Anda di halaman 1dari 132

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN MOLA HIDATIDOSA


A. PENGERTIAN
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya
mengalami perubahan hirofik (Mansjoer, 1999).
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah
anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini
merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka
vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villi-villi yang membesar dan
edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah
anggur. Jaringan trofoblas pada villi kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras,
dan mengeluarkan hormon, yakni Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang
lebih besar daripada kehamilan biasa. (Prawirohardjo, 2007)
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis memgalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1 atau 2 cm. (Prawirohardjo, 2008).

B. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang
menyebabkannya antara lain:
1. Faktor ovum : Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi
terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari trofoblas
3. Kekurangan Vitamin A
4. Kekurangan Protein
5. Keadaan sosio ekonomi yang rendah.
6. Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas.

C. KLASIFIKASI
Sesuai dengan derajatnya, mola hidatidosa klasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu mola komplit
dan mola parsialis.
1. Mola Komplit
Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya janin. Pada pemeriksaan
kandungan dijumpai pembesaran rahim tetapi tidak teraba bagian tubuh janin. Hal ini disebabkan
1 sperma membuahi sel telur dengan gen yang sudah tidak aktif, kemudian kromosom paternal
berkembang menjadi kromosom 46 XX atau 46 XY yang sepenuhnya merupakan kromosom
sang ayah, sehingga didapati perkembangan plasenta tanpa adanya janin.
2. Mola Parsialis
Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan yang terdapat perkembangan abnormal dari
plasenta tetapi masih didapati janin. Kehamilan mola parsialis biasanya disebabkan karena 2
sperma membuahi 1 sel telur. Hal ini menyebabkan terjadi nya kehamilan triploidi (69 XXX atau
69 XXY), sehingga selain terjadinya perkembangan plasenta yang abnormal juga disertai
perkembangan janin yang abnormal pula. Janin pada kehamilan mola parsialis biasanya juga
meninggal di dalam rahim karena memiliki kelainan kromosom dan kelainan kongenital seperti
bibir sumbing dan syndactily. Selain itu mola parsialis juga dapat disebabkan adanya pembuahan
sel telur yang haploid oleh sperma diploid 46 XY yang belum tereduksi.
Secara epidemiologi mola komplit dapat meningkat bila wanita kekurangan carotene dan
defisiensi vitamin A. Sedangkan mola parsialis lebih sering tejadi pada wanita dengan tingkat
pendidikan tinggi, menstruasi yang tidak teratur dan wanita perokok.

D. MANIFESTASI KLINIS
Pada stadium awal, tanda dan gejal mola hidatidosa tidak dapat dibedakan dari kehamilan
normal, kemudian perdarahan pervagina terjadi pada hampir setiap kasus. Pengeluaran pervagina
mungkin berwarna coklat tua (menyerupai juice prune) atau merah terang, jumlahnya sedikit-
sedikit atau banyak, itu berlangsung hanya beberapa hari atau terus-menerus untuk beberapa
minggu. Pada awal kehamilan beberapa wanita mempunyai uterus lebih besar dari pada
perkiraan menstruasi berakhir, kira-kira 25% wanita akan mempunyai uterus lebih kecil dari
perkiraan menstruasi terakhir.
Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:
1. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari kehamilan biasa dan
amenore
2. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
3. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan
seharusnya.
4. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta tidak terdengar bunyi
denyut jantung janin.
E. KOMPLIKASI
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:
1. Anemia
2. Syok
3. Preeklampsi atau Eklampsia
4. Tirotoksikosis
5. Infeksi sekunder.
6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
7. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma.

F. PATOFISIOLOGI
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil
seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang
ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda,
yang dimaksud dengan mola kehamilan ganda adalah : satu janin tumbuh dan yang satu menjadi
mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter
lebih dari 1 cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias :
1. Proliferasi dari trofoblas.
2. Degenerasi hidropik dari stroma villi.
3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Sel - sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan adanya sel sinsisial
giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein
ganda berdiameter 10 cm atau lebih ( 25-60%). Kista lutein akan berangsur - angsur mengecil
dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mengetahui secara pasti adanya mola hidatidosa, maka pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan yaitu :
1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan
uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah
pengenceran (titrasi):
a) Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
b) Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau
hamil kembar. Bahkan pada mola hidatidosa, uji biologik atau imunologik cairan serebrospinal
dapat menjadi positif.
2. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik.
3. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati -
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
4. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin (pada
kehamilan 3-4 bulan).
5. Arteriogram khusus pelvis
6. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak
terlihat janin.

H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi
a) Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital
untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;
barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi sisanya dengan
kuretase.
b) Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:
1) Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam.
2) Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau sintosinon );
cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati - hati.
Pakailah cunam ovum yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru
bagian - bagian lainnya pada kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan
sebanyak mungkin, tak usah terlalu bersih.
3) Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero - vaginal selama 24
jam.
c) Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2
porsi:
1) Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.
2) Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.
d) Berikan obat - obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan umum penderita.
e) 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk membersihkan sisa-sisa
jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk pemeriksaan laboratorium.
f) Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan, ada beberapa institut
yang melakukan histerotomia untuk mengeluarkan isi rahim ( mola).
g) Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola) : usia lebih dari 30 tahun,
paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.
2. Periksa ulang ( follow-up )
Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil. Kehamilan,
dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk
mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun:
a) Setiap minggu pada trimester pertama
b) Setiap 2 minggu pada trimester kedua.
c) Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
d) Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap perikas ulang penting diperhatikan :
1) Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll
2) Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo : tentang keadaan servik, uterus cepat
bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil atau tidak dll.
3) Reaksi biologis atau imonologis air seni :
 Satu kali seminggu sampai hasil negatif
 Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya
 Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
 Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya
Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat
timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor timbul
34,5 % dalam 6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 %
dalam 1 tahun setelah mola keluar
3. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa
Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada penderita mola dengan
tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena
disatu pihak obat ini tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek
samping dan penyulit yang berat.

ASUHAN KEPERAWATAN MOLA HIDATIDOSA


A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya
sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang
perlu dikaji adalah :
1 Biodata, mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi: nama, umur, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan
alamat
2 Keluhan utama, Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam
berulang.
3 Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
a) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada
saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar
dari usia kehamilan.
b) Riwayat kesehatan masa lalu
4 Riwayat pembedahan, Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
5 Riwayat penyakit yang pernah dialami, Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien
misalnya, DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan
penyakit-penyakit lainnya.
6 Riwayat kesehatan keluarga, Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut
dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam
keluarga.
7 Riwayat kesehatan reproduksi, Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya,
sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta
keluahan yang menyertainya
8 Riwayat kehamilan persalinan dan nifas, Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam
kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
9 Riwayat seksual, Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta
keluahn yang menyertainya.
10 Riwayat pemakaian obat, Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis
dan jenis obat lainnya.
11 Pola aktivitas sehari-hari, Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi
(BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1 Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan
tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung. Hal yang diinspeksi antara lain :
mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase,
pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur,
penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya.
2 Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari. Sentuhan :
merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau
menentukan kekuatan kontraksi uterus.Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi
edema, memperhatikanposisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor. Pemeriksaan
dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
3 Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu
untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya
cairan, massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada
kontraksi dinding perut atau tidak
4 Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bantuan stetoskop dengan
menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di
ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus
atau denyut jantung janin. (Johnson & Taylor, 2005 : 39)

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan anorexia, mual dan muntah yang berlebihan.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia, mual dan muntah
yang berlebihan.
3. Nyeri berhubungan dengan uterus sekunder terhadap pengeluaran maternal menyerupai buah
anggur.
4. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan penanganan berhubungan dengan
kurang informasi.
5. Resiko tinggi gangguan harga diri rendah berhubungan dengan komplikasi dari Mola hidatidosa.
D. INTERVENSI (RENCANA TINDAKAN)
1. DX I : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan anorexia, mual dan muntah yang berlebihan.
Intervensi :
a) Pantau TTV. ( TD, N, R, T )
b) Observasi terhadap kehilangan darah yang berlebihan.
c) Catat intake dan output.
d) Ukur suhu setiap 4 jam sesuai indikasi.
e) Kaji turgor kulit, kekeringan kulit dan mukosa mulut.
f) Kolaborasi :
 Beri obat Homeostatikum sesuai dengan program dokter.
 Pantau Hb dan Ht.

2. DX II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia, mual dan muntah
yang berlebihan.
Intervensi :
a) Kaji penyebab perubahan nutrisi.
b) Kaji status nutrisi klien.
c) Anjurkan untuk makan sedikit demi sedikit tapi sering.
d) Anjurkan klien untuk melakukan oral hygiene.
e) Kolaborasi :
 Beri vitamin sesuai program medis.
3. DX III :Nyeri berhubungan dengan uterus sekunder terhadap pengeluaran maternal menyerupai buah
anggur.
Intervensi :
a) Kaji penyebab, frekuensi, durasi, karakteristik, lokasi dan skala nyeri.
b) Kaji TTV.
c) Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.
d) Atur posisi senyaman mungkin.
e) Kolaborasi :
 Beri analgetik sesuai program medis.
4. DX IV : Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan penanganan berhubungan dengan
kurang informasi.
Intervensi :
a) Tentukan persepsi klien tentang Mola hidatidosa dan penanganannya.
b) Berikan informasi yang jelas dan akurat tentang Mola hidatidosa, penyebab, tanda dan gejala
dan penanganannya.
c) Berikan materi tertulis tentang Mola hidatidosa.
d) Beri tahu kebutuhan perawatan khusus di rumah misalnya kemampuan untuk hidup sendiri,
melakukan pengobatan atau prosedur yang dilakukan.
e) Anjurkan klien meningkatkan masukan cairan serta latihan teratur.

5. DX V : Resiko tinggi gangguan harga diri rendah berhubungan dengan komplikasi dari Mola hidatidosa.
Intervensi :
a) Diskusikan dengan klien atau orang terdekat bagaimana diagnosis dan pengobatan yang
mempengaruhi kehidupan pribadi di rumah dan aktivitas kejanya.
b) Bantu klien untuk terus melupakan atas kehilangan kehamilannya (janinnya).
c) Beri dukungan emosi untuk klien atau orang terdekat selama tes diagnostik dan fase pengobatan.
d) Gunakan sentuhan selama interaksi, bila dapat diterima klien dan pertahankan kontak mata.
E. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan yang dibuat disesuaikan dengan keadaan pasien dan respon pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik, Perry, 1999. Maternity Nursing, Fifth Edition. New York: J.B. Lippincott
Company.

Doengoes, Marylin, E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Ke-3. Jakarta: EGC.

Farrer, Helen, 1999. Perawatan Maternitas, Edisi Ke-2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Himawan, Sutisna, 1973. Patologi. Jakarta: Bagian Patologi Anatomik. FKUI.

Liewllyn, Derek, Jones. 2001. Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi, Edisi Ke-6 Jakarta:
Hipokrates.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Edisi Ke-3. Jakarta: Buku Kedokteran. EGC.

Wikajosastro, Hanifa, dkk. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
« Pos Sebelumnya

Hiperemesis Gravidarum »

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


MOLA HIDATIDOSA
Maret 7, 2012 oleh eviesetya

1. A. Pengertian

Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang berupa

gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur,

atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan

neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).

Molahidatidosa ialah kehamilan abnormal dengan ciri-ciri Stroma villus korialis langka vaskularisasi

dan edematous (Prawirohardjo, 1999).

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hamper seluruh vili korialisnya mengalami

perubahan hirofik (Mansjoer, 1999).

1. B. Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang menyebabkannya antara lain:

1. Faktor ovum : Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi


terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari trofoblas
3. Keadaan sosio ekonomi yang rendah
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas

1. C. Manifestasi Klinis

Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:

a. Terdapat gejala – gejala hamil muda yang kadang – kadang lebih nyata dari kehamilan biasa dan

amenore

b. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur,

warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.


c. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan

seharusnya.

d. Tidak teraba bagian – bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta

tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

1. D. Komplikasi

Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:

1. Anemia
2. Syok
3. Preeklampsi atau Eklampsia
4. Tirotoksikosis
5. Infeksi sekunder.
6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
1. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira – kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma.

1. E. Patofisiologi

Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti

anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan

jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah :

satu janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi,

mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan

gelembung – gelembung mola.

Secara mikroskopik terlihat trias :

1. Proliferasi dari trofoblas


2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma

Sel – sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan adanya sel sinsisial giantik (

Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda

berdiameter 10 cm atau iebih ( 25-60%). Kista lutein akan berangsur – angsur mengecil dan

kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

1. F. Pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui secara pasti adanya molahidatidosa, maka pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan yaitu :

1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan

uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah

pengenceran (titrasi):

a. Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.

b. Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau

hamil kembar.

Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan serebrospinal dapat

menjadi positif.

2. Pemeriksaan dalam

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan

dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik.

1. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan – pelan dan hati –
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
2. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang – tulang janin ( pada
kehamilan 3-4 bulan).
3. Arteriogram khusus pelvis
1. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak
terlihat janin.

1. G. Penatalaksanaan

1. Terapi

a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan

perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan

transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital

untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;

barulah dengan tenang dan hati – hati evaluasi sisanya dengan

kuretase.
b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:

1). Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam.

2). Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau sintosinon );

cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati – hati. Pakailah

cunam ovum yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru bagian – bagian

lainnya pada kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin, tak

usah terlalu bersih.

3). Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero – vaginal selama 24

jam.

c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo – patologik dalam 2

porsi:

1). Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.

2). Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.

d. Berikan obat – obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan

umum penderita.

e. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk

membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk

pemeriksaan laboratorium.

f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,

ada beberapa institut yang melakukan histerotomia untuk

mengeluarkan isi rahim ( mola).

g.. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola)

: usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat

besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.

2. Periksa ulang ( follow-up )

Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi

kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal

periksa ulang selama 2-3 tahun:


a. Setiap minggu pada triwulan pertama

b. Setiap 2 minggu pada triwulan kedua.

c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

Setiap perikas ulang penting diperhatikan :

1). Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll

2). Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo : tentang keadaan servik, uterus cepat

bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil atau tidak dll.

3). Reaksi biologis atau imonologis air seni :

a). Satu kali seminggu sampai hasil negatif

b). Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya

c). Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

d). Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya

Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul

setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor timbul 34,5 %

dalam 6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1 tahun

setelah mola keluar.

3. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa

Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada penderita mola dengan tujuan sebagai

profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak obat ini

tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek samping dan penyulit yang

berta.

Beberapa penulis menganjurkan pemberian MTX bila :

a. Pengamatan lanjutan sukar dilakukan

b. Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa tetap

positif
c. Pada high risk mola.

1. H. Pathway
1. I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. 1. Pengkajian

a. Aktivitas
 Kelemahan.
 Kesulitan ambulasi.

b. Sirkulasi
 Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok).
 Edema jaringan.

c. ELIMINASI
 Ketidakmampuan defekasi dan flatus.
 Diare (kadang-kadang).
 Cegukan; distensi abdomen; aabdomen diam.
 Penurunan haluan urine, warna gelap.
 Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar (obstruksi),
kekakuan abdomen, nyeri tekan. Hiperesonan/timpani (ileus); hilang suara pekak diatas hati
(udara bebas dalam abdomen).

d. Cairan
 Anoreksia, mual/muntah; haus.
 Muntah proyektil.
 Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.

e. Kenyamanan/Nyeri
 Nyeri abdomen, Distensi, kaku, nyeri tekan.

f. Pernapasan
 Pernapasan dangkal, takipnea.

g. Keamanan
 Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis); infeksi pasca-melahirkan, abses retroperitoneal.
1. 2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan
sekunder.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan
jaringan intrauteri.
4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan.

1. 3. Rencana Intervensi

Intervensi Keperawatan :

a. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan

Tujuan :

Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.

Kriteria Hasil :

– TTV stabil

– Membran mukosa lembab

– Turgor kulit baik

Intervensi :

a. Kaji kondisi status hemodinamika

Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi

b. Ukur pengeluaran harian

Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan

yang hilang pervaginal

c. Catat haluaran dan pemasukan

Rasional : Mengetahui penurunanan sirkulasi terhadap destruksi sel darah merah.

d. Observasi Nadi dan Tensi


Rasional: Mengetahui tanda hipovolume (perdarahan).

e. Berikan diet halus

Rasional: Memudahkan penyerapan diet

f. Nilai hasil lab. HB/HT

Rasional : Menghindari perdarahan spontan karena proliferasi sel darah merah.

g. Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi

Rasional Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan transfusi.

h. Evaluasi status hemodinamika

Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.

b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder.

