Oleh:
Pembimbing:
Muh. Adrianes Bachnas, dr., Sp.OG
ABSTRAK
TINJAUAN PUSTAKA
B. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang dapat
menyebabkannya antara lain:
1. Faktor ovum, dimana ovum memang sudah patologik sehingga
mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
2. Imuniselektif dari trofoblas
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas (Mochtar,
1998).
C. Patologi
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung – gelembung berisi
cairan jernih merupakan kista – kista kecil seperti anggur dan dapat
mengisi seluruh cavum uteri. Secara histopatologic kadang – kadang
ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bias juga
terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu jenis tumbuh dan yang satu
lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi,
mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1 cm
(Mochtar, 1998).
Mola hidatidosa terbagi menjadi:
1. Mola Hidatidosa Sempurna
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih.
Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter
sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok – kelompok
menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh:
a. Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus
b. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
c. Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
d. Tidak adanya janin dan amnion (Cuninngham. F.G. dkk.,
2006)..
2. Mola Hidatidosa Parsial
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang
berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi
perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian
villi yang biasanya avaskular, sementara villi – villi berpembuluh
lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak
terkena (Cuninngham. F.G. dkk., 2006).
E. Komplikasi
1. Perdarahan yang hebat sampai syok
2. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
3. Infeksi sekunder
4. Perforasi karena tindakan atau keganasan
5. Menjadi ganas pada kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma (Mochtar, 1998).
F. Penatalaksanaan
1. Terapi
a. Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual
digital untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan
bekuan darah, barulah dengan tenang dan hati-hati evakuasi
sisanya dengan kuretase.
b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:
1) Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar
pembukaan selama 12 jam
2) Setelah itu pasang infus dextrose 5% yang berisi 50 satuan
oksitosin (pitosin atau sintosinon); cabut laminaria, kemudian
setelah itu lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati-hati.
Pakailah cunam ovum yang agak besar atau kuret besar;
ambillah dulu bagian tengah baru bagian-bagian lainnya pada
kavum uteri.
Pada kuretase pertama ini, keluarkanlah jaringan sebanyak
mungkin tak usah terlalu bersih.
3) Kalau perdarahan banyak, berikan transfuse darah dan
lakukan tampon utero-vaginal selama 24 jam.
c. Bahan jaringan yang dikirim untuk pemeriksaan histo-patologik
dalam 2 porsi:
1) Porsi 1 yang dikeluarkan dengan cunam ovum
2) Porsi 2 yang dikeluarkan dengan kuretase
d. Berikan obat-obatan antibiotika dan perbaikan keadaan umum
penderita
e. 7-10 hari sesudah kuretase pertama, dilakukan kuretase kedua
untuk membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya
untuk pemeriksaan laboratorium.
f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan
kerokan, ada beberapa institute yang melakukan histerotomia
untuk mengeluarkan isi rahim (mola).
g. Histerektomi total dilakukan pada mola risiko tinggi: usia lebih
dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar
(mola besar), yaitu setinggi pusat atau lebih.
2. Periksa ulang (follow up)
Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai
kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif
akan menyulitkan observasi. Juga dinasihatkan untuk mematuhi
jadwal pemeriksaan ulang selama 2-3 tahun:
a. Setiap minggu pada Triwulan pertama
b. Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
d. Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
Setiap periksa ulang penting diperhatikan:
a. Gejala klinis: perdarahan, keadaan umum
b. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo:
tentang keadaan serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak,
kista lutein bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain.
c. Reaksi biologis dan imunologis :
1) 1x seminggu sampai hasil negative
2) 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
3) 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
4) 1x3 bulan selama tahun berikutnya
Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan
BAB IV
SARAN
1. Cuninngham. F.G. dkk. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGG