A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
Blighted ovum terjadi saat awal kehamilan. Penyebab dari blighted ovum saat ini belum
diketahui secara pasti, namun diduga karena beberapa faktor. Faktor-faktor blighted
ovum :
1. Adanya kelainan kromosom dalam pertumbuhan sel sperma dan sel telur.
2. Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi TORCH, kelainan
imunologi, dan diabetes melitus yang tidak terkontrol.
3. Faktor usia dan paritas. Semakin tua usia istri atau suami dan semakin banyak jumlah
anak yang dimiliki juga dapat memperbesar peluang terjadinya kehamilan kosong.
4. Kelainan genetik
5. Kebiasaan merokok dan alcohol
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa blighted ovum adalah dengan
USG (Ultrasonografi) menunjukkan kantung kehamilan kosong. terminasi kehamilan
dengan dilatasi serviks dan dilanjutkan dengan kuretase (Sarwono, 2009). Aborsi bedah
sebelum usia kehamilan 14 minggu dilakukan dengan cara mula-mula membuka serviks,
kemudian mengeluarkan kehamilan secara mekanis yaitu dengan mengerok isi uterus
(kuretase tajam) , dengan aspirasi vakum (kuretase isap) atau keduanya. Sedangkan jika
usia kehamilan lebih dari 16 minggu dilakukan dilatasi dan evakuasi (D dan E). Tindakan
ini berupa pembukaan serviks secara lebar diikuti oleh destruksi mekanis dan evakuasi
bagian janin, setelah janin dikeluarkan secara lengkap maka digunakan kuret vakum
berlubang besar untuk mengeluarkan plasenta dan sisa jaringan. Dilatasi dan Ekstrasi (D
dan X), hampir sama dengan (D dan E) yang membedakan pada (D dan X) sebagian dari
janin di ekstrasi melalui serviks yang telah membuka.
A. PENGERTIAN
1. Menurunnya kemampuan sel darah untuk mengikat oksigen yang dapat disebabkan
oleh menurunnya sel darah merah, berkurangnya konsentrasi hemoglobin atau
kombinasi keduanya.
2. Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah menurun , dan atau
konsentrasi haemoglobin dalam sel darah menurun, mengakibatkan transportasi
oksigen keseluruh tubuh juga berkurang.
3. Dikatakan anemia bila kadar haemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari 12 gr% bagi
ibu yang tidak hamil. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan
kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr%
pada trimester II.
E. PATOFISIOLOGI ANEMIA
Anemia lebih sering ditemukan dalam kehamilan karena selama kehamilan keperluan
akan zat – zat makanan bertambah disamping itu terjadi pula perubahan – perubahan
didalam darah dan sum – sum tulang. Pertambahan volume darah selama kehamilan
lazim disebut hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang
dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah
(hemodilusi) Pertambahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. plasma 30%
2. sel darah 18%
3. haemoglobin 19%.
Keadaan ini memberikan efek :
1. Terdapat hanya sedikit sel darah merah dalam setiap liter darah artinya konsentrasi
haemoglobin berkurang.
2. Darah akan menjadi kurang kental ( less viscous ) sehingga akan mengurangi beban
kerja jantung dan membuat perfusi jaringan plasenta lebih mudah.
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat
bagi ibu karena hemodilusi itu meringankan beban kerja jantung yang harus bekerja
lebih berat selama masa kehamilan yang disebabkan peningkatan cardiac output akibat
hypervolemia.
Hemodilusi menyebabkan pseudoanemia atau fisiologis yang tidak berbahaya bagi ibu
ataupun janin, haemodilusi dimulai pada trimester I yaitu pada kehamilan 10 minggu dan
mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2002),
dimana volume plasma bertambah 1000 ml, sedangkan sel darah merah bertambah 500
ml.
Volume plasma merupakan cairan yang tidak berwarna didalam darah, fungsinya adalah
untuk mengangkut air, mineral, ion – ion, dan sari – sari makanan keseluruh jaringan
tubuh. Akibat dari hemodilusi, maka transport O2 keseluruh jaringan tubuh akan
berkurang sehingga menimbulkan anemia fisiologis ibu hamil, tetapi gejalanya tidak
terlalu nampak. Jika keadaan ini berlangsung lama atau tidak ada pengobatan
( suplemen ) dan perbaikan asupan gizi akan mengakibatkan kinerja organ atau jaringan
tubuh ibu hamil menurun sehingga kelancaran proses terganggu, termasuk jaringan
pembuluh darah. Pembuluh darah menjadi vasokonstriksi sehingga transport O2 semakin
berkurang yang akan menyebabkan timbulnya gejala yang lebih berat yang disebut
anemia patologi. Akibat dari berkurangnya transport O2 keseluruh jaringan tubuh ini
maka terjadilah hypoxia jaringan tubuh yang dapat menimbulkan gangguan baik pada
masa hamil, persalinan dan nifas.
F. KLASIFIKASI ANEMIA
Pemeriksaan yang biasa digunakan dalam mengklasifikasikan anemia adalah
pemeriksaan dengan cara sahli.
1. Hb 11 gr% : Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8 gr% : Anemia sedang
4. Hb < 7 gr% : Anemia berat
G. STADIUM ANEMIA
Anemia defesiensi zat besi biasanya terjadi secara bertahap melalui beberapa stadium,
gejalanya baru timbul pada stadium lanjut :
1. Stadium 1
Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan cadangan di dalam
tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi)
dalam darah berkurang secara progresif.
2. Stadium 2
Cadangan zat besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk
pembentukan sel darah merah, sehingga sel darah merah yang di hasilkan jumlahnya
lebih sedikit.
3. Stadium 3
Mulai terjadi anemia, pada awal stadium ini, sel darah merah tampak normal, tetapi
jumlahnya lebih sedikit, kadar HB dan hematokrit menurun.
4. Stadium 4
Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan
mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran
yang sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia kekurangan zat besi.
5. Stadium 5
Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan timbul
gejala – gejala karena kekurangan zat besi dan gejala – gejala anemia makin buruk