Anda di halaman 1dari 22

Asuhan Kebidanan pada Ibu dengan Komplikasi Kelainan

dan Penyulit Kehamilan


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan
Patologis

Disusun oleh :

Cynthia Ratna Yulianty

(044228120003)

AKADEMI KEBIDANAN BANDUNG


YAYASAN CIARA PUTRI
2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan Kebidanan pada
Ibu dengan Komplikasi Kelainan dan Penyulit Kehamilan dengan abortus,
kehamilan ektopik, dan kehamilan molahidatidosa ini dengan baik.
Pemahaman makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan
untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan IV Patologis, kami
mengucapkan terimakasih kepada pembimbing dan semua pihak yang telah
membantu dan memberikan bimbingan dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan baik dari teknis penulisan maupun materi, akhirul kalam terimakasih
kepada pembimbing.

Bandung, Maret 2014

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kehamilan mola merupakan komplikasi dan penyulit kehamilan pada
trimester satu. Hasil konsepsi pada kehamilan mola tidak berkembang menjadi
embrio setelah pembuahan tetapi terjadi villi koriales disertai dengan degenerasi
hidropik. Rahim menjadi lunak dan berkembang lebih cepat dari usia kehamilan
yang normal, tidak dijumpai adanya janin, dan rongga rahim hanya terisi oleh
jaringan seperti buah anggur. Kehamilan mola hidatidosa disebut juga dengan
kehamilan anggur.
Angka Kematian lbu (AKI) di Indonesia masih tinggi. Menurut Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI di Indonesia adalah 228
per 100.000 kelahiran hidup. Ada 3 penyebab klasik kematian ibu yaitu
perdarahan, keracunan kehamilan dan infeksi. Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) 15-50% kematian ibu disebabkan oleh abortus. Abortus berdampak
perdarahan atau infeksi yang dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu,
kematian ibu yang disebabkan abortus sering tidak dilaporkan dalam penyebab
kematian ibu, tapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Abortus dapat
terjadi secara tidak sengaja maupun disengaja.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan abnormal yang terjadi di luar rongga
rahim, janin tidak dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang sama sekali.
Kehamilan ektopik disebut juga ectopic pregnancy, ectopic gestation, eccecyesis.
Kehamilan ektopik merupakan penyebab kematian ibu pada umur kehamilan
trimester pertama. Frekuensi kejadian kehamilan ektopik berkisar 1: 14,6 % dari
seluruh kehamilan.
Ketiga hal ini sangat mempengaruhi suatu proses kehamilan dan jika tidak
ditangani dengan tepat dan baik, akan dapat menyumbangkan Angka Kematian
Ibu. Sehingga seharusnya kita mampu mencegah atau menangani kejadian ini
dengan tepat dan benar.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Abortus?

b. Apa yang dimaksud dengan Kehamilan Molahidatidosa?


c. Apa yang dimaksud dengan Kehamilan Ektopik?
d. Apa saja yang dipersiapkan dalam pelaksanaan kuretase?
e. Apa saja yang dipersiapkan dalam pelaksanaan digital?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Abortus
b. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kehamilan Molahidatidosa
c. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kehamilan Ektopik
d. Untuk mengetahui apa saja yang dipersiapkan dalam pelaksanaan kuretase
e. Untuk mengetahui apa saja yang dipersiapkan dalam pelaksanaan digital
4. Manfaat
Agar bidan mampu memberikan asuhan yang tepat dan benar sehingga masalah
yang dihadapi dapat diselesaikan dengan asuhan yang sesuai.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Abortus
a. Definisi

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat tertentu) pada


atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan
belum mampu untuk hidup di luar kandungan.
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa
intervensiluar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut.Terminologi
umum untuk masalah ini adalah keguguran atau miscarriage.
Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang
bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan. Terminologi untuk keadaan ini
adalah pengguguran, aborsi, atau abortus provokatus.
b. Prevalensi
Angka kejadian abortus yaitu 15 persen diketahui secara klinis, 30-45 persen
dideteksi dengan beta-hCG assay yang peka. Prevalensi kejadian abortus
mengalami peningkatan sesuai dengan umur ibu yaitu 12 persen wanita usia
kurang dari 20 tahun dan 50 % lebih adalah wanita usia lebih dari 45 tahun.
c. Etiologi
Penyebab terjadinya abortus antara lain:
1) Faktor kelainan ovum: degenerasi hidatid villi;
2) Faktor ibu: penderita anomali kongenital, kelainan letak uterus, kurangnya
persiapan uterus, distorsio uterus, peregangan uterus terlalu cepat
(kehamilan mola, gemeli);
3) Gangguan sirkulasi plasenta: penderita nefritis, hipertensi, toksemia
gravidarum, anomali plasenta;
4) Penyakit

ibu:

penyakit

infeksi, keracunan,

malnutrisi,

metabolisme, penyakit kardiovaskuler;


5) Faktor embrionik;
6) Kelainan kromosom;
7) Antagonis rhesus;
8) Korpus luteum terlalu cepat atrofi atau faktor serviks;

gangguan

9) Rangsangan kontraksi uterus: laparotomi, terkejut, uterotonika, dan


10) Faktor bapak: umur, penyakit kronis (TBC, anemi, jantung, keracunan,
malnutrisi).
d. Klasifikasi abortus
Abortus dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Abortus spontan
Abortus spontan adalah abortus tidak disengaja, alami.
2) Abortus provokatus
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja. Abortus provokatus
dapat dibagi menjadi:
a) Abortus medisinalis (abortus therapeutica), yaitu abortus yang
dilakukan karena indikasi medis misal, penyakit jantung, hipertensi,
Ca servik;
b) Abortus kriminalis, yaitu abortus yang dilakukan karena tindakan legal
tanpa indikasi medis.
3) Abortus kompletus (keguguran lengkap)
Abortus kompletus (keguguran lengkap) adalah abortus yang hasil
konsepsi (desidua dan fetus) keluar seluruhnya.
a) Tanda klinis: rasa nyeri dan perdarahan telah berhenti, ostium tertutup,
uterus mengecil, rongga rahim kosong
b) Terapi: pemberian uterotonika
4) Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)
Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap) adalah abortus yang
sebagian hasil konsepsinya telah keluar, tetapi desidua atau plasenta masih
tertinggal.

a) Tanda klinis: amenore, nyeri perut, perut mules, pedarahan sedikit/


banyak, keluar jaringan/ fetus, servik terbuka
b) Terapi: pemberian cairan, digital dan kuretase, uterotonika, antibiotik
5) Abortus insipiens (keguguran berlangsung)
Abortus insipiens (keguguran berlangsung) adalah abortus yang sedang
berlangsung, tidak dapat dipertahankan.
a) Tanda:

perdarahan

banyak,

ostium

terbuka,

ketuban

teraba,

berlangsung beberapa jam, nyeri perut


b) Komplikasi: kematian ibu, infeksi
c) Terapi: terminasi kehamilan, pemberian cairan, digital dan kuretase,
uterotonika, antibiotik
6) Abortus iminens (keguguran mengancam)
a) Abortus iminens (keguguran mengancam) adalah keguguran yang
mengancam dan dapat dipertahankan.
b) Tanda: ostium tertutup, tinggi fundus uteri sesuai umur kehamilan,
perdarahan bercak, nyeri perut bagian bawah
c) Terapi: bed rest total, obat hormonal, antispasmodika. Apabila
perdarahan berlanjut, evaluasi kondisi kehamilan dan jika reaksi
kehamilan 2 kali berturut-turut negatif maka dilakukan kuretase.
7) Abortus tertunda (missed abortion)
Abortus tertunda (Missed abortion) adalah janin sudah mati, masih di
dalam uterus dan tidak keluar 2 bulan atau lebih. Pada fetus yang mati
dapat keluar sendiri, atau diresorbsi, mengering dan menipis, atau menjadi
mola karnosa.
a) Tanda: amenore, perdarahan sedikit berulang warna cokelat gelap,
fundus tidak bertambah tinggi, reaksi kehamilan negatif, servik
tertutup dan ada sedikit darah, perut terasa dingin / kosong

b) Terapi: pemberian uterotonika, dilatasi dan kuretase, antibiotic


c) Komplikasi: hipo atau afibrinogenemia
8) Abortus Habitualis (Keguguran Berulang)
a) Abortus habitualis (keguguran berulang) adalah keguguran berturutturut 3 kali atau lebih.
b) Etiologi: kelainan ovum/ sperma, faktor ibu (disfungsi tiroid, kelainan
korpus luteum, plasenta, malnutrisi, kelainan anatomi, penyakit
penyerta kehamilan)
c) Pemeriksaan: histerosalfingografi, BMR dan kadar iodium darah,
psiko analisis
d) Terapi: pengobatan

kelainan

endometrium,

kurangi/

hentikan

kebiasaan buruk. Pada servik inkompeten dilakukan tindakan operatif


9) Abortus infeksius dan abortus septik.
a) Aborus infeksius adalah keguguran yang disertai dengan infeksi
genital.
Abortus septik adalah keguguran yang disertai dengan infeksi berat,
penyebaran kuman sampai peredaran darah/ peritonium.
b) Tanda: amenore, perdarahan, keluar jaringan. Tanda abortus septik:
sakit berat, panas tinggi, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun,
syok
c) Pemeriksaan: kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan,
tanda infeksi genital
d) Terapi: pemberian cairan, antibiotik, tindakan operatif
e. Patofisiologi
Abortus terjadi karena adanya perdarahan desidua basalis yang berdampak
terjadi nekrosis jaringan sekitar sehingga sebagian atau seluruh hasil konsepsi
keluar dan menyebabkan uterus menjadi berkontraksi. Hasil konsepsi kurang
dari umur kehamilan 8 minggu dapat keluar seluruhnya, sedangkan hasil
konsepsi dengan umur kehamilan 814 minggu maka hasil konsepsi keluar
sebagian atau seluruhnya. Pengeluaran hasil konsepsi umumnya ditandai
dengan perdarahan.

f. Komplikasi
1) Perdarahan (hemorrhage);
2) Perforasi;
3) Infeksi dan tetanus;
4) Ginjal akut, dan
5) Syok
2. Molahidatidosa
a. Definisi
Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari plasenta
akibat kesalahan pertemuan ovum dan sperma sewaktu fertilisasi (Sarwono
Prawirohardjo,2003).
Mola hidatidosa adalah penyakit neoplasma yang jinak berasal dari kelainan
pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan
degenerasi

kristik villi

dan

perubahan

hidropik

sehingga

tampak

membengkak, edomatous, dan vaksikuler (Benigna).


b. Prevalensi
Kehamilan mola hidatidosa ditemukan pada wanita dalam masa reproduksi
dan multiparitas. Kejadian kehamilan mola hidatidosa di rumah sakit besar
Indonesia berkisar 1 dari 80 kehamilan. Sedangkan di negara barat
prevalensinya adalah 1:200 atau 2000 kehamilan.
c. Etiologi
Penyebab kehamilan mola hidatidosa antara lain faktor ovum, imunoselektif
trofoblas, sosio ekonomi rendah, paritas tinggi, umur hamil ibu di atas 45
tahun, kekurangan protein, infeksi virus dan faktor kromosom.
d. Patofisiologi
Penyakit trofoblastik gestasional (GTD) terjadi ketika diferensiasi sel normal
dalam blastokis berhenti dan sel trofoblastik berpoliferasi. Poliferasi trofoblas
mengakibatkan peningkatan kadar hCG. Mola hidatidosa komplit terjadi
ketika ovum tidak mengandung kromosom dan sperma mereplikasi
kromosomnya sendiri ke dalam zigot abnormal. Gambaran mikroskopik
kehamilan mola hidatidosa antara lain proliferasi trofoblas, degenerasi hidopik
dari stroma villi, serta terlambatnya pembuluh darah dan stroma.
e. Klasifikasi
Kehamilan mola hidatidosa dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Mola hidatidosa lengkap


Mola hidatidosa lengkap apabila vili hidropik, tidak ada janin dan
membran, kromosom maternal haploid dan paternal 2 haploid.
2) Mola hidatidosa parsial
Mola hidatidosa parsial apabila janin tidak teridentifikasi, campuran villi
hidropik dan normal, kromosom paternal diploid.
3) Mola hidatidosa invasif.
Mola hidatidosa invasif apabila korioadenoma destruen, menginvasi
miometrium, terdiagnosis 6 bulan pasca evakuasi mola.
f. Tanda dan Gejala
Kebanyakan wanita dengan kehamilan mola juga mengalami reaksi
kehamilan seperti wanita hamil normal. Wanita dengan GTD mengalami
perdarahan bercak coklat gelap pada akhir trimester pertama. Hipertensi dan
hiperemesis akibat kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu. Inspeksi
pada muka dan badan tampak pucat kekuning-kuningan atau disebut muka
mola (mola face). Pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran uterus lebih besar
dari usia kehamilan, tidak ditemukan ballotemen dan denyut jantung janin,
keluar jaringan mola.
Kadar hCG tinggi dan tiroksin plasma juga mengalami peningkatan.
Pemeriksaan USG terdapat gambaran vesikular (badai salju) dan tidak terlihat
janin.
g. Komplikasi
1) Perdarahan hebat sampai syok;
2) Perdarahan berulang;
3) Anemia;
4) Infeksi sekunder;
5) Perforasi karena tindakan dan keganasan, dan
6) Keganasan apabila terjadi mola destruens/ koriokarsinoma
h. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan
evaluasi.
1) Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan
perbaiki keadaan umum terlebih dahulu;
2) Kuretase dilakukansetelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti;

3) Pemeriksaan dan pemantauan kadar hCG pasca kuretase perlu dilakukan


mengingat kemungkinan terjadi keganasan;
4) Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar ?-hCG normal, dan
5) Pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.

