Anda di halaman 1dari 29

PERMASALAHAN KESEHATAN WANITA DALAM DIMENSI SOSIAL

DAN UPAYA MENGATASINYA


Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kesehatan
Perempuan dan Perencanaan Keluarga
Dosen Pengampu : Ayu Endang Purwati, SST., M.Kes

Disusun oleh :
Dewi Sri Rahayu
Dina Fazriani
Hilda Delita
Iis Iswati
Murni Septiani
Natasyanti Widarani Zahra
Salsabila Aurin
Siti Mahdiah
Suci Dara Fitri

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN


STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 20 Tlp. (0265) 773052 Fax. (0265) 771931
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan taufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Permasalahan Kesehatan
Wanita dalam Dimensi Sosial dan Upaya Mengatasinya, ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada
Ibu Ayu Endang Purwati, S.ST., M.KES. Selaku Dosen mata kuliah Kesehatan
Perempuan dan Perencanaan Keluarga Stikes Muhammadiyah Ciamis.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Permasalahan Kesehatan Wanita dalam Dimensi
Sosial dan Upaya Mengatasinya. Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
penulis buat ini, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan, kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

Ciamis,09 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5

C. Tujuan .......................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6

A. Islam dan Kesehatan Reproduksi ................................................................. 6

B. Islam dan Masalah Kesehatan Reproduksi .................................................. 6

C. Hak Reproduksi Perempuan......................................................................... 8

1. Islam dan Hak Perempuan ........................................................................ 8

2. Hak-hak Reproduksi Perempuan .............................................................. 9

D. Konsep Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Al-Quran .................... 16

1. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Perempuan.................................... 17

2. Kesehatan Reproduksi Perempuan ......................................................... 18

3. Masalah Gangguan Kesehatan Reproduksi Perempuan ......................... 20

4. Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Islam .................................... 21

5. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Islam .......... 23

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 28

A. Simpulan .................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap muslim meyakini bahwa Islam adalah suatu agama yang membawa
petunjuk demi kebahagiaan pribadi dan masyarakat serta kesejahteraan
mereka didunia dan diakhirat. Para ulama Islam sepakat bahwa ajaran agama
Islam bertujuan untuk memelihara lima hal pokok, yaitu: agama, jiwa, akal,
kehormatan (keturunan), dan kesehatan. Mengenai isyarat tentang kesehatan
yang ada didalam al-Quran diantaranya adalah anjuran untuk menjaga
kebersihan, dan permasalahan gizi yang merupakan pertahanan terhadap
kesehatan seseorang. Termasuk juga tentang kesehatan reproduksi.
Kesehatan bagi manusia berhubungan dengan jasmani dan rohani, apabila
salah satu dari keduanya tersebut sakit maka yang lainpun akan juga
terganggu. Termasuk kesehatan reproduksi, dimana reproduksi ini merupakan
komponen terpenting pada tubuh seseorang. Sejarah konsep kesehatan
reproduksi pertama kali di Brasilia pada awal tahun 1970, dalam kongres
tentang kesehatan perempuan. Dalam kongres tersebut disadari bahwa
kemajuan dalam teknologi mencegah kehamilan, yaitu pemakaian kontrasepsi
(pil kontrasepsi), karena ternyata dapat menimbulkan berbagai dampak
terhadap kesehatan perempuan, yang bukan hanya terhadap proses ovulasi dan
menstruasi saja tetapi juga kesehatan perempuan tersebut lebih luas, yang
kemudian disebut sebagai kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi
mencakup tiga komponen yaitu, kemampuan (ability), keberhasilan (succces),
dan keamanan (safety). Keamanan berarti dapat berproduksi. keberhasilan
berarti dapat menghasilkan anak sehat yang tumbuh dan berkembang.
Keamanan berarti semua proses reproduksi termasuk hubungan seks,
kehamilan, persalinan, kontrasepsi, dan abortus seyogyanya bukan merupakan
aktifitas yang berbahaya. Kesehatan reproduksi yang terjadi di masyarakat
sangat memprihatinkan, banyak kasus kehamilan yang tidak diiginkan yang
mengakibatkan pada tindakan aborsi, padahal aborsi itu merupakan suatu

4
tindakan yang membahayakan ibu maupun bayi. Karena tindakan tersebut bisa
menyebabkan terjadinya penyakit seperti infeksi pada saluran reproduksi.
Reproduksi berasal dari kata “re” yang artinya kembali, kata produksi yang
artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti
sutu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi
kelestarian hidupnya. Sedangkan yang disebut organ reproduksi adalah alat
tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia.
Dengan demikian maka, konsep menjaga kesehatan reproduksi dalam
alQur‟an adalah pendapat al-Qur‟an tentang bagaimana caranya agar sistem
(organ) reproduksi pada laki-laki maupun perempuan dapat berreproduksi
sesuai fungsi dan prosesnya secara sehat, tanpa adanya suatu hal yang
menghalangi dan merusak sistem reproduksi keduanya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kesehatan reproduksi dalam Islam
2. Bagaimana hak-hak reproduksi perempuan dalam Islam
3. Bagaimana konsep reproduksi perempuan dalam Islam
4. Bagaimana kesehatan reproduksi perempuan dalam Islam
5. Bagaimana ruang lingkup kesehatan reproduksi perempuan dalam Islam
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kesehatan reproduksi dalam Islam
2. Untuk mengetahui hak-hak reproduksi perempuan dalam Islam
3. Untuk mengetahui konsep reproduksi perempuan dalam Islam
4. Untuk mengetahui kesehatan reproduksi perempuan dalam Islam
5. Untuk mengetahui ruang lingkup kesehatan reproduksi perempuan dalam
Islam

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Islam dan Kesehatan Reproduksi


Fakta-fakta yang dilaporkan berbagai institusi kesehatan, termasuk
Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), menunjukkan masih
rendahnya kesehatan reproduksi perempuan di Indonesia. Sejumlah
indikator mengenai hal ini dapat dilihat antara lain pada: Angka
Kematian Ibu (AKI) yang masih menempati posisi tertinggi di Asean;
jumlah aborsi tidak aman yang semakin meningkat; Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) yang semakin menyebar; kanker rahim dan
payudara yang masih banyak; relasi seksual tidak sehat yang semakin
menggejala; dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang kian
fenomenal.
Di satu sisi, informasi faktual di atas sesungguhnya menunjukkan
rendahnya pengetahuan tentang kesehatan, khususnya kesehatan
reproduksi, pada masyarakat Indonesia. Sementara di sisi lain,
pemerintah sampai saat ini terlihat belum cukup serius dalam
memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Pelayanan
kesehatan dalam ini tentu lah harus bersifat luas dan tidak hanya
terbatas pada aspek “penyembuhan”, misalnya melalui penyediaan
obat- obatan; tenaga medis; sarana fisik; maupun tindakan-tindakan
kuratif lainnya. Pelayanan kesehatan semestinya terkait pada aspek-
aspek lain di luar itu, terutama pada upaya preventif. Tentu saja,
tindakan preventif ini terkait dengan banyak bidang dan institusi.
B. Islam dan Masalah Kesehatan Reproduksi
Kaum muslimin di manapun pasti akan menjawab secara normatif
bahwa Islam tidak mungkin mengafirmasi lahirnya masyarakat
muslim dengan kualitas kesehatan yang buruk atau rendah. Islam
adalah agama yang bercita-cita menciptakan keselamatan dan
kesejahteraan manusia lahir-batin. Islam itu sendiri bermakna selamat,
sehat, dan sejahtera. Karenanya, segala tindakan dan kebijakan

6
manusia yang mengandung unsur penyelamatan, kesehatan, dan
kesejahteraan adalah sejalan dengan Islam. Islam juga merupakan
agama keadilan yang konotasinya sama dengan kebaikan untuk semua,
tanpa membedakan latarbelakang manusia.
Setiap muslim dalam shalatnya dianjurkan untuk selalu
berdoa, “Rabbighfirliy warhamniy wajburniy warfa‟niy warzuqniy
wahdiniy wa‟afiniy wa‟fu „anni,” (Ya Tuhan, ampuni dosaku, kasihi
aku, lunasi aku, beri aku rezeki, bimbinglah aku, sehatkan aku, dan
maafkan aku). Dan, dalam berbagai kesempatan umat Islam kerap
melantunkan doa “sapu jagad” berikut ini, “Rabbana atina fi al-
Dunya Hasanah wa fi al- Akhirah Hasanah wa qina
„adzabannar,” (Wahai Tuhan kami, anugerahi kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat dan jauhkan kami dari api Neraka). Doa ini
dinamakan “sapu jagad” lantaran isi doa ini mencakup semua yang
dihajatkan manusia.
“Hasanah” dalam doa di atas secara literal berarti kebaikan.
Karenanya, arti “fi al-Dunya Hasanah” adalah kebaikan di dunia. Para
ahli tafsir dalam elaborasinya terhadap doa ini mengatakan bahwa
kebaikan di dunia adalah kesejahteraan dan kebahagiaan yang meliputi
tiga dimensi kehidupan, yaitu: ruhani (mental dan spiritual), jasmani
(tubuh atau fisik), dan sosial. Dalam penjelasan lebih lanjut, para
pakar tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud kebahagiaan ruhani
adalah kecerdasan intelektual, spiritual, dan moral. Sementara
kebahagiaan fisik mencakup tubuh yang tidak cacat, tidak luka, kuat,
dan indah. Sedangkan kebahagiaan sosial adalah kemampuan ekonomi
dan kehormatan. Mufassir terkemuka, Fakhruddin al-
Razi berpendapat bahwa kebaikan dunia adalah kehidupan yang aman,
anak-anak (generasi) yang saleh, istri yang salehah, rezeki yang
mencukupi, dan tidak ada kekerasan. (Al-Razi, al-Tafsir al-Kabir, I).
Sementara Ibnu Katsir berpendapat bahwa doa tersebut mengandung
semua tindakan yang membawa kebaikan dan terhindar dari semua
keburukan. Kebaikan di dunia meliputi tubuh yang tidak berpenyakit

7
(„afiah), rumah yang lapang, istri yang cantik, rezeki (keuangan) yang
cukup, ilmu yang bermanfaat, amal saleh (perbuatan yang baik),
kendaraan yang nyaman, dan kehormatan diri. Sedangkan kebaikan di
akhirat adalah kebahagiaan dan Surga. (Ibnu Katsir, Tafsir al Qur‟an
al „Azhim).
Para ahli hukum Islam sepakat bahwa sasaran akhir dari setiap
hukum Islam adalah tercapainya kemasalahatan umum (maslahat al-
‟ammah). Kemaslahatan di sini dapat mengandung arti menghasilkan
kebaikan dan kesejahteraan serta terhindar dari keburukan dan derita,
dan dapat pula berarti terjaminnya hak-hak dasar manusia yang
meliputi hak hidup, hak intelektual, hak reproduksi sehat, hak
ekonomi, dan hak beragama atau berkeyakinan.
C. Hak Reproduksi Perempuan
1. Islam dan Hak Perempuan
Islam sebagai agama mempunyai otoritas yang lebih berfungsi
menyelamatkan dan membebaskan manusia dari tirani-tirani manusia yang
lain. Al Qur-an menyebutkan fungsi ini sebagai “yukhrijuhum min al
zhulumat ila al nur” (mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju
cahaya). Islam hadir dalam peradaban patriarkhis yang menindas
perempuan. Nabi Muhammad menyampaikan statement ALLAH SWT,
Tuhan Yang Maha Rahman dan Maha Rahim tentang penghapusan
diskriminasi manusia di satu sisi dan membangkitkan kesadaran baru
tentang martabat manusia di sisi yang lain. Dalam Q.S. Al Nisa, ayat 1,
disebutkan bahwa, laki-laki dan perempuan menurut teks suci Allah lahir
dari entitas yang sama dan karena itu berkedudukan sejajar dan sama di
hadapan-Nya. Ini adalah merupakan konsekwensi logis dari teologi
monoteistik yang dibawa Islam. Beberapa ayat Al-Qur‟an yang turun
menyebutkan nama perempuan bersama nama laki-laki. Mereka memiliki
hak-hak otonom yang tidak bisa diintervensi lakilaki. Ini, kata Umar bin
Khattab adalah paradigma baru yang belum pernah terjadi sebelumnya (Al
Bukhari, al Shahih,V/2197). Bahkan beberapa surah diberi nama “Al
Nisa” yang berarti perempuan, atau nama seorang perempuan, seperti

8
Maryam atau yang berkaitan dengan persoalan hak reproduksi perempuan
seperti Al Thalaq. Pandangan kesetaraan manusia, laki-laki dan
perempuan dalam Al-Qur‟an meliputi aspek-aspek spiritualitas,
intelektualitas dan seksualitas serta segala aktifitas kehidupan praktis yang
lain. Tentang hubungan seksualitas, Al-Qur‟an ( Q.S. Al Baqarah, 228 )
menyatakan : “dan mereka (perempuan) memiliki hak yang sebanding
dengan kewajiban mereka”. Ibnu Abbas, eorang sahabat Nabi terkemuka,
mengomentari ayat ini dengan mengatakan: “Aku suka berdandan untuk
isteriku seperti aku suka dia berdandan untukku”. Ayat lain juga
menyebutkan: “mereka (perempuan) adalah pakaian bagi kamu dan kamu
adalah pakaian bagi mereka” (Q.S. Al Baqarah, hln. 187). Ayat ini
dikemukakan dalam konteks relasi seksual suami isteri. Ibnu Abbas,
Mujahid, Said bin Jubair, Al Hasan, Qatadah, al Siddi, Muqatil bin
Hayyan menyatakan bahwa ayat ini berarti bahwa mereka tempat
ketenangan bagi kamu (laki-laki) dan kamu tempat ketenangan bagi
mereka (perempuan). Ibnu Katsir atas dasar ayat ini menyimpulkan bahwa
laki-laki dan perempuan memiliki hak untuk menikmati kehidupan
seksualnya. Dalam tulisan ini akan dikaji bagaiaman hak-hak reproduksi
perempuan dintianjau dari Syariat Islam dengan pisau analisis Al-Qur‟an
dan Al-Hadits.
2. Hak-hak Reproduksi Perempuan
a) Khitan Perempuan
Khitan perempuan adalah masalah dini dari persoalan reproduksi
perempuan. Mengenai khitan Al Qur-an sendiri tidak menyebutkannya
secara eksplisit baik untuk khitan laki-laki maupun perempuan. Kitab
suci ini hanya menyebut “hendaklah kamu mengikuti tradisi nabi
Ibrahim”. Para ahli tafsir kemudian menyebut khitan sebagai salah satu
tradisi Ibrahim. Pandangan mainstream kaum muslimin menunjukkan
bahwa khitan perempuan adalah perlu. Mazhab Hanafi, Maliki dan
Hanbali menyatakan khitan perempuan adalah kemuliaan atau
penghormatan.

9
Secara kwalitatif hadits yang menjadi dasar perlunya khitan
perempuan menurut sejumlah ulama, seperti Abu Daud, Ibnu Munzir,
al Syaukani dan Sayid Sabiq adalah lemah. Dengan kritik sangat tajam
Sayid Sabiq mengatakan: “Semua hadits yang berkaitan dengan khitan
perempuan adalah dhaif (lemah), tidak ada satupun yang sahih (valid).
Secara logika pemotongan bagian tubuh perempuan yang paling
sensitive ini (klitoris) sulit dimengerti, apa guna (maslahat) nya?. Ini
tentu berbeda dengan khitan laki-laki. Pemotongan klitoris boleh jadi
justeru menghilangkan kenikmatan seksual perempuan. Dengan begitu
pernyataan itu juga dapat mengarah pada upaya penghapusannya
terutama ketika praktek khitan perempuan tersebut menurut
pertimbangan kesehatan (medis) tidak memberikan manfaat apalagi
menyakiti atau merusak anggota tubuh.
b) Hak Menentukan Pernikahan
Perempuan dalam banyak tradisi seringkali dianggap tidak memiliki
hak untuk menentukan kapan dan dengan siapa dia akan kawin.
Seluruh kepentingan perempuan gadis ditentukan oleh orang tuanya
dan dia harus patuh menjalaninya tanpa bisa menolaknya. Penolakan
terhadap kehendak orang tua seringkali akan dicap sebagai anak yang
tidak berbakti. Pada daerah tertentu, sampai hari ini masih berkembang
anggapan bahwa orang tua yang dalam waktu dini bisa mengawinkan
anak gadisnya akan dipandang berhasil. Mengawinkan anak gadis
dalam usia dini seringkali merupakan kebanggaan keluarga. Ada
sejumlah alasan mengapa ini dilakukan. Ini antara lain adalah
kekhawatiran tidak laku atau menjadi perawan tua. Alasan lain yang
paling umum dikemukakan adalah bersifat ekonomis.Ini pada
umumnya terjadi pada masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah di
pedesaan.
Jika kita membaca literatur fiqh secara lebih cermat, maka akan
ditemukan satu benang merah. Yaitu bahwa perkawinanan di bawah
usia bukanlah sesuatu yang baik (mustahab). Imam Syafi‟i pernah
menyatakan : “Sebaiknya ayah tidak mengawinkan anak gadisnya

10
sampai dia baligh, agar dia bisa menyampaikan izinnya (kerelaannya)
karena perkawinan akan membawa berbagai kewajiban dan
tanggungjawab” (Najib Muthi‟i, Takmilah al Majmu‟, XV/58). Dalam
analisis kesehatan reproduksi, perkawinan dini dapat menimbulkan
kondisi yang rawan. Hal ini bukan hanya terkait dengan kondisi alat-
alat reproduksinya yang belum kuat, tetapi juga berhubungan dengan
tingkat kematangan mental dan emosinya. Padahal perkawinan
dimaksudkan untuk membangun kehidupan rumahtangga yang
didasarkan hubungan saling mencintai, saling memberi dan saling
menguatkan demi kemaslahatan bersama. Untuk ini dibutuhkan
kesiapan mental dan intelektual yang matang untuk dapat menentukan
kehidupannya.
Kedua, ketentuan hukum agama (fiqh) yang menyatakan bahwa
ayah berhak mengawinkan anak gadisnya meskipun tanpa izin eksplisit
yang bersangkutan. Ayah adalah pemilik hak ijbar yang diterjemahkan
sebagai hak memaksa anak gadis untuk dikawinkan dengan laki-laki
yang boleh jadi tidak dikehendakinya.
Pemaknaan hak ijbar sebagai hak memaksakan kehendak tanpa
persetujuan yang bersangkutan adalah tidak tepat. Perkawinan yang
dihasilkan dengan cara pemaksaan sama dengan sebuah transaksi yang
tidak didasarkan atas kerelaan (taradhin). Siti Aisyah pernah
menceritakan tentang seorang perempuan muda yang dipaksa kawin
oleh ayahnya dengan orang yang tidak dia sukai. Dia mengadukan
masalahnya kepada Nabi saws. Mendengar pengaduan perempuan itu
beliau kemudian memanggil ayahnya dan memintanya agar
menyerahkan urusan itu kepada anak perempuannya itu (Ibnu Al Atsir,
Jami‟ Al Ushul, XII/140). Ini menunjukkan dengan jelas bahwa hak
menentukan pasangan hidup atau jodoh berada di tangan perempuan
sendiri. Apa yang dapat kita ambil dari sikap nabi saw tersebut adalah
bahwa kemandirian perempuan menjadi sangat penting untuk
diperhatikan, karena di dalamnya terkandung aspek tanggungjawab
terhadap kesehatan reproduksinya sendiri.

11
Pada sisi lain pandangan ahli fiqh di atas tampaknya berpijak pada
argumen hadits nabi yang dibaca harfiyah dan diinterpretasikan secara
bias. Nabi saw menyatakan bahwa perempuan yang menolak hasrat
seksual suaminya dikutuk malaikat sampai pagi. Wacana keagamaan
ini tampaknya telah berkembang menjadi kebudayaan yang masih
berlangsung sampai hari ini.
Kewajiban perempuan menyerahkan tubuhnya kepada suaminya
tanpa bisa menolaknya sesungguhnya dapat menyulitkan perempuan
untuk mengendalikan hak-hak reproduksinya. Bukan hanya dia sangat
mungkin tidak mendapatkan kenikmatan seksual, tetapi juga boleh jadi
merupakan tekanan yang berat secara psikologis. Lebih jauh
ketidakberdayaan perempuan menolak hasrat seksual laki-laki dapat
menimbulkan akibat-akibat buruk bagi kesehatan reproduksinya.
Pandangan ini sungguh sulit dapat dimengerti ketika dihubungkan
dengan prinsip kesetaraan hak laki-laki dan perempuan dan pesan Al-
Qur‟an tentang perlunya membangun relasi cinta kasih (mawaddah wa
rahmah) antara suami dan isteri dalam membina rumahtangganya
untuk sebuah generasi yang sehat. Al-Qur‟an dan hadits nabi juga
selalu menekankan pentingnya relasi yang dibangun atas dasar
“mu‟asyarah bi al ma‟ruf”. Ini tentu saja membutuhkan relasi yang
saling memahami, menghargai dan menjaga kesehatan reproduksinya
masing-masing. Karena itu adalah mungkin diinterpretasikan bahwa
apa yang dikemukakan hadits tersebut berlaku terhadap perempuan
(isteri) yang berada dalam kondisi aman dan tidak dalam tekanan-
tekanan psikologis (Ibnu Hajar Al Asqallani, IX/294 dan Wahbah al
Zuhaili, IX/6851).
c) Hak Menentukan Kehamilan
Paradigma ini lebih lanjut dapat menjadi dasar bagi hak perempuan
menolak untuk hamil karena pertimbangan kesehatan reproduksinya.
Adalah sangat simpatik bahwa Al-Qur‟an menekankan perlunya
masyarakat memperhatikan dengan sungguh-sungguh soal kehamilan
perempuan. Kehamilan, kata Al-Qur‟an, merupakan proses reproduksi

12
yang sangat berat :”wahnan „ala wahnin” (kelemahan yang berganda)
(Q.S. Luqman, 14 dan Q.S. Al Ahqaf, 15). Al-Qur‟an melalui kedua
ayat di atas berwasiat agar manusia berbuat baik kepada orang tua
mereka. Kondisi sangat lemah dan sangat berat tersebut mencapai
puncaknya pada saat melahirkan. Terdapat banyak fakta sosial dan
data penelitian tentang kematian ibu yang diakibatkan oleh
komplikasi-komplikasi kehamilan dan proses melahirkan.
Oleh karena itu adalah sangat masuk akal bahkan seharusnya jika
kehendak untuk hamil atau tidak, mempunyai anak atau tidak, perlu
mempertimbangkan suara perempuan lebih dari suara laki-laki.
Perempuan adalah pemilik utama rahim, tempat cikalbakal manusia
dikandung. Dalam masa Islam klasik persoalan kehendak untuk tidak
hamil dibahas dalam bab Azl atau coitus interuptus. Meskipun ada
pandangan yang mengharamkan azl, karena dianggap sebagai
“pembunuhan tersamar”, tetapi mayoritas ulama berdasarkan teks
hadits yang lain membolehkannya. Al Ghazali bahkan bukan hanya
membolehkan azl atas dasar pertimbangan kesehatan reproduksi
melainkan juga atas dasar keinginan perempuan sendiri untuk menjadi
tetap cantik, awet muda, khawatir risiko keguguran dan khawatir repot
banyak anak (Al Ghazali, Ihya Ulum Al Din, II/52) . Pada saat ini
proses menunda kehamilan atau mengaturnya dapat dilakukan melalui
teknis, metode dan alat kontrasepsi yang beragam dan lebih canggih.
Mayoritas pandangan ulama dewasa ini telah memberikan lampu hijau
bagi masyarakat muslim untuk menggunakan metode-metode dan alat-
alat kontrasepsi apapun sepanjang tidak dimaksudkan untuk
membatasi berlangsungnya proses reproduksi manusia. Agak
disayangkan memang bahwa alat-alat kontrasepsi yang ada sampai saat
ini masih lebih banyak diperuntukkan bagi perempuan dan jarang bagi
laki-laki. Penyebutan alat-alat kontrasepsi diasosiasikan masyarakat
sebagai alat-alat untuk perempuan.
d) Hak mendapatkan informasi Kesehatan Reproduksi

13
Akan tetapi memberikan hak kepada perempuan untuk menentukan
atau memutuskan kehamilannya tidaklah cukup dapat menjamin
terwujudnya kondisi reproduksi perempuan yang sehat. Indikasinya
adalah seringnya muncul keluhan perempuan yang ber KB. Hal ini
bisa terjadi ketika mereka tidak diberikan hak untuk mendapatkan
informasi mengenai system dan alat-alat kontrasepsi yang
membuatnya tetap sehat. Di sinilah, maka perempuan juga berhak
mendapatkan pengetahuan yang baik mengenainya. Pihak-pihak lain
yang memahami alat-alat kontrasepsi, terutama pemerintah,
berkewajiban menyampaikan secara jujur mengenainya, bukan atas
dasar kepentingan demografis tetapi benar-benar karena alasan
kesehatan reproduksi perempuan. Ini berarti juga bahwa dokter atau
petugas kesehatan yang menangani pemasangan alat kontrasepsi
berkewajiban memberikan jenis alat kontrasepsi yang sesuai atau
cocok untuk kepentingan tersebut. Adalah sangat menarik bahwa
ketika Al-Qur‟an mengemukakan asal kejadian manusia dan
perkembangbiakannya ia kemudian menekankan kepada manusia agar
benar-benar saling memberikan informasi tentang perlunya menjaga
rahim. Al-Qur‟an menyatakan: “Dan bertaqwalah kepada Allah yang
dengan nama-Nya kamu saling meminta (saling memberi informasi,
pen.) dan saling menjaga Rahim-rahim”. (Q.S. al Nisa, 1). Para ahli
tafsir memang memberikan tafsiran ayat ini tentang perlunya menjaga
hubungan silaturrahim melalui pemenuhan hak dan kewajiban
kemanusiaan. Akan tetapi adalah mungkin bahwa ia juga dimaksudkan
agar manusia juga saling menjaga rahim, tempat di mana cikalbakal
manusia dikandung dan kemudian dilahirkan.
e) Hak menentukan kelahiran
Penggunaan alat-alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan tidak
dengan sertamerta menjamin kehamilan itu sendiri. Kegagalan
penggunaan alat kontrasepsi, misalnya, mungkin saja terjadi dan dalam
banyak fakta kemungkinan ini seringkali terjadi. Kehamilan yang tidak
dikehendaki dengan begitu sangat bisa terjadi. Kehamilan yang tidak

14
dikehendaki mungkin juga bukan hanya karena faktor kegagalan
kontrasepsi melainkan juga karena faktor lain yang bisa mengganggu
kesehatan reproduksi perempuan. Dalam keadaan demikian dapatkan
perempuan menggugurkan kandungannya (aborsi)?. Pada prinsipnya,
Islam mengharamkan segala bentuk perusakan, pelukaan dan lebih
jauh pembunuhan manusia. Ini dikemukakan dalam banyak ayat al
Qur-an maupun pernyataan nabi saw. Al Qur-an menyatakan: “jangan
kamu jatuhkan dirimu dalam kebinasaan”. Dalam sebuah hadits nabi
pernah menyatakan: “la dharar wa la dhirar” (tidak ada hak orang
untuk membuat tindakan yang membahayakan dirinya dan orang lain).
Ia hanya bisa dilakukan atas dasar hukum yang benar demi keadilan
manusia. Meski demikian ada banyak kasus dimana manusia
dihadapkan pada pilihan-pilihan yang tidak dikehendaki. Tidak sedikit
kasus di mana seorang perempuan yang hamil dihadapkan pada
persoalan penyakit yang dapat membawa risiko kematian jika
kehamilannya diteruskan. Misalnya penyakit jantung kronis, paru-paru
atau kanker yang parah dan lain-lain. Seorang perempuan juga bisa
menghadapi problem kehidupan yang sangat pahit, misalnya stress
berat akibat perkosaan atau incest.
Hadist fiqh selalu menyediakan sejumlah alternatif jawaban, karena
ia adalah produk pemikiran orang dalam sejarah. Kesepakatan para
ahli fiqh dalam kasus ini terjadi ketika janin sudah berusia di atas 120
hari. Pengguguran kandungan pada usia ini diharamkan. Pada usia ini
menurut mereka, janin sudah merupakan wujud manusia berikut segala
kelengkapannya. Untuk aborsi sebelum usia 120 hari para ahli Islam
mempunyai pandangan yang beragam. Geragaman pandangan tersebut
lebih disebabkan oleh perbedaan mereka dalam menganalisis teks Al-
Qur‟an dalam surah Al Mukminun, 12-14 dan hadits Nabi yang
menegaskan persoalan ini. Ayat ini menyebutkan fase-fase
pertumbuhan dan pembentukan manusia dalam kandungan. Yaitu fase
nutfah, „alaqah dan mudghah. Pendirian paling ketat dikemukakan oleh
al Ghazali dari mazhab Syafi‟I, mayoritas mazhab Maliki dan Ibnu

15
Hazm dari mazhab Zhahiri (leteralis). Mereka menyatakan aborsi
diharamkan sejak fase pembuahan. Sementara mayoritas mazhab
Syafi‟I, sebagaimana diungkapkan Al Ramli dalam Nihayah Al
Muhtaj, mengharamkan aborsi sesudah fase nutfah. Pendirian paling
longgar dikemukakan oleh mazhab Hanafi. Al Hashkafi mengatakan
bahwa aborsi dapat dilakukan pada janin dibawah usia 120 hari.
Dari keterangan di atas tampaknya kita sekali lagi perlu memahami
bahwa persoalan aborsi sesungguhnya sekali lagi bukan terletak pada
soal hukum boleh atau tidak boleh dan bukan pula karena suatu alasan
tertentu, melainkan berkaitan dengan hal lain yang lebih prinsipil,
yaitu soal kematian perempuan (ibu). Pemikiran ini harus menjadi
dasar bagi pertimbangan keputusan hukum untuk dilakukannya
tindakan aborsi atau tidak. Pada sisi lain, meskipun undang-undang
telah melarang tindakan aborsi akan tetapi ia bisa saja dilakukan orang
dengan segenap cara dan berbagai jalan. Dan ini seringkali
membahayakan bagi keselamatan hidupnya. Saya kira kita perlu
memikirkan jalan keluar yang baik untuk menyelesaikan persoalan ini
tanpa menimbulkan kemungkinan kematian perempuan lebih banyak,
(Husein Muhammad).
D. Konsep Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Al-Quran
Kesehatan berasal dari kata sehat yaitu suatu keadaan (hal) dimana seluruh
badan serta bagian-bagiannya dalam kondisi baik.Menurut UU Kesehatan No.
23 Tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Sedangkan menurut WHO (World Health Organization), sehat adalah
memperbaiki kondisi manusia, baik jasmani, rohani ataupun akal, sosial dan
bukan semata-mata memberantas penyakit.
Reproduksi adalah suatu proses biologis suatu individu untuk
menghasilkan individu baru. Kesehatan reproduksi sebagaimana yang
didefinisikan oleh International Conference On Population and Development
(ICPD) adalah kesehatan secara fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara

16
utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi, serta proses
reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit atau kecacatan.
Perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat
menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui.
Islam juga mengajarkan prinsip-prinsip kesehatan, kebersihan dan kesucian
lahir dan batin. Antara kesehatan jasmani dengan kesehatan rohani merupakan
kesatuan sistem yang terpadu, sebab kesehatan jasmani dan rohani menjadi
syarat bagi tercapainya suatu kehidupan yang sejahtera di dunia dan
kebahagiaan di akhirat. Islam sebagai pedoman hidup tentunya memiliki
kaitan erat dengan kesehatan reproduksi mengingat Islam memiliki aturan-
aturan dalam kehidupan manusia yang bertujuan untuk mencapai kondisi yang
sesuai dengan persyaratan kesehatan reproduksi.
Kesehatan reproduksi itu sendiri berarti keadaan kesejahteraan fisik, mental
dan sosial yang utuh, bukan karena tidak adanya penyakit atau kelemahan
dalam segala hal yang berhubunga dengan sistem reproduksi. Jika dilihat dari
sudut fiqih, khususnya dari fiqih perempuan (fiqh-al-nisa) yang dalam
pengertiannya secara makro bukan hanya meliputi seluruh aspek kehidupan
baik itu ibadah maupun muamalah, melainkan lebih ditunjukan pada
persoalan-persoalan khusus, yaitu persoalan mengenai reproduksi perempuan
dalam istilah kontemporer sering disebut huquq al-muamahat.
1. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Perempuan
a) Konsep kesehatan reproduksi
Kesehatam reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan
kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan
dengan sistem dan fungsi, serta proses reproduksi dan bukan hanya
kondisi yang bebas dari penyakit atau kecacatan.
Pada tahun 1994 di Kairo Mesir diselenggarakan konferensi
International Conference on Population and Development. Konferensi
Internasional ini tentang populasi dan pembangunan yang diikuti 179
negara ini merupakan salah satu tonggak sejarah bagi hak perempuan.
Salah satunya yang pertama kali menetapkan kesehatan
seksual/reproduksi sebagai sebuah hak yang komprehensif. Dalam

