Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN MOLA HIDATIDOSA

A. PENGERTIAN
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka
vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villi-villi yang membesar
dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus
buah anggur. Jaringan trofoblas pada villi kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-
kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni Human Chorionic Gonadotrophin (HCG)
dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. (Prawirohardjo, 2007)
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis memgalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. (Prawirohardjo, 2008).

B. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang
menyebabkannya antara lain:
1. Faktor ovum : Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi
terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari trofoblas
3. Kekurangan Vitamin A
4. Kekurangan Protein
5. Keadaan sosio ekonomi yang rendah.
6. Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas.
C. KLASIFIKASI
Sesuai dengan derajatnya, mola hidatidosa klasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu mola
komplit dan mola parsialis.
1. Mola Komplit
Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya janin. Pada pemeriksaan
kandungan dijumpai pembesaran rahim tetapi tidak teraba bagian tubuh janin. Hal ini
disebabkan 1 sperma membuahi sel telur dengan gen yang sudah tidak aktif,
kemudian kromosom paternal berkembang menjadi kromosom 46 XX atau 46 XY
yang sepenuhnya merupakan kromosom sang ayah, sehingga didapati perkembangan
plasenta tanpa adanya janin.
2. Mola Parsialis
Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan yang terdapat perkembangan abnormal
dari plasenta tetapi masih didapati janin. Kehamilan mola parsialis biasanya
disebabkan karena 2 sperma membuahi 1 sel telur. Hal ini menyebabkan terjadi nya
kehamilan triploidi (69 XXX atau 69 XXY), sehingga selain terjadinya perkembangan
plasenta yang abnormal juga disertai perkembangan janin yang abnormal pula. Janin
pada kehamilan mola parsialis biasanya juga meninggal di dalam rahim karena
memiliki kelainan kromosom dan kelainan kongenital seperti bibir sumbing dan
syndactily. Selain itu mola parsialis juga dapat disebabkan adanya pembuahan sel
telur yang haploid oleh sperma diploid 46 XY yang belum tereduksi.
Secara epidemiologi mola komplit dapat meningkat bila wanita kekurangan carotene dan
defisiensi vitamin A. Sedangkan mola parsialis lebih sering tejadi pada wanita dengan tingkat
pendidikan tinggi, menstruasi yang tidak teratur dan wanita perokok.

D. MANIFESTASI KLINIS
Pada stadium awal, tanda dan gejal mola hidatidosa tidak dapat dibedakan dari kehamilan
normal, kemudian perdarahan pervagina terjadi pada hampir setiap kasus. Pengeluaran
pervagina mungkin berwarna coklat tua (menyerupai juice prune) atau merah terang,
jumlahnya sedikit-sedikit atau banyak, itu berlangsung hanya beberapa hari atau terus-
menerus untuk beberapa minggu. Pada awal kehamilan beberapa wanita mempunyai uterus
lebih besar dari pada perkiraan menstruasi berakhir, kira-kira 25% wanita akan mempunyai
uterus lebih kecil dari perkiraan menstruasi terakhir.
Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:
1. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari kehamilan
biasa dan amenore
2. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
3. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan
seharusnya.
4. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta tidak
terdengar bunyi denyut jantung janin.

E. KOMPLIKASI
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:
1. Anemia
2. Syok
3. Preeklampsi atau Eklampsia
4. Tirotoksikosis
5. Infeksi sekunder.
6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
7. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma.

F. PATOFISIOLOGI
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista
kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic
kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi
kehamilan ganda, yang dimaksud dengan mola kehamilan ganda adalah : satu janin tumbuh
dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari
yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan
gelembung - gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias
1. Proliferasi dari trofoblas.
2. Degenerasi hidropik dari stroma villi.
3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Sel - sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan adanya sel
sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium
dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih ( 25-60%). Kista lutein akan
berangsur - angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mengetahui secara pasti adanya mola hidatidosa, maka pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan yaitu :
1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan
uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah
pengenceran (titrasi):
a. Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
b. Galli mainini 1/200(+),maka kemungkinan mola hidatidosa atau
hamil kembar. Bahkan pada mola hidatidosa, uji biologik atau imunologik cairan
serebrospinal dapat menjadi positif.
2. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan
servik.
3. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati -
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
4. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan).
5. Arteriogram khusus pelvis
6. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak
terlihat janin.

H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi
a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital
untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;
barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi sisanya dengan
kuretase.
b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:
a) Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12
jam.
b) Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau
sintosinon ); cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi kavum
uteri dengan hati - hati. Pakailah cunam ovum yang agak besar atau kuret besar :
ambillah dulu bagian tengah baru bagian - bagian lainnya pada kavum uteri.
Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin, tak usah
terlalu bersih.
c) Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero -
vaginal selama 24 jam.
c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2
porsi:
a) Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.
b) Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.
d. Berikan obat - obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan umum
penderita.
e. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk pemeriksaan
laboratorium.
f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,
ada beberapa institut yang melakukan histerotomia untuk mengeluarkan isi
rahim ( mola).
g. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola) : usia lebih
dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar (mola besar) yaitu
setinggi pusat atau lebih.
2. Periksa ulang ( follow-up )
Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil. Kehamilan,
dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan
untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun:
a. Setiap minggu pada trimester pertama
b. Setiap 2 minggu pada trimester kedua.
c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutny
d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap perikas ulang penting diperhatikan :
a) Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll
b) Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo : tentang keadaan servik,
uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil atau tidak dll.
c) Reaksi biologis atau imonologis air seni :
 Satu kali seminggu sampai hasil negative
 Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya
 Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
 Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya
Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat
timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor
timbul 34,5 % dalam 6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta
97,2 % dalam 1 tahun setelah mola keluar
3. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa
Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada penderita mola dengan
tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju pemberian ini,
karena disatu pihak obat ini tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput
dari efek samping dan penyulit yang berat.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik, Perry, 1999. Maternity Nursing, Fifth Edition. New York: J.B.
Lippincott Company.

Doengoes, Marylin, E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Ke-3. Jakarta: EGC.

Farrer, Helen, 1999. Perawatan Maternitas, Edisi Ke-2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Himawan, Sutisna, 1973. Patologi. Jakarta: Bagian Patologi Anatomik. FKUI.

Liewllyn, Derek, Jones. 2001. Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi, Edisi Ke-6 Jakarta:
Hipokrates.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Edisi Ke-3. Jakarta: Buku Kedokteran.
EGC.

Wikajosastro, Hanifa, dkk. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai