriani,2009) :

 Faktor ovum : ovum sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat


dikeluarkan.
 Umur dibawah 20 tahun dan di atas 40 tahun
 Imunoselektif dari trofoblas
 Keadaan sosioekonomi yang rendah dan defesiensi gizi; mola
hidatidosa banyak ditemukan pada mereka dengan status ekonomi
yang rendah serta diet rendah protein.
 Paritas tinggi
 Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
D. Gejala dan Tanda
Gambaran klinis sebagian besar kehamilan mola telah banyak berubah
dalam 20 tahun terakhir karena penggunaan ultrasonografi transvagina dan hCG
serum kuantitatif menyebabkan diagnosis ditegakkan lebih dini. Tanda-tanda
klinis yang dapat terjadi antara lain (Cuningham & dkk, 2005).
a. Perdarahan
Perdarahan uterus hamper universal dan dapat bervariasi dari bercak
sampai perdarahan berat. Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum
abortus atau yang lebih sering terjadi secara intermiten selama beberapa
minggu bahkan bulan. Kadang-kadang terjadi perdarahan yang tertutup
di dalam uterus. Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-
kadang terdapat eritropoiesis megloblastik, mungkin akibat kurangnya
asupan gizi karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan
folat trofoblas yang cepat berproliferasi.
b. Ukuran Uterus
Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya. Uterus mungkin sulit
diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita
multipara, karena konsistensinya lunak di bawah dinding abdomen yang
kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar akibat kista-kista
teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar.
c. Aktivitas Janin
Walaupun uterus cukup membesar sehingga mencapai jauh diatas
simfisis, bunyi jantung janin biasanya sulit terdeteksi. Walaupun jarang,
mungkin terdapat palsenta kembar dengan perkembangan kehamilan
mola sempurna pada salah satunya, sementara plasenta lain dan janinnya
tampak normal.

E. Penatalaksanaan
Terapi mola hidatidosa terdiri dari dua fase, yaitu evakuasi mola segera dan
tindak lanjut untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan
keganasan. Evaluasi awal harus dilakukan sebelum evakuasi atau histerektomi
yang mencakup pemeriksaan radiografi toraks untuk mencari lesi paru. Beberapa
pilihan dalam terapi mola hidatidosa, antara lain (Cuningham & dkk, 2005):
1. Terminasi kehamilan mola
2. Kemoterapi profilaktik
3. Aspirasi vakum
4. Oksitosin, prostaglandin, dan histerotomi
5. Histerektomi

Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri dari 4 tahap berikut ini (Hadijanto,
2009):
a. Perbaikan Keadaan Umum
Pemberian transfuse darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan
menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeclampsia atau
tirotoksikosis (Ngan & dkk, 2012).
b. Pengeluaran jaringan mola
Ada dua cara yaitu (Ngana & dkk, 2012) (Hadijanto, 2009):
 Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa
pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula
uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan kuretase dengan
menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret
cukup dilakukan 1 kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya
dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya
disediakan darah untuk menjaga bila terjadi perdarahan yang
banyak
 Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur
dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi
ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan factor
predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai
adalah umur 35 tahun dengan anak hidup 3. Tidak jarang bahwa
pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan
histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa
mola invasive / koriokarsinoma.
c. Prosedur Tindak Lanjut
Tujuan utama tindak lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang
mengisyaratkan keganasan. Metode umum tindak lanjut adalah sebagai
berikut :
 Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, yaitu sekurang-
kurangnya 1 tahun
 Ukur kadar hCG setiap 2 minggu. Walau pun sebagian
menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya
manfaat yang nyata
 Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar
yang meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi
dan biasanya terapi.
 Setelah kadar normal, yaitu setelah mencapai batas bawah
pengukuran, pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan,
lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.
 Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diizinkan setelah 1
tahun.
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah
mola hidatidosa. Kadar gonadotropin korionik harus turun secara progresif
sampai kadar yang tidak terdeteksi, karena di luar itu berarti trofoblas
menetap. Peningkatan mengisyaratkan proliferasi yang kemungkinan besar
ganas kecuali apabila wanita yang bersangkutan kembali hamil. Tes hCG
harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi. Lama
pengawawan berkisar satu tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan
selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan
menggunakan kondom, difragma, atau pantang berkala (Hadijanto, 2009).