Tujuan :

Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan

Kriteria hasil :

– TTV dbn

– Ekspresi tenang

– Hasil lab dbn

Intervensi:

a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau

Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang

lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi

b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan

Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar

c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart

Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart


d. Lakukan perawatan vulva

Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi.

e. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda infeksi

Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan

peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi

f. Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama selama masa perdarahan

Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; senggama dalam

kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan

resiko infeksi pada pasangan.

g. Batasi pengunjung dan ajari pengunjung untuk mencuci tangan yang baik.

Rasional: Mencegah cross infeksi.

h. Observasi suhu tubuh.

Rasional: Mengetahui infeksi lanjut.

i. Berikan obat sesuai terapi

Rasional: Antibiotika profilaktik atau pengobatan

c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri

Tujuan :

Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami

Kriteria Hasil :

– Klien mengungkapkan nyeri hilang / berkurang

– Tampak rileks

– Mampu istirahat dengan tepat

Intervensi:
a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien

Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun diskripsi.

b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya

Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri

c. Kolaborasi pemberian analgetika

Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral

maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik

d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan

Tujuan :

Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat

Kriteria Hasil :

– Klien tenang

– Klien dapat informasi tentang penyakitnya

Intervensi:

a. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit.

Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas.

b. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien.

Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penilaian objektif klien tentang

penyakit.

c. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan.

Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin

berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien.


d. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama.

Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan kecemasan.

e. Terangkan hal-hal seputar Mola Hidatidosa yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga.

Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan

membangnn support system keluarga; 1

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. Y DENGAN MOLA HIDATIDOSA

DI RUANG BOUGENVIL RSUD – TUGUREJO SEMARANG

Tanggal masuk : 19 Juli 2007 Jam masuk : 11.46 WIB

Ruang : Bougenvil No. Reg Med : 146245

Pengkajian : 20 Juli 2007

1. A. Identitas

Nama pasien : Ny. Y

Umur : 53 tahun

Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan :–

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Banyu Ringin RT 01 / IV Singorejo, Semarang

Nama suami : Tn. M


Umur : 56 tahun

Suku/bangsa : Jawa / Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan :–

Pekerjaan : Wiraswasta

B. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Menstruasi
Menarche umur 14 tahun, siklus teratur (28 hari) dengan jumlah relatif sedikit selama 6-7
hari. Klien tidak mengalami dismenorchea. Hari pertama haid terakhir tanggal 20 Juni 2007,
tanggal 14 Juli terjadi perdarahan, di bawah ke bidan tanggal 15 Juli 2007, tanggal 19 Juli
2007 terjadi perdarahan kembali, dan baru di bawa ke RSUD Tugurejo Semarang pada
tanggal 19 Juli 2007.
b. Riwayat Kehamilan / nifas sebelumnya
Klien sebelumnya belum pernah mengalami.
Klien sudah memiliki 5 anak.
2. Riwayat KB
– Jenis : Suntik 3 bulan
– Lama : 20 tahun
3. Riwayat Kesehatan
Klien menyatakan tidak menderita penyakit jantung, paru, kencing, manis, gondok dan
penyakit keturunan lainnya. Tidak ada riwayat keguguran pada anggota keluarga lainnya.
4. Kebutuhan Dasar Khusus

a. Pola Nutrisi

Klien makan 3 kali sehari, dengan cukup lauk dan sayuran; klien tidak mengalami gangguan nafsu

makan, klien tidak berpantang makan.

b. Pola Aktivitas dan latihan

Sebagai ibu rumah tangga, klien menjalankan akti vitas seperti biasanya dan tidak menambah waktu

istirahat karena klien tidak merasa bahwa dirinya hamil. Saat ini klien merasa nyeri pada perut bagian

bawah dan perdarahan walaupun tidak terlalu mengganggu kegiatan sehari-hari. Nyeri yang timbul

terasa lebih berat saat merubah posisi tubuh dengan cepat dan tiba-tiba.
5. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran Umum : Composmentis

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Pernafasan : 20 X/menit

Nadi : 80 X/menit

Konjungtiva : Anemis

Sclera : Anikteric

Turgor kulit : elastis

Warna kulit : agak pucat

a. Inspeksi:

Pembesaran relatif abdomen

Linea alba tidak ada

Striae pada perut sedikit

b. Palpasi

Leopold I : Tinggi Fundus Uteri : 2 Jari diatas pusat.

Periksa Dalam (Vaginal Toucher) :

– Vaginal Toucher : tidak ditemukan fluks

– Portio : Lunak, nyeri goyang (-), Pembukaan 1 Cm

– Cavum Uteri : TFU 2 jari di atas pusat.

– Adnexia Parametrium ka/ki : Nyeri tekan (-) Massa (-)

c. Auskultasi
Doppler tidak dilakukan

6. Data Penunjang

HCG Test : Positif

Hemoglobin : 8,9 mg %

Ultra Sonografi :

Diagnosa Medik : Mola Hidatidosa


ANALISIS DATA
Tgl/Jam Data Etiologi Masalah Keperawatan
20 Juli DS : Perdarahan akibat Devisit volume cairan
2007 kerusakan jaringan intra
– Mengeluh nyeri perut uterus menimbulkan
09.00 bagian bawah dan perdarahan dan penurunan
volume cairan.
perdarahan sudah 6 hari,
badan lemah

DO :

– Perdarahan pervaginal
bergumpal

– Hb 8,9 g/dl

– Kulit agak pucat


20 Juli DS: Akibat perdarahan Resiko tinggi untuk
2007 mengakibatkan kondisi infeksi
09.15 – Mengeluh perdarahan vulva hygiene menjadi
sudah 6 hari berkurang dan selalu
lemabab, beresiko terhadap
DO : terjadinya infeksi

– Perdarahan pervaginal
bergumpal

– Vulva kotor dan


lembab
20 Juli DS : Kerusakan jaringan yang Gangguan rasa
2007 terjadi dapat nyaman (nyeri)
9.40 – Menyatakan nyeri mengakibatkan nyeri dan
perut bagian bawah mengganggu kondisi fisik
dan psikologis klien.
– Mengeluh perdarahan
sudah 6 hari

DO :

– Kadang meringis
menahan nyeri

Diagnosa Keperawatan
1. Devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. Gangguan rasa nyaman ; nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perdarahan, kondisi vulva lembab

Rencana Keperawatan

1. Devisit Volume Cairan berhubungan dengan Perdarahan

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara

intake dan output baik jumlah maupun kualitas.

Kriteria Hasil :

– TTV stabil

– Membran mukosa lembab

– Turgor kulit baik

Intervensi:

a. Kaji kondisi status hemodinamika

Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki

karekteristik bervariasi

b. Ukur pengeluaran harian

Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan

yang hilang pervaginal

c. Anjurkan klien memenuhi kebutuhan cairan

Rasional: Motivasi untuk memenuhi kebutuhan cairan


2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan Kerusakan jaringan intrauteri

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami.

Kriteria hasil :

– Klien mengungkapkan nyeri hilang / berkurang

– Tampak rileks

– Mampu istirahat dengan tepat

Intervensi:

a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien

Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun deskripsi.

b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya

Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri

c. Kolaborasi pemberian analgetika

Rasional . Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral

maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik

d. Lakukan pendidikan kesehatan teknik distraksi

Rasional : Adaptasi terhadap nyeri merupakan teknik yang dapat menurunkan nyeri

disamping kecemasan

3. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan perdarahan, kondisi vulva lembab

Tujuan :

Tidak terjadi infeksi selama perdarahan berlangsung.

Intervensi:
a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau

Rasional : Perubahan yang terjadi pada dischart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang

lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.

b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan

Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar.

c. Lakukan perawatan vulva

Rasional :Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi.

d. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi

Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan

peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi.

e. Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama selama masa perdarahan.

Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; senggama dalam

kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan

resiko infeksi pada pasangan.

IMPLEMENTASI
No Tgl/Waktu Implementasi Respon TTD

1. 20-7-07 Mengukur jumlah cairan yang S: –


keluar
08.00 O : volume darah ± 200 cc
keluar warna merah segar
bergumpal.
08.20 Menerangkan bahaya S : Klien mengatakan takut dengan
pengeluaran cairan yang perdarahan, dan menanyakan cara
berlebihan agar perdarahan berhenti

O : klien kooperatif
08.30 Melakukan penghitungan intake S : –
dan output
O : intake harian ± 1200 cc,
output ± 1400 cc
08.45 Menganjurkan cukup banyak S : Klien mengatakan akan
minum dan makan. berusaha banyak minum

O : Klien menerima semua


saran dari perawat.

Klien kooperatif
2 21-7-07 Menilai derajat nyeri S : Klien mengatakan nyeri seperti
ditekan pada bagian bawah perut.
07.30
O : klien terlihat kesakitan
07.45 Menerangkan penyebab nyeri S : Klien mengatakan mengerti

O : Klien kooperatif
08.00 Menganjurkan klien tidak banyak S : Klien mengatakan akan
bergerak / aktivitas mematuhi semua yang disarankan
oleh perawat

O : klien mengangguk
08.15 Menganjurkan klien untuk S : Klien mengatakan akan
memberitahu perawat bila nyeri memperhatikan kondisi tubuhnya.
bertambah hebat.
O : –
3 21-7-07 Menganjurkan pada ibu untuk S : Klien mengatakan telah
dapat mengecek perdarahan. berusaha memperhatikan
09.00 perdarahan yang terjadi

O : Klien kooperatif
09.30 Menganjurkan ibu untuk S : Klien mengatakan sanggup
membersihkan kemaluan secara
teratur. O : Klien mengangguk

09.45 Menganjurkan pada ibu untuk S : Klien mengatakan akan segera


segera memberitahu perawat bila memberitahu perawat bila ada
ada tanda demam, perdarahan tanda demam, perdarahan berbau
berbau atau keluar nanah. atau keluar nanah.
O : Klien kooperatif

EVALUASI
No Tgl/Waktu Respon Perkembangan (SOAP) TTD

1 24-7-07 S : Klien mengatakan cukup banyak minum

08.00 O : – Membran mukosa lembab

– Turgor kulit baik

A : Masalah teratasi sebagian

P: Pertahankan intervensi
2 24-7-07 S : Klien mengatakan nyerinya agak berkurang

08.30 O : Klien tampak tenang

A : Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi dengan memberikan


pendidikan kesehatan kepada pasien tentang cara
mengatasi agar tidak nyeri dengan teknik distruksi.
3 24-7-07 S : Klien mengatakan bahwa setiap hari vulva selalu
dibersihkan
09.45
O : TD : 120/80 mmHg, N : 80 /mnt,

S : 37 oC , RR : 22 x/mnt

A : Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

Menganjurkan agar tidak melakukan hubungan


senggama selama masa perdarahan
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. (1981). Obstetri Patologi, Elstar Offset, Bandung.

JNPKKR-POGI. (2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Marilynn E.Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Rustam Mochtar. (1992). Sinopsis Obstetri Jilid I, EGC, Jakarta.

Sarwono Prawirohardjo. (1999). Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,

Jakarta.

Wong, Dona L& Perry, Shanon W. (1998). Maternal Child Nursing Care, Mosby Year Book Co.,

Philadelphia.

_____, Protap Pelayanan Kebidanan RSUD Dr. Sutomo Surabaya, Surabaya


Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan Kehamilan Mola Hidatidosa
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian

Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau
mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma
trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).

Molahidatidosa ialah kehamilan abnormal dengan ciri-ciri Stroma villus korialis langka vaskularisasi
dan edematous (Prawirohardjo, 1999).

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hamper seluruh vili korialisnya mengalami
perubahan hirofik (Mansjoer, 1999).

B. Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang menyebabkannya antara lain:

1. Faktor ovum : Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi


terlambat dikeluarkan.

2. Imunoselektif dari trofoblas

3. Keadaan sosio ekonomi yang rendah

4. Paritas tinggi

5. Kekurangan protein

6. Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas

C. Manifestasi Klinis

Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:


a. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari kehamilan biasa dan
amenore

b. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.

c. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan


seharusnya.

d. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta
tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

D. Komplikasi

Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:

1. Anemia

2. Syok

3. Preeklampsi atau Eklampsia

4. Tirotoksikosis

5. Infeksi sekunder.

6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.

7. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma.

E. Patofisiologi

Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti
anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan
jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu
janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari
yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung -
gelembung mola.

Secara mikroskopik terlihat trias :

1. Proliferasi dari trofoblas

2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban


3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma

Sel - sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan adanya sel sinsisial giantik
( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda
berdiameter 10 cm atau iebih ( 25-60%). Kista lutein akan berangsur - angsur mengecil dan kemudian
hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

F. Pemeriksaan penunjang

Untuk mengetahui secara pasti adanya molahidatidosa, maka pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan yaitu :

1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan
uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah
pengenceran (titrasi):

a. Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.

b. Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau


hamil kembar.

Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan serebrospinal dapat
menjadi positif.

2. Pemeriksaan dalam

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan
dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik.

3. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati -
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).

4. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin ( pada


kehamilan 3-4 bulan).

5. Arteriogram khusus pelvis

6. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak
terlihat janin.

G. Penatalaksanaan
1. Terapi

a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital
untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;
barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi sisanya dengan
kuretase.

b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:

1). Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam.

2). Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau sintosinon ); cabut
laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati - hati. Pakailah cunam
ovum yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru bagian - bagian lainnya pada
kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin, tak usah terlalu bersih.

3). Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero - vaginal selama 24 jam.

c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2


porsi:

1). Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.

2). Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.

d. Berikan obat - obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan


umum penderita.

e. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk


membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk
pemeriksaan laboratorium.

f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,
ada beberapa institut yang melakukan histerotomia untuk
mengeluarkan isi rahim ( mola).

g.. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola)
: usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat
besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.

2. Periksa ulang ( follow-up )


Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi
kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal
periksa ulang selama 2-3 tahun:

a. Setiap minggu pada triwulan pertama

b. Setiap 2 minggu pada triwulan kedua.

c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

Setiap perikas ulang penting diperhatikan :

1). Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll

2). Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo : tentang keadaan servik, uterus cepat
bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil atau tidak dll.

3). Reaksi biologis atau imonologis air seni :

a). Satu kali seminggu sampai hasil negatif

b). Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya

c). Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

d). Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya

Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul
setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor timbul 34,5 % dalam
6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1 tahun setelah
mola keluar.

3. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa

Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada penderita mola dengan tujuan
sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak
obat ini tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek samping dan penyulit
yang berta.

Beberapa penulis menganjurkan pemberian MTX bila :

a. Pengamatan lanjutan sukar dilakukan

b. Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa tetap


positif

c. Pada high risk mola.


H. Pathway
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Mola Hidatidosa

A. Pengkajian

1. Pengkajian Data Subjetif

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga
dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.

Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.

b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang.

c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :

o Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia
kehamilan.

o Riwayat kesehatan masa lalu

o Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan ,
kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.

d. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya
DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.

f. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat
darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan
yang menyertainya.

g. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam
kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
h. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan
yang menyertainya.

i. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis
obat lainnya.

j. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat
tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

2. Pengkajian Data Objektif

a. TTV: ada tidaknya demam, takikardi, hipotensi, frekuensi nafas

b. Status Gizi: Berat Badan meningkat/menurun

c. Status Kardiovaskuler: Bunyi jantung, karakter nadi

d. Status Respirasi: Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan

e. Status Hidrasi: Edema, derajat kelembaban

f. Keadaan Integumen: Observasi kulit terhadap warna, lesi, laserasi, bekas luka operasi, kontraksi dinding
perut

g. Genital: nyeri kostovertebral dan suprapubik, perdarahan yang abnormal

h. Status Eliminasi: Perubahan konstipasi feses, konstipasi dan perubahan frekuensi berkemih

i. Keadaan Muskoloskeletal: Bahasa tubuh, pergerakan, tegangan otot, ketut lutut

j. Keadaan janin: Pemeriksaan DJJ, TFU, dan perkembangan janin (apakah sesuai dengan usia
kehamilan)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

C. Intervensi

1. Diagnosa Keperawatan I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

 Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang

 TTV dalam batas normal

Intervensi :

a. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi
yang tepat.

b. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam

Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi
peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.

c. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi

Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan
perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.

d. Beri posisi yang nyaman

Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri.

e. Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.

2. Diagnosa Keperawatan II

Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri

Kriteria Hasil :

 Kebutuhan personal hygiene terpenuhi

 Klien nampak rapi dan bersih.

Intervensi :

a. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri


Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga
dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya.

b. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat

c. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya

Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap
dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.

d. Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien.

Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri.

3. Diagnosa Keperawatan III

Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri

Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu

Kriteria Hasil :

 Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.

 Konjungtiva tidak anemis.

Intervensi :

a. Kaji pola tidur

Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi
selanjutnya.

b. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang

Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

c. Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur

Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur.

d. Batasi jumlah penjaga klien

Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi
sehingga klien dapat beristirahat.
e. Memberlakukan jam besuk

Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

f. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam

Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur.

4. Diagnosa Keperawatan IV

Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas

Kriteria Hasil :

 Tanda-tanda vital dalam batas normal

 Klien tidak mengalami komplikasi.

Intervensi :

a. Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis

Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu
diagnosa.

b. Pantau suhu lingkungan

Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal.

c. Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak

Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam.

d. Berikan kompres hangat

Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu
tubuh.

e. Kolaborasi pemberian obat antipiretik

Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus.

5. Diagnosa Keperawatan V

Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan


Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

 Ekspresi wajah tenang

 Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.

Intervensi :

a. Kaji tingkat kecemasan klien

Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.

b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya

Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan.

c. Mendengarkan keluhan klien dengan empati

Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan.

d. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan

Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.

e. Beri dorongan spiritual/support

Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.

D. Evaluasi Keperawatan

1. Nyeri berkurang

2. Dapat melakukan aktivitas secara mandiri

3. Pola tidur tidak terganggu

4. Tidak menimbulkan demam

5. Kecemasan berkurang
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. (1981). Obstetri Patologi, Elstar Offset, Bandung.

JNPKKR-POGI. (2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Marilynn E.Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Rustam Mochtar. (1992). Sinopsis Obstetri Jilid I, EGC, Jakarta.

Sarwono Prawirohardjo. (1999). Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Wong, Dona L& Perry, Shanon W. (1998). Maternal Child Nursing Care, Mosby Year Book Co., Philadelphia.

_____, Protap Pelayanan Kebidanan RSUD Dr. Sutomo Surabaya, Surabaya

BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian

Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau
mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma
trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).

Molahidatidosa ialah kehamilan abnormal dengan ciri-ciri Stroma villus korialis langka vaskularisasi
dan edematous (Prawirohardjo, 1999).

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hamper seluruh vili korialisnya mengalami
perubahan hirofik (Mansjoer, 1999).

B. Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang menyebabkannya antara lain:

1. Faktor ovum : Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi


terlambat dikeluarkan.

2. Imunoselektif dari trofoblas


3. Keadaan sosio ekonomi yang rendah

4. Paritas tinggi

5. Kekurangan protein

6. Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas

C. Manifestasi Klinis

Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:

a. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari kehamilan biasa dan
amenore

b. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.

c. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan


seharusnya.

d. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta
tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

D. Komplikasi

Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:

1. Anemia

2. Syok

3. Preeklampsi atau Eklampsia

4. Tirotoksikosis

5. Infeksi sekunder.

6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.

7. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma.

E. Patofisiologi
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti
anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan
jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu
janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari
yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung -
gelembung mola.

Secara mikroskopik terlihat trias :

1. Proliferasi dari trofoblas

2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban

3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma

Sel - sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan adanya sel sinsisial giantik
( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda
berdiameter 10 cm atau iebih ( 25-60%). Kista lutein akan berangsur - angsur mengecil dan kemudian
hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

F. Pemeriksaan penunjang

Untuk mengetahui secara pasti adanya molahidatidosa, maka pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan yaitu :

1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan
uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah
pengenceran (titrasi):

a. Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.

b. Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau


hamil kembar.

Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan serebrospinal dapat
menjadi positif.

2. Pemeriksaan dalam

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan
dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik.

3. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati -
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).

4. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin ( pada


kehamilan 3-4 bulan).

5. Arteriogram khusus pelvis

6. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak
terlihat janin.

G. Penatalaksanaan

1. Terapi

a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital
untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;
barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi sisanya dengan
kuretase.

b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:

1). Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam.

2). Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau sintosinon ); cabut
laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati - hati. Pakailah cunam
ovum yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru bagian - bagian lainnya pada
kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin, tak usah terlalu bersih.

3). Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero - vaginal selama 24 jam.

c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2


porsi:

1). Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.

2). Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.

d. Berikan obat - obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan


umum penderita.

e. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk


membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk
pemeriksaan laboratorium.
f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,
ada beberapa institut yang melakukan histerotomia untuk
mengeluarkan isi rahim ( mola).

g.. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola)
: usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat
besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.

2. Periksa ulang ( follow-up )

Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi
kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal
periksa ulang selama 2-3 tahun:

a. Setiap minggu pada triwulan pertama

b. Setiap 2 minggu pada triwulan kedua.

c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

Setiap perikas ulang penting diperhatikan :

1). Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll

2). Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo : tentang keadaan servik, uterus cepat
bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil atau tidak dll.

3). Reaksi biologis atau imonologis air seni :

a). Satu kali seminggu sampai hasil negatif

b). Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya

c). Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

d). Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya

Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul
setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor timbul 34,5 % dalam
6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1 tahun setelah
mola keluar.

3. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa


Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada penderita mola dengan tujuan
sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak
obat ini tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek samping dan penyulit
yang berta.

Beberapa penulis menganjurkan pemberian MTX bila :

a. Pengamatan lanjutan sukar dilakukan

b. Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa tetap


positif

c. Pada high risk mola.

H. Pathway
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Mola Hidatidosa
A. Pengkajian

1. Pengkajian Data Subjetif

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga
dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.

Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.

b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang.

c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :

o Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia
kehamilan.

o Riwayat kesehatan masa lalu

o Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan ,
kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.

d. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya
DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.

f. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat
darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan
yang menyertainya.

g. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam
kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.

h. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan
yang menyertainya.

i. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis
obat lainnya.

j. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat
tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

2. Pengkajian Data Objektif


a. TTV: ada tidaknya demam, takikardi, hipotensi, frekuensi nafas

b. Status Gizi: Berat Badan meningkat/menurun

c. Status Kardiovaskuler: Bunyi jantung, karakter nadi

d. Status Respirasi: Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan

e. Status Hidrasi: Edema, derajat kelembaban

f. Keadaan Integumen: Observasi kulit terhadap warna, lesi, laserasi, bekas luka operasi, kontraksi dinding
perut

g. Genital: nyeri kostovertebral dan suprapubik, perdarahan yang abnormal

h. Status Eliminasi: Perubahan konstipasi feses, konstipasi dan perubahan frekuensi berkemih

i. Keadaan Muskoloskeletal: Bahasa tubuh, pergerakan, tegangan otot, ketut lutut

j. Keadaan janin: Pemeriksaan DJJ, TFU, dan perkembangan janin (apakah sesuai dengan usia
kehamilan)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

C. Intervensi

1. Diagnosa Keperawatan I

Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

 Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang

 TTV dalam batas normal

Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi
yang tepat.

b. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam

Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi
peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.

c. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi

Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan
perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.

d. Beri posisi yang nyaman

Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri.

e. Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.

2. Diagnosa Keperawatan II

Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri

Kriteria Hasil :

 Kebutuhan personal hygiene terpenuhi

 Klien nampak rapi dan bersih.

Intervensi :

a. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga
dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya.

b. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat

c. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya

Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap
dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.
d. Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien.

Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri.

3. Diagnosa Keperawatan III

Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri

Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu

Kriteria Hasil :

 Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.

 Konjungtiva tidak anemis.

Intervensi :

a. Kaji pola tidur

Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi
selanjutnya.

b. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang

Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

c. Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur

Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur.

d. Batasi jumlah penjaga klien

Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi
sehingga klien dapat beristirahat.

e. Memberlakukan jam besuk

Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

f. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam

Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur.

4. Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas

Kriteria Hasil :

 Tanda-tanda vital dalam batas normal

 Klien tidak mengalami komplikasi.

Intervensi :

a. Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis

Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu
diagnosa.

b. Pantau suhu lingkungan

Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal.

c. Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak

Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam.

d. Berikan kompres hangat

Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu
tubuh.

e. Kolaborasi pemberian obat antipiretik

Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus.

5. Diagnosa Keperawatan V

Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

 Ekspresi wajah tenang

 Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.

Intervensi :

a. Kaji tingkat kecemasan klien


Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.

b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya

Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan.

c. Mendengarkan keluhan klien dengan empati

Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan.

d. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan

Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.

e. Beri dorongan spiritual/support

Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.

D. Evaluasi Keperawatan

1. Nyeri berkurang

2. Dapat melakukan aktivitas secara mandiri

3. Pola tidur tidak terganggu

4. Tidak menimbulkan demam

5. Kecemasan berkurang

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. (1981). Obstetri Patologi, Elstar Offset, Bandung.

JNPKKR-POGI. (2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Marilynn E.Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Rustam Mochtar. (1992). Sinopsis Obstetri Jilid I, EGC, Jakarta.


Sarwono Prawirohardjo. (1999). Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Wong, Dona L& Perry, Shanon W. (1998). Maternal Child Nursing Care, Mosby Year Book Co., Philadelphia.

_____, Protap Pelayanan Kebidanan RSUD Dr. Sutomo Surabaya, Surabaya


LAPORAN PENDAHULUAN MOLA HIDATIDOSA

A. Pengertian.
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh Villi Korialisnya
mengalami perubahan hidrofik. ( Mansjoer, Arif, dkk, 1999: 265 ).
Mola hidatidosa adalah jonjot-jonjot khorion tumbuh berganda merupakan gelembung-
gelembung kecil mengandung banyak cairan menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu
disebut juga hamil anggur atau mata ikan.
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh Villi Korialis mengalami perubahan hidropik. Dalam hal
demikian disebut Mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian
dari janin disebut Mola Parsialis atau Partial Mole. ( Wiknjosastro, Hanita, dkk, 1999; 342 )
Mola hidatidosa adalah poliferasi dan degenerasi dari Villi trofoblas. Sel-sel tersebut
berdegenerasi dan telah berisi dengan cairan, gelembung-gelembung tersebut berukuran seperti
buah anggur. Pada kondisi ini embrio tidak berkembang, mola dapat diidentifikasikan menjadi
Choriocarsinoma, jika berkembang dengan cepat dan menjadi ganas. ( Mochtar, Rustam, 1998;238
).

B. Etiologi.
Penyebab Mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang dapat menyebabkannya
adalah :
1. Faktor ovum.
2. Imunoselektif dari trofoblas.
3. Keadaan sosio – ekonomi rendah.
4. Varitas tinggi.
5. Kekurangan protein.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom belum jelas.
Faktor predisposisi yaitu kehamilan mola sangat dipengaruhi oleh umur dan juga oleh status
sosial ekonomi. Biasanya sering dijumpai lebih sering pada umur reproduktif ( 15 – 45 th ), dan
multi para. Jadi dengan meningkatnya varitas kemungkinan menderita mola akan lebih besar, dan
kalau terjadi kehamilan pada wanita yang berumur lebih dari 45 tahun, kehamilan mola 10x >
dibandingkan dengan gravida antara 20 – 40 tahun.

C. Patofisiologi.

Proliferasi Trofoblas

Degenerasi hidrofik dari stroma villi


Tidak ditemukan sirkulasi fetal/ perkembangannya tidak sempurna

Edema ( cairan tidak dapat diserap ) HCG meningkat

Pembengkakan hidrofik

Blighted ovum

Mola Hidatidosa
Gelembung-gelembung mola seperti buah anggur, kistik, berdinding
Tipis dan mudah pecah dengan keluarnya cairan jernih.
Ket: Pada pemeriksaan serum HCG, kadarnya sangat tinggi.

D. Tanda Dan Gejala.


Pada stadium awal, tanda dan gejal mola hidatidosa tidak dapat dibedakan dari kehamilan normal,
kemudian perdarahan pervagina terjadi pada hampir setiap kasus. Pengeluaran pervagina
mungkin berwarna coklat tua (menyerupai juice prune) atau merah terang, jumlahnya sedikit-
sedikit atau banyak, itu berlangsung hanya beberapa hari atau terus-menerus untuk beberapa
minggu. Pada awal kehamilan beberapa wanita mempunyai uterus lebih besar dari pada perkiraan
menstruasi berakhir, kira-kira 25% wanita akan mempunyai uterus lebih kecil dari perkiraan
menstruasi terakhir.
Pada kasus lain, tumor tumbuh tanpa gejala. Pada saat ini, pemeriksaan akan menunjukan
gambaran :
1. Uterus biasanya lebih besar daripada yang diharapkan dari usia kehamilannya dan perabaan
terasa seperti “adonan”.
2. Bunyi jantung janin tidak terdengar.
3. Scanning ultrasonik menunjukan gambaran berbintik-bintik yang jelas.
4. Jika diukur serum HCG, kadarnya sangat tinggi.

E. Pemeriksaan Penunjang.
1. Pemeriksaan sonde uterus ( Hanifa ). Pada mola sonde mudah masuk ke dalam
cavum uteri pada kehamilan biasa ada tahanan oleh janin.
2. Tes Acosia Sison dengan tang abortus, gelembung mola dapat dikeluarkan.
3. Peningkatan kadar beta HCG darah atau urine. Maka uji biologik dan uji imunologik
( Galli mainina dan Planotest ) akan positif setelah pengenceran (fitrasi)>
4. Ultrasonografi menunjukan gambaran badai salju ( Snow Flarepattern ).
5. Foto thorax ada gambaran emboli udara.
6. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala Tirotoksikosis.

F. Penatalaksanaan Medis.
1. Terapi.
a) Kalau pendarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan perbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian cairan dan tranfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan
manual digital untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah: barulah dengan
tenang dan hati-hati evakuasi sisanya dengan kuretase.
b) Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil.
1) Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam.
2) Setelah itu pasang infus D5% yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau sintosinon ), cabut
laminaria, kemudian setelah ini lakukan evaluasi isi kavum uteri dengan hati-hati, pada kuretase
pertama ini, keluarkan jaringan sebanyak mungkin, tak usah terlalu bersih.
3) Kalau perdarahan banya, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero vaginal selama 24 jam.
c) Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan Histopatologik dalam 2 porsi :
1) Porsi 1 : Yang dikeluarkan dengan canam ovum.
2) Porsi 2 : Yang dikeluarkan dengan kuretase.
d) Berikan obat-obatan: Antibiotika, uterus tonika dan perbaikan keadaan umum penderita.
e) 7 – 10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan kedua untuk membersihkan sisa-sisa
jaringan, dan dikirim lagi hasilnya untuk pemeriksaan laboratorium.
f) Kalau mola terlalu terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan, ada beberapa institusi
yang melakukan Histerotomia untuk mengeluarkan isi rahim (mola).
g) Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi (High Risk Mola), usia lebih dari 3 tahun,
paritas 4 atau lebih dan uterus yang sangat besar (mola besar), yaitu setinggi pusat atau lebih.
2. Periksa Ulang ( Follow – Up )
Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil kehamilan,
dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi, juga dinasehatkan untuk
mematuhi jadwal periksa ulang selama 2 – 3 bulan.
a) Setiap minggu pada triwulan pertama.
b) Setiap 2 minggu pada triwulan kedua.
c) Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya.
d) Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

Setiap periksa ulang penting diperhatikan :


a) Gejala kinis; pendarahan, keadaan umum dll.
b) Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang keadaan serviks, uterus cepat
bertambah kecil atau tidak, kista uteri bertambah kecil atau tidak dll.
♦ 1 kali seminggu sampai hasil negatif.
♦ 1 kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya.
♦ 1 kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya.
♦ 1 kali 3 bulan dalam tahun berikutnya.

Kalau reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan-keganasan masih
dapat timbul setelah tiga tahun pasca terkenanya Mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor
timbul 34,5 % dalam 6 minggu, 62,1 % dalam 12 minggu, dan 79,4 % dalam 24 minggu, serta 97,2
% dalam 1 tahun setelah mola keluar.

3. Sitostatika Profilaksis Pada Mola Hidatidosa.


Beberapa institut telah memberikan Methotrexate (Mtx) pada penderita mola dengan
tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju dengan pemberian ini,
karena disatu pihak obat ini tentu mencegah keganasan dan dipihak lain obat ini tidak luput dari
efek samping dan penyulit yang berat.
Pemberian Mtx bila :
a) Pengamatan lanjutan sukar dilakukan.
b) Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa tetap positif.
c) Pada high risk mola.

Setelah pulang dari Rumah Sakit, pemeriksaan tindak lanjut yang sering (mula-mula
seminggu sekali) sangat penting. Pemeriksaan ini berlanjut selama 2 tahun dan frekuensinya
tergantung hasil pemeriksaan pada setiap kunjungan. Kepada pasangan suami istri harus
diingatkan agar tidak hamil dalam periode waktu ini, dan anjuran atau rujukan keluarga biasany
diperlukan.

G. Diagnosa Keperawatan.
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan anorexia, mual dan muntah yang
berlebihan.
Intervensi :
1) Pantau TTV. ( TD, N, R, T )
2) Observasi terhadap kehilangan darah yang berlebihan.
3) Catat intake dan output.
4) Ukur suhu setiap 4 jam sesuai indikasi.
5) Kaji turgor kulit, kekeringan kulit dan mukosa mulut.
Kolaborasi :
6) Beri obat Homeostatikum sesuai dengan program dokter.
7) Pantau Hb dan Ht.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia,


mual dan muntah yang berlebihan.
Intervensi :
1) Kaji penyebab perubahan nutrisi.
2) Kaji status nutrisi klien.
3) Anjurkan untuk makan sedikit demi sedikit tapi sering.
4) Anjurkan klien untuk melakukan oral hygiene.
Kolaborasi :
5) Beri vitamin sesuai program medis.

3. Nyeri berhubungan dengan uterus sekunder terhadap pengeluaran maternal


menyerupai buah anggur.
Intervensi :
1) Kaji penyebab, frekuensi, durasi, karakteristik, lokasi dan skala nyeri.
2) Kaji TTV.
3) Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.
4) Atur posisi senyaman mungkin.
Kolaborasi :
5) Beri analgetik sesuai program medis.

4. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan penanganan berhubungan


dengan kurang informasi.
Intervensi :
1) Tentukan persepsi klien tentang Mola hidatidosa dan penanganannya.
2) Berikan informasi yang jelas dan akurat tentang Mola hidatidosa, penyebab, tanda dan gejala dan
penanganannya.
3) Berikan materi tertulis tentang Mola hidatidosa.
4) Beri tahu kebutuhan perawatan khusus di rumah misalnya kemampuan untuk hidup sendiri,
melakukan pengobatan atau prosedur yang dilakukan.
5) Anjurkan klien meningkatkan masukan cairan serta latihan teratur.

5. Resiko tinggi gangguan harga diri rendah berhubungan dengan komplikasi dari
Mola hidatidosa.
Intervensi :
1) Diskusikan dengan klien atau orang terdekat bagaimana diagnosis dan pengobatan yang
mempengaruhi kehidupan pribadi di rumah dan aktivitas kejanya.
2) Bantu klien untuk terus melupakan atas kehilangan kehamilannya (janinnya).
3) Beri dukungan emosi untuk klien atau orang terdekat selama tes diagnostik dan fase pengobatan.
4) Gunakan sentuhan selama interaksi, bila dapat diterima klien dan pertahankan kontak mata.

Daftar Pustaka

Bobak, Lowdermik, Perry, 1999. Maternity Nursing, Fifth Edition. New York: J.B. Lippincott Company.
Doengoes, Marylin, E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Ke-3. Jakarta: EGC.
Farrer, Helen, 1999. Perawatan Maternitas, Edisi Ke-2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Himawan, Sutisna, 1973. Patologi. Jakarta: Bagian Patologi Anatomik. FKUI.
Liewllyn, Derek, Jones. 2001. Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi, Edisi Ke-6 Jakarta: Hipokrates.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Edisi Ke-3. Jakarta: Buku Kedokteran. EGC.
Wikajosastro, Hanifa, dkk. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Kumpulan informasi seputar keperawatan. Dapatkan berbagai jenis asuhan
keperawatan di berbagai bidang keperawatan: Medikal Bedah, Kegawat
Daruratan, Maternitas, Anak, Keluarga dan Komunitas serta Jiwa.
Monday, 16 April 2012

Asuhan Keperawatan Molahidatidosa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang dapat dipisahkan dari pembangunan nasional.
Pembanguna kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.

Pada saat ini kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup. Bila
dibandingkan dengan Negara di Asia lainnya seperti Filipina yaitu 210 per 100.000 kelahiran hidup dan
Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian ibu tertinggi di india dan
Bangladesh 440 per 100.000 kelahiran hidup.

Tinggi angka kematian hidup di Indonesia disebabkan oleh tiga factor utama yaitu, perdarahan,
infeksi, dan toxemia gravidarum. Salah satu dan ketiga factor tersebut adalah perdarahan dan
perdarahan dapat terjadi pada wanita dengan mola hidatidosa. Dalam mencegah terjadi kematian pada
wanita ( khususnya yang mengalami perdarahan yang disebabkan karena mola hidatidosa).

Mola hidatidosa adalah suatu penyakit trofloblas gestasional sebagai akibat dari suatu kehamilan
yang berkembang tidak sempurna. Kehamilan mola hidatidosa terjadi pada ibu multipara dengan kondisi
kesehatan status gizi yang kurang dan lebih banyak di jumpai pada golongan sosio ekonomi rendah.

Di Indonesia menurut laporan beberapa penulis dari berbagai daerah menunjukan angka kejadian
mola hidatidosa di Indonesia sekitar 1 : 51 sampai 1 : 141 kehamilan. Sedangkan di Negara barat angka
kejadian ini lebih rendah di dari pada Negara-negara Asia dan amerika latin. Misalnya, Amerika Serikat 1
: 1.450 kehamilan (hertig dan Sheldon, 1978) dan di Inggris 1 : 1500 kehamilan ( Womack dan elston,
1985 )

Mengingat semakin meningkatnya angka kejadian mola hidatidosa, maka perlu perawatan intensif
dan tindakan pelayanan yang komprehensif melalui proses keperawatan serta melibatkan banyak
sector. Pemerintah melakukan upaya diantaranya deteksi dini pada wanita serta pelayanan rujukan
yang terjangkau.

Diharapkan dengan upaya tersebut , angka kematian ibu dapat ditekan menjadi 225 per 100.000
kelahiran hidup. Dan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan perlu ditingkatkan
mutunya.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum

Memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada Ny. S yang mengalami kasus Mola
hidatidosa.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian kepada Ny.S terkait dengan kasus yang dialaminya

b. Menegakkan diagnosa yang tepat dari hasil analisa data yang dilakukan saat pengkajian.

c. Memberikan intervensi yang lengkap kepada Ny.S untuk mengatasi masalah yang sedang dialaminya.

d. Memberikan pengetahuan berupa pendidikan kesehatan kepada Ny. S dalam mendeteksi gejala-gejala
patologis saat sedang mengandung.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TinjauanTeori

1. Defenisi
Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma vilus korialis langka vaskularisasi,
dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi vilus-vilus yang membesar dan edematus itu hidup
dan tumbuh terus; gambaran yang diberikan ialah sebagai sebuah gugus anggur. Jaringan tropoblast
pada vilus kadang-kadang berprofilerasi ringan dan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon,
yakni human chorionic gonadotropin (hCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa
(Prawirohardjo & Wikjosastro, 2005).

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi korialisnya mengalami
perubahan hidrofik(Mansjoer, 2005).

Mola hidatidosa merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma trofoblastik gestasional(Bobak dkk,
2005).

2. Etiologi

Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri, penyebab mola hidatidosa
belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab adalah:

a. Faktor ovum

Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum memasuki ovum
tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.

b. Keadaan sosial ekonomi yang rendah

Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka
untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangan janinnya.

c. Paritas tinggi

Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma kelahiran atau
penyimpangan tranmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi
seperti klomifen atau menotropiris (pergonal).
d. Kekurangan protein

Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan
janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat
meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari
normal.

e. Infeksi virus

Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba
dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari
jumlah mikroba (kuman atau virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh.

3. Patofisiologi

Menurut Cunningham dalam buku Obstetri, dalam stadium pertumbuhan molla yang dini terdapat
beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut trimester
pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut:

a. Perdarahan

Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari spoting sampai
perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering
lagi timbul secara intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan
tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering
dijumpai.

b. Ukuran uterus
Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya. Mungkin uterus
lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada wanita nullipara, khusus karena konsistensi tumor yang
lunak di bawah abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi yang lebih lunak.

c. Aktivitas janin

Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas tidak akan ditemukan
aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat
plasenta kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara
plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan
perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup.

d. Embolisasi

Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat keluar dari dalam uterus
dan masuk ke dalam aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat sedemikian banyak sehingga
menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang
terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke
dalam paru-paru terlalu kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih
lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkim paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat
pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio carsinoma metastasik) atau
trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa
diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau
bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proloferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut bila tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.

e. Disfungsi thyroid

Kadar tiroksi plasma pada wanita dengan kehamilan mola biasanya mengalami kenaikan yang cukup
tinggi, namun gambaran hipertiroidisme yang tampak secara klinik tidak begitu sering dijumpai. Amir
dkk (1984) dan Curry dkk (1975) menemukan hipertiroidisme pada sekitar 2% kasus kenaikan kadar
tiroksin plasma, bisa merupakan efek primer estrogen seperti halnya pada kehamilan normal dimana
tidak terjadi peningkatan kadar estrogen bebas dan presentasi trioditironim yang terikat oleh resin
mengalami peningkatan. Apakah hormon tiroksin bebas dapat meninggi akibat efek mirip tirotropin
yang ditimbulkan oleh orionik gonadotropin atau apakah varian hormon inikah yang menimbulkan
semua efek tersebut masih merupakan masalah yang controversial (Amir, dkk, 1984, Man dkk, 1986).

f. Ekspulsi spontan

Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola tersebut keluar spontan
atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya

pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu.


4. Manifestasi klinis

a. Amenore dan tanda-tanda kehamilan. Pada tahap awal tanda dan gejala tahap kehamilan mola tidak
dapat dibedakan dari tanda dan gejala kehamilan normal.

b. Pada waktu selanjutnya pendarahan pervaginam pada hampir di temukan di semua kasus dan terjadi
secara berulang. Cairan yang keluar dari vagina bisa berwarna coklat tua atau merah terang, bisa sedikit
atau banyak. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. Keadaan ini bisa berlangsung
beberapa hari saja atau secara intermitten selama beberapa minggu.

c. Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

d. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengar DJJ sekalipun uterus sudah membesar
setinggi pusar atau lebih.

e. Pre-eklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.

f. Anemia akibat kehilangan darah, rasa mual dan muntah yang berebihan(hiperemesisgravidarum), dan
kram perut yang disebabkan dispensi rahim.

g. Kadar β-hCG yang tinggi.

5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi
pada minggu ke 14-16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang
terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti
anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola hidatidosa:

a. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.

b. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).

c. Gejala–gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat
dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
d. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah,
proteinuria (terdapat protein pada air seni).

6. Klasifikasi Mola hidatidosa

Mola hidatidosa terbagi menjadi:

a. Mola hidatidosa komplet atau klasik

Mola komplet atau klasik terjadi akibat fertilsasi sebuah telur yang intinya telah hilang atau tidak
aktif. Mola menyerupai setangkai buah anggur putih. Vesikel-vesikel hidrofik (berisi cairan) tumbuh
dengan cepat, menyebabkan rahim menjadi lebih besar dari uisa kehamilan seharusnya. Biasanya Mola
tidak mengandung janin, plasenta, membran amniotik atau air ketuban. Darah maternal tidak memiliki
plasenta oleh karena itu, terjadi perdarahan ke dalam rongga rahim dan timbul perdarahan melalui
vagina. Pada sekitar 3 % kehamilan, Mola ini berkembang menjadi koriokarsinoma (suatu neoplasma
ganas yang tumbuh dengan cepat). Potensi untuk menjadi ganas pada kehamilan Mola sebagian jauh
lebih kecil dibanding kehamilan Mola komplek (Bobak dkk, 2005).

 WOC Molahidatidosakomplit

Selteluryangtidakadakromosom

dibuahi 1 atau 2 selsperma

diploid ( hanya paternal )

embriotidakterbentuk

proliferasivilikorealis

vilimengandungbanyakcairan
sel2 tropoblas yang patologisberkembangdanmembengkak

gelembung2 berisicairan yang berbentukanggur

molahidatidosakomplit

b. Mola hidatidosa inkomplet atau parsia

Mola inkomplet atau parsia terjadi jika disertai janin atau bagian janin (Bobak dkk,2005).

Degenerasihidropikdarivilibersifatsetempat, dan yang mengalami hiperplasi hanya sinsitio trofoblas


saja.Gambaran yang khas adalah crinklingatau scalloping dari vili dan stromal trophoblastic inclusions.

 WOC Mola hidatidosaparsial

Seltelur normal

dibuahi 1 selsperma diploid atau 2 selsperma haploid

kariotipe 69XXX, 69XXY (triploid )

Hidrofikvili

hiperplasia sel-sel tropoblas

molahidatidosaparsial.

7. Komplikasi
Menurut Mansjoer dkk (2005) komplikasi yang dapat terjadi padapenderita Mola hidatidosa adalah
:

a. Anemia

b. Syok

c. Infeksi

d. Eklampsia

e. Tirotoksikosis

8. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Mansjoer dkk (2005) pemeriksaan diagnostik pada Mola hidatidosa antara lain:

a. Anamnesis diantaranya :

1) Perdarahan pervaginam/gambaran Mola,

2) Gejala toksemia pada trimester I-II,

3) Hiperemesis gravidarum,

4) Gejala tirotoksikosis,

5) Gejala emboli paru.

b. Pemeriksaan fisik diantaranya:

1) Uterus lebih besar dari usia kehamilan,

2) Kista lutein,

3) Balotemen negatif,

4) Denyut jantung janin negatif.

c. Pemeriksaan penunjang diantaranya :

1) Pada tes Acosta Sison dapat dikeluarkan jaringan Mola,


2) Pada tes Hanifa Sonde dapat masuk tanpa tahanan dan diputar 3600dengan deviasi sonde kurang dari
100,

3) Peningkatan kadar beta Hcg darah atau urin,

4) Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern),

5) Foto toraks pada gambaran emboli udara,

6) Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis.

9. PenatalaksanaanMedis

Penanganan yang biasa dilakukan pada Mola hidatidosa adalah:

a. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.

b. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat
terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan
Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus
uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ
sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.

c. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.

d. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).

e. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat
beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera
lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin
dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif
terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat).
Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung
manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga
pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid
baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600
mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi
menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan
pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien
dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy
apabila ingin menghentikan fertilisasi.

10. Prognosis

Resiko kematian/kesakitan pada penderita mola hidatidosa meningkat karena perdarahan,


perforasi uterus, pre-eklamsi berat, tirotoksikosis atau infeksi. Akan tetapi, sekarang kematian karena
mola hidatidosa sudah jarang sekali. Segera setelah jaringan mola dikeluarkan, uterus akan mengecil,
kadar hCG menurun dan akan mencapai kadar normal sekitar 10-12 minggu pascaevakuasi. Kista lutein
juga akan mengecil lagi. Pada beberapa kasus pengecilan ini bisa mengambil waktu beberapa bulan.

Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah kuretasi. Bila hamil lagi,
umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa berulang dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian,
15-20% dari penderita pasca mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan menjadi tumor
trofoblas gestasional (TTG), baik berupa mola invasif, koriokarsinoma, maupun placental site
trophoblastic tumor (PSTT).

Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama pascaevakuasi,yang terbanyak enam bulan
pertama. MHP lebih jarang menjadi ganas. Faktor risiko terjadinya TTG pascamola hidatidosa adalah
umur 35 tahun, uterus diatas 20 minggu, kadar hCG preevakuasi diatas 100.000 IU/L, dan kista lutein
bilateral.

11. AsuhanKeperawatanMola Hidatidosa

a. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga
dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.

Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

1) Biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi; nama, umur, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.

2) Keluhan utama: kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang.

3) Riwayat kesehatan, yang terdiri atas:


 Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia
kehamilan.

 Riwayat kesehatan masa lalu: kaji adanya kehamilan molahidatidosa sebelumnya, apa tindakan yang
dilakukan, kondisi klien pada saat itu.

 Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan ,
kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.

4) Riwayat penyakit yang pernah dialami: kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya
DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.

5) Riwayat kesehatan keluarga: yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.

6) Riwayat kesehatan reproduksi: kaji tentang menorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat
darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluhan
yang menyertainya.

7) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas: kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam
kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.

8) Riwayat seksual: kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan
yang menyertainya.

9) Riwayat pemakaian obat: kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis
obat lainnya.

