Anda di halaman 1dari 23

JUDUL

LAPORAN PENDAHULUAN
ROBEKAN JALAN LAHIR

Disusun oleh:
DIENS NANDA ELA PERMANA
1816011

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANCA BHAKTI


PRODI DIII KEBIDANAN
BANDAR LAMPUNG
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan pendahuluan yang berjudul “ROBEKAN JALAN LAHIR” ini dengan
lancar. Penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Asuhan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal.

Laporan pendahuluan ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang kami
peroleh dari beberapa buku dan situs blog di internet. Tak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Asuhan Kegawat
Daruratan Maternal dan Neonatal atas bimbingan dan arahan dalam penulisan
laporan pendahuluan ini, sehingga dapat diselesaikan dengan semestinya.

Selanjutnya kami menyadari bahwa laporan pendahuluan ini belum


sepenuhnya sempurna. Sehingga saya mengharapkan kritik serta saran yang
membangun guna menambah kualitas serta mutu dari laporan tersebut.kami
berharap semoga laporan pendahuluan ini dapat menambah ilmu dan
wawasan kita semua.

Bandar lampung , oktober 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

JUDUL.....................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B.     Rumusan Masalah.......................................................................................5
C.    Tujuan...........................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
A. PENGERTIAN.............................................................................................6
B. ETIOLOGI....................................................................................................11
C. PATOFISIOLOGI........................................................................................12
D. TANDA DAN GEJALA..............................................................................14
E. PENATALAKSANAAN MEDIS..............................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018 Angka Kematian

Ibu (AKI ) secara umum mengalami penurunan selama periode 1991-2015

dari 390 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun terjadi

kecenderungan penurunan angka kematian ibu, namun tidak berhasil

mencapai target MDGs yang harus dicapai yaitu sebesar 102 per 100.000

kelahiran hidup pada tahun 2015.Hasil supas tahun 2015 memperlihatkan

angka kematian ibu tiga kali lipat dibandingkan target MDGs.

Target penurunan AKI ditentukan melalui tiga model Average Reduction

Rate (ARR) atau angka penurunan rata-rata kematian ibu . Dari ketiga

model tersebut, Kementerian Kesehatan menggunakan model kedua dengan

rata-rata penurunan 5,5% pertahun sebagai target kinerja. Berdasarkan

model tersebut diperkirakan pada tahun 2030 AKI di Indonesia turun

menjadi 131 per 100.000 kelahiran hidup.

Walaupun terjadi kecenderungan penurunan angka kematian ibu, namun

tidak berhasil mencapai target MDGs yang harus dicapai yaitu sebesar 102

per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Hasil supas tahun 2015

memperlihatkan angka kematian ibu tiga kali lipat dibandingkan target

MDGs.

4
Persalinan sering kali mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka-luka

biasanya ringan, tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan

berbahaya. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan

perinium. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum perlu dilakukan

setelah pembedahan pervaginam.

Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul


luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan
tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka
dekat klitoris.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang diatas penulis menarik rumusan
masalah sebagai berikut :
1.      Apakah definisi dari robekan jalan lahir?
2.      Apa penyebab robekan jalan lahir?
3.      Bagaimana tanda-tanda robekan jalan lahir?
4. Bagaimana penatalaksanaan robekan jalan lahir?

C.    Tujuan
Dengan dibuatnya laporan pendahuluan ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami dan membuat asuhan kebidanan persalinan dengan robekan jalan
lahir.
Tujuan dari pembuatan laporan pendahuluan ini, selaian untuk memenuhi
salah satu tugas kuliah adalah :
1.      Untuk mengetahui apa definisi dari robekan jalan lahir.
2.      Untuk mengetahui apa penyebab robekan jalan lahir.
3.      Untuk mengetahui dan memahami bagaimana tanda-tanda robekan jalan
lahir.

5
4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada robekan jalan lahir.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN
1. Robekan Jalan Lahir
Infeksi luka perineum dan luka abdominal adalah peradangan karena
masuknya kuman-kuman ke dalam luka episotomi atau abdomen pada
waktu persalinan dan nifas, dengan tanda-tanda infeksi jaringan sekitar

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan


kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal
dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan lahin terdiri dari :

2. Robekan Perinium

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan


tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya
terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati
pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito bregmatika

Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk


perinium (Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan anus, panjangnya
kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama menopang
perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis terdiri
dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta
selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk

6
otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior,
dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.

Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina dan
rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan
garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah
rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar
diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan
simpisis phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis
transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia
interna dan eksterna (Cunningham, 1995).

Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina
diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus,
muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna.
Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung
utama perinium, sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan
episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada luka
episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang paling sering
ditemukan pada genetalia eksterna.

3. Luka perinium
Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian
perinium dimana muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999). Luka
perinium, dibagi atas 4tingkatan :

1) Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perinium

2) Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea


transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani

3) Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani

7
4) Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum

4. Robekan Serviks

Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depan dan
bibir belakang servik dijepit dengan klem fenster  kemudian serviks
ditariksedidikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan.
Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung untuk
menghentikan perdarahan.

5. Rupture Uteri

Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang


kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri
yang terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam
kavum abdomen.

Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih


banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui
mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan
dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri dan dapat mempercepat
terjadinya rupturauteri.

Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan


atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio
metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul,
partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis
banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada
perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan
tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.

Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada
kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada para

8
metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga
menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi
seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan heat
dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat
perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.

Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat


dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal ) Rupture uteri adalah robeknya dinding
uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya
perioneum visceral.

( Obstetri dan Ginekologi ).

Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara :

1.Menurut waktu terjadinya

a) Ruptur uteri Gravidarum

Waktu sedang hamil

Sering lokasinya pada korpus

b) Ruptur uteri Durante Partum

Waktu melahirkan anak

Ini yang terbanyak

2.Menurut lokasinya:

a. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi

9
b. Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit
dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan
akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya

c. Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsipal
atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap

d. Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina

3. Menurut robeknya peritoneum

a) Ruptur uteri Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut


peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini terjadi hubungan
langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya
peritonitis

b) Ruptur uteri Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek


peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas
ke liglatum

4.Menurut etiologinya

a)Ruptur uteri spontanea

Menurut etiologinya dibagi 2 :

1) Karena dinding rahim yang lemah dan cacat

2) Bekas seksio sesarea

3) Bekas miomectomia

4) Bekas perforasi waktu keratase.

Pembagian rupture uteri menurut robeknya dibagi menjadi :

10
1. Ruptur uteri kompleta

a) Jaringan peritoneum ikut robek

b) Janin terlempar ke ruangan abdomen

c) Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen

d) Mudah terjadi infeksi

2. Ruptura uteri inkompleta

a) Jaringan peritoneum tidak ikut robek

b) Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen

c) Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi

d) Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma

B. ETIOLOGI

1. Robekan perineum

Umumnya terjadi pada persalinan:

a. Kepala janin terlalu cepat lahir


b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c. Jaringan parut pada perineum
d. Distosia bahu
2. Robekan serviks

a. Partus presipitatus

11
b. Trauma krn pemakaian alat-alat operasi

c. Melahirkan kepala pd letak sungsang scr paksa, pembukaan belum lengkap

d. Partus lama

3. Ruptur Uteri

a. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus

b. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang


lama.

c. Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah


uterus ). ( Helen, 2001 )

d. Panggul sempit

e. Letak lintang

f. Hydrosephalus

g. Tumor yg menghalangi jalan lahir

h. Presentasi dahi atau muka

C. PATOFISIOLOGI

1. Robekan Perinium

Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau
dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala
janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan
terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan

12
pendarahan dalam tengkorok janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia
pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.

Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang
daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran
yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak
dilahirkan dengan pembedahan vaginial.

2. Robekan Serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang


multiparaberbeda daripada yang belum pernah melahirkan per vaginam.
Robekan serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan dapat menjalar
ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti
meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu
dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

3. Rupture Uteri

1). Ruptura uteri spontan

a. Terjadi spontan dan seagian besar pada persalinan

b. Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan


ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan

2). Ruptur uteri trumatik

a. Terjadi pada persalinan

13
b. Timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstraksi farsep, ekstraksi
vakum, dll

3). Rupture uteri pada bekas luka uterus

Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.

D. TANDA DAN GEJALA

1. Robekan jalan lahir

Tanda dan Gejala yang selalu ada :

a) Pendarahan segera

b) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir

c) Uterus kontraksi baik

d) Plasenta baik

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada :

a) Pucat

b) Lemah

c) Menggigil

2. Rupture Uteri

Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.

a.Dramatis

14
a. Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat
memuncak

b. Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri

c. Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )

d. Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah
menurun dan nafas pendek ( sesak )

e. Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu

f. Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul

g. Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen


ibu

h. Bagian janin lebih mudah dipalpasi

i. Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak
ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar

j. Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan


disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).

b). Tenang

1) Kemungkinan terjadi muntah

2) Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen

3) Nyeri berat pada suprapubis

4) Kontraksi uterus hipotonik

15
5) Perkembangan persalinan menurun

6) Perasaan ingin pingsan

7) Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )

8) Perdarahan vagina ( kadang-kadang )

9) Tanda-tanda syok progresif

10) Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau
kontraksi mungkin tidak dirasakan