Kadar β-hCG sebelum dan setelah kuret (Fitriani, 2009).


BAB III
LAPORAN KASUS
A. Biodata Pasien
1. Data Register Pasien
a. No. Register : 01117222
b. Tanggal MRS : 17 Januari 2023
c. Tanggal Pengkajian : 17 Januari 2023 Pukul : 13.45
d. Nama Pengkajian : Ratu Sriwahyuni
2. Identitas Istri/Suami
a. Nama : NY. N
b. Umur : 37 Tahun
c. Nikah / Lamanya : 1 kali 11 Tahun
d. Suku : Melayu
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : SLTA
g. Pekerjaan : IRT
h. Alamat : DS Pulau Muda
i. Jumlah Anak :
Identitas suami:
a. Nama : TN. S
b. Umur : 39 Tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SLTP
e. Pekerjaan : Wirasuasta
f. Suku : Melayu
g. Alamat : DS Pulau Muda
B. Anamnesa
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir bergumpal banyak sejak
tgl 9 Januari 2023
Riwayat Penyakit : -
Riwayat KB : Suntik 3 Bulan
Riwayat Perkawinan : 1 Kali
Lama Perkawinan : 11 Tahun
Riwayat Menstruasi
1) Menarche : 13 Tahun
2) Teratur/tidak : Ya
3) Siklus : 28 hari
4) Lama : 6 hari
5) Warna : Merah segar
6) Bau : Khas (amis)
7) Sifat Darah : encer
8) Disminorre : tidak
9) Banyak : 3 kali ganti pembalut/hari
10) Flour Albus : ya
C. Riwayat Penyakit
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak tgl
9 Januari 2023. Pasien rujukan Klinik Harapan Bunda dengan keluhan
lemas sejak ± 1 mg yang lalu ± 3x ganti pembalut/hari, perdarahan terjadi
selama ± 3 hari, nyeri (-), Mual/muntah (-) pasien mengaku hamil 2 bulan,
HPHT 2/11/2022 TP : 9/8/2023, UK 9-9 mg. Selama hamil pasien tidak
pernah sama sekali kebidan atau kedokter, baru di hari MSRS pasien
memeriksakan di RS ke SPOG dikatakan hamil anggur dan dirujuk ke RS
Arifin Ahmad untuk tatalaksana lebih lanjut.
D. Pemeriksaan umum
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda-tanda Vital : TD : 122/73 mmHg
S : 37,1 °C
N : 95x/menit
R : 20x/menit
4. Antropometri : TB : 165 cm
BB : 60 kg
E. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : bersih
2. Muka : tidak pucat dan tidak ada edema
3. Mata : Konjungtiva : Pucat Sklera : tidak ikterik
4. Hidung : bersih, tidak ada polip
5. Mulut dan gigi : bibir merah mudah, karies tidak ada
6. Telinga : simetris, bersih
7. Leher : tidak ada pembesaran kalenjer tiroid dan limfe
8. Ekstremitas : tidak ada odema
9. Genitalia : keluar darah
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a) Hemoglobin : 6,8 g/dl
b) Leukosit : 10,400 / ul
c) Trombosit : 203.000/ ul
G. Asuhan Kebidan
1. Data Subjektif (S)
a. Lemas (+) perdarahan dari jalan lahir (-) mual (-) muntah (-)
2. Data Objektif (O)
a. KU ibu baik
b. Kesadaran Composmentis
c. Ekpresi wajah pucat
d. Tidak ada nyeri tekan
e. Tanda-tanda vital
f. Tekanan darah : 122/73 mmHg
g. Nadi : 82 x/i
h. Pernafasan : 20 x/i
i. Suhu : 36,2 °C
3. Anamnesa (A)
Ny. N umur 37 tahun G3P2A0H2, 8-9 minggu, suspek post abortus
molahidatidosa + anemia berat.
4. Planning (P)
a. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan, bahwa ibu dalam keadaan
baik, TD : 122/73 mmHg, N : 95x/i, P : 20x/i S : 37,1 ºC
b. Menganjurkan ibu untuk meminum air sebanyak 6-8 gelas sehari
c. Menganjurkan ibu mengomsumsi sayur dan bauh untuk
pemenuhan gizi ibu
d. Menganjurkan ibu untuk melakukan gerakan ringan seperti duduk,
dan untuk mengerakkan kaki.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini membahas mengenai pasien Ny. N usia 37 tahun,
