Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

“MOLA HIDATIDOSA”

Disusun Oleh :
MISUSILAWATI, S.Kep
21330011

YAYASAN PENDIDIKAN DAN KESEHATAN KADER


BANGSA
UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

MOLA HIDATIDOSA

1. Definisi

Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang

tumbuh bergandang berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung

banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu

disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma

trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).

Molahidatidosa ialah kehamilan abnormal dengan ciri-ciri Stroma villus

korialis langka vaskularisasi dan edematous (Prawirohardjo, 1999).

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hamper seluruh vili

korialisnya mengalami perubahan hirofik (Mansjoer, 1999).

2. Anatomi fisiologi
Anatomi Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak

dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut

miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut

endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus,

letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak

memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian

bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke

dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di

setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm

dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164).

Uterus terbagi menjadi 3 bagian yaitu :

1. Fundus : bagian lambung diatas muara tuba uterine

2. Badan Uterus : melebar dari fundus ke serviks

3. Isthmus : terletak antara badan dan serviks

Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks

bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan

bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna.

Ligamentum pada uterus : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui

annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10

– 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi

peritoneum.Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya,


membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum

membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix

posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-

vaginal.

Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh

badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya

terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang

berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.

3. Etiologi

Penyebab molahidatidos tidak diketahui,faktor-faktor yanmenyebabkannya

antara lain

1. Faktor ovum  :  Ovum memang sudah patologik sehingga mati,

tapi

terlambat dikeluarkan.

2. Imunoselektif dari trofoblas

3. Keadaan sosio ekonomi yang rendah

4. Paritas tinggi

5. Kekurangan protein

6. Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas


4. Patofisiologi

Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan

kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio.

Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta

dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu janin

tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya

bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola

parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung – gelembung mola.

Secara mikroskopik terlihat trias :

1. Proliferasi dari trofoblas

2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban

3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma

Sel – sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan

adanya sel sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak

kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau iebih

( 25-60%). Kista lutein akan berangsur – angsur mengecil dan kemudian hilang

setelah mola hidatidosa sembuh.


5. Pathway
6. Manifestasi Klinis

Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai

berikut:

a. Terdapat gejala – gejala hamil muda yang kadang – kadang lebih nyata

dari kehamilan biasa dan amenore

b. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak

teratur, warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.

c.  Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan

seharusnya.

d. Tidak teraba bagian – bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin

serta tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

7. Komplikasi

Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai

berikut:

1. Anemia

2. Syok

3. Preeklampsi atau Eklampsia

4. Tirotoksikosis

5. Infeksi sekunder.

6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.

7.
8.Pemeriksaan penunjang

Untuk mengetahui secara pasti adanya molahidatidosa, maka pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan yaitu :

1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan

uji imunologik ( galli mainini  dan planotest  )  akan  positif setelah

pengenceran (titrasi):

a. Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.

b. Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau

hamil kembar.

Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan

serebrospinal dapat menjadi positif.

2.  Pemeriksaan dalam

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian

janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan

vagina, serta evaluasi keadaan servik.

1. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan – pelan

dan hati –

hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada

tahanan,

sonde  diputar  setelah  ditarik  sedikit,   bila tetap  tidak  ada


tahanan

kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).

2. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang – tulang janin

( pada kehamilan 3-4 bulan).

3. Arteriogram khusus pelvis

Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan

bayangan badai salju dan tidak

terlihat janin.

9. Penatalaksanaan

1. Terapi

a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan

perbaiki  keadaan umum penderita dengan pemberian  cairan dan

transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital

untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;

barulah dengan tenang dan hati – hati evaluasi  sisanya dengan

kuretase.

b.  Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:

1). Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan

selama 12 jam.

2). Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin

( pitosin atau sintosinon ); cabut laminaria, kemudian setelah itu


lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati – hati. Pakailah

cunam ovum yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu

bagian tengah baru bagian – bagian lainnya pada kavum uteri. Pada

kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin, tak

usah terlalu bersih.

3). Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan

tampon utero – vaginal selama 24 jam.

c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo – patologik dalam 2

porsi:

1). Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.

2). Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.

d. Berikan obat – obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan

umum penderita.

e. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk

membersihkan  sisa-sisa jaringan,   dan  kirim  lagi   hasilnya  untuk

pemeriksaan laboratorium.

f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,

ada    beberapa    institut    yang    melakukan    histerotomia    untuk

mengeluarkan isi rahim ( mola).

g. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola)

: usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat

besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.


2. Periksa ulang ( follow-up )

Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai

kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif

akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal

periksa ulang selama 2-3 tahun:

a. Setiap minggu pada triwulan pertama

b. Setiap 2 minggu pada triwulan kedua.

c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

Setiap perikas ulang penting diperhatikan :

1). Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll

2). Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo : tentang

keadaan servik, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista lutein

bertambah kecil atau tidak dll.

3). Reaksi biologis atau imonologis air seni :

a). Satu kali seminggu sampai hasil negatif

b). Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya

c). Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

d). Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya


3. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa

Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada

penderita mola dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan.

Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak obat ini

tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek

samping dan penyulit yang berta.

Beberapa penulis menganjurkan pemberian MTX bila :

a. Pengamatan lanjutan sukar dilakukan

b. Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa

tetap positif

c. Pada high risk mola.


Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktivitas

 Kelemahan.

 Kesulitan ambulasi.

b. Sirkulasi

 Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok).

 Edema jaringan.

c. ELIMINASI

 Ketidakmampuan defekasi dan flatus.

 Diare (kadang-kadang).

 Cegukan; distensi abdomen; aabdomen diam.

 Penurunan haluan urine, warna gelap.

 Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul, bising

usus kasar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan.

Hiperesonan/timpani (ileus); hilang suara pekak diatas hati (udara

bebas dalam abdomen).

d.Cairan

 Anoreksia, mual/muntah; haus.

 Muntah proyektil.

 Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.

e. Kenyamanan/Nyeri
 Nyeri abdomen, Distensi, kaku, nyeri tekan.

f. Pernapasan

 Pernapasan dangkal, takipnea.

g. Keamanan

 Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis); infeksi pasca-melahirkan,

abses retroperitoneal.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan

perdarahan.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat

pertahanan sekunder.

3. Gangguan   rasa   nyaman   (nyeri)   berhubungan   dengan  

kerusakan  jaringan intrauteri.

4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan.

3. Rencana Intervensi

Intervensi Keperawatan :

1. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan

Tujuan     :

Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik

jumlah maupun kualitas.


Kriteria Hasil :

– TTV stabil

– Membran mukosa lembab

– Turgor kulit baik

Intervensi :

a. Kaji kondisi status hemodinamika

Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki

karekteristik bervariasi

b. Ukur pengeluaran harian

Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah

dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal

c. Catat haluaran dan pemasukan

Rasional : Mengetahui penurunanan sirkulasi terhadap destruksi sel darah merah.

d. Observasi Nadi dan Tensi

Rasional: Mengetahui tanda hipovolume (perdarahan).

e. Berikan diet halus

Rasional: Memudahkan penyerapan diet

f. Nilai hasil lab. HB/HT


Rasional : Menghindari perdarahan spontan karena proliferasi sel darah merah.

g. Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi

Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan transfusi.

h.    Evaluasi status hemodinamika

Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan

sekunder.

Tujuan     :

Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan

Kriteria hasil :

–  TTV  dbn

–  Ekspresi tenang

–  Hasil lab dbn

Intervensi:

a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau

Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart

keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin

merupakan tanda infeksi


b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan

Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih

luar

c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart

Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart

d. Lakukan perawatan vulva

Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat

menyebabkan infeksi.

e. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda infeksi

Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi;

demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala

infeksi

f. Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama selama masa

perdarahan

Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu;

senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi

system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi

pada pasangan.

g. Batasi pengunjung dan ajari pengunjung untuk mencuci tangan yang baik.

Rasional: Mencegah cross infeksi.


h. Observasi suhu tubuh.

Rasional: Mengetahui infeksi lanjut.

i. Berikan obat sesuai terapi

Rasional: Antibiotika profilaktik atau pengobatan

3. Gangguan  rasa  nyaman:  Nyeri  berhubungan  dengan     kerusakan jaringan

intrauteri

Tujuan :

Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami

Kriteria Hasil :

– Klien mengungkapkan nyeri hilang / berkurang

– Tampak rileks

– Mampu istirahat dengan tepat

Intervensi:

a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien

Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala

maupun diskripsi.

b.Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya

Rasional : Meningkatkan   koping   klien   dalam   melakukan   guidance

mengatasi nyeri
c. Kolaborasi pemberian analgetika

Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan

pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum

luas/spesifik 

4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan

Tujuan :

Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit

meningkat

Kriteria Hasil :

–  Klien tenang

–  Klien dapat informasi tentang penyakitnya

Intervensi:

a. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit.

Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas.

b. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien.

Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penilaian

objektif klien tentang penyakit.

c. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan.


Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan

support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan

kesadaran diri klien.

d. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama.

Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi

menurunkan kecemasan.

e. Terangkan hal-hal seputar Mola Hidatidosa yang perlu diketahui oleh klien dan

keluarga.

Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk

meningkatkan pengetahuan dan membangnn support system

keluarga; 1

 
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. (1981). Obstetri Patologi, Elstar

Offset, Bandung.

JNPKKR-POGI. (2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Marilynn E.Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Rustam Mochtar. (1992). Sinopsis Obstetri Jilid I, EGC, Jakarta.

Sarwono Prawirohardjo. (1999). Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Wong, Dona L& Perry, Shanon W. (1998). Maternal Child Nursing Care, Mosby

Year Book Co., Philadelphia.

_____, Protap Pelayanan Kebidanan RSUD Dr. Sutomo Surabaya, Surabaya

Anda mungkin juga menyukai