11) DJJ mungkin akan hilang

E. PENATALAKSANAAN MEDIS

A. PENJAHITAN ROBEKAN SERVIKS

a) Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan anti septik
ke vagina dan serviks
b) Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak dibutuhkan
padasebasian besar robekan serviks. Berikan petidin dan diazepam
melalui IV secara perlahan (jangan mencampur obat tersebut dalam
spuit yang sama) atau gunakan ketamin untuk robekan serviks yang
tinggi dan lebar
c) Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk
membantu  mendorong serviks jadi terlihat
d) Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks, jika perlu
e) Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan hati–hati.
Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam berbagai arah
secara perlahan untuk melihat seluruh serviks. Mungkin terdapat
beberapa robekan.

16
f) Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang
catgut kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas
robekan) yang seringkali menjadi sumber pendarahan.
g) Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur
menggunakan benang catgut kromik atau poliglikolik 0.
h) Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan forcep
arteri atau forcep cincin. Pertahankan forcep tetap terpasang selama 4
jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat pendarahan karena upaya
tersebut dapat mempererat pendarahan. Selanjutnya :

1) Setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan dikeluarkan.

2) Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep.

B. PENJAHITAN ROBEKAN VAGINA DAN PERINIUM

Terdapat empat derajat robekan yang bisa terjadi saat pelahiran, yaitu :

1) Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dan jaringan ikat

2) Tingkat II : Robekan mengenai mukosa vagina, jaringan ikat, dan otot


dibawahnya tetapi tidak menenai spingter ani

3) Tingkat III : robekan mengenai trnseksi lengkap dan otot spingter ani

4) Tingkat IV : robekan sampai mukosa rectum.

C. PENJAHITAN ROBEKAN DERAJAT I DAN II

Sebagian besar derajat I menutup secara spontan tanpa dijahit.

1) Tinjau kembali prinsip perawatan secara umum.


2) Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal
dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, jika perlu.

17
3) Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus
berkontraksi.
4) Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
5) Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk memastikan
bahwa tidak terdapat robekan derajat III dan IV.

a) Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus

b) Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.

c) Periksa tonus otot atau kerapatan sfingter

6) Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau DTT


7) Jika spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan derajat III dan IV.
8) Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan

D. PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM DERAJAT III DAN IV

Jahit robekan diruang operasi

a. Tinjau kembali prinsip perawatan umum


b. Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal
dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, ketamin atau anastesi spinal.
Penjahitan dapat dilakukan menggunakn anastesi lokal dengan
lignokain dan petidin serta diazepam melalui IV dengan perlahan
( jangan mencampurdengan spuit yang sama ) jika semua tepi robekan
dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang terjadi.
c. Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus
berkontraksi.
d. Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
e. Untuk melihat apakah spingter ani robek.

18
1) Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus

2) Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.

3) Periksa permukaan rektum dan perhatikan robekan dengan cermat.

f. Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT


g. Oleskan larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi fekal, jika
ada.
h. Pastikan bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-obatan terkait.
i. Masukan sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5 % kebawah mukosa
vagina, kebah kulit perineum dan ke otot perinatal yang dalam.
j. Pada akhir penyuntikan, tunggu selama dua menit kemudian jepit area
robekan denagn forcep. Jika ibu dapat merasakan jepitan tsb, tunggu
dua menit  algi kemudian lakukan tes ulang.
k. Jahit rektum dengan jahitan putus-putus mengguanakan benang 3-0
atau 4-0 dengan jarak 0,5 cm untuk menyatukan mukosa.
l. Jika spingter robek

1) Pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis ( sfingter akan


beretraksi jika robek ). Selubung fasia disekitar sfingter kuat dan
tidak robek jika ditarik dengan klem.

2) Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan


benang 2-0.

m. Oleskan kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.


n. Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan untuk
memastikan penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan benar.
Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT.
o. Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit.

19
E. PERBAIKAN RUPTURE UTERUS

a. Tinjau kembali indikasi.


b. Tinjau kembali prinsip prawatan umum, prinsipperawatan operasi dan
pasang infus IV.
c. Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis.

1) Ampisilin 2g melalui IV.

2) Atau sefazolin 1g melalui IV.

d. Buka abdomen

1) Buat insisi vertikalgaris tengah dibawah umbilikus sampai kerambut


pubis melalui kulit sampai di fasia.

2) Buat insisi vertikal 2-3 cm di fasia.

3) Pegang tepi fasia dengan forcep dan perpanjang insisi keatas dan
kebawah dengan menggunakan gunting.