dengan diagnosa molahidatidosa(hamil anggur). Pada tanggal 17 Januari 2023
secara terperinci mulai dari langkah pertama yaitu pengkajian data sampai dengan
penatalaksanaan sebagai langkah terakhir. Data objektif pada pasien dengan kasus
molahidatidosa adalah hasil pemeriksaan fisik dan TTV dalam batas normal.
Mola hidatidosa merupakan kasus yang jarang, namun jika tidak dideteksi
dan ditangani segera maka akan berkembang menjadi keganasan sel trofoblas
yaitu pada 15-20% wanita dengan mola hidatidosa komplet dan 2-3% pada mola
parsial. Mola hidatidosa dinyatakan ganas jika terjadi metastasis dan invasi
merusak miometrium, misalnya pada mola invasif. Jika hal tersebut dilanjutkan
kemungkinan akan menjadi salah satu penyebab angka kematian ibu di Indonesia
semakin meningkat.
Kehamilan mola hidatidosa karena ketidakseimbangan kromosom pada
kehamilan. Faktor penyebab terjadinya kehamilan mola hidatidosa antara lain sel
telur yang secara patologi sudah mati tetapi terhambat untuk dikeluarkan, adanya
imunoseletif dari trofoblas, status sosial ekonomi yang rendah, paritas yang tinggi,
defisiensi protein, dan adanya infeksi virus serta faktor kromosom yang belum
jelas.
Etiologi dari penyakit ini bermacam– macam termasuk berbagai kombinasi
dari faktor lingkungan dan genetik. Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi dimana mola biasanya muncul pada pasien yang berusia muda (<
16 tahun) dan usia yang lebih tua yaitu >45 tahun. Penyakit ini biasanya
diakibatkan oleh banyak faktor diantaranya baik usia, jarak antara kehamilan,
riwayat abortus sebelumnya, sosial ekonomi, dan riwayat mola sebelumnya. 6
Klasifikasi mola hidatidosa menurut Federation International of Gynecology and
Obstetrics (FIGO) terbagi menjadi mola hidatidosa komplit dan parsial (PTG
benigna), serta mola invasif (PTG maligna). Mola hidatidosa komplit merupakan
hasil kehamilan tidak normal tanpa adanya embrio-janin, dengan pembengkakan
hidrofik vili plasenta dan seringkali memiliki hyperplasia trofoblastik pada kedua
lapisan. Pembengkakan vili menyebabkan pembentukan sisterna sentral disertai
penekanan jaringan penghubung matur yang mengalami kerusakan pembuluh
darah. Mola hidatidosa komplit hanya mengandung DNA paternal sehingga
bersifat androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena satu sel
sperma membawa kromosom 23X melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang
tidak membawa gen maternal (tidak aktif), kemudian mengalami duplikasi
membentuk 46XY dan 46XX heterozigot. Secara makroskopik pada kehamilan
trimester dua berbentuk seperti anggur karena vili korialis mengalami
pembengkakan secara menyeluruh. Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis
mengandung cairan dalam jumlah lebih sedikit, bercabang, dan mengandung
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak pembuluh darah.
Mola hidatidosa parsial merupakan triploid yang mengandung dua set kromosom
paternal dan satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid akibat dua set
kromosom maternal tidak menjadi mola hidatidosa parsial.
Untuk membedakan mola perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi
(USG), pemeriksaan kadar ß-hCG, dan dapat pula dilakukan dengan melalui
pengambilan sampel vilus korionik, amniosintesis, atau darah fetus. Melalui
pemeriksaan USG, mola hidatidosa resiko tinggi dapat didiagnosa secara akurat
pada minggu pertama ketika pemeriksaan ß-hCG tidak dapat membantu. Melalui
pemeriksaan USG, untuk mola hidatidosa komplit biasanya ditemukan gambaran
snowstorm, vesicular pattern yang biasanya muncul pada trimester kedua
kehamilan dari isi uterus dan kista lutein fokal. Sementara itu untuk pasien dengan
mola hidatidosa parsial sering didiagnosa missed abortion biasanya terdapat
gambaran janin, namun kista lutein jarang muncul. Pemeriksaan histologis dari
sampel konsepsi adalah gold standard dari mola hidatidosa. Pemeriksaan
histologis ini biasanya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan ß-hCG.
Pemeriksaan ini sendiri dapat digunakan bukan hanya untuk diagnosis dan
manajemen, namun juga untuk menentukan prognosis pasien. Beta hCG
merupakan hormon yang ada pada kehamilan yang dihasilkan oleh sel
sinsitiotrofoblas. Pada kehamilan normal, ßhCG akan meningkat sejak minggu ke
2. Hormon ini berfungsi untuk diagnosis dimana pada mola hidatidosa komplit,
kadar serum ßhCG =100.000 IU/L. Sementara itu pada mola hidatidosa parsial,
kadar ß-hCG biasanya sama dengan kehamilan normal dan biasanya lebih baik
diperiksa dengan pemeriksaan histologis. Selain itu, kadar ß-hCG dapat
digunakan untuk mendiagnosa penyakit trofoblastik gestasional post mola
hidatidosa yang menunjukkan keganasan yaitu kadar ß-hCG plateau untuk 4
pengukuran selama periode 3 minggu atau lebih, untuk hari ke 1, 7 , 14, dan 21.
Peningkatan dari kadar ß-hCG untuk 3 pemeriksaan berturut-turut atau lebih lama
selama periode sedikitnya 2 minggu atau lebih, pada hari ke 1,7 dan 14. Diagnosis
histologik dari koriokarsinoma peningkatan kadar ß-hCG untuk 6 bulan atau lebih
setelah terapi. Walaupun begitu kadar ß-hCG juga dapat negatif pada wanita
dengan kehamilan ektopik mola untuk waktu yang lebih lama dibandingkan
kehamilan ektopik tanpa mola.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mahasiswa mampu memberikan asuhan pada kasus molahidatidosa dan
didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang pada Ny.
N dengan melakukan pengkajian dan pemantauan dilakukan secara
autoanamnesis pada kunjungan awal tanggal 17 Januari 2023. TD 122/73
mmHg, N : 95X/i, P : 20x/i, S: 37,1 ºC, BB : 60 kg, TB : 165 cm.
2. Mahasiswa mampu melakukan analisis kasus berdasarkan data subjektif
dan objektif pada Ny. N dengan kasus molahidatidosa.
B. Saran
1. Bagi RSUD AA diharapkan dapat mempertahankan pelayanan asuhan
kebidanan yang sudah baik.
2. Bagi institusi pendidikan sebagai bahan bacaan mahasiswi
3. Bagi pelaksanaan asuhan selanjutnya diharapkan dapat tetap
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan asuhan
kebidanan secara baik dan benar kepada klien.

DAFTAR PUSTAKA
Harjito VN, Hidayat YM, Amelia I. Hubungan antara Karakteristik Klinis Pasien
Mola Hidatidosa dengan Performa Reproduksi Pascaevakuasi di Rumah
Sakit Hasan Sadikin Bandung. J Sist Kesehat. 2017
Wagey FW, Lengkong RA. Profil penderita mola hidatidosa di RSUP Prof. Dr .
R . D . Kandou. 2016;4.
Kusuma A, Pramono B. Karakteristik Mola Hidatidosa Di Rsup Dr. Kariadi
Semarang. J Kedokt Diponegoro. 2017
Olivia FC, Kedokteran F, Lampung U. Seorang Wanita 30 Tahun Dengan Mola
Hidatidosa Komplet A 30 Years Old Woman with Complete Hydatidiform
Mole. 2016
Septiyaningsih D. Faktor-faktor ibu yang mempengaruhi kejadian mola
hidatidosa. J Kesehat Al-Irsyad. 2016

Anda mungkin juga menyukai