10) Pola aktivitas sehari-hari: kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat
tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

b. Pemeriksaan Fisik:

1) Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga
meliputi indera pendengaran dan penghidung.

Hal yang diinspeksi antara lain :

 Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase,
 Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan,

 Bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan
seterusnya.

2) Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.

 Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau
menentukan kekuatan kontraksi uterus.

 Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit
kulit untuk mengamati turgor.

 Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal.

3) Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk
memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.

 Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan ,
massa atau konsolidasi.

 Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah,
memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.

4) Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan
menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar.

Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru
abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin(Johnson & Taylor, 2005 : 39).

c. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri berhubungan denganterputusnyakontinuitasjaringan.


2) Intoleransi aktivitasberhubungandengankelemahan.

3) Gangguan pola tidur berhubungandenganadanyanyeri.

4) Gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungandengan proses infeksi.

5) Kecemasan berhubungan denganperubahan status kesehatan.

d. Intervensi
1) Diagnosa I: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Klien akanmeninjukkannyeriberkurang/hilang.

Kriteria hasil :

 Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang,

 Ekspresi wajah tenang,

 TTV dalam batas normal.

Intervensi:

 Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.

Rasional: mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi
yang tepat.

 Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.

Rasional: perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi
peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.

 Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.

Rasional: teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan
perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.

 Beri posisi yang nyaman.

Rasional: posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri.

 Kolaborasi pemberian analgetik.

Rasional: obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.
2). Diagnosa II: intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

Tujuan:klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri.


Kriteriahasil:

 Kebutuhan personal hygiene terpenuhi,

 Klien nampak rapi dan bersih.

Intervensi:

 Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri.

Rasional: untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga
dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya.

 Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Rasional: kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat.

 Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.


Rasional: pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap
dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.

 Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien.

Rasional: membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri.

3). Diagnosa III: gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
Tujuan:klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu.

Kriteria hasil:

 Klien dapat tidur 7-8 jam per hari,

 Konjungtiva tidak anemis.

Intervensi:
 Kaji pola tidur.

Rasional: dengan mengetahui pola tidur klien, akanmemudahkan dalam menentukan intervensi
selanjutnya.

 Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.

Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

 Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur.

Rasional: susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur.

 Batasi jumlah penjaga klien.

Rasional: dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi
sehingga klien dapat beristirahat.

 Memberlakukan jam besuk.

Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

 Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam.

Rasional: Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur.

4). Diagnosa IV: gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan:klien akan menunjukkan tidak terjadi panas.

Kriteria hasil:

 Tanda-tanda vital dalam batas normal,

 Klien tidak mengalami komplikasi.

Intervensi :

 Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis.

Rasional: suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu
diagnosa.
 Pantau suhu lingkungan.

Rasional: suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal.

 Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak.

Rasional: minum banyak dapat membantu menurunkan demam.

 Berikan kompres hangat.

Rasional: kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.

 Kolaborasi pemberian obat antipiretik.

Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus.

5). Diagnosa V: kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan:klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang.

Kriteria hasil:

 Ekspresi wajah tenang,

 Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.

Intervensi:

 Kaji tingkat kecemasan klien.

Rasional: mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.

 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.


Rasional: ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan.

 Mendengarkan keluhan klien dengan empati.

Rasional: dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan.

 Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan.
Rasional: menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.

 Beri dorongan spiritual/support.

Rasional: menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.


BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Kasus :

Ny. S 38 tahun, seorang ibu rumah tangga, G9P0A8, masuk rumah sakit tanggal 19 September 2011
dengan keluhan merasa hamil disertai mual muntah dan perdarahan pervaginam. Berdasarkan hasil
pengkajian didapatkan hasil: uterus sebesar 16 minggu, porsio tertutup, fluxus (+).

Dengan hasil pemeriksaan laboratorium: hemopoetik: normal, SGOT 444,3 U/L. T3 1,58ng/ml, T4 >
24,86 ug/dl, TSH 0,005 mLU/L, beta hCG 772,093 IU/ml, fungsi ginjal baik.

B. Pengkajian

1. Informasi umum

Nama : Ny S

Umur : 38 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Tanggal masuk : 19 september 2011

Diagnosa medik : Mola hidatidosa

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Klien mengatakan merasa hamil disertai mual muntah dan pendarahan pervaginam

b. Riwayat penyakit sekarang


Klien merasa hamil dan mual muntah, dan keluar darah pervaginam

c. Riwayat obstetric dan gynekologi


Klien dengan G9 P0 A8. Saat ini klien berada dikehamilan yang ke 9 namun sudah 8 kali mengalami
keguguran dan belum mempunyai anak.

3. Pemeriksaan fisik

a. Uterus sebesar 16 minggu

b. Forsio tertutup

c. Fluxus ( + )

 Hasil pemeriksaan laboratorium :

a. Hemopoetik : Normal

b. SGOT : 444,3 v/l

c. SGPT : 566,7 v/l

d. T3 : 1,58 ng/ml

e. T4 : 724,86 ug/dl

f. TSH : 0,05 ml u/l

g. ΒhCG : 772,093 IU/ml

C. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah

DS : Klien mengatakan mual muntah.

DO : Nilai beta hCG tinggi yaitu 772,093 IU/ml

2. Risiko infeksi berhubungan dengan perdarahan pervagina yang abnormal


DS : Klien mengatakan masih mengeluarkan darah pervagina
Do :

 Terdapat perdarahan pervagina yang abnormal

 TSH : 0,05 VTV/ml

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi
DS : Klien mengatakan ia merasa hamil

DO :

 Uterus sebesar 16 minggu

 porsio tertutup

 fluxus (+).

D. Intervensi

1. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah

a. Tujuan : klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi

b. Kriteria hasil :

 Nafsu makan meningkat

 Porsi makan dihabiskan

 Mual muntah teratasi

c. Intervensi

 Kaji status nutrisi klien

Rasional : sebagai awal menetapkan langlah selanjutnya

 Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering.

Rasional : makan demi sedikit mampu membantu meminimalkan anoreksia.

 Anjurkan makan-makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi


Rasional : makanan yang hangat dan bervariasi dapat membangkitkan nafsu makanan klien.

 Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional : mengevaluasi kefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.

 Tingkatkan kenyaman lingkungan termasuk sosialisasi saat makan dan anjurkan orang terdekat untuk
membawa makanan yang disukai klien.

Rasional : sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan
dan menormalkan fungsi makanan.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan perdarahan pervagina yang abnormal

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam infeksi tidak terjadi

b. Kriteria hasil :

 Tidak ada tanda-tanda infeksi (dolor, color, rubor, tumor dan fungsi leasa)

 Tanda-tanda vital dalam batas normal

c. Intervensi :

 Catat suhu, jumlah bau dan warna darah pervagina


Rasional : kehilangan darah berlebihan dengan penurunan haemoglobin meningkatkan risiko klien untuk
terkena infeksi.

 Pantau respon merugikan pada pemberian produk darah


Rasional : pengenalan dan intervensi dini dapat mencegah situasi yang mengancam hidup.

 Berikan informasi tentang risiko penerimaan produk darah


Rasional : komplikasi seperti hepatitis dan (HIV / AIDS) dapat tidak bermanfestasi selama perawatan di
rumah sakit.

 Anjurkan ganti pembalut bila basah atau habis BAK


Rasional : basah merupakan media kuman untuk berkembang

 Kolaborasi pemberian antibiotik


Rasional : untuk mencegah dan meminimalkan infeksi.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien mengerti / paham
tentang penyakitnya.

b. Kriteria hasil :

 Klien tampak rileks

 Klien dapat mengungkapkan tentang penyakitnya dalam istilah sederhana sesuai dengan situasi klinis.

 Tanda-tanda vital dalam batas normal

c. Intervensi :

 Jelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan untuk kondisi hemoragic


Rasional : memberi informasi, Memperjelas kesalahan konsep dan membantu menurunkan stress yang
berhubungan.

 Kaji ulang pengetahuan pasien tentang pengetahuan


Rasional : untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan pasien tentang penyakitnya.

 Motivasi pasien untuk menerima keadaannya


Rasional : untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan pasien tentang penyakitnya.

 Motivasi pasien untuk menerima keadaannya


Rasional : penerimaan tentang keadaan dapat mengurangi stress psikologisnya.

 Libatkan keluarga untuk memberi dukungan moril maupun spiritual pada klien.
Rasional : memberi support membantu untuk pemulihan kesembuhan pasien.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai asuhan keperawatan yang ditemukan pada kasus Ny. S
dengan kehamilan Mola hidatidosa pada tanggal 19 September 2011 dimana dalam memberikan
asuhan keperawatan penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan, intervensi, implementasi
dan evaluasi. Masalah keperawatan yang muncul adalah : resiko kekurangan nutrisi, resiko infeksi, dan
kurang pengetahuan.

1. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah


Menurut Rock CL (2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan
untuk membentuk energi, mempertahankankesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi
normalsetiap organ baik antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi.

Asupan nutrisi pada ibu hamil saat trimester pertama harus termasuk keseimbangan porsi nutrisi
esensial dengan penekanan pada kualitas. Asupan protein selama kehamilan ditingkatkan hingga 60 g.
Ibu yang berisiko tinggi disarankan untuk melipat gandakan asupan protein yang normal. Asupan
kalsium harus ditingkatkan hingga 1200 mg/hari. Kalsium diperlukan untuk perkembangan gigi dan
tulang, kontraksi otot, dan penggumpalan darah janin. Ibu yang mengalami penurunan asupan nutrisi
terutama protein dapat menimbulkan gejala patologis pada janin. Gejala patologis biasanya berupa
mual muntah yang berlebihan, perdarahan pervagina.Mual muntah pada ibu hamil dapat menimbulkan
resiko kekurangan nutrisi yang bisa mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin. Mual muntah yang
berlebihan disebabkan pembesaran uterus yang abnormal lebih dari pembesaran uterus saat kehamilan
normal sehingga menyebabkan distensi abdomen. Biasanya pembesaran yang menunjukkan gejala
patologis saat ibu hamil berada pada trimester 1. Selain itu, produksi hCG yanng meningkat dapat
menyebabkan mual muntah.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan perdarahan pervagina yang abnormal

Risiko terhadap infeksi adalah suatu kondisi dimana individu beresiko terkena agen oportunis atau
patogenesis (virus, jamur, bakteri, protozoa dan parasit lain) dari berbagai sumber dari dalam atau dari
luar tubuh (Lynda Juall C, 1997). Faktor yang berhubungan dengan risiko infeksi adalah sebagai masalah
atau kondisi kesehatan yang dapat meningkatkan berkembangnya infeksi (Lynda Juall C, 1997). Menurut
Marilyn E. Doengoes (1999) faktor infeksi meliputi pertahanan sekunder tidak adekuat misal :
penurunan haemoglobin, leucopenia atau penurunan granulosit (respon inflamasi tutukan).

Diagnosa ini penulis rumuskan karena penulis menemukan adanya data : ada perdarahan pervagina
yang abnormal, Hb : 11,20 gr%, leukosit : 8,50 ribu/mmk, S : 37 oC, TSH < 0,05 vtv/ml. Dari data tersebut
sudah dapat diangkat diagnosa risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervagina
yang abnormal. Apabila masalah ini tidak diatasi maka akan terjadi infeksi pada kandungannya apabila
tidak segera dikeluarkan.
Diagnosa risiko infeksi penulis prioritaskan pada masalah keperawatan kedua karena merupakan
keadaan yang kemungkinan bisa muncul dan menjadi suatu permasalahan dan apabila hal ini tidak
dicegah maka risiko dapat menjadi aktual.

Selanjutnya untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat perencanaan dengan tujuan agar
infeksi tidak terjadi dalam jangka waktu 2 x 24 jam dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada
(dolor, color, rubor, tumor dan fungtio leasa), tanda-tanda vital dalam batas normal. Adapun
perencanaan yang telah penulis buat adalah : catat suhu, catat jumlah bau, warna darah pervagina
rasional kehilangan darah berlebihan dengan penurunan hemoglobin, meningkatkan risiko klien untuk
terkena infeksi, pantau respon merugikan pada pemberian produk darah. Rasional : pengenalan dan
intervensi dini dapat mencegah situasi yang mengancam hidup, berikan informasi tentang risiko
penerimaan produk darah, rasional : komplikasi seperti hepatitis dan (HIV / AIDS) dapat tidak
bermanifestasi selama perawatan di rumah sakit, Kolaborasi pemberian antibiotik rasional : untuk
mencegah infeksi dan meminimalkan infeksi, anjurkan ganti pembalut bila basah habis BAK, karena
basah merupakan media kuman untuk berkembang.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi

Kurangnya pengetahuan adalah : suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok
mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotorik berkenaan dengan kondisi
atau rencana pengobatan (Lynda Juall C,1997).

Batasan karakteristik mayor : mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan-


keterampilan / permintaan informasi, mengeskpresikan suatu ketidakakuratan persepsi status
kesehatan, melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan dengan dianjurkan atau diinginan.
Batasan karakteristik minor : kurang integritas tentang rencana pengobatan ke dalam aktifitas sehari-
hari, memperlihatkana atau mengekspresikan perubahan psikologis (misalnya anietas, depresi)
mengakibatkan kesalahan informasi atau kuranginformasi.

Diagnasa kurangnya pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi tentang
penyait dan penatalaksanannya penulis tegakkan dengan problem kurangnya pengetahuan pasien
tentang penyakit dan penatalaksanannya karena pada saat pengkajian ditemukan data : klien
mengatakan belum tahu tentang penyakit yang dideritanya saat ini.
Diagnosa kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal
sumber informasi, penulis tetapkan sebagai prioritas ketiga sesuai teori “triage konsep”, dimana kurang
pengetahuan merupakan masalah yang berkembang lambat dan dapat ditolerir pasien. Walaupun
ditemukan masalah masalah ini harus diatasi dan perlu tindakan yang tepat apabila pasien tidak tahu
tentang penyakitnya.

Untuk mengatasi masalah kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak
mengenal sumber informasi penulis menetapkan intervensi : jelaskan tindakan dan rasional yang
ditentukan unduk kondisi haemoradi (curettage) rasional : memberikan informasi dapat memperjelas
kesalahan konsep dan dapat membantu menurunkan stress yang berhubungan, beri kesempatan bagi
pasien untuk mengajukan pertanyaan rasional : memberikan klarifikasi dari konsep yang salah dari
kesempatan untuk mengembangkan keterampilan koping, kaji ulang pengetahuan pasien tentang
pengetahuan rasional : untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
Motivasi pasien untuk menerima keadaannya rasional : penerimaan tentang keadaan dapat mengurangi
stress pskologisnya, libatkan keluarga untuk memberi dukungan moril maupun spiritual pada pasien
rasional : memberikan support membantu untuk pemulihan kesembuhan pasien.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada wanita yang mengalami Mola hidatidosa sering mengalami mual muntah akibat produksi Hcg
yang tinggi. Produksi ini meningkat disebabkan pembesaran uterus yang abnormal lebih besar daripada
pembesaran uterus biasanya. Sehingga menyebabkan distensi rahim yang bisa menyebabkan mual
muntah pada penderita Mola hidatidosa. Selain itu perdarahan yang abnormal saat usia kehamilan
masih muda, dapat menyebabkan resiko tinggi infeksi. Resiko infeksi harus segera diatasi untuk
menghindari gejala infeksi yaang dapat membahayakan bagi keselamatan wanita tersebut. Perlu
pengetahuan ibu tentang beberapa gejala penyakit yang dapat menyerang ibu hamil saat berada pada
usia kehamilannya yang masih baru tau berada pada Trimester 1.

B. Saran

Penulis memberikan saran untuk ibu yang sedang hamil agar intensif dalam
melakukan pemeriksaan kandungannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya
gejala patologis yang sering terjadi saat sedang mengandung. Apabila terjadi gejala patologis, ibu harus
cepat melaporkan kepada pelaku medis agar tidak terjadi komplikasi lain pada kandungannya. Pelaku
medis khususnya perawat harus memiliki sikap profesionalisme dalam bekerja dan mampu melakukan
asuhan keperawatan secara tepat kepada ibu yang terdeteksi adanya kelainan seperti penderita Mola
hidatidosa.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesbulapius Fakultas UI.

Wiknjosartro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yaysan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta : EGC.

Underwood, J.CE. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2 Volume 2. Jakarta: EGC
Makalah Askep Mola Hidatidosa

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian ibu merupakan salah satu indikasi yang menentukan derajat kesehatan
suatu bangsa. Data organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2007, memperkirakan bahwa
setiap tahun sejumlah 500 orang perempuan meninggal dunia akibat komplikasi kehamilan,
persalian dan nifas, fakta ini mendekati terjadinya 1 kematian setiap menit dan diperkirakan 99%
kematian tersebut terjadi di Negara-negara berkembang yang tertinggi dengan 450 kematian ibu
per 100.000 kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di Sembilan
Negara maju dan 51 negara persemakmuran. Prevalensi molahidatidosa lebih banyak ditemukan
Negara Asia, afrika, dan Amerika Latin. (Cuninngham. F.G. dkk, 2006, Martaadisoebrata. D, &
Sumapraja, 2002). Angka kejadian di Amerika Serikat adalah 1 kejadian dari 1.000 – 1.500
kehamilan, di Asia terjadi 2 dari 1000 kehamilan. Molahidatidosa dapat terjadi pada wanita
hamil yang berusia kurang dari 20 tahun dan berusia antara 40 – 50 tahun. (American Cancer
Society, Betel C, et al.,2006, Bugti QA, et al., 2005).
Di Indonesia masalah ibu dan anak merupakan prioritas dalam upaya peningkatan status
kesehatan masyarakat, sesuai dengan target MDG’s 2015 (Millenium Development Gold),
Angka Kematian Ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Upaya kesehatan reproduksi
salah satunya adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. Adapun
penyebab langsung dari kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi,
toksemia gravidarum. Salah satu dari ketiga ketiga faktor tersebut adalah perdarahan, perdarahan
dapat terjadi pada saat kehamilan, persalinan dan masa nifas. Perdarahan yang terjadi pada
kehamilan, bisa terjadi pada awal kehamilan maupun kehamilan lanjut, dengan besar angka
kejadiannya 3% pada kehamilan lanjut dan 5% pada awal kehamilan. Perdarahan yang terjadi
pada awal kehamilan meliputi abortus, mola hidatidosa dan kehamilan ektopik. Pada kehamilan
lanjut antara lain meliputi Solutio Plasenta dan Plasenta Previa. Dari kasus perdarahan diatas
ternyata didapatkan besar kasus paling tinggi adalah perdarahan pada awal kehamilan yang dari
salah satu perdarahan awal kehamilan tersebut terdapat kehamilan mola hidatidosa.
Molahidatidosa adalah Tumor jinak dari trofoblast dan merupakan kehamilan abnormal,
dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematous, janin biasanya
meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus
menerus, sehingga gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umun
Mampu mengetahui asuhan keperawatan klien pada kehamilan Mola Hidatidosa
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui kehamilan Mola Hidatidosa
2. Mengetahui penyebab, tanda dan gejala kehamilan MolaHidatidosa
3. Mengetahui penatalaksanaan kehamilan Mola Hidatidosa
4. Mengetahui asuhan keperawatan pada kehamilan Mola Hidatidosa

BAB II
TELAAH LITERATUR

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1 Pengertian
Mola Hidatidosa merupakan penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
yang disertai janin dan seluruh vili korealis mengalami perubahan hidropik (Manauba, 1998).
Kehamilan mola adalah suatu kehamilan yang ditandai dengan hasil konsepsi yang tidak
berkembang menjadi embrio setelah fetilisasi, namun terjadi proliferasi dari vili karialis disertai
dengan degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi
normal, tidak dijumpai adanya janin, dan kavum uteri hanay terisi oleh jaringan seperti rangkaian
buah anggur, kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (Yulaikhah, 2008).
Mola Hidatidosa adalah perubahan pertumbuhan embrionik dini yang menyebabkan
gangguan pada plasenta, proliferasi sel-sel abnormal yang cepat, dan penghancuran embrio
(Stright, 2004).
Mola Hidatidosa ( MH ) merupakan salah satu tipe penyakit trofoblas gestasional
(Gestational Trophoblast Disease, GTD), yakni penyakit berasal dari sel yang pada keadaan
normal berkembang menjadi plasenta pada masa kehamilan, meliputi berbagai penyakit yang
berasal dari sel-sel trofoblast yang diklasifikasikan World Health Organization sebagai mola
hidatidosa parsial (Partial Mola Hydatid, PMH), mola hidatidosa komplit ( Complete Mola
Hydatid, CMH), koriokarsinoma, mola invasif, dan placental site trophoblastic tumors
(Simbolon, 2013).
Molahidatidosa dapat diklasifikasi yaitu :
a. Mola hidatidosa komplit
Pada molahidatidosa komplit tidak terdapat adanya tanda - tanda embrio, tali pusat, ataupun
membran. Mola hidatidosa komplit terjadi akibat hasil dari fertilisasi oleh 1 atau 2 sel sperma
terhadap sel telur yang tidak memiliki DNA sehingga uterus tidak berisi jaringan fetus. Kematian
terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi plasenta. Villi korionik berubah menjadi vesikel
hidropik yang jernih dan menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, seperti anggur.
Hiperplasia menyerang lapisan sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas.
b. Molahidatidosa parsial
Molahidatidosa parsial terbentuk dari fertilisasi sel ovum oleh 2 sperma dengan karotipe
triploid sehingga dapat ditemukannya jaringan fetus yang tumbuh menjadi janin dan bertahan
selam beberapa minggu. Tanda – tanda adanya embrio, kantong janin dan kantong amnion dapat
ditemukan karena kematian terjadi sekitar minggu ke 8 atau 9. Hiperplasia trofoblas terjadi pada
lapisan sisitotrofoblas tunggal dan tidak menyebar seperti mola komplit.

2.1.2 Penyebab, Tanda dan Gejala


Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui. Faktor-faktor penyebab kehamilan ini,
meliputi (Yulaikhah, 2008) :
1. Ovum: ovum sudah patologis sehingga mati, namun terlambat dikeluarkan
2. Imunoselektif dari trofoblas
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Gejala Klinis mola hidatidosa tidak banyak perbedaan gejala seperti hamil muda, yaitu
nek, mual, muntah, pusing, hanya kadang-kadang berlangsung lebih hebat. Perkembangan hamil
selanjutnya menunjukkan pembesaran rahim yang pesat disertai pengeluaran hormon semakin
meningkat. Infiltrasi sel trofoblas yang merusak pembuluh darah menimbulkan gejala
pendarahan sedikit demi sedikit sampai pendarahan banyak dan pengeluaran gelembung mola.
Pengeluaran gelembung mola oleh masyarakat telah dikenal dengan sebutan hamil anggur.
Tinggi uteri pada penderita mola hidatidosa dapat lebih tinggi dari umur kehamilan sebenarnya
(Manauba, 1998).
Pada trimester 1 dan selama trimester 2 terjadi perubahan seperti, perdarahan pervagina
berwarna kecoklatan yang disertai jaringan – jaringan seperti buah anggur, ukuran uterus
membesar lebih besar dari usia kehamilan, denyut jantung janin tidak ditemukan. Pada
perdarahan yang lama atau berkepanjangan akan terjadi anemia yang ditandai dengan fatique dan
sesak nafas, preeklampsia yang ditandai dengan hipertensi dapat terjadi sebelum usia kehamilan
kurang dari 24 minggu, terbentuknya kista ovarium yang disebabkan tingginya β-hCG
perdarahan terutama pada CMH (Betel dkk, 2006)
2.1.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada Molahidatidosa ada tiga tahap yaitu perbaikan keadaan umum ibu,
pengeluaran jaringan mola dengan cara Kuretase atau Histerektomi, dan pemeriksaan tindak
lanjut yaitu follow up selama 12 bulan, dengan mengukur kadar β-HCG dan mencegah
kehamilan selama 1 tahun. Tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada
pengukuran serial kadar β-HCG serum untuk mendeteksi Tumor Trofoblast Persisten.
Setelah didiagnosis mola hidatidosa ditegakkan, kehamilan ini harus segera diakhiri karena
sebagian (5%) dari kehamilan mola akan berlanjut menjadi penyakit trofoblastik yang maligna
kariokarsinoma. Pelahiran dapat terjadi pada sebagian kasus, tetapi mungkin tidak lengkap.
Uterus harus dikosongkan dan pengosongan paling sering dilakukan dengan tindakankuretase
issap secara hati-hati. Histerektomi biasanya dilakukan kalau wanita tersebut berusia lebih dari
40 tahun (Farren, 1999).
Suction curettage adalah metode penanganan optimal untuk evakuasi jaringan mola
terutama bagi wanita yang masih ingin mempertahankan fungsi organ reproduksinya. Tindakan
ini juga memperkecil secara signifikan kemungkinan terjadinya perdarahan hebat, infeksi dan
resiko tertahannya residu jaringan mola dibandingkan dengan metode induksi oksitosin maupun
prostaglandin. Antigen RhD yang ditemukan pada trofoblast diatasi dengan pemberian Rh
immune globulin pada pasien Rh negative bersamaan dengan tindakan kuretase. Pasien-pasien
yang tidak menginginkan kehamilan lagi dilakukan tindakan histerektomi. Tindakan histerektomi
sendiri tidaklah menutup kemungkinan terjadinya metastase walaupun histerektomi sudah cukup
untuk menghambat perkembangan invasi lokalis. Monitoring kadar hormon β-hCG paska
kuretase sampai tidak terdeteksi selama 3 minggu atau 6 bulan berturut-turut sangat dibutuhkan
untuk memastikan tidak terjadinya persistent gestational trophoblastic neoplasia (Simbolon,
2013)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Ny. X berusia 30 tahun dibawah keluarganya karena mengalami pendarahan. Klien sudah6
hari mengalami pendarahan. Hasil pemeriksaan diadapatkan vulva tampak kotor dan keluar
cairan putih kekuningan serta berbau, darah yang keluar disertai gelembung-gelembung cairan.
Klien tampak lemah, mukosa bibir kering, turgor kulit kering tidak elastis, pasien mengaku mual,
muntah, tampak meringis menahan nyeri. Pasien mengaku nyeri dibagian perutnya. Perdarahan
500 cc, TD 100/80 mmHg, RR 22x/menit, N 125x/menit, suhu 37ᵒ c, BB 55 kg. pasien juga
mengatakan pusing selama 2 hari. Usia kandungannya sudah 9 minggu. Selama perdarahan
pasien hanya berbaring di tempat tidur.
3.2 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Nama : Ny. X
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
3.1.2 Keluhan utama
Pasien dating ke Rumah Sakit dengan keluhan mengalami perdarahan disertai gelembung
berisi cairan.
3.1.3 Riwayat penyakit dahulu
-
3.1.4 Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh mengalami perdarahan disertai gelembung-gelemung berisi sejak 6 hari,
mual muntah, pusing sudah 3 hari, nyeri bagian perut.
3.1.5 Riwayat kesehatan keluarga
-
3.1.6 Riwayat Obstetri
a. Riwayat menstruasi
Menstruasi pertama usia 14 tahun, siklus menstruasi teratur 28 hari, setiap kali menstruasi
selama 6 hari. Hari pertama haid terakhir tanggal 4 2016, sebelumnya tidak mengalami
perdarahan , pada tanggal 2 september mengalami perdarahan sampai saat ini dan baru di bawa
kerumah sakit pada tanggal 10 september 2016.
b. Riwayat kehamilan
Klien tidak pernah mengalami penyakit seperti sekarang, selama hamil anak 1, dan baru
kehamilan anak ke 2 mengalami perdarahan.
3.1.7 Pola kesehatan
a. Pola aktivitas dan latihan : Klien seorang ibu rumah tangga, setiap hari melakukan pekerjaan
rumah dan waktu istirahat sedikit. Klien merasakan nyeri pada bagian perut bawahnya, nyeri
bertambah berat ketikabergerak.
b. Tidur dan istirahat : Klien tidur selama 6- 8 jam. Saat sakit klien mengalami gangguan tidur
karena nyeri yang dirasakan.
c. Nyaman dan nyeri : Klien Mengalami nyeri dibagian perut bawahnya dan perdarahan, nyeri
yang hebat membuat klien tidak bisa tidur.
d. Pola nutrisi : Klien mengalami gangguan nafsu makan, karena setiap kali makan dan minum
klien selalu muntah.
e. Cairan elektrolit : Mukosa bibir klien kering, turgor kulit tidak elastis.
f. Oksigenasi : Klien tidak mengalami sesak nafas.
g. Eliminasi urin : Klien BAK 6-7 kali dalam sehari, warna kuning bercampur darah, tidak nyeri
saat BAK, dilakuakn secara mandiri.
h. Eliminasi fekal : Klien melakukan eleminasi fekal 1 kali sehari, namun saat sakit klien tidak
BAB sama sekali.
i. Sensori, persepsi, dan kognitif : Klien tidak mengalami gangguan penglihatan, ketajaman visus
baik, Klien tidak mengalami gangguan pendengaran, tidak mengalami gangguan penciuman
maupun pengecapan.
3.1.8 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak meringis kesakitan memengang perutnya, pucat
Kesadaran klien : composmentis dengan GCS 15,
Tanda – tanda viital
TD : 100/80,
RR : 22x/menit,
N : 125x/menit,
suhu : 37 ○ c.
BB : 55 kg
a. Kepala :
Inspeksi : tampak simetris, rambut bersih, tidak ada lesi, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,
hidung normal, tidak terlihat adanya sektum deviasi, epiktaksis. telinga simetris. Wajah pucat,
mukosa bibir kering.
b. Leher :
Inspeksi : Leher terlihat normal tidak terlihat adanya kaku kuduk, tenggorokan normal.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran tonsil dan nyeri telan, tidak teraba adanya pembesaran tiroid.
c. Dada :
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak terdapat adanya bantuan otot pernafasan.
Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama, tidak terdapat nyeri tekan.
Auskultasi : Suara nafas normal, Tidak terdengar suara nafas tambahan.
Perkusi : Terdengar suara sonor.
d. Abdomen :
Terdapat nyeri tekan di perut, saat di auskultasi terdengar wising usus, dan peristaltik 15x/menit.
e. Genetalia :
Vulva tampak kotor, terdapat peradarahan pervagina.
f. Kulit:
Turgor kulit kering tidak elastis, tidak terdapat lesi, tidak terdapat tanda alergi.
g. Rektum
Rektum bersih tidak ada infeksi.
3.3 Diagnosa / Analisa data
No Hari/ Data Penunjang Etiologi Masalah Paraf
tanggal/
jam
1 Ds : pasien Abortus Resiko
mengatakan tinggi syok
mengalami hipovelemik
Perdarahan yang
perdarahan sejak 6
terus menerus
hari
Do :
Kehilangan volume
a. Vulva tampak
darah
kotor
b. Keluar cairan
putih kekuningan Resiko tinggi syok
serta berbau hipovelemik
c. Darah yang keluar
disertai
gelembung-
gelembung cairan
d. TD : 100/80
mmHg
e. Pucat
f. Lemah
2 Ds : pasien Hiperemesis Kekurangan
mengatakan volume
mengalami cairan
Kehilangan cairan
perdarahan sejak 6
berlebih
hari
Pasien mengaku
Dehidrasi
mual dan muntah
Do :
Kehilangan volume
a. Mukosa bibir
cairan
kering
b. Turgor kulit kering
tidak elastis
c. Pasien tampak
lemah
3 Ds : pasien Jonjot-jonjot korio Nyeri akut
mengaku nyeri bermestatase
dibagian perutnya
Do : Terdapat ulkus
a. Pasien tampak divagina
meringis menahan
nyeri
Perlukaan jalan
b. Pasien tampak
lahir
lemah
c. N : 22x/menit
Nyeri akut
d. RR : 125x/menit

3.4 Intervensi
No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
kriteria
hasil
1 Resiko tinggi Setelah 1. Monitor status 1. Mengetahui
syok dilakukan sirkulasi, warna kulit, tanda syok
hipovelemik perawatan suhu kulit, denyut hipovelemik
2x24 jam jantung. 2. Menjaga
syok dapat 2. Monitor input dan keseimbangan
teratasi output. cairan selama
Kriteria 3. Berikan cairan Iv atau perdarahan.
hasil : oral yang tepat. 3. Membantu
a. Perdarahan4. Ajarkan pasien dan mengangti cairan
berkurang keluarga tanda dan yang hilang
b. TTV gejala datangya syok. selam
normal perdarahan.
c. TD normal 4. Mengantisipasi
terjadinya syok
berulang
2 Kekurangan Setelah 1. Monitor status hidrasi1. mengetahui
volume cairan dilakukan2. Monitor TTV status dehidrasi
perawtan3. Monitor masukan 2. Mengetahui
selama cairan tanda pendarahan
2x24 jam4. Monitor intake dan 3. Mengetahui
dehidrasi output cairan keseimbangan ca
teratasi 5. Kolaborasi pemberian iran
Kriteria cairan IV 4. Menghindari
hasil : 6. Persiapkan transfusi terjadinya
a. TTV dehidrasi kembali
dalam batas 5. Mempertahankan
normal cairan dan
b. Tidak elektrolit
ada tanda-
tanda
dehidrasi
c. elastisitas
turgor kulit
baik
d. Membran
mukosa
lembab

3 Nyeri akut Setelah 1. Kaji skala nyeri. 1. Mengetahui skala


dilakukan 2. Kontrol lingkungan nyeri yang
perawatan yang dapat dialami pasien.
2x24 jam mempengaruhi nyeri 2. Membantu
pasien seperti suhu, ruangan, mengurangi
mampu pencahayaan, dan nyeri,.
mengontrol kebisingan. 3. Membantu
nyeri 3. Kaji tipe dan sumber menentukan
Kriteria nyeri untuk intervensi yang
hasil : menentukan tepat untuk jenis
a. Mampu intervensi. nyeri.
mengontrol4. Observasi aspek 4. Mengetahui skala
nyeri nonverbal dari ketidak nyeri, misalkan
b. Nyeri nyamanan. dari ekspresi
berkurang 5. Kolaborasi pemberian wajah.
c. analgetik. 5. Membantu
mengurangi
nyeri.