4) Gunakan jari atau gunting untuk memisahkan otot rektus (otot dinding
abdomen )

5) Gunakan jari untuk membuka peritoneum dekat umbilikus. Gunakan


gunting untuk memperpanjang insisi ke atas dan ke bawah guna
melihat seluruh uterus. Gunakan gunting untuk memisahkan lapisan
peritoneum dan membuka bagian bawah peritoneum dengan hati-hati
guna mencegah cedera kandung kemih.

6) Periksa area rupture pada abdomen dan uterus dan keluarkan bekuan
darah.

7)  Letakkan retraktor abdomen.

20
a) Lahirkan bayi dan plasenta.
b) Infuskan oksitoksin 20 unit dalam 1L cairan IV ( salin normal atau laktat
ringer ) dengan kecepatan 60 tetes permenit sampai uterus berkontraksi,
kemudian kurangi menjadi 20 tetes permenit.
c) Angkat uterus keluar panggul untukmelihat luasnya cedera.
d) Periksa bagian depan dan belakang uterus.
e) Pegang tepi pendarahan uterus denganklem Green Armytage ( forcep
cincin)
f) Pisahkan kandungan kemih dari segmen bawah uterus dengan diseksi
tumpul atau tajam. Jika kandung kemih memiliki jaringan parut sampai
uterus, gunakan gunting runcing.

F. RUPTURE SAMPAI SERVIKS DAN VAGINA

a) Jika uterus robek sampai serviks dan vagina, mobilisasi kandung kemih
minimal 2cm dibawah robekan.
b) Jika memungkinkan, buat jahitan sepanjang 2cm diatas bagian bawah
robekan serviks dan pertahankan traksi pada jahitan untuk
memperlihatkan bagian-bagian robekan jika perbaikan dilanjutkan.

G. RUPTURE MELUAS SECARA LATERAL SAMPAI ARTERIA


UTERINA

a) Jika rupture meluas secara lateral sampai mencederai satu atau kedua
arteri uterina, ikat arteri yang cedera.
b) Identifikasi arteri dan ureter sebelum mengikat pembuluh darah uterus.

H. RUPTURE DENGAN HEMATOMA LIGAMENTUM LATUM UTERI

21
a) Jika rupture uterus menimbulkan hematoma pada ligamentum latum
uteri, pasang klem, potong dan ikat ligamentum teres uteri.
b) Buka bagian anterior ligamentum atum uteri.
c) Buat drain hematoma secara manual, bila perlu.
d) Inspeksi area rupture secara cermat untuk mengetahui adanya cedera
pada arteria uterina atau cabang-cabangnya. Ikat setiap pembuluh
darah yang mengalami pendarahan.

I. PENJAHITAN ROBEKAN UTERUS

a) Jahit robekan dengan jahitan jelujur mengunci (continous locking )


menggunakan benang catgut kromik (atau poliglikolik)0. Jika
perdarahan tidak terkandali atau jika ruptur melalui insisi klasik atau
insisi vertikal terdahulu, buat jahitan lapisan kedua.
b) Jika rupture terlalu luas untuk dijahit, tindak lanjuti dengan histerektomi.
c) Kontrol pendarahan dalam, gunakan jahitan berbentuk angka delapan.
d) Jika ibu meminta ligasi tuba, lakukan prosedur tsb pada saat ini.
e) Pasang drain abdomen
f) Tutup abdomen.

a. Pastikan tidak ada pendarahan. Keluarkan bekuan darah dengan


menggunakan spons.

b. Pada semua kasus, periksa adanya cedera pada kandung kemih. Jka
teridentifikasi adanya cedera kandung kemih, perbaiki cedera tsb.

c. Tutup fasia engan jahitan jelujur menggunakan benang catgut


kromik (poliglikolik) 0.

d. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, tutup jaringan subcutan dengan


kasa dan buat jahitan longgar menggunakan benang catgut

22
( poligkolik ) 0. Tutup kulit dengan penutupan lambat setelah
infeksi dibersihkan.

e. Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan


matras vertikal menggunakan benang nelon ( sutra ) 3-0 dan tutup
dengan balutan steril.

DAFTAR PUSTAKA

Profil Kesehatan Indonesia.2018.Jakarta : Kemenkes RI

Profil Kesehatan Indonesia.2019.Jakarta: Kemenkes RI

Sumarah,dkk.2009.Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin.yogyakarta:fitramaya

Chapman vicky.2003.Asuhan Kebidanan persalinan dan kelahiran.jakarta:EGC

(Prawirohadjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. PT Bina Pustaka


Sarwono Prawiirohardjo. Jakarta

(maryunani, Anik, Puspita, Eka. 2014. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan


Neonatal. Trans Info Media. Jakarta)

(Nugroho, Taufan. OBSGYN Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan dan


Keperawatan. 2012. Nuha Medika. Yogyakarta)

23

Anda mungkin juga menyukai