17
Konferensi inilah ditetapkan definisi mengenai “kesehatan seksual”.
Kemudian Pada tahun 1995 diselenggarakan pula konferensi wanita
sedunia ke-4 di Beijing. Paradigma dalam pengelolaan masalah
kependudukan dan pembangunan telah mengalami perubahan sehingga
menggunakan pendekatan pengendalian populasi dan penurunan
fertilitas kemudian berubah menjadi pendekatan kesehatan reproduksi
dengan memperhatikan kesehatan reproduksi dan kesetaraan gender.
b) Ruang lingkup kesehatan reproduksi
Ruang lingkup kesehatan reproduksi mencakup keseluruhan
kehidupan manusia sejak lahir sampai mati. Pelaksanaan kesehatan
reproduksi menggunakan pendekatan siklus hidup (life cycle approach)
agar diperoleh sasaran yang pasti dan komponen pelayanan yang jelas
serta dilaksanankan secara terpadu dan berkualitas dengan
memperhatikan hak reproduksi perorangan dengan bertumpu pada
program pelayanan yang tersedia. Dalam pendekatan siklus hidup
dikenal lima tahap, yaitu tahap konsepsi, bayi dan anak, remaja, usia
subur dan usia lanjut. Secara luas, ruang lingkup kesehatan reproduksi
meliputi hal-hal berikut:
Kesehatan ibu dan bayi baru lahir;
1) Keluarga Berencana (KB);
2) Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reprodusi (ISR)
termasuk PMSHIV/AIDS;
3) Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi;
4) Kesehatan reproduksi remaja;
5) Pencegahan dan penanganan infertilitas;
6) Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis;
7) Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks,
mutilasi genital, fistula, dan lain-lain.
2. Kesehatan Reproduksi Perempuan
Alat Reproduksi perempuan adalah organ-organ yang berperan dalam
serang kali proses yang bertujuan untuk berkembang biak atau
memperbanyak keturunan. Secara garis besar alat reproduksi perempuan

18
terbagi kedalam dua kelompok, yaitu alat reproduksi (Genetalia) luar dan
alat reproduksi (Genetalia) dalam.
a. Genitalia Eksternal (Alat Reproduksi Luar)
Istilah anatomi untuk alat reproduksi (Genetalia) perempuan bagian
luar ialah Vulva. Vulva tersusun oleh beberapa struktur yang
mengelilingi tempat masuk kelamin bagian dalam (vagina), dan
masing-masing memiliki tugas tersendiri.
b. Mons pubis / mons veneris
Mons veneris adalah bagian yang sedikit menonjol dan bagian yang
menutupi tulang kemaluan (simfisis pubis). Bagian ini disusun oleh
jaringan lemak dengan sedikit jaringan ikat. Mons Veneris juga sering
dikenal dengan nama gunung venus, ketika dewasa bagian mons
veneris akan ditutupi oleh rambut-rambut kemaluan dan membentuk
pola seperti segitiga terbalik.
c. Labia mayora (Bibir Besar Kemaluan)
Labia Mayora merupakan bagian lanjutan dari mons veneris yang
berbentuk lonjok, menuju ke bawah dan bersatu membentuk perineum.
Bagian Luar dari Labia Mayora disusun oleh jaringan lemak, kelenjar
keringat, dan saat dewasa biasanya ditutupi oleh rambut-rambut
kemaluan yang merupakan rambut dari mons veneris.
d. Klitoris
Merupakan organ erektil yang banyak mengandung pembuluh
darah dan serabut saraf. Ukuran sebesar kacang polong, sangat sensitif
terhadap rangsangan dan berperan besar dalam fungsi seksual saat
mencapai orgasme.
e. Vestibulum
Bagian atas dibatasi oleh klitoris, bagian bawah fourchet, dan batas
bagian lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Pada bagian
ini terdapat enam lubang/orifisium yaitu orifisium uretra eksternum,
introitus vaginae, duktus glandula bartolini kanan dan kiri dan duktus
skene kanan.
f. Introitus/ orifisium vagina

19
Merupakan bagian/lubang vagina. Beberapa milimeter lebih ke
dalam tertutup lapisan tipis bermukosa disebut selaput dara/himen.
Himen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi,
bentuk himen normal disebut lunaris, dapat berbentuk bulan sabit
(semilunari, memiliki banyak lubang-lubang kecil/kribiformis, septum,
atau fimbriae).
g. Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-
otot diafragma. Pelvis.
3. Masalah Gangguan Kesehatan Reproduksi Perempuan
a. Infertilitas
Infertilitas atau ketidak suburan adalah ketidak mampuan pasangan usia
subur (PUS) untuk memperoleh keturunan setelah melakukan hubungan
seksual secara teratur dan benar tanpa usaha pencegahan lebih dari satu
tahun. Angka satu tahun ditetapkan karena biasanya 85 % pasangan dalam
satu tahun sudah memiliki keturunan.
b. Kehamilan yang Tidak Diinginkan (Unwanted Pregnancy)
Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) adalah suatu kehamilan yang
terjadi dikarenakan suatu sebab sehingga keberadaannya tidak diinginkan
oleh salah satu atau kedua calon orangtua bayi tersebut. Beberapa risiko
yang timbul akibat kehamilan yang tidak diinginkan diantaranya meliputi
risiko medis seperti aborsi tidak aman berkontribusi pada kematian dan
kesakitan ibu, risiko psikologis seperti rasa bersalah dan depresi, serta
risiko psikososial seperti dikucilkan dari masyarakat dan hilang
kepercayaan diri.
c. Aborsi
Secara medis aborsi adalah berakhir atau gugurnya kehamilan sebelum
kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan secara mandiri. Aborsi dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu: Abortus Spontaneous (yang tidak disengaja) yaitu terjadi apabila ibu
mengalami trauma berat akibat penyakit menahun, kelainan saluran

20
reproduksi, atau kondisi patologis lainnya, dan Abortus provocatus
(buatan) yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan secara sengaja.
d. Gangguan dan Masalah Menstruasi dalam Sistem Reproduksi
Menstruasi atau yang lebih dikenal dengan istilah haid merupakan
peluruhan dinding rahim yang terdiri atas darah dan jaringan tubuh. Pada
jarak waktu tertentu sejak menarche (haid pertama kali datang) pada
mulanya tidak teratur, tetapi semakin lama semakin teratur gadis tersebut
mengalami haid. Dalam waktu 4-6 tahun sejak menarche (kira-kira pada
umur 17-19 tahun) pola menstruasinya sudah akan terbentuk. Pada
umumnya menstruasi datang sebulan sekali hingga ia kira-kira berumur 45
tahun
Gangguan menstruasi dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat
digolongkan berdasarkan kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya
pendarahan pada menstruasi (hipermenore atau menoragia dan
hipomenore), kelainan siklus (polimenore, oligomenore, amenore),
pendarahan di luar menstruasi (metroragia), gangguan lain yang ada
hubungan dengan menstruasi (ketegangan pramenstruasi-premenstrual
tension, mastodinia, rasa nyeri pada ovulasi-mittelschmerz, dan
dismenore).
e. Penyakit Menular Seksual
Penyakit Menular Seksual (PSM) merupakan penyakit yang menular
melalui hubungan seksual (hubungan kelamin). Penyakit menular seksual
merupakan salah satu infeksi saluran reproduksi (ISR) yang ditularkan
melalui hubungan kelamin. ISR merupakan infeksi yang disebabkan oleh
masuk dan berkembang biaknya kuman penyebab infeksi ke dalam saluran
reproduksi. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa jamur, virus
dan parasit.

4. Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Islam


Diantara pokok-pokok kandungan syariat Islam tentang kesehatan
reproduksi perempuan, yaitu:

21
a. Personal Hygiene (Kesehatan perorangan), yang meliputi kebersihan
badan, tangan, gigi, kuku dan rambut. Termasuk didalamnya menjaga
kebersihan organ-organ reproduksi.
b. Epidemiologi (Preventif penyakit menular) yaitu: melalui karantina,
preventif kesehatan, tidak memasuki suatu daerah yang terjangkit
wabah penyakit, tidak lari dari tempat itu, mencuci tangan sebelum
menjenguk orang sakit dan sesudahnya, berobat ke dokter dan
mengikuti semua petunjuk preventif dan terapinya.
c. Nutrition (kesehatan makanan). Masalah ini terbagi kepada tiga
bagian, yaitu:
1) Pertama, menu makanan yang berfaedah terhadap kesehatan
jasmani. Seperti tumbuh-tumbuhan, binatang laut, madu, kurma
dan semua yang bergizi.
2) Kedua, tata makanan. Islam melarang berlebih-lebihan dalam hal
makanan, makan bukan karena lapar hingga kekenyangan,
memerintahkan berpuasa agar usus dan perut besarnya dapat
beristirahat.
3) Ketiga, mengharamkan segala sesuatu yang berbahaya bagi
kesehatan. Seperti bangkai, darah dan daging babi.
d. Sex hygiene (Kesehatan seks). Yakni meliputi hal-hal yang berkaitan
dengan seks, embrio dan perkembangannya, pendidikan seks, cara
memilih istri bahkan program pendidikan tentang hubungan seks yang
aman. Demikian juga tentang kebersihan seks, seperti mandi setelah
bersetubuh, istinja‟ setelah kencing dan berak, tidak menggauli istri
ketika haidh, diharamkan zina, homoseks atau onani.
e. Mental and psychic hygiene (Kesehatan mental dan jasmani).
Mengingat beban berat yang harus dipikul oleh seorang perempuan
ketika ia mengandung dan melahirkan. Diantara bentuk kesusah
payahan yang dialami seorang ibu ketika hamil yaitu berupa
mengidam, kekacauan pikiran maupun beban yang berat dan lain
sebagainya yang biasa dialami oleh orang-orang hamil. Dan ketika

22
melahirkan juga mengalami susah payah berupa rasa sakit menjelang
kelahiran anak maupun ketika kelahiran itu berlangsung.
f. Body built (Bina raga). Islam mendorong untuk memiliki keterampilan
dan olahraga yang bermanfaat. Dengan berolahraga seorang
perempuan dapat menjaga kesehatan tubuhnya termasuk organ-organ
reproduksinya.
g. Maternal and child health (Kesehatan ibu dan anak). Islam sangat
menaruh perhatiannya terhadap pemeliharaan kesehatan ibu secara
umum, ibu yang sedang hamil atau yang sedang menyusui khususnya,
tidak membebaninya dengan tugas-tugas yang berat sebagai mana laki-
laki, tidak memberi tugas berperang di medan laga. Islam menganggap
menyusui anak merupakan suatu perjuangan, sama halnya dengan
jihad kaum pria, sedangkan mati ketika sedang menyusui anak sama
dengan orang yang mati syahid di medan pertempuran.
5. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Islam
a. Menstruasi (Haid)
Al-Qur‟an menyinggung masalah haid, yang merupakan bagian
awal dari proses bimbingan dan perhatian terhadapan kesehatan
reproduksi perempuan. Menstruasi menandakan kematangan seksual
seorang perempuan dalam arti ia mempunyai ovum yang siap dibuahi,
bisa hamil, dan melahirkan anak. Oleh para ulama fiqih siklus ini
disebut dengan istilah haid. Al-Qur‟an menjelaskan tentang apa itu
darah haid, dan bagaimana tata pergaulan dengan perempuan yang
sedang haid, dalam QS. AlBaqarah/2:222 yang artinya : “Mereka
bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita
di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum
mereka suci apabila mereka telah Suci.
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa haid itu artinya kotoran.
Kotoran berarti sisa, bekas. Al-adza dalam konteks haid adalah sel
telur yang tidak dibuahi, kemudian mati, dan tidak berguna lagi. Pada
waktunya akan keluar bersama darah, yang dikenal dengan haid. Darah

23
haid adalah darah yang keluar dari farji perempuan dalam keadaan
normal (sehat), bukan disebabkan melahirkan anak atau pecahnya
selaput darah.
b. Seks dan Seksualitas
Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-
laki, yang sering disebut jenis kelamin. Sedangkan seksualitas
menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi biologis,
sosial, psikologis dan kultural. Secara normatif, Islam mengapresiasi
seksualitas sebagai fitrah manusia, laki-laki maupun perempuan yang
harus dikelola dengan sebaik-baiknya dan dengan cara yang yang
sehat. Konsep seksualitas dalam Islam meliputi dua hal, yaitu
perzinaan dan perkawinan.
c. Konsep Perzinaan dalam Islam
Zina adalah sebuah hubungan kelamin antara laki-laki dan
perempuan tanpa memiliki ikatan hubungan perkawinan secara sah.
Dilakukan secara sadar serta tanpa adanya unsur syubhat. Zina adalah
perbuatan yang sangat tercela dan pelakunya mendapatkan sanksi yang
sangat berat, baik hukum dera maupan rajam karena alasan yang dapat
dipertanggung jawabkan secara moral dan akal. Sebagaimana firman
Allah dalam surat An-Nur ayat 30, yang artinya : “Katakanlah kepada
orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah
lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang mereka perbuat".Dan katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya...”
Al-Qur‟an dan sunnah secara tegas menjelaskan hukum bagi pelaku
zina baik yang belum menikah (ghoiru mushon) yakni didera seratus
kali. Sementara bagi pelaku zina muhsan dikenakan sanksi rajam.
Rajam secara bahasa berarti melempari batu, sedangkan menurut
istilah, rajam adalah melempari pezina muhsan sampai menemui
ajalnya.31 Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nur ayat 2 yang
artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka

24
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan ari
akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman.”
d. Kehamilan
Kehamilan merupakan hal yang paling ditunggu sekaligus
mendatangkan rasa gelisah bagi pasangan suami dan istri. Setiap
wanita akan mengharapkan kehamilan yang berjalan dengan lancar,
sehat secara fisik, serta mengalami proses persalinan yang berjalan
dengan lancar pula. Kecemasan yang dialami oleh ibu hamil dapat
membuat seorang ibu hamil mengalami masalah, baik pada saat hamil
maupun melahirkan, baik bagi kesehatan ibu maupun perkembangan
bayi. Ketika seorang ibu hamil mengalami ketakutan, kecemasan,
stres, dan emosi lain yang mendalam, maka terjadi perubahan
psikologis, antara lain meningkatkan pernafasan, dan sekresi oleh
kelenjar.
Ayat-ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang kehamilan sangat
banyak, umumnya terkait dengan tanda-tanda adanya Allah, kebesaran
dan kekuasaan Nya. Diantaranya, Al-Qur‟an Surat Al-Mukminun/23
ayat 12-14: “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS Al-
Mukminun/23: 12-14).
Ayat tersebut mengisyaratkan adanya proses penciptaan manusia
dalam alam arham (masa kehamilan), yang diawali dengan “sulalah
min tin”, kemudian “menjadi nutfah, „alaqah, mudghah, „izaman,

25
lahman dan khalqan”. Penciptaan manusia, berasal dari sulalah min tin,
artinya saripati tanah, yaitu inti zat-zat yang ada dalam tubuh wanita
dalam bentuk ovum dan dalam diri laki-laki dalam bentuk sperma.
e. Persalinan
Menurut ahli tafsir seluruh wanita untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi proses kehamilan hingga persalinan.38 Ayat Al-Qur‟an
tentang persalinan, dimuat bersama-sama dengan ayat tentang
kehamilan antara lain ada dalam QS. Al-Ahqaf/46:15: “Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula) mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan...”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa salah satu alasan kenapa Allah
memberi wasiat pada manusia agar berbakti pada kedua orang tua
adalah karena proses persalinan yang dialami ibu merupakan suatu
proses yang sangat berat. Pengaruh kontraksi rahim ketika bayi mau
lahir, menyebabkan ibu merasakan sangat kesakitan, bahkan dalam
keadaan tertentu, dapat menyebabkan kematian.
f. Menyusui
Islam memuliakan perempuan antara lain dengan kekhususannya
memiliki fungsi reproduksi, yang digambarkan sebagai perjuangan
yang sangat berat, dan oleh Al-Qur‟an dijadikan alasan megapa anak
diberi wasiat supaya berbuat ihsan pada kedua orang tuanya. pada saat
ibu menyusui anaknya, sebenarnya ia sedang mencurahkan kasih
sayangnya kepada anaknya Apalagi ketika dalam posisi menyusui, ibu
sambil mendengungkan, melantunkan shalawat.
Menyusui juga merupakan salah satu fungsi reproduksi. Ayat yang
menjelaskan tentang menyusui antara lain Surat Al-Baqarah/2:233,
Luqman/31:14 dan AlAhqaf/36:15. “Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan.”
g. Perawatan Anak

26
Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar agar mereka
mengenal dan mencintai Allah, yang menciptakannya dan seluruh alam
semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah shallallaahu „alaihi wa
sallam, yang pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta
agar mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan.
Ajarkanlah Tauhid, yaitu bagaimana mentauhidkan Allah, dan jauhkan
serta laranglah anak dari berbuat syirik. Sebagaimana Allah SWT
berfirman dalam al- Qur'an terkait dengan pemeliharaan anak.
Sebagaimanan nasihat Luqman kepada anaknya “Dan (ingatlah)
ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran
kepadanya, „Wahai anakku! Janganlah engkau memperskutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezhaliman yang besar.” [Luqman: 13]

27
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Para ahli hukum Islam sepakat bahwa sasaran akhir dari setiap hukum
Islam adalah tercapainya kemasalahatan umum (maslahat al-‟ammah).
Kemaslahatan di sini dapat mengandung arti menghasilkan kebaikan dan
kesejahteraan serta terhindar dari keburukan dan derita, dan dapat pula berarti
terjaminnya hak-hak dasar manusia yang meliputi hak hidup, hak intelektual,
hak reproduksi sehat, hak ekonomi, dan hak beragama atau berkeyakinan.
Islam sebagai agama mempunyai otoritas yang lebih berfungsi
menyelamatkan dan membebaskan manusia dari tirani-tirani manusia yang
lain. Al Qur-an menyebutkan fungsi ini sebagai “yukhrijuhum min al
zhulumat ila al nur” (mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya).
Islam hadir dalam peradaban patriarkhis yang menindas perempuan.
Pandangan kesetaraan manusia, laki-laki dan perempuan dalam Al-Qur‟an
meliputi aspek-aspek spiritualitas, intelektualitas dan seksualitas serta segala
aktifitas kehidupan praktis yang lain. Tentang hubungan seksualitas, Al-
Qur‟an ( Q.S. Al Baqarah, 228 ) menyatakan : “dan mereka (perempuan)
memiliki hak yang sebanding dengan kewajiban mereka”. Ibnu Abbas, eorang
sahabat Nabi terkemuka, mengomentari ayat ini dengan mengatakan: “Aku
suka berdandan untuk isteriku seperti aku suka dia berdandan untukku”. Ayat
lain juga menyebutkan: “mereka (perempuan) adalah pakaian bagi kamu dan
kamu adalah pakaian bagi mereka” (Q.S. Al Baqarah, hln. 187). Ayat ini
dikemukakan dalam konteks relasi seksual suami isteri. Ibnu Abbas, Mujahid,
Said bin Jubair, Al Hasan, Qatadah, al Siddi, Muqatil bin Hayyan menyatakan
bahwa ayat ini berarti bahwa mereka tempat ketenangan bagi kamu (laki-laki)
dan kamu tempat ketenangan bagi mereka (perempuan). Ibnu Katsir atas dasar
ayat ini menyimpulkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak untuk
menikmati kehidupan seksualnya. Dalam tulisan ini akan dikaji bagaiaman
hak-hak reproduksi perempuan dintianjau dari Syariat Islam dengan pisau
analisis Al-Qur‟an dan Al-Hadits.

28
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Ratna. 2019. Konsep Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Al-Qur‟an.


Mawa‟izh, 10(2), 248-270.
Kesuma, Arsyad Sobby, Diskursus Tafsir Hak-hak Politik Perempuan Dalam Al-
Qur‟an,
Studi Tafsir Al-Misbah, IAIN Raden Intan Lampung: LP2M, 2016.
Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari: “Hak-Hak Dan Kesehatan
Reproduksi
Perempuan”, 01 Juli 2004 di Hotel Prima, Cirebon, diselenggarakan
Rahima Jakarta-WCC Balqis Cirebon.
Angga, La Ode. 2011. Hak Reproduksi Perempuan dalam Perspeftif Syari‟at
Islam. Muwazah, 3(2), 480-486
Hasanah, Hasyim. 2016. Pemahaman Kesehatan Reproduksi Bagi Perempuan:
Sebuah Strategi Mencegah Berbagai Resiko Masalah Reproduksi Remaja.
SAWWA, 11(2), 229-252.

29

Anda mungkin juga menyukai