3.5 Implementasi
No. Diagnosa Hari/tanggal/jam Implementasi paraf
1 Resiko 1. Memonitor status sirkulasi,
tinggi syok warna kulit, suhu kulit,
hipovelemik denyut jantung.
2. Memonitor input dan output.
3. Memberikan cairan Iv atau
oral yang tepat.
4. Mengajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
datangya syok
2 Kekurangan 1. memonitor status dehidrasi
volume 2. memonitor TTV
cairan 3. memonitor masukan cairan
4. memonitor intake dan output
cairan
5. memberikan cairan IV
6. mempersiapkan transfuse
3 Nyeri akut 1. Mengkaji skala nyeri.
2. Mengontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu, ruangan,
pencahayaan, dan kebisingan.
3. Mengkaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi.
4. Mengobservasi aspek
nonverbal dari ketidak
nyamanan.
5. Berkolaborasi pemberian
analgetik.

3.6 Evaluasi
No. Hari/tanggal/jam no. diagnose Evaluasi paraf
1 1 S : pasien
mengatakan darah
yang keluar lebih
sedikit
O:
a. Darah yang keluar
tidak terlalu banyak
b. Vulva tidak tampak
terlalu kotor
c. Gelembung-
gelembung cairan
sudah tidak keluar
lagi
A : masalah teratasi
P : lanjutkan
intervensi
2 2 S :Pasien
mengatakan sudah
tidak mual dan
muntah saat makan
O:
a. Mukosa bibir
kembali normal
b. Turgor kulit
kembali elastis
A : Masalah teratasi
P : Hentikan
Intervensi
3 3 S : pasien
mengatakan nyeri
sedikit berkurang
O:
a. Pasien tidak tampak
meringis kesakitan
lagi
b. Pasien sudah tidak
memagangi
perutnya lagi
A : masalah teratasi
P : lanjutkan
intervensi

BAB IV
SIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Mola hidatidosa adalah penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan disertai
janin dan seluruh vili korealis mengalami perubahan hidro. Gejala klinis yang ditampakkan pada
kehamilan ini sama dengan kehamilan normal. Perkembangan hamil selanjutnya menunjukkan
pembesaran rahim yang pesat disertai pengeluaran hormon semakin meningkat. Infiltrasi sel
trofoblas yang merusak pembuluh darah menimbulkan gejala pendarahan sedikit demi sedikit
sampai pendarahan banyak dan pengeluaran gelembung mola. Penyebabnya yaitu ovnamun
terlambat dikeluarkan, immunoselektif dan trofoblas, paritas tinggi, kekurangan protein. Pada
wanita yang mengalami mola hidatidosa ini sering mengalami mual dan muntah karena produksi
Hcg yang tinggi. Pendarahan yang abnormal dapat menyebabkan infeksi pada kandungan usia
muda. Resiko infeksi harus segera ditangani untuk demi kesesalamatan kandungan.
3.2 Saran
Kepada ibu hamil disarankan untuk selalu melakukan pemeriksaan kandungan. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala patologis yang sering terjadi saat sedang
mengandung. Apabila terjadi gejala patologis, ibu harus segera melaporkan kepada tenaga medis
agar tidak terjadi hal-hal ang tidak diinginkan terhadap kandungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Betel, C. Atri, M. Dkk. 2006 Sonographic Diagnosis of Gestational Trophoblastic Disease and
Comparison With Retained Products of Conception. J Ultrasound Med:
Farren, H. 1999. Perawatan Maternitas. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Gloria, M. Bulechek. Dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Kidlington: Elsevier
Manauba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Simbolon, Y. W. 2013. Mola Hidatidosa: Laporan Kasus. [serial
online].https://xa.yimg.com/kq/groups/81481944/2132130294/name/YW+Lapsus+mola+hidatid
osa+Mentawai.pdf. [diakses pada 21 Februari 2017].
Stright, B. R. 2004. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sue. Moorhead. Dkk. 2013. Nursing Outcame Classification (NOC). Kidlington: Elsevier
Yulaikhah, L. 2008. Kehamilan : Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

By: Mr. Salman Farisi


Nb: untuk tabel silakan edit sendiri :)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN MOLA HIDATIDOSA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang
optimal. Angka kematian ibu pada tahun 1994 di Indonesia tercatat 390 ibu per 100.000
kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka
kematian ibu dengan kehamilan di Indonesia termasuk tinggi di Asia. Pada setiap 2 jam
terdapat satu ibu yang meninggal karena melahirkan. Propinsi penyumbang kasus kematian ibu
dengan kehamilan terbesar ialah Papua 730 per 100.000 kelahiran, Nusa Tenggara Barat 370
per 100.000 kelahiran, Maluku 340 per 100.000. (Warta Demografi, tahun 2000).
Frekuensi mola pada umumnya pada wanita di asia lebih tinggi (1 atas 120 kehamilan)
daripada wanita di negara-negara barat (1 atas 2000 kehamilan).

Menurut Drake tahun 2006, insiden terjadi kehamilan mola yaitu 1-2 kehamilan per
1000 kelahiran di Amerika Serikat dan Eropa. Sedangkan di Korea Selatan insiden kehamilan
mola yaitu 40 kehamilan per 1000 kelahiran (Kim, 2004). Secara etnis wanita Filipina, Asia
Tenggara dan Meksiko, lebih sering menderita mola daripada wanita kulit putih Amerika.
Faktor risiko terjadinya mola yaitu usia ibu yang sangat muda (belasan tahun) dan usia 36
hingga 40 tahun. Wanita dengan usia lebih dari 40 tahun memiliki risiko 7.5 kali lebih tinggi
menderita kehamilan mola, hal ini dikaitkan dengan kualitas sel telur yang kurang baik pada
wanita usia tersebut.

Dari data di atas diatas meskipun ada kecenderungan menurun, tapi angka kematian ibu
(AKI) penduduk Indonesia masih relatif tinggi yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup tahun
2003. Tingginya angka kematian ibu diantaranya disebabkan oleh beberapa faktor meliputi:
perdarahan, toxemia gravidarum, dan infeksi. Salah satu dari ketiga faktor tersebut adalah
perdarahan dan perdarahan dapat terjadi pada wanita dengan mola hidatidosa.Melihat
permasalahan diatas untuk mencegah timbulnya masalah yang lebih kompleks pemerintah
melakukan berbagai upaya diantaranya: deteksi dini tanda-tanda kelainan pada kehamilan
lewat antenatal care, pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan kesehatan
maternal disertai dengan pelayanan rujukan terjangkau serta pencanangan gerakan sayang ibu
(GSI). Selain upaya-upaya tersebut diatas disini perawat mempunyai memegang peranan
penting dengan memberikan Asuhan keperawatan secara komprehensif melalui pendekatan
proses keperawatan bio-psiko-sosio kulture yang diantaranya meliputi: perbaikan keadaan
umum pasien, evakuasi jaringan mola dengan tindakan curettage, histerektomi, pengobatan
profilaksis dengan sitostatika serta pengawasan lanjut, Aspek psikososial juga diperlukan dan
dipusatkan pada makna kehilangan bagi si ibu, penjelasan yang seksama diberikan sesuai
komplikasi yang mungkin terjadi di masa depan. Melihat fenomena diatas maka disini penulis
tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Mola Hidatidosa”.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Tujuan umum

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang Mola Hidatidosa dan ASKEP
terkait klien dengan Mola Hidatidosa.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengertian Mola Hidatidosa

b. Untuk mengetahui etiologi dari Mola Hidatidosa

c. Untuk mengetahui manifestasi klinis terkait kasus Mola Hidatidosa

d. Untuk mengetahui patofisiologi terkait Mola Hidatidosa

e. Untuk mengetahui macam pemeriksaan penunjang terkait kasus klien dengan Mola Hidatidosa

f. Untuk mengetahui macam komplikasi yang terjadi terkait kasus Mola Hidatidosa

g. Untuk mengetahui dan melakukan asuhan keperawatan terkait klien dengan kasus Mola Hidatidosa.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya


mengalami perubahan hirofik (Mansjoer, 1999).

Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai
buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini
merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka
vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villi-villi yang membesar
dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus
buah anggur. Jaringan trofoblas pada villi kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang
keras, dan mengeluarkan hormon, yakni Human Chorionic Gonadotrophin(HCG) dalam
jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. (Prawirohardjo, 2007)

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis memgalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1 atau 2 cm. (Prawirohardjo, 2008).

B. Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang menyebabkannya


antara lain:

1. Faktor ovum : Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi


terlambat dikeluarkan.

2. Imunoselektif dari trofoblas

3. Kekurangan Vitamin A
4. Kekurangan Protein

5. Keadaan sosio ekonomi yang rendah.

6. Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas.

C. Klasifikasi

Sesuai dengan derajatnya, mola hidatidosa klasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu mola komplit
dan mola parsialis.

1. Mola Komplit

Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya janin. Pada pemeriksaan
kandungan dijumpai pembesaran rahim tetapi tidak teraba bagian tubuh janin. Hal ini
disebabkan 1 sperma membuahi sel telur dengan gen yang sudah tidak aktif, kemudian
kromosom paternal berkembang menjadi kromosom 46 XX atau 46 XY yang sepenuhnya
merupakan kromosom sang ayah, sehingga didapati perkembangan plasenta tanpa adanya
janin.

2. Mola Parsialis

Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan yang terdapat perkembangan abnormal dari
plasenta tetapi masih didapati janin. Kehamilan mola parsialis biasanya disebabkan karena 2
sperma membuahi 1 sel telur. Hal ini menyebabkan terjadi nya kehamilan triploidi (69 XXX
atau 69 XXY), sehingga selain terjadinya perkembangan plasenta yang abnormal juga disertai
perkembangan janin yang abnormal pula. Janin pada kehamilan mola parsialis biasanya juga
meninggal di dalam rahim karena memiliki kelainan kromosom dan kelainan kongenital seperti
bibir sumbing dan syndactily. Selain itu mola parsialis juga dapat disebabkan adanya
pembuahan sel telur yang haploid oleh sperma diploid 46 XY yang belum tereduksi.

Secara epidemiologi mola komplit dapat meningkat bila wanita kekurangan carotene dan
defisiensi vitamin A. Sedangkan mola parsialis lebih sering tejadi pada wanita dengan tingkat
pendidikan tinggi, menstruasi yang tidak teratur dan wanita perokok.

D. Manifestasi Klinis

Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:

a. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari kehamilan biasa dan
amenore
b. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.

c. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan


seharusnya.

d. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta
tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

E. Komplikasi

Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:

1. Anemia

2. Syok

3. Preeklampsi atau Eklampsia

4. Tirotoksikosis

5. Infeksi sekunder.

6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.

7. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma.

F. Patofisiologi

Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista


kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-
kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi
kehamilan ganda, yang dimaksud dengan mola kehamilan ganda adalah : satu janin tumbuh
dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang
kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan
gelembung - gelembung mola.

Secara mikroskopik terlihat trias :

1. Proliferasi dari trofoblas.


2. Degenerasi hidropik dari stroma villi.

3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.

Sel - sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan adanya sel
sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan
kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih ( 25-60%). Kista lutein akan berangsur -
angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

Faktor ovum

Mengalami
keterlambatan dalam
pengeluaran

G. Pemeriksaan penunjang

Untuk mengetahui secara pasti adanya mola hidatidosa, maka pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan yaitu :

1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan
uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah
pengenceran (titrasi):

a. Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.

b. Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau


hamil kembar.
Bahkan pada mola hidatidosa, uji biologik atau imunologik cairan serebrospinal dapat
menjadi positif.

2. Pemeriksaan dalam

Pastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik.

3. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati -
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).

4. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin (pada


kehamilan 3-4 bulan).

5. Arteriogram khusus pelvis

6. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak
terlihat janin.

Penatalaksanaan

1. Terapi

a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital
untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;
barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi sisanya dengan
kuretase.

b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:

1). Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam.

2). Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau sintosinon );
cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati - hati.
Pakailah cunam ovum yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru
bagian - bagian lainnya pada kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan
sebanyak mungkin, tak usah terlalu bersih.
3). Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero - vaginal selama 24
jam.

c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2


porsi:

1). Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.

2). Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.

d. Berikan obat - obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan


umum penderita.

e. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk


membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk
pemeriksaan laboratorium.

f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,
ada beberapa institut yang melakukan histerotomia untuk
mengeluarkan isi rahim ( mola).

g.. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola)
: usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat
besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.

2. Periksa ulang ( follow-up )

Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil. Kehamilan,
dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk
mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun:

a. Setiap minggu pada trimester pertama

b. Setiap 2 minggu pada trimester kedua.

c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

Setiap perikas ulang penting diperhatikan :

1). Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll


2). Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo : tentang keadaan servik, uterus cepat
bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil atau tidak dll.

3). Reaksi biologis atau imonologis air seni :

a). Satu kali seminggu sampai hasil negatif

b). Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya

c). Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

d). Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya

Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih
dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor
timbul 34,5 % dalam 6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2
% dalam 1 tahun setelah mola keluar

3. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa

Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada penderita mola dengan
tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena
disatu pihak obat ini tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek
samping dan penyulit yang berat.

H. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktivitas

• Kelemahan.

• Kesulitan ambulasi.

b. Sirkulasi

• Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok).

• Edema jaringan.

c. Eliminasi
• Ketidakmampuan defekasi dan flatus.

• Diare (kadang-kadang).

• Cegukan; distensi abdomen; abdomen diam.

• Penurunan haluan urine, warna gelap.

• Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar
(obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan. Hiperesonan/timpani (ileus); hilang suara pekak
diatas hati (udara bebas dalam abdomen).

d. Cairan

• Anoreksia, mual/muntah; haus.

• Muntah proyektil.

• Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.

e. Kenyamanan / Nyeri

• Nyeri abdomen, Distensi, kaku, nyeri tekan.

f. Pernapasan

• Pernapasan dangkal, takipnea.

g. Keamanan

• Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis); infeksi pasca-melahirkan, abses retroperitoneal.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan agen injuri fisik.

b. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan dan mual
muntah.

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder.
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

 Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka vaskularisasi, dan
edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villi-villi yang membesar dan edematus itu hidup dan
tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada villi
kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni Human
Chorionic Gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.

 Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang menyebabkannya antara lain:

1. Faktor ovum : Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi


terlambat dikeluarkan.

2. Imunoselektif dari trofoblas

3. Kekurangan Vitamin A

4. Kekurangan Protein

5. Keadaan sosio ekonomi yang rendah.

6. Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas.

 Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:

a. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari kehamilan biasa dan
amenore

b. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.

c. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan


seharusnya.

d. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta
tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
 Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti
anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan
jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda, yang dimaksud
dengan mola kehamilan ganda adalah : satu janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa.
Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola
parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola.

Untuk mengetahui secara pasti adanya mola hidatidosa, maka pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan yaitu :

 Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan
uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah
pengenceran (titrasi):

 Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.

 Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau


hamil kembar.

Bahkan pada mola hidatidosa, uji biologik atau imunologik cairan serebrospinal dapat
menjadi positif.

Pemeriksaan dalam

Pastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik.

 Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati -
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).

 Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin (pada


kehamilan 3-4 bulan).

 Arteriogram khusus pelvis

 Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak
terlihat janin.

B. SARAN
 Bagi perawat

Diharapkan bagi perawat agar menungkatkan keterampilan dalam membarikan praktik asuhan
keperawatan serta pengetahuannya khususnya tentang penyakit Mola Hidatidosa sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang maksimal dan dapat menjadi edukator bagi klien maupun
keluarganya.

 Bagi mahasiswa

Dengan adanya makalah ini diharapkan bagi mahasiswa agar adapat membantu dalam pembuatan
asuhan keperawatan terutama bagi pasien dengan mola hidatidosa.

Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai tenaga kesehatan lebih memahami
bagaimana gejala dan tanda-tanda terjadinya Mola Hidatidosa serta asuhan keperawatan kepada klien
dengan penyakit Mola Hiodatidosa dan mempermudah masyarakat awam untuk mengetahui tentang
penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan (Edisi Kedua). Jakarta : Tridasa Printer.

Rohmah, Nikmatur dan Saiful Walid. 2009. Proses Keperawatan:Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.

JNPKKR-POGI. (2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Rustam Mochtar. (1992). Sinopsis Obstetri Jilid I, EGC, Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Ilmu Kebidanan (Edisi Keempat). Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Askep Mola Hidatidosa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kehamilan ialah hasil dari konsepsi atau pembuahan setelah melakukan
senggama yang ditandai dengan perubahan fisiologis yang pada hakekatnya terjadi
pada seluruh sistem organ, masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya
janin.Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu/9 bulan 7 hari) dihitung dari
HPHT (hari pertama haid terakhir). Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester yaitu
trimester pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, trimester kedua dari bulan
ke-4 sampai 6 bulan. Trimester ketiga dari bulan ke-7 sampai 9 bulan. Kehamilan
melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta perubahan sosial di
dalam keluarga. Di dalam kehamilan juga banyak terjadi proses patofisiologi yang
terjadi, di dalam asuhan keperawatan ini akan dibahas tentang perdarahan pada
kehamilan muda.
Diantaranya adalah mola hidatidosa atau orang awam menyebutnya dengan
hamil anggur. Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi kanalis mengalami perubahan
hidropik. Dalam hal sedemikian disebut mola hidatidosa atau complete mole,
sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau partial
mole.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini :
1. Apa definisi Mola Hidatidosa?
2. Apa etiologi dari Mola Hidatidosa?
3. Apa manifestasi klinis dari Mola Hidatidosa?
4. Bagaimana patofisiologi dari Mola Hidatidosa?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari Mola Hidatidosa?
6. Apa pemeriksaan penunjang dari Mola Hidatidosa?
7. Apa saja komplikasi dari Mola Hidatidosa?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari Mola Hidatidosa?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas
Sistem Reproduksi yang berjudul ”Askep Mola Hidatidosa”.Tujuan khusus penulisan
makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan
masalah agar penulis ataupun pembaca tentang konsep anemia aplastik serta proses
keperawatan dan pengkajiannya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili
khoriolisnya mengalami degenerasi hidrofik yang menyerupai anggur. (FK. UNPAD,
2005)
Mola Hidatidosa adalah penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan
kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh villi khorialis mengalami perubahan
hirofik. (Manuaba, 1998)
Mola Hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi khorialis mengalami hidrofik. (Sarwono
Prawirohardjo, 1999)
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot khorion (chorionic villi) yang tumbuh
berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan
sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan karena itu disebut hamil anggur
atau mata ikan. (Rustam Mochtar, 1993)
Mola Hidatidosa adalah keadaan patologi dari khorion dengan sifat degenerasi
kistik villi dan perubahan hidrofik, tidak ada pembuluh darah janin, dan proliferasi
trofoblas. (Balai penerbit FKUI)
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus
korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi
villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang
diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002)
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi
kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik. (Mansjoer, Arif, dkk, 2001)
Mola Hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat
proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991)
Mola Hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales,
disertai proliferasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk
fetus. (Soekojo, Saleh, 1973)
Mola Hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi
sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan
mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar
human chorionic gonadotropin (hCG). (Hamilton, C. Mary, 1995)
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh
bergandang berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan
sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak
(benigna) (Mochtar, 2000).
Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal dengan ciri-ciri Stroma villus korialis
langka vaskularisasi dan edematous (Prawirohardjo, 1999).
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hirofik (Mansjoer, 1999).
Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari plasenta
akibat kesalahan pertemuan ovum dan sperma sewaktu fertilisasi (Sarwono
Prawirohardjo, 2003).
Kehamilan mola merupakan komplikasi dan penyulit kehamilan pada trimester
satu. Hasil konsepsi pada kehamilan mola tidak berkembang menjadi embrio setelah
pembuahan tetapi terjadi villi koriales disertai dengan degenerasi hidropik. Rahim
menjadi lunak dan berkembang lebih cepat dari usia kehamilan yang normal, tidak
dijumpai adanya janin, dan rongga rahim hanya terisi oleh jaringan seperti buah
anggur. Kehamilan mola hidatidosa disebut juga dengan kehamilan anggur.
Mola hidatidosa adalah penyakit neoplasma yang jinak berasal dari kelainan
pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi
kristik villi dan perubahan hidropik sehingga tampak membengkak, edomatous, dan
vaksikuler (Benigna).Kehamilan mola hidatidosa ditemukan pada wanita dalam masa
reproduksi dan multiparitas. Kejadian kehamilan mola hidatidosa di rumah sakit besar
Indonesia berkisar 1 dari 80 kehamilan. Sedangkan di negara barat prevalensinya
adalah 1 : 200 atau 2000 kehamilan.

B. Etiologi
Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri, penyebab
mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi
penyebab adalah:
1. Faktor Ovum
Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum
memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam
pembuahan.
2. Keadaan Sosial Ekonomi yang Rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan
sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh
kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan
janinnya.
3. Paritas Tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma
kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dan
penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal).
4. Kekurangan Protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan
dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada ibu, keperluan akan
zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam
makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari normal.
5. Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau
adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit
(desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau virus) yang
masuk virulensinya serta daya tahan tubuh.

C. Manifestasi Klinis
Kebanyakan wanita dengan kehamilan mola juga mengalami reaksi kehamilan
seperti wanita hamil normal.
1. Mengalami perdarahan bercak coklat gelap pada akhir trimester pertama.
2. Hipertensi dan hiperemesis akibat kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu.
3. Inspeksi pada muka dan badan tampak pucat kekuning-kuningan atau disebut muka
mola (mola face).
4. Pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan,
tidak ditemukan ballotemen dan denyut jantung janin, keluar jaringan mola.
5. Kadar HCG tinggi dan tiroksin plasma juga mengalami peningkatan.
6. Pemeriksaan USG terdapat gambaran vesikular (badai salju) dan tidak terlihat janin.

D. Klasifikasi Mola Hidatidosa


Kehamilan mola hidatidosa dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Mola hidatidosa lengkap
Mola hidatidosa lengkap apabila vili hidropik, tidak ada janin dan membran,
kromosom maternal haploid dan paternal 2 haploid.
2. Mola hidatidosa parsial
Mola hidatidosa parsial apabila janin tidak teridentifikasi, campuran villi hidropik dan
normal, kromosom paternal diploid
3. Mola hidatidosa invasif
Mola hidatidosa invasif apabila korioadenoma destruen, menginvasi miometrium,
terdiagnosis 6 bulan pasca evakuasi mola.
E. PATOFISIOLOGI
Penyakit trofoblastik gestasional (GTD) terjadi ketika diferensiasi sel
normal dalam blastokis berhenti dan sel trofoblastik berpoliferasi. Poliferasi
trofoblas mengakibatkan peningkatan kadar HCG. Mola hidatidosa komplit terjadi
ketika ovum tidak mengandung kromosom dan sperma mereplikasi kromosomnya
sendiri ke dalam zigot abnormal. Gambaran mikroskopik kehamilan mola hidatidosa
antara lain proliferasi trofoblas, degenerasi hidopik dari stroma villi, serta
terlambatnya pembuluh darah dan stroma.
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui secara pasti adanya molahidatidosa, maka pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan yaitu :
1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan uji imunologik
(galli mainini dan planotest) akan positif setelah pengenceran (titrasi):
a. Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
b. Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau hamil kembar.
Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan
serebrospinal dapat menjadi positif.
2. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,
terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi
keadaan servik.
a. Uji sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan – pelan dan hati -hati ke dalam
kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah
ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan kemungkinan mola (cara Acosta-
Sison).
b. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang – tulang janin (pada kehamilan 3-4
bulan).
c. Arteriogram khusus pelvis
d. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak
terlihat janin.

G. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan evaluasi.
1. Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan perbaiki
keadaan umum terlebih dahulu;
2. Kuretase dilakukan setelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti;
3. Pemeriksaan dan pemantauan kadar HCG (Human Chorionic Gonadotrophin) pasca
kuretase perlu dilakukan mengingat kemungkinan terjadi keganasan;
4. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar HCG (Human Chorionic
Gonadotrophin) normal, dan
5. Pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul akibat kehamilan mola hidatidosa adalah:
1. Perdarahan hebat sampai syok;
2. Perdarahan berulang;
3. Anemia;
4. Infeksi sekunder;
5. Perforasi karena tindakan dan keganasan, dan
6. Keganasan apabila terjadi mola destruens/ koriokarsinoma.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya
perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
 Riwayat kesehatan sekarang
Yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian
seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari
usia kehamilan.
 Riwayat kesehatan masa lalu :
 Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan,
oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
 Riwayat penyakit yang pernah dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi,
masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
 Riwayat kesehatan keluarga.
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi
mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
 Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau,
warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta
keluahan yang menyertainya.
 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga
saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
 Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan
serta
keluahn yang menyertainya.
 Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan
jenis obat lainnya.
 Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK),
istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit

d. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada
penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu. Hal yang
diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna,
laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya
keterbatasan fifik, dan seterusnya.
b) Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari. Sentuhan
: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur
kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus. Tekanan : menentukan karakter
nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk
mengamati turgor. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal.
c) Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan
tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada
dibawahnya. Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi. Menggunakan palu perkusi
: ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa
refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.
d) Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bantuan stetoskop
dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar :
mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi
jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. (Johnson &
Taylor, 2005)

e. Pemeriksaan Laboraturium
Pemeriksaan laboratorium :
a) Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear.
b) Keluarga berencana
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien
menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
f. Data lain-lain
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.
g. Data psikososial
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal
yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
h. Status sosio-ekonom
Kaji masalah finansial klien
i. Data spiritual
Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang
biasa dilakukan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder.
4. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan.
5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri.
Tujuan : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang.
KH :
 Klien mengatakan nyeri berkurang.
 Ekspresi wajah tenang .
 TTV dalam batas waktu normal.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri 1. Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan
yang dirasakan klien. sehingga dapat membantu menentukan
intervensi yang tepat.
2. Observasi tanda-tanda vital. 2. Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu
dan nadi merupakan salah satu indikasi
peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.
3. Teknik relaksasi dapat membuat klien
3. Anjurkan klien untuk melakukan teknik merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat
relaksasi & teknik distraksi. mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri
sehingga dapat membantu mengurangi nyeri
yang dirasakan.
4. Posisi yang nyaman dapat menghindarkan
4. Beri posisi yang nyaman. penekanan pada area luka/nyeri.
5. Obat-obat analgetik akan memblok reseptor
nyeri sehingga nyeri tidak dapat
5. Kolaborasi pemberian analgetik. dipersepsikan.

2. Diagnosa 2 : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah
maupun kualitas.
KH :
 TTV stabil
 Membran mukosa lembab
 Turgor kulit baik
Intervensi Rasional
1. Kaji kondisi status hemodinamika. 1. Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat
abortus memiliki karekteristik bervariasi.
2. Mengetahui tanda hipovolume (perdarahan).
2. Observasi Nadi dan Tensi. 3. Mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit dan transfusi.
3. Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi. 4. Jumlah cairan ditentukan dari jumlah
4. Ukur pengeluaran harian. kebutuhan harian ditambah dengan jumlah
cairan yang hilang pervaginal.
5. Menghindari perdarahan spontan karena
5. .Nilai hasil lab. Hb/Ht. proliferasi sel darah merah.

3. Diagnosa 3 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan


sekunder.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
KH : tidak ada tanda-tanda infeksi.

Intervensi Rasional
1. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar1. Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji
; jumlah, warna, dan bau. setiap saat dischart keluar. Adanya warna
yang lebih gelap disertai bau tidak enak
mungkin merupakan tanda infeksi.
2. Infeksi dapat timbul akibat kurangnya
2. Terangkan pada klien pentingnya kebersihan genital yang lebih luar.
perawatan vulva selama masa perdarahan.
3. Lakukan pemeriksaan biakan pada3. Berbagai kuman dapat teridentifikasi
dischart. melalui dischart.
4. Lakukan perawatan vulva. 4. Inkubasi kuman pada area genital yang
relatif cepat dapat menyebabkan infeksi.
5. Jelaskan pada klien cara mengidentifikasi5. Berbagai manifestasi klinik dapat menjadi
tanda infeksi. tanda nonspesifik infeksi; demam dan
peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan
gejala infeksi.

4. Diagnosa 4 : Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan.


Tujuan : Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit
meningkat.
KH :
 Klien tenang.
 Klien dapat informasi tentang penyakitnya.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien1. Ketidaktahuan dapat menjadi dasar
dan keluarga terhadap penyakit. peningkatan rasa cemas.
2. Kaji derajat kecemasan yang dialami2. Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan
klien. penurunan penilaian objektif klien tentang
penyakit.
3. Bantu klien mengidentifikasi penyebab
kecemasan.
3. Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan
keperawatan merupakan support yang
mungkin berguna bagi klien dan
4. Terangkan hal-hal seputar Mola meningkatkan kesadaran diri klien
Hidatidosa yang perlu diketahui oleh4. Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi
klien dan keluarga. klien untuk meningkatkan pengetahuan dan
membangnn support system keluarga

5. Diagnosa 5 : Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri dan ADL.
KH :
 Kebutuhan personal hygiene terpenuhi.
 Klien tampak rapi dan bersih.

Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi1. Mengetahui tingkat
rawat diri. kemampuan/ketergantungan klien dalam
merawat diri sehingga dapat membantu
klien memenuhi kebutuhan hygienenya.
2. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan2. Kebutuhan hygienenya klien terpenuhi
sehari-hari. tanpa membuat klien ketergantungan pada
perawat.
3. Anjurkan klien untuk melakukan aktifitas3. Pelaksanaan aktivitas dapat membantu
sesuai kemampuannya. klien untuk mengembalikan kekuatan secara
bertahap dan menambah kemandirian dalam
memenuhi kebutuhannya.
4. Membantu memenuhi kebutuhan klien yang
4. Anjurkan keluarga klien untuk selalu tidak terpenuhi secara mandiri.
berada didekat klien dan membantu
memenuhi kebutuhan klien.

D. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat.

E. Evaluasi
1. Klien tidak merasakan nyeri.
2. Tidak terjadi defisit volume cairan.
3. Tidak terjadi infeksi.
4. Klien sudah tidak merasa cemas.
5. Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hamil anggur atau yang dalam dunia medis dikenal sebagai mola hidatidosa
adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar. Di dalam rahim tidak
ditemukan janin, melainkan jaringan berbentuk gelembung-gelembung seperti buah
anggur yang berisi cairan.
Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi kanalis mengalami perubahan hidropik.
Dalam hal sedemikian disebut mola hidatidosa atau complete mole, sedangkan bila
disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau partial mole.

B. Kesimpulan
Saran yang membangun sangat di harapkan demi sempurnanya makalah
kelompok kami.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://amienselalutersenyum.blogspot.com/2013/04/askep-mola-hidotidosa.html.
Diakses tanggal 04 Mei 2014. Pukul 19.00
Anonim. http://wijar1212.blogspot.com/2013/06/laporan-pendahuluan-dan-asuhan_26.html.
Diakses tanggal 04 Mei 2014. Pukul 19.13
Anonim http://istanakeperawatan.blogspot.com/2011/11/asuhan-keprawatan-mola-
hidatidosa.html. Di akses tanggal 04 Mei 2014. Pukul 19.20

Anda mungkin juga menyukai