Anda di halaman 1dari 7

1.

Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir


abortus, karna kehamilan ektopik adalah kehamilan bila zigot
terimplementasi di lokasi-lokasi selain cavum uteri, seperti di ovarium,
tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. Istilah Kehamilan Ektopik
Terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan
pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang
menyebabkan penurunan keadaan umum pasien (Icesmi Sukarni dkk,
2014).

Mola Hidatidosa merupakan kelainan kehamilan yang ditandai dengan


trofoblas yang tidak wajar.Pada kelainan kehamilan ini, struktur yang
dibentuk trofoblas yaitu vili korialis berbentuk gelembung-gelembung
seperti anggur.(Arantika, 2017). Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi
2 jenis yaitu : Mola hidatidosa komplit dan Mola hidatidosa parsialis.
Mola hidatidosa komplit yaitu penyimpangan pertumbuhan dan
perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili
korialis mengalami perubahan hidropik.Mola hidatidosa parsialis, yaitu
sebagian pertumbuhan dan perkembangan vili korialis berjalan normal
sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang bahkan sampai aterm.
Kehamilan mola hidatidosa karena ketidakseimbangan kromosom
pada kehamilan.(Arantika, 2017).

2. Gejala dan Tanda Kehamilan Ektopik :


Ibu hamil yang mengalami kehamilan ektopik akan merasakan gejala
pada usia kehamilan 6 – 10 minggu. Adapun gejala dan tanda yang
drasakan antara lai: amenorea /tidak haid, nyeri perut bagian bawah,
perdarahan per vaginam irregular (biasanya dalam bentuk bercak –
bercak darah), rasa sakit pada salah satu sisi panggul, tampak pucat,
tekanan darah rendah, denyut nadi ,eningkat, ibu hamil mengalami
pingsan dan terkadang disertai nyeri bahu akibat iritasi diafragma dari
hemoperitoneum.

Gejala Molahidatidosa :
Gejala-gejala yang biasanya muncul pada mola hidatidosa meliputi
perdarahan terus menerus pada minggu ke-12 kehamilan,
pembesaran perut(pertumbuhan ukuran rahim), tidak sesuai dengan
usia kehamilan,mual-mual, muntah, timbul tekanan darah tinggi,tidak
ada tanda-tanda adanya janin,kadar hormon korionik gonadotropin
(HCG) tinggi, denyut nadi cepat dan jantung berdebardebar.
(Ratnawati, 2018).

3. Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi


dari kehamilan ektopik (Tarigan, 2016):

a. Kehamilan tuba merupakan kehamilan ektopik pada setiap bagian


tuba fallopi. Merupakan bagian jenis terbanyak gestasi ekstra uterin
yang paling sering terjadi sekitar 95% dari kehamilan ektopik.

b. Kehamilan ovarial merupakan kehamilan pada ovarium, perdarahan


terjadi bukan saja disebabkan oleh pecahnya kehamilan ovarium tetapi
juga rupture tuba korpus luteum, torsi dan endometriosis. Meskipun
daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada
daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur
pada trimester awal.

c. Kehamilan uterus merupakan kehamilan pada uterus tidak pada


tempat yang tepat, pada endometrium kavum uteri sebab implantasi
terjadi pada kanalis servikalis (gestasi pada servikal uteri), diverticulum
(gestasi pada invertikulum uteri), kurnua (gestasi pada kornu uteri),
tanduk rudimenter (gestasi pada tanduk rudimenter).

d. Kehamilan servikal adalah jenis dari kehamilan ektopik yang jarang


terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya
hasil konsepsi, serviks mengembang. Kehamilan serviks jarang
melewati usia gestasi 20 minggu sehingga umumnya hasil konsepsi
masih kecil.

Klasifikasi Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis menurut Myles, 2009
yaitu :

a. Mola hidatidosa komplet


Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali
pusat, atau membran. Kematian terjadi sebelum berkembangnya
sirkulasi plasenta. Villi korionik berubah menjadi vesikel hidropik yang
jernih yang menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, dan
memberi tampilan seperti seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi, dari
yang sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter.
Hiperplasia menyerang lapisan sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas.
b. Mola hidatidosa partial
Tanda-tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong
amnion dapat ditemukan karena kematian terjadi sekitar minggu ke-8
atau ke-9. Hiperplasia trofoblas hanya terjadi pada lapisan
sinsitotrofoblas tunggal dan tidak menyebar luas dibandingkan dengan
mola komplet.

4. Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik


Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu:
a. Kondisi penderita saat itu.
b. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
c. Lokasi kehamilan ektopik.
d. Kondisi anatomik organ pelvis.

Penatalaksanaan pada mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu :


a. Perbaiki keadaan umum
Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum
penderita harus distabilkan dahulu. Tindakan yang dilakukan sebelum
penderita dalam keadaan stabil, dapat merangsang terjadinya syok
ireversibel, eklampsi atau krisis tiroid yang dapat menyebabkan
kematian. Tergantung pada bentuk penyulitnya, kepada penderita
harus diberikan :
➢ Koreksi dehidrasi
➢ Tranfusi darah, pada anemia
 Antihipertensi/antikonvulsi, seperti pada terapi preeklamsi/eklamsia
 Obat anti tiroid, bekerja sama dengan penyakit dalam
 Untuk emboli paru hanya diberikan terapi suportif, terutama
oksigenasi dan antikoagulan sampai gejala akutnya hilang. Jika
perlu dirawat di ICU.
b. Pengeluaran jaringan mola hidatidosa
Oleh karena mola hidatidosa merupakan suatu bentuk kehamilan
yang patologis dan dapat disertai dengan penyulit, pada prinsipnya
harus dievakuasi secepat mungkin. Terdapat dua cara, yaitu:
1) Kuretase
Kuret vakum merupakan metode terpilih karena lebih aman,
cepat, dan efektif untuk mengevakuasi jaringan mola. Kuretase
dilakukan langsung apabila ada pembukaan kira-kira sebesar 1
jari: jaringan mola telah keluar dan keadaan umum pasien
stabil, yaitu jika pemeriksaan DPL, kadar β-hCG, serta foto
thorax selesai.3 Sedangkan apabila jaringan mola belum keluar,
dilakukan dilatasi kanalis servik dengan batang laminaria dan
kuretase dilakukan 24 jam kemudian, dan sebelum kuretase
diberikan infus dekstrosa 5%, uterotonika (oksitosin) dan
narkoleptik. Oksitosin diberikan 10 mIU dalam 500 cc Dextrose
5 % atau dengan penyuntikan 2 ½ satuan oksitosin tiap
setengah jam sebanyak 6 kali. Seluruh hasil kerokan di PA.
Kira-kira 10-14 hari sesudah kerokan itu dilakukan kerokan
ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus
betul-betul kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-
sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu,
makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan
2) Histerektomi
Histerektomi dilakukan untuk mengurangi frekuensi terjadinya
penyakit trofoblas ganas. Histerektomi hanya dilakukan pada
penderita umur 35 tahun ke atas dengan jumlah anak hidup tiga
atau lebih. Histerektomi dapat dilakukan dengan jaringan mola
intoto atau setelah kuretase. Apabila terdapat kista lutein, maka
ovarium harus dipertahankan karena ovarium akan kembali ke
ukuran normal setelah titer B-hCG turun

c. Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika


Terapi ini diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan
terjadi keganasan, misalnya pada umur tua (>35 tahun), riwayat
kehamilan mola sebelumnya, dan paritas tinggi yang menolak
untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi
yang mencurigakan.8 Kemoterapi masih menjadi perdebatan
karena efek sampingnya yang cukup besar walaupun beberapa
penelitian menunjukkan penurunan insidensi. Biasanya diberikan
methotrexate (MTX) atau actinomycin D. Kadar β-hCG di atas
100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai risiko tinggi untuk
perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk memberikan MTX
3 x 5 mg sehari selama 5 hari dengan interval 2 minggu sebanyak
3 kali pemberian. Pada pemberian MTX diikuti dengan pemberian
asam folat 10 mg 3 kali sehari (sebagai antidotum MTX) dan cursil
35 mg 2 kali sehari (sebagai hepatoprotektor). Dapat juga diberikan
actinomycin D 12 μg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut tanpa
antidot maupun hepatoprotektor.

d. Follow up
Seperti diketahui, 20-30% dari penderita pasca MHK dapat
mengalami transformasi keganasan menjadi tumor trofoblas
gestasional. Keganasan dapat terjadi dalam waktu satu minggu
sampai tiga tahun pasca evakuasi.

5. Komplikasi Kehamilan Ektopik :


Komplikasi yang dapat timbul akibat kehamilan ektopik, yaitu: ruptur
tuba atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat
menyebabkan perdarahan massif, syok, DIC, dan kematian.
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lan: perdarahan,
infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan
pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi terkait tindakan
anastesi.

Komplikasi Kehamilan mola hydatidosa


Gestational trophoblastic neoplasia
Komplikasi ini lebih banyak terjadi pada penderita hamil anggur
lengkap, yang ditandai dengan HCG yang tetap tinggi setelah kuret.
Gestational trophoblastic neoplasia terjadi ketika sel abnormal masuk
ke bagian tengah dinding rahim.
Choricarcinoma
Choriocarcinoma merupakan bentuk kanker dari gestational
trophoblastic neoplasia. Meski jarang terjadi, kanker ini lebih sering
dialami penderita hamil anggur lengkap.

Mengalami hamil anggur kembali


Penderita hamil anggur berisiko mengalami hamil anggur kembali
pada kehamilan berikutnya. Risiko ini lebih tinggi jika dialami penderita
yang sudah mengalami beberapa kali hamil anggur atau mereka yang
pernah keguguran
Daftar pustaka / referensi :

Sukarni, I dan Wahyu, P. (2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas,


Yogyakarta: Nuha Medika.

Arantika, H. d. (2017). Patologi Kehamilan.Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Ratnawati, A. T., Amdad, A., & Nurdiati, D. S. (2018). Upaya ibu hamil risiko
tinggi untuk mencari layanan persalinan di puskesmas Waruroyo. BKM
Journal of Community Medicine and Public Health, 67-71.

Nurhayati, Ety. (2019). MODUL KELOMPOK 6 KEPERAWATAN MATERNITAS


II. PENYAKIT PADA MASA KEHAMILAN. PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVESITAS
ESA UNGGUL. http://esaunggul.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai