Anda di halaman 1dari 20

TANDA BAHAYA PERSALINAN

( KETUBAN PECAH DINI & RUPTUR UTERI )

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Askeb Persalinan dan BBL

Dosen : Ismawati, S.ST, M.Kes

Oleh :

WIDIANTI

NIM : BSN201011

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


INSTITUT SAINS DAN KESEHATAN BONE
2021
Alamat : Jln. Dr. Wahidin Sudirohusodo No.75 Watampone
Telp.04812918034 email : akbid_bsn_wtp@yahoo.co.id
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalahini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya diakhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmatsehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Askeb Persalinan
dan BBL Islam dengan judul “Tanda Bahaya Persalinan”.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurnadan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.Untuk itu, saya mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya

Watampone, 19 September 2021

Widianti

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................I
DAFTAR ISI..................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
1. KETUBAN PECAH DINI
A. Pengertian Ketuban Pecah Dini..........................................................................3
B. Penyebab Terjadinya Ketuban Pecah Dini.........................................................3
C. Tanda Dan Gejala Ketuban Pecah Dini..............................................................5
D. Faktor Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini..............................................5
E. Komplikasi Ketuban Pecah Dini.........................................................................8
F. Penatalalksanaan Ketuban Pecah Dini................................................................9
2. RUPTUR UTERI
A. Pengertian Ruptur Uteri......................................................................................11
B. Penyebab Terjadinya Ruptur Uteri.....................................................................11
C. Tanda Dan Gejala Ruptur Uteri..........................................................................11
D. Faktor Yang Mempengaruhi Ruptur Uteri..........................................................13
E. Komplikasi Ruptur Uteri.....................................................................................14
F. Penatalaksanaan Ruptur Uteri.............................................................................15
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.....................................................................................................................16
Saran...............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................17

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tanda bahaya persalinan adalah tanda atau gejala yang menunjukkan bahwa
ibu dan bayi yang dikandungnya dalam keadaan bahaya, salah satu tanda bahaya
persalinan adalah ketuban pecah dini dan ruptur uteri.
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia saat ini masih tinggi dibandingkan
dengan AKI negara-negara ASEAN lainnya. AKI di Indonesia pada tahun 2007
sebanyak 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2008 sebanyak 248 per
100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu yang paling besar adalah
perdarahan 28%, keracunan kehamilan/eklamsi (kaki bengkak dan darah tinggi)
sebanyak 24% dan infeksi sebanyak 11%. Pada tahun 2009 AKI masih cukup
tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2009). Data Survey
Kesehatan Demografi Indonesia tahun 2012, prevalensi kejadian Ketuban Pecah
Dini adalah 15% dari jumlah persalinan. Data Departemen Kesehatan Provinsi
Lampung tahun 2012, terdapat sebanyak 91 (9%) kejadian KPD dari 1.012
persalinan.
Akhir-akhir ini, VBAC mulai dipertanyakan menyusul adanya laporan
outcome ibu dan bayi yang buruk. ACOG melaporkan insiden ruptur uteri pada
wanita dengan riwayat satu kali bedah cesar insisi lintang rendah adalah 0,2-1,5 %.
Studi lain yang melibatkan lebih dari 130.000 wanita menemukan rata-rata insiden
ruptur uteri adalah 0,6 % (1 dari 170 wanita). Insiden akan meningkat 3-5 x
menjadi 3,9 % pada wanita dengan riwayat 2 atau lebih bedah cesar (1 dari 26
wanita). Ruptur uteri pada insisi klasik dan T-shaped 4-9 % sedangkan insisi
lintang rendah 1-7 %. Sebagai perbandingan, studi selama 10 tahun oleh Gardeil F
dkk, seperti termuat dalam Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 1994, menunjukkan
bahwa rata-rata insiden ruptur uteri pada uterus yang tidak memiliki jaringan parut
adalah 1 per 30.764 kelahiran (0,0033 %); pun tidak ada kasus ruptur uteri pada

