Anda di halaman 1dari 9

RESPONSI

SEORANG WANITA G2P1A0 USIA 30 TAHUN


DENGAN MOLA HIDATIDOSA

Oleh:

Aningdita Kesumo G0007186


Fariziyah Dwi S. G0007197
Khonita Adian Utami G0007202
Shabrina Nur Zidny G0007156
Tita Rifatul M. G0006163

Pembimbing:
Muh. Adrianes Bachnas, dr., Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2011
SEORANG WANITA G2P1A0 USIA 30 TAHUN
DENGAN MOLA HIDATIDOSA

ABSTRAK

Sebuah kasus G2P1A0, umur 33 tahun, hamil 40 minggu, kiriman dari


Bidan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) 16 jam. Teraba janin
tunggal, intra uterin, HIS (+), DJJ (Denyut Jantung Janin) (+) reguler,
datang dalam keadaan in partu kala I. Pada kasus ini dilakukan
persalinan pervaginam pada pasien primigravida hamil aterm dengan
KPD 16 jam dan dilahirkan bayi perempuan BB (Berat Badan): 3000
gram, LD (Lingkar Dada): 32 cm, PB (Panjang Badan): 48 cm, LK
(Lingkar Kepala): 32 cm, nilai APGAR: 8-9-10

Kata kunci : Ketuban pecah dini, sekundigravida


BAB I
PENDAHULUAN

Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional


(PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni
mola hidatidosa parsial dan komplet, koriokarsinoma, mola invasif dan
placental site trophoblastic tumors (Cuninngham. F.G. dkk., 2006).
Pada mola hidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin
yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik
(Martaadisoebrata, 2002).
Insidensi mola hidatidosa dilaporkan Moore dkk (2005) pada
bagian barat Amerika Serikat, terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari
1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari
600 kasus abortus medisinalis. Di Asia insidensi mola 15 kali lebih tinggi
daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan bahwa
terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di negara-negara
Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih tinggi
lagi yakni 1:120 kehamilan (Cuninngham. F.G. dkk., 2006).
Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi
kehamilan mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih lanjut
berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Mola Hidatidosa


Mola Hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma
villus korialis langka vaskularisasi, dan edematous. Janin biasanya
meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematous itu
hidup dan tumbuh terus; gambaran yang diberikan ialah sebagai
segugus buah anggur (Prawiroharjo, 2008).
Jaringan trofoblas pada villus kadang-kadang berproliferasi ringan
kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormone yakni human
chorionic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar
daripada kehamilan biasa (Prawiroharjo, 2008).

B. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang dapat
menyebabkannya antara lain:
1. Faktor ovum, dimana ovum memang sudah patologik sehingga
mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
2. Imuniselektif dari trofoblas
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas (Mochtar,
1998).

C. Patologi
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung – gelembung berisi
cairan jernih merupakan kista – kista kecil seperti anggur dan dapat
mengisi seluruh cavum uteri. Secara histopatologic kadang – kadang
ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bias juga
terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu jenis tumbuh dan yang satu
lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi,
mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1 cm
(Mochtar, 1998).
Mola hidatidosa terbagi menjadi:
1. Mola Hidatidosa Sempurna
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih.
Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter
sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok – kelompok
menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh:
a. Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus
b. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
c. Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
d. Tidak adanya janin dan amnion (Cuninngham. F.G. dkk.,
2006)..
2. Mola Hidatidosa Parsial
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang
berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi
perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian
villi yang biasanya avaskular, sementara villi – villi berpembuluh
lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak
terkena (Cuninngham. F.G. dkk., 2006).

D. Diagnosis dan Gejala


1. Anamnesis
a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih
nyata dari kehamilan biasa
b. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur,
warna tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak
c. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua
kehamilan seharusnya
d. Keluar jaringan mola seperti buah anggur
2. Inspeksi
a. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-
kuningan, yang disebut muka mola (mola face)
b. Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas
3. Palpasi
a. Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
b. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan
janin
c. Adanya darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri
turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru
4. Auskultasi
a. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
b. Terdengar bising dan bunyi khas
5. Reaksi kehamilan: karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologic
dan uji imunologik (Galli Mainini) akan positif setelah pengenceran
(titrasi):
a. Galli Manini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa
b. Galli Manini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau
hamil kembar.
6. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-
bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis
servikalis dan vagina serta evaluasi keadaan serviks
7. Uji sonde
Sonde dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis
servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar
setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan
mola.
8. Ultrasonografi
Pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat
janin. (Mochtar, 1998).

E. Komplikasi
1. Perdarahan yang hebat sampai syok
2. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
3. Infeksi sekunder
4. Perforasi karena tindakan atau keganasan
5. Menjadi ganas pada kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma (Mochtar, 1998).

F. Penatalaksanaan
1. Terapi
a. Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual
digital untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan
bekuan darah, barulah dengan tenang dan hati-hati evakuasi
sisanya dengan kuretase.
b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:
1) Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar
pembukaan selama 12 jam
2) Setelah itu pasang infus dextrose 5% yang berisi 50 satuan
oksitosin (pitosin atau sintosinon); cabut laminaria, kemudian
setelah itu lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati-hati.
Pakailah cunam ovum yang agak besar atau kuret besar;
ambillah dulu bagian tengah baru bagian-bagian lainnya pada
kavum uteri.
Pada kuretase pertama ini, keluarkanlah jaringan sebanyak
mungkin tak usah terlalu bersih.
3) Kalau perdarahan banyak, berikan transfuse darah dan
lakukan tampon utero-vaginal selama 24 jam.
c. Bahan jaringan yang dikirim untuk pemeriksaan histo-patologik
dalam 2 porsi:
1) Porsi 1 yang dikeluarkan dengan cunam ovum
2) Porsi 2 yang dikeluarkan dengan kuretase
d. Berikan obat-obatan antibiotika dan perbaikan keadaan umum
penderita
e. 7-10 hari sesudah kuretase pertama, dilakukan kuretase kedua
untuk membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya
untuk pemeriksaan laboratorium.
f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan
kerokan, ada beberapa institute yang melakukan histerotomia
untuk mengeluarkan isi rahim (mola).
g. Histerektomi total dilakukan pada mola risiko tinggi: usia lebih
dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar
(mola besar), yaitu setinggi pusat atau lebih.
2. Periksa ulang (follow up)
Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai
kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif
akan menyulitkan observasi. Juga dinasihatkan untuk mematuhi
jadwal pemeriksaan ulang selama 2-3 tahun:
a. Setiap minggu pada Triwulan pertama
b. Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
d. Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
Setiap periksa ulang penting diperhatikan:
a. Gejala klinis: perdarahan, keadaan umum
b. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo:
tentang keadaan serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak,
kista lutein bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain.
c. Reaksi biologis dan imunologis :
1) 1x seminggu sampai hasil negative
2) 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
3) 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
4) 1x3 bulan selama tahun berikutnya
Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan

BAB IV
SARAN

1. Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas diperlukan antenatal


care sedini mungkin dan secara teratur di unit pelayanan kesehatan.

2. Edukasi kepada pasien mengenai pengetahuan tentang penyakit,


gejala, komplikasi dan penatalaksanaannya
DAFTAR PUSTAKA

1. Cuninngham. F.G. dkk. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGG

2. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. 2002. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

3. Mochtar R. 1998. Sinopsis obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, edisi 2.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

4. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Edisi keempat. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai