Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AGAMA

“PANDANGAN AGAMA TERHADAP BAYI TABUNG”

Disusun Oleh:

KELOMPOK 2 : 1.AMANDA YUNISTARINA ALGIA (P032014401045)

2.FARAH FERENNISA (P032014401052)

3.MAHFUDZ NOFRIYADI (P032014401058)

4.MUCHIA AZZA SAHARA (P032014401064)

5.NURLINA MAISYAH PUTRI (P032014401070)

6.SELYANA ARIANI (P032014401076)

7.YUNI ANISA PUTRI (P032014401082)

DOSEN PEMBIMBING : DR. BAIDARUS, MM, M.AG

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES RIAU JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Memberi kata sambutan bukan sekedar basa-basi apalagi untuk memberi


nilai tambah atas isi tulisan. Dalam budaya pancasila dan tentang budaya
pancasila, jangan hendaknya sekedar ucapan, tetapi harus berakar sebagai
perwujudan iman. Dan akibatnya laksanakan segala sesuatu berdasarkan iman
disirami roh ke-Tuhanan YME. Untuk menyambut hasil karya ini diawali dengan
niat “Lillahi Robbil Alamin” dan diawali pula dengan syukur “Alhamdulillah
Robbil Alamin”. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, utusan dan manusia pilihan-Nya, dialah penyampai, pengamal
dan penafsir pertama al-Qur’an.
Dengan pertolongan dan hidayahnya-lah, makalah ini dapat diselesaikan
dan disusun berdasarkan tugas perkuliahan, dengan harapan dapat bermanfaat
bagi semua komponen, khususnya dan bagi berlangsungnya perkuliahan di
Poltekkes Kemenkes Riau, sebagai bahan kuliah dan bahan diskusi pada tatap
muka perkuliahan. Tentu saja kehadiran makalah ini sama sekali tidak
dimaksudkan membelenggu minat mahasiswa untuk membaca refrensi lainnya.
Ucapan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu
penyusunan ini. dan penghargaan pula kami persembahkan kepada teman-teman
yang selalu memberikan, dorongan dan motifasi serta suport kepada kami. Penulis
berharap agar para pembaca dapat memberi kritik dan saran yang positif untuk
kesempurnaan makalah ini.
Merupakan suatu harapan pula, semoga makalah ini tercatat sebagai amal
sholeh dan menjadi motivator bagi penulis untuk menyusun makalah lain yang
lebih baik dan bermanfaat. Amin.

Pekanbaru, 24 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...............................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4

1.3 Tujuan Makalah..............................................................................................5

BAB II......................................................................................................................6

PEMBAHASAN......................................................................................................6

2.1 Pengertian Bayi Tabung.................................................................................6

2.2 Nasab Bayi Tabung dalam Perspektif Hukum Islam...................................12

2.3 Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) dengan Menggunakan Sperma Donor dan
Rahim Sewaan (Surrogate Mother) Dalam Perspektif Hukum Perdata.............18

BAB III..................................................................................................................21

PENUTUP..............................................................................................................21

3.1 Kesimpulan...................................................................................................21

3.2 Saran.............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi saat ini membuktikan bahwa alam semesta tidaklah


tercipta secara kebetulan, karena terdapat peraturan yang sangat teliti dan hukum
yang rapi untuk mengatur alam semesta ini. Semua menafikan bahwa alam
semesta tercipta secara kebetulan, karena suatu peristiwa yang secara kebetulan
tidak akan mampu melahirkan peraturan yang teliti dan hukum yang rapi.
Pada beberapa dekade terakhir ini, perkembangan teknologi dan
biomedis telah membuka jalan untuk potensi keuntungan bagi medis. Pada
perkembangannya, memunculkan isu etik dan legal yang cukup banyak dimana
sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Salah satunya adalah teknologi dalam
bidang reproduksi yaitu bayi tabung.
Di Indonesia bisnis ini telah ada sejak tahun 1970, yaitu sejak
ditemukannya program bayi tabung. Namun, kasus penyewaan rahim ini baru
ramai dibicarakan pada januari 2009. Ditinjau dari aspek teknologi dan ekonomi
proses surrogate mother ini cukup menjanjikan pada beberapa kasus infertilitas.
Praktek surrogate mother atau yang lazim diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia
dengan ibu pengganti/sewa rahim tergolong metode atau upaya kehamilan yang
dilakukan di luar cara alamiah sehingga dalam Hukum Indonesia praktek ibu
pengganti secara implisit tidaklah diperbolehkan.
Hukum positif di Indonesia yang mengatur tentang status hukum
seseorang anak telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun dalam
regulasi tersebut tidak terdapat ketentuan yang mengatur secara tegas hukum anak
yang dilahirkan melalui prose perihal kedudukan bayi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan bayi tabung

4
2. Pandangan kesehatan terhadap bayi tabung
3. Pandangan agama terhadap bayi tabung

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui definisi program bayi tabung
2. Untuk mengetahui pandangan kesehatan tentang bayi tabung
3. Untuk mengetahui pandangan agama mengenai bayi tabung

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bayi Tabung

Secara bahasa Fertilisasi In Vitro terdiri dari dua suku kata yaitu Fertilisasi
dan In Vitro. Fertilisasi berarti pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria,
In Vitro berarti di luar tubuh. Dengan demikian, Fertilisasi In Vitro berarti proses
pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria (bagian dari proses reproduksi
manusia), yang terjadi di luar tubuh.
Dalam KBBI dimuat bahwa yang dimaksud dengan bayi tabung adalah bayi
yang dihasilkan melalui pembuahan yang diadakan di luar Rahim ibunya. Bayi
tabung merupakan pengertian dan terjemah dari artificial insemination. Artificial
artinya sesuatu yang dibuat atau ditiru, adapun insemination diambil dari bahasa
latin “inseminatus” yang maknanya penyimpanan. Bayi tabung juga sangat
familiar dengan istilah pembuahan dalam tabung (in vitro) atau dalam bahasa
inggrisnya disebut dengan in vitro fertilitation yaitu sebuah teknik dan cara
pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh perempuan dengan tidak ada hubungan
badan atau senggama (sexual intercourse)[ CITATION Irh20 \l 2057 ]
Pada proses bayi tabung, sel telur matang yang dihasilkan oleh sistem
reproduksi istri akan dipertemukan dengan spermatozoa suami dalam sebuah
cawan berisi cairan khusus di laboratorium. Cairan yang digunakan untuk
merendam serupa dengan cairan yang terdapat dalam tuba wanita dengan
tujuan untuk membuat suasana pertemuan antara sel telur matang dan
spermatozoa senormal mungkin. Dengan demikian, keaktifan gerak spermatozoa
dan kondisi sel telur dapat terjaga. Proses pembuahan sel telur oleh spermatozoa
akan terjadi di dalam cawan tersebut, dan selanjutnya dari pembuahan tersebut
akan menghasilkan embrio. Setelah embrio sudah berusia cukup (pada umumnya
2 sampai dengan 3 hari) maka akan ditanamkan kembali ke dalam rahim sang ibu.
Embrio tersebut diharapkan terus tumbuh dan berkembang hingga menjadi bayi
yang pada akhirnya dilahirkan oleh sang ibu.

6
Latar belakang dilakukannya bayi tabung dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Faktor pria
 Gangguan pada saluran keluar spermatozoa.
 Kelumpuhan fisik yang menyebabkan pria tidak mampu melakukan
hubungan seksual (misalnya kelumpuhan pada bagian pinggang ke bawah
setelah terjadi kecelakaan).
 Sangat terbatasnya jumlah spermatozoa yang mampu membuahi sel telur
(yang memiliki bentuk tubuh spermatozoa normal dan bergerak secara
aktif).
 Hal lain yang masih belum dapat dijelaskan secara ilmiah.

b. Faktor wanita
 Gangguan pada saluran reproduksi wanita (seperti pada perlengketan atau
sumbatan tuba).
 Adanya antibodi abnormal pada saluran reproduksi wanita, sehingga
menyebabkan spermatozoa pria yang masuk kedalamnya tidak mampu
bertahan hidup.
 Hal lain yang masih belum dapat dijelaskan secara ilmiah.

Proses pelaksanaan bayi tabung dapat dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:

a. Tahap stimulasi/perangsangan produksi sel telur matang

Salah satu penyebab sulitnya seorang wanita memiliki anak, adalah kegagalan
ovarium dalam menghasilkan sel telur matang yang siap untuk dibuahi oleh
spermatozoa. Kerja sistem reproduksi senantiasa dipengaruhi oleh kadar hormon
reproduksi. Kadar hormon reproduksi senantiasa berubah, sesuai dengan proses
yang terjadi dalam siklus ovulasi dan organ reproduksi wanita, seperti proses
produksi dan pematangan sel telur dalam ovarium, maupun penebalan dinding
dalam rahim.

7
Pada tahap awal dari proses bayi tabung, dokter akan memberikan pengobatan
yang berguna untuk menciptakan kadar hormon seks/reproduksi yang sesuai demi
tercapainya proses ovulasi sel telur matang pada istri. Dengan berbekal
pengetahuan tentang kadar hormon yang sesuai dalam siklus produksi dan
pelepasan sel telur matang, dokter akan memberikan obat dan memantau efek obat
secara kontinyu pada istri.

b. Tahap pengambilan sel telur matang dan ovarium wanita dan spermatozoa pria.

Penilaian kematangan sel telur dilakukan dengan menggunakan deteksi USG.


Untuk lebih memastikan, terkadang dokter juga melakukan perhitungan kadar
hormon estrogen dalam darah suami atau istri. Kadar hormon estrogen yang
mencapai nilai minimal 200 pg/ml, menunjukkan folikel sel telur yang telah
matang. Prosedur pengambilan sel telur yang telah matang/ovum pick up suami
atau istri akan dilakukan dalam ruang operasi. Tentunya suami atau istri akan
dibius total saat prosedur ini dilakukan.
Teknik yang biasa dilakukan oleh dokter untuk melakukan ovum pick up,
adalah Transvaginal Directed Oocyte Recavery. Dengan teknik ini dokter akan
melakukan pengambilan sel telur dari ovarium di bawah panduan gambar yang
dihasilkan oleh alat USG. Sperma yang mengandung spermatozoa suami diambil
melalui masturbasi atau prosedur pengambilan khusus di ruang operasi.
Selanjutnya, spermatozoa yang terkandung dalam sperma, akan dipisahkan dari
kandungan bahan-bahan sperma lainnya. Setelah proses pemurnian ini selesai,
spermatozoa yang memiliki kualitas baik, akan dipertemukan dengan sel telur
matang untuk proses pembuahan.

c. Tahap pembuahan sel telur oleh spermatozoa di laboratorium.

Inilah tahap yang dinanti oleh spermatozoa dan sel telur untuk bertemu. Di
dalam sebuah tempat khusus yang menjamin nutrisi, serta sterilitas, spermatozoa
dan sel telur dipertemukan. Sebanyak + 20.000 spermatozoa pria, ditempatkan
bersama-sama dengan sel telur matang wanita dalam sebuah cawan khusus.
Dengan melakukan hal ini, para ahli medis mengharapkan terjadinya proses

8
pembuahan sel telur oleh spermatozoa dalam waktu 17-20 jam pasca pengambilan
sel telur dari ovarium istri.
Setelah terjadinya pembuahan, embriologis dan dokter ahli kesuburan akan
melakukan pengawasan khusus terhadap perkembangan embrio. Embrio yang
dinilai berkembang dengan baik akan diberitahukan kepada pasangan suami istri
untuk segera ditanamkan dalam rahim. Biasanya embrio yang baik akan terlihat
berjumlah 8-10 sel pada saat ditanamkan dalam rahim.

d. Tahap pencangkokan embrio ke dalam rahim.

Embrio yang dinilai berkualitas baik, akan segera ditanamkan pada hari ke-2,
ke-3, atau hari ke-5 pasca pengambilan sel telur. Pilihan hari ditanamkannya
embrio, disesuaikan dengan hasil penilaian kualitas embrio pada hari-hari
tersebut. Sebelum melakukan penanaman embrio, dokter akan menunjukkan hasil
perkembangan hasil embrio dan mendiskusikannya dengan pasangan suami istri.
Salah satu hal yang terpenting dalam diskusi dengan dokter, adalah
mendiskusikan jumlah embrio yang akan ditanamkan.
Apabila jumlah embrio yang berhasil dihasilkan, lebih dari pada jumlah
embrio yang akan ditanamkan, maka sisa embrio akan disimpan beku untuk
menjaga kemungkinan ditanamkan dikemudian hari. Setelah mencapai
kesepakatan mengenai jumlah embrio yang ditanamkan, dokter akan segera
melaksanakan tugasnya untuk menanamkan embrio dalam rahim. Sama halnya
dengan proses pengambilan sel telur dari ovarium istri, penanaman embrio akan
dilakukan dalam ruang khusus. Terjadi tidaknya kehamilan pasca penanaman
embrio, akan dipantau melalui kadar Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
dalam darah. Biasanya hal ini dilakukan apabila tidak terjadi menstruasi selama
16 hari.
Ada tujuh macam metode yang digunakan dalam bayi tabung, yaitu:

a. Sel sperma suami disuntikkan langsung ke sel telur (ovum) istri. Sperma
seorang suami diambil lalu diinjeksikan langsung pada tempat yang sesuai
dalam rahim sang istri sehingga sperma itu akan bertemu dengan sel telur

9
yang dipancarkan sang istri dan berproses dengan cara yang alami
sebagaimana dalam hubungan suami istri. Kemudian setelah pembuahan
itu terjadi, dia akan menempel pada rahim sang istri. Cara ini ditempuh,
jika sang suami memiliki problem sehingga spermanya tidak bisa sampai
pada tempat yang sesuai dalam rahim.
b. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri. Sel sperma suami dan sel telur istrinya
diambil dan keduanya diletakkan di dalam saluran eksperimen (tabung),
lalu diproses secara fisika hingga sel sperma suami mampu membuahi sel
telur istrinya di tabung eksperimen. Lantas, setelah pembuahan terjadi,
pada waktu yang telah ditentukan, sperma tersebut dipindahkan kembali
dari tabung ke dalam rahim istrinya sebagai pemilik sel telur, agar sel
mani yang telah mengalami pembuahan dapat melekat pada dinding rahim
hingga ia berkembang dan memulai kehidupannya seperti janin-janin
lainnya. Pada akhirnya si istri dapat melahirkan bayi secara alami. Anak
itulah yang sekarang dikenal dengan sebutan bayi tabung. Metode ini
ditempuh, apabila si istri mandul akibat saluran fallopi tersumbat. Yakni,
saluran yang menghubungkan sel telur ke dalam rahim.
c. Sel sperma berasal dari donor, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri Sperma seorang lelaki (sperma donor)
diambil lalu diinjeksikan pada rahim istri sehingga terjadi pembuahan di
dalam rahim, kemudian selanjutnya menempel pada dinding rahim
sebagaimana pada cara pertama. Metode ini digunakan karena sang suami
mandul, sehingga sperma diambilkan dari lelaki lain.
d. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari donor
kemudian ditanamkan ke dalam rahim istri. Pembuahan sel secara
eksternal (di dalam tabung) yang berlangsung antara sel sperma yang
diambil dari suami dan sel telur yang diambil dari indung telur wanita lain
yang bukan istrinya (kini disebut donatur). Kemudian, pembuahan lanjutan
diproses di dalam rahim istrinya. Mereka menempuh metode kedua ini,

10
ketika indung telur milik istrinya mandul (tidak berproduksi), tapi
rahimnya sehat dan siap melakukan pembuahan (fertilisasi).
e. Sel sperma berasal dari donor, sel telur (ovum) berasal dari donor
kemudian ditanamkan ke dalam rahim istri. Pembuahan sel secara
eksternal (di dalam tabung) yang berlangsung antara sel sperma pria dan
sel telur wanita yang bukan istrinya, kemudian pembuahan bertempat di
dalam rahim wanita lain yang telah bersuami (ada 2 wanita sukarelawan).
Mereka menempuh metode ketiga ini ketika indung telur wanita yang
bersuami tersebut mandul, tapi rahimnya tetap sehat, demikian pula
suaminya juga mandul. Kedua pasangan suami istri yang mandul ini
sangat menginginkan anak.
f. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian
ditanamkan ke dalam rahim wanita lain (Rahim sewaan). Pembuahan sel
secara eksternal (di dalam tabung) antara 2 bibit sel milik suami-istri,
lalu proses pembuahannya dilangsungkan di dalam rahim wanita lain
yang siap mengandung. Metode keempat ini ditempuh, ketika pihak istri
tidak mampu hamil karena ada kendala di dalam rahimnya, tetapi indung
telurnya tetap sehat dan bereproduksi atau ia tidak mau mengandung dan
meminta wanita lain supaya mengandung anaknya.
g. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri lainnya. Pelaksanaan metode ketujuh ini
sama dengan metode keenam, hanya saja wanita yang ditunjuk sebagai
sukarelawan yang bersedia mengandung itu adalah istri kedua dari suami
wanita pemilik sel telur, sehingga istri kedua yang mengalami kehamilan
dan proses pembuahan. Metode ketujuh ini tidak berlaku di negara-negara
yang hukumnya melarang poligami dan hanya berlangsung di negara-
negara yang melegalisasi poligami[ CITATION zah17 \l 1033 ].

11
2.2 Nasab Bayi Tabung dalam Perspektif Hukum Islam

Sebagai dampak dari perkembangan zaman serta kemajuan teknologi


mengaharuskan para ahli fiqih ikut serta dalam penentuan hukum yang mana agar
tidak terjadi kemadhratan dan merusak nilai moral serta kehormatan manusia.
Seperti halnya yang terdapat di zaman sekarang ini adalah kemajuan teknologi
kedokteran yang menciptakan alat guna untuk mendapatkan keturuan bagi
keluarga. Salah satu dari penemuan teknologi sains modern yang sangat
bermanfaat bagi manusia adalah penemuan inseminasi buatan pada manusia.
Inseminasi buatan yang dimaksud adalah penghamilan buatan yang
dilakukan terhadap seorang wanita tanpa melalui cara alami, melainkan
dengan cara memasukkan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita
tersebut dengan pertolongan dokter [ CITATION Fua19 \l 2057 ].
Tentu saja ini dapat memicu sebuah konflik jika tidak segera ditangani oleh
orang-orang yang kurang beriman dan bertaqwa. Maka dari itu, peranan para
pakar hukum islam serta keikutsertaan dokter diperlukan agar tidak menimbulkan
suatu problematika yang lebih serius. Karena sesuatu yang telah dihasilkan oleh
teknologi, belum tentu dapat diterima dengan baik menurut agama, etika dan
hukum yang hidup di masyarakat.
Dari hasil kemajuan teknologi di bidang kedoteran telah terdapat cara atau
teknik untuk memiliki keturunan melalui inseminasi buatan (bayi tabung), antara
lain:
1. Fertilazation in Vitro (FIV), teknik pertama ini dilakukan dengan cara
mengambil sperma dari suami dan ovum dari istri (suami istri yang telah
dinyatakan sah dalam ikatan perkawinan) dan kemudian diproses di vitro
(tabung), lalu setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer di rahim istri.
2. Gramet Intra Felopian Tuba (GIFT), sedangkan teknik yang kedua ini sama
halnya dengan teknik pertama mengambil sperma dan ovum dari pasangan
yang telah dinyatakan sah dalam iktanan perkawinan. Namun, setelah
dicampur dan terjadi pembuahan, segera ditanam di saluran telur (tuba lupi).

12
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas tersebut, munculnya teknologi
yang dapat memberikan opsi bagi kelurga untuk bisa memiliki keturan melalui
jalan inseminasi buatan (bayi tabung). Tentu hal ini menjadi salah satu topik
hangat yang dibacarakan baik pada kalangan islam dan di luar islam, serta di
tingkat nasional maupun internasional. Akan tetapi, menurut penjelasan dari
Kartono Muhammad, selaku ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang dimaksud
inseminasi buatan disini adalah mengharap bayi tabung dengan syarat sel sperma
dan ovum yang diambil berdasarkan dari laki-laki dan perempuan yang telah
dianggap sah dalam ikatan perkawinan. Maka dari itu, berikut adalah
penjelasannya.
Dalam perspektif hukum Islam kategori fiqih ada yang membolehkan dan ada
juga yang melarang mengenai bayi tabung tersebut. Sedangkan dalam hukum
Islam kategori Maqasyid As-Syari’ah, bayi tabung itu di perbolehkan, karena
demi kemashlahatan, kategori melndungi keturunan (khifzu an-nasl)[ CITATION
Fua19 \l 2057 ].
Dalam pandangan islam, islam membenarkan dan memperbolehkan pasangan
suami istri untuk memiliki keturuanan dengan maksud untuk mewujudkan tujuan
dari perkawinan serta untuk keberlangsungan hidup (regenerasi) memalui jalan
bayi tabung, dengan syarat bahwa tidak ada jalan lain (darurat) karena dengan
cara pembuahan alami suami istri tidak berhasil memperoleh anak, serta dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang perbolehkan. Seperti bayi tabung (inseminasi
buatan) yang dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri yang dinyatakan
sah dalam ikatan perkawinan dan tidak ditransfer ke dalam rahim wanita lain
termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi laik-laki yang mempunyai istri lebih dari
satu), baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikan ke dalam
vagina atau uterus istri maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim.
Kemudian setelah itu, buahnya (vertilized ovum) ditanam dalam rahim istri.
Hal ini sebagaimana dengan kaidah hukum Fiqih Islam:
‫الضرورة منزلة تنزل الحاجة‬
“Hajat (kebutuhan yang sangat penting tersebut) diperlaakukan seperti dalam
keadaan terpaksa.”

13
‫ الضرورة‬W‫المحظورات تبيح‬
“Keadaan darurat (terpaksa) memperbolehkan melakukan hal-hal yang terlarang”.

Selain dari penjelasan di atas tersebut, masih terdapat beberapa cara yang
dilakukan untuk mendapatkan keturunan melalui bayi tabung. Namun beberapa
cara tersebut tidak dibenarkan oleh Islam. Karena nasab anak dari hasil inseminasi
buatan tersebut akan menjadi suatu permasalahan besar. Sebab penentuan nasab
tersebut akan berdampak pada hak anak, seperti waris, perwalian dan lain
sebagainya. Adapun yang tidak dibenarkan oleh islam salah satunya adalah
inseminasi buatan tersebut dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum,
maka diharamkan dan hukumnya tidak diperbolehkan (haram). Dan akibat
hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan hasil nasabnya hanya
pada istri (ibu) saja.

dengan donor (tidak diambil dari suami-istri yang sah) adalah sebagai berikut:
Adapun dalil (dasar hukum) yang dijadikan sebagai landasan diharamkannya
inseminasi buatan
al-Qur’an Surat al-Israah ayat 70:35
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-
baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Kemudian al-Qur’an Surat at-Tin ayat 4:36
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya”.

Begitu juga dengan Hadis:

(‫غيره زرع ماءه يسقي ان األخر واليوم للهبا يؤمن المرئاليحل )الحديث‬

Artinya: “Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir
menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)”.

14
Sedangkan dalam pandang ulama di Indonesia yang berdasarkan dengan
dasar hukum di atas ialah sebagai berikut:
1. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menetapkan 4 keputusan
terkait masalah bayi tabung, diantaranya:
a. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah
hukumnya mubah (boleh), sebab ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan
kaidah-kaidah agama.
b. Sedangkan para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari
pasangan suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain dan itu
hukumnya haram, karena di kemudian hari hal itu akan menimbulkan
masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.
c. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal
dunia hukumnya haram. Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang
pelik baik kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal
kewarisan.
d. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami
istri yang sah hal tersebut juga hukumnya haram. Alasannya, statusnya
sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis diluar pernikahan yang
sah alias perzinahan.
2. Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah dalam
Forum Munas di Kaliurang, Yogyakarta pada tahun 1981. Ada 3 keputusan
yang ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung, diantaranya :
a. Apabila mani yang ditabung atau dimasukkan ke dalam rahim wanita
tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung
hukumnya haram. Hal itu didasarkan pada sebuah hadist yang
diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rosulallah SAW bersabda “Tidak ada dosa
yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT,
dibandingkan dengan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan
spermanya (berzina) didalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.”
b. Apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara
mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. Mani

15
Muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak
dilarang oleh syara’. Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para
ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul Akhyar II/113.
"Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan
beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena
istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-
senang."
c. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri yang sah dan cara
mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim
istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
3. Majelis Mujamma’ Fiqih Islami menetapkan sebagai berikut:
a. Lima perkara berikut ini diharamkan dan terlarang sama sekali, karena
dapat mengakibatkan percampuran nasab dan hilangnya hak orang tua
serta perkara-perkara lain yang dikecam oleh syariat.
1) Sperma yang diambil dari pihak lelaki disemaikan kepada indung telur
pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam
rahim istrinya.
2) Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada
sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
3) Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari
sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita
lain yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.
4) Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan
wanita lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
5) Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari
seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim
istrinya yang lain.
b. Dua perkara berikut ini boleh dilakukan jika memang sangat dibutuhkan
dan setelah memastikan keamanan dan keselamatan yang harus dilakukan,
sebagai berikut:

16
1) Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya diambil
dari istrinya kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim
istrinya.
2) Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam saluran
rahim istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya untuk
disemaikan.
4. Ulama di Malaysia yang tergabung dalam Jabatan Kemajuan Islam Malaysia
memberi fatwa tentang bayi tabung yang menghasilkan keputusan sebagai
berikut:
a. Bayi Tabung Uji dari benih suami isteri yang dicantumkan secara
“terhormat” adalah sah di sisi Islam. Sebaliknya benih yang diambil dari
bukan suami isteri yang sah bayi tabung itu adalah tidak sah.
b. Bayi yang dilahirkan melalui tabung uji itu boleh menjadi wali dan berhak
menerima harta pesaka dari keluarga yang berhak.
c. Sekiranya benih dari suami atau isteri yang dikeluarkan dengan cara yang
tidak bertentangan dengan Islam, maka ianya dikira sebagai cara
terhormat.

Islam sebagai agama yang universal selalu akan memberikan solusi mengenai
problematika yang ada di zaman modern. Dengan adanya islam ini, diharapkan
akan tercapainya kemaslhatan umat. Maka dari itu islam memberikan batasan dan
bahkan mengharamkan bayi tabung jika itu dapat berdampak pada kemadhratan.
Misalnya dalam penentuan nasab dikhawatirkan tidak adannya kejelasan
mengenai anak yang telah dilahirkan dari praktik bayi tabung karena adanya
ikhtilati an - nasab (pencampuran nasab).
Maka dari itu, dari beberapa pernyataan mengenai pandangan bayi tabung
yang dipaparkan oleh beberapa ulama-ulama di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa, islam membenarkan dan memperbolehkan jalan bayi tabung/inseminasi
buatan jika dilakukan dengan cara mengambil sel sperma dan ovum suami istri
yang sah dan kemudian tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain
termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), baik dengan

17
cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus
istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya
(vertilized ovum ) ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri
yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk
memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami suami istri tidak berhasil
memperoleh anak[ CITATION Moh19 \l 2057 ].

2.3 Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) dengan Menggunakan Sperma Donor


dan Rahim Sewaan (Surrogate Mother) Dalam Perspektif Hukum
Perdata.

Dalam Pasal 250 KUHPerdata dijelaskan tentang pengertian anak sah, yaitu
Anak sah adalah tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang
perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya. Selanjutnya dalam pasal 42
UU Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa “Anak sah adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah”. Kemudian dalam
Pasal 99 KHI menjelaskan bahwa anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam
atau akibat perkawinan yang sah dan anak hasil pembuahan suami istri yang sah
di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.
Pengertian anak sah yang disebutkan dalam ketiga aturan tersebut bertitik
tolak dari hasil hubungan seksual yang dilakukan secara alami antara pasangan
suami-istri dan pasangan suami-istri tersebut terikat dalam perkawinan yang sah.
Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan intervensi manusia (dokter), misalnya
dalam membantu pasangan suami-istri yang mandul menurut penulis hanya
diakomodir oleh ketentuan KHI dan belum diakomodir KUHPerdata dan UU
Perkawinan.
Permasalahannya kemudian adalah apabila upaya yang dilakukan oleh
pasangan suami-istri yang mengikuti program bayi tabung yang menggunakan
sperma dan ovum dari pasangan suami-istri, kemudian embrionya
ditransplantasikan ke dalam rahim istri berhasil memperoleh anak, bagaimanakah

18
kedudukan hukum anak tersebut? Apakah anak tersebut dapat dikualifikasi
sebagai anak sah atau tidak.
Apabila ditinjau dari Konsep KUHPerdata dan UU Nomor 1 Tentang
Perkawinan, sperma dan ovum yang digunakan serta tempat embrio
ditransplantasikan di atas, maka nampaklah bahwa:
a. anak itu secara biologis anak dari pasangan suami-istri;
b. yang melahirkan anak itu adalah istri dari suami;
c. Orang tua anak itu terikat dalam perkawinan yang sah.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa anak yang dilahirkan melalui teknik
bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri
kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri secara hukum dapat
dikualifikasikan sebagai anak sah. Oleh karena anak itu dilahirkan dalam
perkawinan yang sah; sperma dan ovum dari pasangan suami-istri; serta yang
mengandung dan melahirkan adalah istri dari suami yang bersangkutan.
Sedangkan intervensi teknologi adalah semata-mata untuk membantu proses
pembuahannya saja, yang dalam pembuahan tersebut terjadi dalam tabung gelas
yang proses selanjutnya tetap berada dalam rahim istri yang sah.
Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat dan pandangan teoritis dan
praktis di bidang hukum mengenai kedudukan hukum anak yang dilahirkan
melalui proses bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan
suami-istri yang sah kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri
yang bersangkutan.
 Bismar Siregar mengemukakan bahwa:
“Lahirnya keturunan melalui bayi tabung bukan sesuatu yang haram, tetapi
kebolehan, dengan syarat dan ketentuan benih dari suami, lahannya rahim istri.
Kedudukan anaknya sah. Sedangkan di luar itu haram tergolong perzinahan,
jangan memasyaratkan”.
Alasan Bismar Siregar mengemukakan kedudukan hukum anak yang
dilahirkan melalui proses bayi tabung yang menggunakan sperma suami adalah
anak sah, oleh karena ciri insan beriman dalam hal ia beragama Islam, ia percaya

19
penuh terhadap apa yang terjadi atas dirinya tidak lain adalah ketentuan Tuhan-
Nya.
Apabila diperhatikan terhadap apa yang dikemukakan oleh Bismar Siregar
jelaslah bahwa di dalam menentukan kedudukan hukum bayi tabung yang
menggunakan sperma suami, lahannya rahim istri adalah kebolehan bukan haram,
dan kedudukan anaknya adalah sah. Hal ini bertitik tolak pada ajaran agama Islam
yang bersumber pada Al Quran dan Al Hadis, yang mana prosedur bayi tabung
sama halnya dengan proses terbentuknya manusia secara alami. Kemudian yang
diartikan dengan kebolehan dalam hukum Islam adalah sesuatu yang tidak
dilarang dalam agama, tidak berdosa dan tidak berpahala jika dikerjakan atau
ditinggalkan.
Pandangan di atas senada dengan apa yang dikemukakan oleh Sudikno
Mertokusumo dan Purwoto S. Gandasubrata.
 Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa:
Dengan lahirnya teknologi canggih yang menghasilkan bayi tabung, sepasang
suami-istri yang tidak mempunyai anak dan menginginkannya makin lama akan
makin lebih suka memperoleh bayi tabung daripada mengangkat orang lain (hal
ini tergantung pada pendidikan dan kesadaran). Kedudukan yuridis bayi tabung
pun seperti halnya anak angkat, yaitu “menggantikan” atau sama dengan anak
kandung. Jadi anak yang dilahirkan melalui bayi tabung hak dan kewajibannya
sama dengan anak kandung. Ia berhak atas pemeliharaan, pendidikan dan warisan
orangtuanya.[ CITATION Zah17 \l 2057 ]

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam perspektif hukum perdata, anak yang dilahirkan melalui proses


bayi tabung (fertilisasi in vitro) dengan menggunakan sperma donor
berkedudukan sebagai anak sah apabila memperoleh pengakuan, sedangkan
anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung (fertilisasi in vitro) dengan
menggunakan rahim sewaan (surrogate mother) berkedudukan sebagai anak
angkat.
Kadar kebolehan bayi tabung menurut pandangan islam yaitu apabila
dilakukan dengan cara mengambil sel sperma dari suami dan ovum dari istri yang
tealah dinyatakan sah dalam ikatan perkawinan dan tidak ditransfer ke dalam
rahim perempuan lain, baik itu istri sah dari suami (bagi suami yang berpoligami),
maka islam memperbolehkan, baik dengan cara mengambil sperma suami
kemudian disuntikan ke dalam vagina atau uterus istri maupun dengan cara
pembuahan dilakukan diluar rahim. Kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam
dalam rahim istri, dengan sebab keadaan suami istri yang bersangkutan benar-
benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak. Sedangkan
yang ditetapkan bahwa hal tersebut haram dan tidak diperbolehkan oleh hukum
islam adalah jika inseminasi (bayi tabung) tersebut dilakukan dengan proses
bantuan donor sperma dan ovum dari orang lain yang tidak ada iktan perkawinan
yang sah. Misalnya, seperti adanya bank sperma yang dapat diambil bagi orang
yang membutuhkan guna untuk mendapatkan keturunan, maupun dari suami istri
yang sah namun ditanam di Rahim perempuan lain. Karena semua itu akan
memberikan akibat hukum, anak hasil inseminasi tersebut dianggap tidak sah
(anak yang tidak sah) menurut ketentuan syara’ serta nasabnya hanya pada ibu
yang melahirkan serta kelurganya saja.

21
3.2 Saran
Dalam setiap mengerjakan suatu tugas makalah diperlukan banyak
referensi agar materi yang disajikan lengkap. Pada saat akan mempresentasikan
materi diperlukan banyak belajar serta pemahaman yang cukup agar dapat
menguasai materi yang dibawakan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) dengan Menggunakan Sperma Donor dan


Rahim Sewaan. (2017). HOLREV, 198-205.

Dongoran, I. (2020). Bayi Tabung dalam Tinjauan Hukum Islam. Jurnal Syariah
dan Hukum, 71.

Isnawan, F. (2019). Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan Bayi Tabung


Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif Indonesia . Jurnal Kajian
Agama,Sosial dan Budaya , 182.

Noer, M. F. (2019). Nasab Bayi Tabung Dalam Prespektif Hukum Islam Dan
Maqasid Syari’ah . Jurnal Syariah dan Hukum Islam , 161.

Zahrowati. (2017). (Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) dengan Menggunakan


Sperma Donor dan Rahim Sewaan. HOLREV, 206-207.

23

Anda mungkin juga menyukai