III
21.998 primigravida dan hanya 2 kasus pada 39.529 multigravida. Melihat fakta-
fakta tersebut, ACOG mulai merevisi kembali kriteria VBAC.
Tanda bahaya persalinan secara lebih dini sangatlah penting, agar ibu bisa
merasa aman selama proses kehamilan. Oleh sebab itu perlu diadakan pengkajian
lebih lanjut tentang tanda bahaya kehamilan, apakah seorang wanita yang telah
hamil mempunyai pengetahuan yang memadai tentang bahaya kehamilan,
khususnya tanda dan gejalanya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Ketuban Pecah Dini ?
2. Apa itu Ruptur Uteri ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahi pengertian pengertian ketuban Pecah Dini
2. Untuk Mengetahui penyebab terjadinya Ketuban Pecah Dini
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala Ketuban Pecah Dini
4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi Ketuban Pecah Dini
5. Untuk mengetahui komplikasi Ketuban Pecah Dini
6. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan ketuban Pecah Dini
7. Untuk Mengetahi pengertian pengertian Ruptur Uteri
8. Untuk Mengetahui penyebab terjadinya Ruptur uteri
9. Untuk mengetahui tanda dan gejala Ruptur uteri
10. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi Ruptur Uteri
11. Untuk mengetahui komplikasi Ruptur Uteri
12. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan Ruptur Uteri

IV
BAB II
PEMBAHASAN

1. KETUBAN PECAH DINI


A. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban (amnion dan korion)
tanpa diikuti persalinan pada kehamilan aterm atau pecahnya ketuban pada
kehamilan preterm. Berdasarkan usia kehamilan apabila keadaan tersebut terjadi
pada usia kehamilan ≥ 37 minggu disebut premature rupture of membrane (PROM),
sedangkan jika usia kehamilan < 37 minggu disebut dengan preterm premature
rupture of membrane (PPROM). 1,5 Ketuban pecah dini terjadi pada 6-20% dari
seluruh kehamilan, dimana kurang lebih dua pertiga dari pasien dengan ketuban
pecah sebelum kehamilan 37 minggu akan bersalin dalam waktu 4 hari dan kurang
lebih 90% akan bersalin dalam waktu satu minggu.
Ketuban pecah dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan.
Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten atau
dengan sebutan Lag Period. Ada beberapa perhitungan yang mengukur Lag Period,
diantaranya 1 jam atau 6 jam sebelum intrapartum, dan diatas 6 jam setelah ketuban
pecah. Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat
terjadi infeksi pada ibu dan juga bayi (Fujiyarti, 2016)
B. Penyebab Terjadinya Ketuban Pecah Dini
Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini merurut (Manuaba, 2007) yaitu
sebagai berikut:
a. Multipara dan Grandemultipara
Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan dua hingga empat kali.
Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan 5 orang anak atau
lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan.
b. Polihidramnion

V
Polihidramnion adalah kondisi ketika jumlah air ketuban selama masa
kehamilan berlebihan. Meski umumnya tidak menyebabkan masalah yang
serius, kondisi tersebut membutuhkan pemantauan secara rutin dari dokter. Air
ketuban merupakan cairan yang mengelilingi janin.
c. Kelainan letak: sungsang atau lintang
Letak sungsang adalah suatu keadaan dimana posisi janin memanjang
(membujur) dalam rahim dengan kepala berada pada bagian atas rahim (fundus
uteri) dan bokong berada dibagian bawah ibu. Letak lintang adalah keadaan
dimana sumbu panjang anak tegak lurus atau hampir tegak lurus pada sumbu
panjang ibu.
d. Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)
CPD (cephalopelvic disproportion) adalah kondisi ketika kepala bayi tidak
mampu melewati panggul ibu. Kondisi ini bisa membuat proses persalinan
normal menjadi sulit dilakukan.
e. Kehamilan ganda (Gemeli)
Gemeli merupakan istilah medis dari kehamilan kembar atau lebih dari satu
janin. Jumlah janin yang dikandung bisa dua, tiga, bahkan empat janin
sekaligus atau lebih.
f. Pendular abdomen (perut gantung)
Hamil gantung adalah ketika perut ibu hamil mengalami kondisi yang
menggantung.
Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas pada daerah
tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi
atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di
daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler
atau trofoblas. Faktor penyebab lainnya yaitu :
 Infeksi di rahim, kantung ketuban, leher rahim, atau vagina
 Kehamilan kembar atau volume cairan ketuban terlalu banyak
 Kebiasaan merokok atau menggunakan narkoba saat hamil

VI
 Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
 Perdarahan vagina selama hamil
 Indeks massa tubuh ibu hamil yang rendah
 Tekanan darah tinggi maupun kadar gula darah yang tidak terkontrol
 Jarak antarpersalinan yang terlalu dekat atau terlalu jauh
 Operasi dan biopsi serviks
C. Tanda dan Gejala Ketuban Pecah Dini
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,
aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna pucat,
cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai kelahiran
mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di
bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung
janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Sunarti, 2017).
D. Faktor Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini
Menurut (Morgan, 2009), Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan oleh
beberapa faktor meliputi :
1. Usia
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap
kesiapan ibu selama kehamilan maupun mengahdapi persalinan. Usia untuk
reprosuksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun. Di bawah
atau di atas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan.
Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi,
karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkuarng kemampuannya dan
keelastisannya dalam menerima kehamilan (Sudarto, 2016).
2. Sosial Ekonomi
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas
kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang yang
mempengaruhi seseorang dalam mempengaruhi kehidupannya. Pendapatan yang
meningkat merupakan kondisi yang menunjang bagi terlaksananya status

VII
kesehatan seseorang. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang
menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai
kebutuhan (BPS, 2005).
3. Paritas
Paritas merupakan banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak
pertama sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas yaitu
primipara, multipara, dan grande multipara. Primipara adalah seorang wanita
yang baru pertama kali melahirkan dimana janin mencapai usia kehamilan 28
minggu atau lebih. Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalalmi
kehamilan dengan usia kehamilan 28 minggu dan telah melahirkan buah
kehamilan 2 kali atau lebih. Sedangkan grande multipara merupakan seorang
wanita yang telah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu
dan telah melahirkan buah kehamilannya lebih dari 5 kali (Wikjosastro, 2007).
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD pada
kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat diyakini lebih
berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya (Helen, 2008).
Kehamilan yang terlalu sering, multipara atau grademultipara mempengaruhi
proses embriogenesis, selaput ketuban lebih tipis sehingga mudah pecah
sebelum waktunya. Pernyataan teori dari menyatakan semakin banyak paritas,
semakin mudah terjadinya infeksi amnion karena rusaknya struktur serviks pada
persalinan sebelumnya. KPD lebih sering terjadi pada multipara, karena
penurunan fungsi reproduksi, berkurangnya jaringan ikat, vaskularisasi dan
servik yang sudah membuka satu cm akibat persalinan yang lalu (Nugroho,
2010).
4. Anemia
Anemia pada kehamilan merupakan adalah anemia karena kekurangan zat
besi. Jika persendian zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan mengurangi
persendian zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia. Pada kehamilan
relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau
pengencangan dengan penigkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya

VIII
pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Pada ibu hamil yang mengalami anemia
biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-kunang.
Pemeriksaan darah dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yang pada
trimester pertama dan trimester ke tiga. Dampak anemia pada janin antara lain
abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat badan lahir rendah,
cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat mengakibatkan
abortus, persalinan prematuritas, ancaman dekompensasikordis dan ketuban
pecah dini (Manuaba, 2009).
5. Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi dapat
berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok menggandung lebih dari 2.500 zat
kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida
hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan
gangguan-gangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko
lahir mati yang lebih tinggi (Sinclair, 2003).
6. Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian ketuban
pecah dini dapat berpengaruh besar terhadap ibu jika menghadapi kondisi
kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban
pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat
penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya
ketuban pecah dini dan ketuban pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami
KPD pada kehamilan menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya
akan lebih beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD
sebelumnya karena komposisi membran yang semakin menurun pada kehamilan
berikutnya.
7. Serviks Inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otototot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan

IX
janin yang semakin besar. Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu
kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium
uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang
memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules
dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti
dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
8. Tekanan Intra Uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :
1) Trauma : berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis.
2) Gemelli : Kehamilan kembar dalah suatu kehamilan dua janin atau lebih.
Pada kehamilan gemelli terjadinya distensi uterus yang berlehihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlehihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
E. Komplikasi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini merupakan kondisi yang serius karena dapat
mengakibatkan beberapa komplikasi, seperti:
1. Infeksi rahim
Kondisi ini ditandai dengan gejala berupa demam, keputihan yang tidak
biasa, vagina berbau tidak sedap, denyut nadi cepat, nyeri di perut bagian bawah,
dan detak jantung janin lebih cepat dari biasanya. Bila dibiarkan tanpa
penanganan, infeksi pada rahim dapat menyebabkan sepsis pada bayi yang
berbahaya.
2. Retensi plasenta
Persalinan prematur akibat ketuban pecah dini meningkatkan risiko
terjadinya retensi plasenta, yaitu kondisi ketika sebagian atau semua plasenta
tertinggal di dalam rahim.

X
Kondisi ini bisa menyebabkan perdarahan postpartum yang ditandai dengan
perdarahan berat dari vagina dalam waktu 24 jam hingga 6 minggu setelah
persalinan.
3. Solusio plasenta
Solusio plasenta, yaitu terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta dari
dinding rahim sebelum proses persalinan terjadi. Kondisi ini dapat memicu
terjadinya persalinan prematur atau bahkan kematian pada janin.
4. Cedera otak pada janin
Ketika cairan ketuban hilang, tali pusat bisa terjepit di antara janin dan
dinding rahim. Akibatnya, janin bisa mengalami cedera otak atau bahkan
kematian.
5. Kematian
Jika ketuban pecah sebelum usia kehamilan 23 minggu, paru-paru janin
kemungkinan tidak akan berkembang dengan baik dan menyebabkan janin tidak
bisa bertahan hidup.
Kalaupun janin bertahan hidup, maka besar kemungkinan ia akan mengalami
cacat fisik dan mental ketika dilahirkan. Bayi juga berisiko mengalami beberapa
masalah, seperti penyakit paru-paru kronis, hidrosefalus, cerebral palsy, dan
gangguan tumbuh kembang.
Jika Bumil mengalami air ketuban pecah dini, segera pergi ke rumah sakit
untuk mendapatkan penanganan dari dokter. Air ketuban dapat dikenali dari ciri-
cirinya yang berwarna bening atau ada bintik-bintik putih, disertai darah atau
lendir, dan tidak berbau.
F. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur kehamilan,
evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin serta dalam keadaan
inpartu terdapat gawat janin. Penanganan ketuban pecah dini dilakukan secara
konservatif dan aktif, pada penanganan konservatif yaitu rawat di rumah sakit.
Masalah berat pada ketuban pecah dini adalah kehamilan dibawah 26 minggu karena
mempertahankannya memerlukan waktu lama. Apabila sudah mencapai berat 2000

XI
gram dapat dipertimbangkan untuk diinduksi. Apabila terjadi kegagalan dalam
induksi makan akan disetai infeksi yang diikuti histerektomi. Pemberian
kortikosteroid dengan pertimbangan akan menambah reseptor pematangan paru,
menambah pematangan paru janin. Pemberian batametason 12 mg dengan interval 24
jam, 12 mg tambahan, maksimum dosis 24 mg, dan masa kerjanya 2-3 hari,
pemberian betakortison dapat diulang apabila setelah satu minggu janin belum lahir.
Pemberian tokolitik untuk mengurangi kontraksi uterus dapat diberikan apabila sudah
dapat dipastikan tidak terjadi infeksi korioamninitis. Meghindari sepsis dengan
pemberian antibiotik profilaksis.
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu hamil aterm atau preterm dengan
atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Apabila janin hidup serta
terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari
badannya, bila mungkin dengan posisi sujud. Dorong kepala janin keatas degan 2 jari
agar tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain hangat
yang dilapisi plastik. Apabila terdapat demam atau dikhawatirkan terjadinya infeksi
saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, makan berikan antibiotik penisilin
prokain 1,2 juta UI intramuskular dan ampisislin 1 g peroral. Pada kehamilan kurang
32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu tidah baring, diberikan sedatif
berupa fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan antibiotik selama 5 hari dan
glukokortikosteroid, seperti deksametason 3 x 5 mg selama 2 hari. Berikan pula
tokolisis, apanila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan. Pada kehamilan 33-35
miggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam kemudian induksi persalinan. Pada
kehamilan lebih dari 36 minggu dan ada his maka pimpin meneran dan apabila tidak
ada his maka lakukan induksi persalinan. Apabila ketuban pecah kurang dari 6 jam
dan pembukaan kurang dari 5 cm atau ketuban pecah lebih dari 5 jam pembukaan
kurang dari 5 cm (Sukarni, 2013). Sedangkan untuk penanganan aktif yaitu untuk
kehamilan > 37 minggu induksi dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio
sesarea. Dapat diberikan misoprostol 25µg – 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal
4 kali

XII
2. RUPTUR UTERI
A. Pengertian Ruptur Uteri
Ruptur uteri adalah kondisi di mana terjadinya robekan pada dinding rahim ibu
hamil atau robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan
dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral akibat dilampauinya daya regang
miomentrium. Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi
pada kehamilan lanjut dan persalinan yaitu robeknya dinding uterus pada saat
kehamilan atau persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu.
B. Tanda Dan Gejala Ruptur Uteri
Komplikasi ini sebenarnya jarang terjadi, terutama pada wanita yang belum
pernah melakukan operasi caesar atau operasi rahim lainnya. Akan tetapi, rahim
robek termasuk komplikasi serius yang bisa membahayakan ibu maupun
janin.Berikut tanda-tanda yang mungkin terjadi jika seseorang mengalami rahim
robek:
 Pendarahan dari vagina yang berlebihan
 Munculnya rasa sakit yang hebat di sela-sela kontraksi
 Kontraksi yang melambat dan kurang intens
 Nyeri perut yang abnormal
 Kepala bayi terhenti di jalan lahir ketika proses persalinan
 Munculnya rasa sakit yang tiba-tiba pada bekas luka rahim sebelumnya
 Kekuatan otot rahim menghilang
 Detak jantung bayi yang abnormal
 Persalinan normal gagal
 Ibu mengalami syok sehingga detak jantung menjadi cepat dan tekanan darah
rendah yang berisiko menyebabkan kematian.
C. Penyebab Ruptur Uteri
Penyebab (etiologi) dari ruptur uteri adalah sebagai berikut :
1. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
2. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama

XIII
3. Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus )
4. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas
SC,miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta
secara manual
5. Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit
atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops
fetalis, post maturitas dan grande multipara.
Rupture uteri vioventa (traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti;
a. ekstraksi forsep
b. Versi dan ekstraksi
c. Embriotomi
d. Versi brakston hicks
e. Sindroma tolakan (pushing sindrom)
f. Manual plasenta
g. Curetase
h. Ekspresi kisteler/cred
i. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
j. Trauma tumpul dan tajam dari luar
Kriteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:
1) Persalinan dengan SC lebih dari satu kali
2) Riwayat SC classic ( midline uterine incision )
3) Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision “
4) LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
5) SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6) LSCS pada uterus dengan kelainan congenital
7) Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam
8) Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
9) Riwayat SC dengan janin makrosomia
10) Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi

XIV
D. Faktor Terjadinya Ruptur Uteri
Beberapa faktor risiko terjadi ruptur uteri antara lain kondisi uterus, kondisi
kehamilan, kondisi persalinan, penanganan obstetrik, dan trauma.
1. Kondisi Uterus
Kondisi uterus yang dapat meningkatkan risiko ruptur uteri adalah
kondisi scarred uterus. Uterus dianggap scarred bila terdapat riwayat perlukaan
sebelumnya. Misalnya sebagai akibat sectio caesarea, miomektomi, tindakan
kuretase, atau segala penyebab perforasi uterus. Dilaporkan bahwa riwayat
miomektomi berkaitan dengan peningkatan risiko ruptur uteri sebanyak 3%.
2. Kondisi Kehamilan
Kondisi kehamilan yang dapat meningkatkan risiko untuk terjadi ruptur uteri
yaitu usia maternal >35 tahun, grande multipara, plasenta akreta, inkreta, dan
perkreta, kehamilan kornual, overdistention pregnancy (misal gestasi multipel dan
polihidramnion), distosia, dan mola hidatidosa atau koriokarsinoma.
Selain daripada itu, sebuah studi kohort retrospektif menemukan bahwa
interval persalinan <18 bulan juga meningkatkan risiko ruptur uteri.
3. Kondisi Persalinan
Kondisi persalinan yang dapat meningkatkan risiko untuk terjadi ruptur uteri
yaitu pasien yang akan dilakukan vaginal birth after caesarean section (VABC),
partus lama atau terhambat, dan penggunaan uterotonika seperti oxytocin dan
misoprostol.
4. Penanganan Obstetrik
Penanganan obstetrik menggunakan instrumen seperti forceps, manipulasi
intrauterin (misalnya versi eksternal pada presentasi bokong), dan pemberian
tekanan fundal yang berlebihan dapat meningkatkan risiko ruptur uteri.
5. Trauma uteri
Trauma terhadap uteri secara langsung dapat menyebabkan terjadinya ruptur.
Trauma uteri bisa disebabkan oleh pasien jatuh, kecelakaan lalu lintas, luka tembak,
atau trauma tumpul abdomen. 

XV
E. Komplikasi Ruptur Uteri
Komplikasi yang paling menakutkan dan dapat mengancam hidup ibu dan
janin adalah ruptura uteri. Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara
jelas atau tersembunyi. Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri
komplit(symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura
uteri komplit,terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan
serosa uterus dan membran khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi
robekan jaringan parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi
perdarahan.Ketika ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia
neonatus, kematian ibu dan janin dapat terjadi. Tanda ruptura uteri yang paling
sering terjadi adalah pola denyut jantung janin yang tidak menjamin, dengan
deselerasi memanjang. Deselerasi lambat, variabel, bradikardi, atau denyut jantung
hilang sama sekali juga dapat terjadi. Gejala dan tanda lain termasuk nyeri uterus
atau perut, hilangnya stasion bagian terbawah janin, perdarahan pervaginam,
hipotensi. Adapun risiko ruptura uteri adalah sebagai berikut :
1. Jenis parut uterus
2. Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis
3. Jumlah sectio caesaria sebelumnya
4. Riwayat persalinan pervaginam
5. Jarak kelahiran
6. Usia ibu
7. Demam pasca seksio
8.Ketebalan segmen bawah uterus ( SBU )
1. Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura uteri,
yaitu: Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah
sectio caesaria, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat
demam pasca sectio caesaria serta usiaibu.

XVI
2. Faktor - faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang : makrosomia,
usia kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen bawah uterus, presentasi
janin.
3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan : induksi dan
augmentasi, maupun kemungkinan adanya disfungsi pada persalinan.
4. Pemantauan penatalaksanaan VBAC terhadap tanda ancaman ruptura uteri
seperti takikardi ibu, nyeri suprasimpisis dan hematuria.
5. Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit bila
terjadi ancaman ruptur uteri
F. Penatalaksanaan Ruptur Uteri
Ruptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena itu
tindakan pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang disangka
akan mengalami distosia, karena kelainan letak janin, atau pernah mengalami
tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea, dan lain-lain, harus diawali
dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika
timbul gejala-gejala ruptura uteri, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya pada
waktu yang tepat Penanganan
1. Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi. sebelumnya
penderita diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam
fisiologik/ringer laktat untuk mencegah terjadinnya syok hipovolemik.
2. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut
dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus
khusus,dimana pinggir robekan masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya
tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis.

XVII
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban (amnion dan korion) tanpa
diikuti persalinan pada kehamilan aterm atau pecahnya ketuban pada kehamilan
preterm. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut
periode laten atau dengan sebutan Lag Period. Ada beberapa perhitungan yang
mengukur Lag Period, diantaranya 1 jam atau 6 jam sebelum intrapartum, dan
diatas 6 jam setelah ketuban pecah. Bila periode laten terlalu panjang dan
ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi pada ibu dan juga bayi.
2. Ruptur uteri adalah kondisi di mana terjadinya robekan pada dinding rahim ibu
hamil atau robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan
dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral akibat dilampauinya daya
regang miomentrium. Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan
yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan yaitu robeknya dinding uterus
pada saat kehamilan atau persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari 28
minggu.
Terdapat beberapa gejala, penyebab, faktor, komplikasi serta penatalaksanaan
dalam tanda bahaya persalinan Ketuban Pecah Dini dan Ruptur Uteri.
B. SARAN
1. Bagi pembaca
Makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu diharapkan pembaca jangan
mengacu pada makalah ini saja, lebih banyak membaca buku – buku literatur
lainnya.
2. Bagi penyusun

XVIII
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan untuk
kedepannya penulis akan lebih baik lagi dalam memilih materi – materi untuk
pembuatan makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Doktersehat. (2018, 28 maret). Mengenal gejala dan ruptur uteri. Diakses pada 19
September 2021. https://doktersehat.com/informasi/kehamilan/mengenal-gejala-dan-
penyebab-ruptur-uteri/

https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-ginekologi/ruptur-uteri/etiologi

DapartemenKesehatan.(2001). Buku pedoman pengenalan tanda bahaya pada


kehamilan, persalinan dan nifas. Jakarta. Dapartemen Kesehatan

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2373/4/BAB%20II%20pdf.pdf

https://hellosehat.com/kehamilan/kandungan/ketuban-pecah-dini-kpd-adalah/

https://www.alodokter.com/penyebab-dan-akibat-ketuban-pecah-dini

XIX

Anda mungkin juga menyukai