3. Kehamilan Ektopik
a. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan abnormal yang terjadi di luar rongga
rahim, janin tidak dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang sama
sekali. Kehamilan ektopik disebut juga ectopic pregnancy, ectopic gestation,
eccecyesis. Kehamilan ektopik merupakan penyebab kematian ibu pada umur
kehamilan trimester pertama.
b. Istilah Dalam Kehamilan Ektopik
Beberapa istilah yang berkaitan dengan kehamilan ektopik antara lain:
1) Kehamilan

ektopik

terganggu

adalah

kehamilan

ektopik

yang

membahayakan wanita.
2) Kehamilan heterotopik adalah kehamilan intrauterin yang berdekatan
dengan kehamilan ektopik.
3) Kehamilan ektopik kombinasi (combined ectopic pregnancy) adalah
kehamilan intrauterin yang bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.
4) Kehamilan ektopik rangkap (compound ectopic pregnancy) adalah
kehamilan intrauterin dan ekstrauterin lebih dulu terjadi, tapi janin sudah
mati dan menjadi litopedion (janin yang sudah membatu).
c. Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik belum diketahui secara pasti. Namun demikian,
penyebab kehamilan ektopik yang paling sering adalah faktor tuba (95%). Di
bawah ini merupakan penyebab kehamilan ektopik:
1) Faktor tuba, meliputi: penyempitan lumen tuba, gangguan silia tuba,
operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna, endometriosis tuba,
tumor;

2) Faktor ovum, meliputi: rapid cell devision, migrasi eksternal dan internal
ovum, perlekatan membran granulosa;
3) Penyakit radang panggul;
4) Kegagalan kontrasepsi;
5) Efek hormonal, meliputi: penggunaan kontrasepsi mini pil, dan
6) Riwayat terminasi kehamilan sebelumnya.
d. Klasifikasi Kehamilan Ektopik
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba. Tempat implantasi yang
paling sering adalah ampula, kemudian isthmus, fimbriae, kornu, serta uterus
intersisialis. Sedangkan kehamilan ektopik non-tuba sangat jarang terjadi,
tetapi dapat terjadi pada abdomen, ovarium, atau servik
Beberapa klasifikasi kehamilan ektopik adalah:
1) Kehamilan interstisial (kornual)
Kehamilan interstisial merupakan kehamilan yang implantasi embrionya
di tuba falopi. Pasien menunjukkan gejala yang cukup lama, sulit
didiagnosis dan lesi menyebabkan perdarahan masif ketika terjadi ruptur.
Pada usia kehamilan 6-10 minggu akan terganggu. Hasil konsepsi dapat
mati dan diresorbsi, keguguran, ruptur tuba. Angka kematian ibu akibat
kehamilan interstisial adalah 2 %. Penanganan pada kasus ini dengan
laparatomi.
2) Kehamilan ovarium
Kehamilan di ovarium lebih sering dikaitkan dengan perdarahan dalam
jumlah banyak dan pasien sering mengalami ruptur kista korpus luteum
secara klinis, pecahnya kehamilan ovarium, torsi, endometriosis.
3) Kehamilan servik

Kehamilan servik merupakan kehamilan dengan nidasi di kanalis


servikalis, dinding servik menjadi tipis dan membesar. Kehamilan di
servikalis ini jarang dijumpai. Tanda dari kehamilan ini adalah: kehamilan
terganggu, perdarahan, tanpa nyeri, abortus spontan. Terapinya adalah
histerektomi.

4) Kehamilan abdominal
Kehamilan abdominal terbagi menjadi: primer (implantasi sesudah
dibuahi, langsung pada peritonium/ kavum abdominal) dan sekunder
(embrio masih hidup dari tempat primer). Kehamilan dapat aterm dan anak
hidup, namun didapatkan cacat. Fetus mati, degenerasi dan maserasi,
infiltrasi lemak jadi lithopedion/ fetus papyraceus. Terapi kehamilan
abdominal adalah: laparotomi, plasenta dibiarkan (teresorbsi).
e. Tanda dan Gejala
Ibu hamil yang mengalami kehamilan ektopik akan merasakan gejala pada
usia kehamilan 6-10 minggu. Adapun gejala dan tanda yang dirasakan antara
lain: amenorea/ tidak haid; Nyeri perut bagian bawah; perdarahan per vaginam
iregular (biasanya dalam bentuk bercak-bercak darah); rasa sakit pada salah
satu sisi panggul; tampak pucat; tekanan darah rendah, denyut nadi meningkat,
ibu hamil mengalami pingsan dan terkadang disertai nyeri bahu akibat iritasi
diafragma dari hemoperitoneum.
f. Faktor Predisposisi
Kondisi yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik
diantaranya

adalah: endometriosis; riwayat radang panggul; riwayat

kehamilan ektopik sebelumnya; riwayat pembedahan tuba; riwayat infertilitas;


riwayat pemakaian IUD belum lama berselang; riwayat penyakit menular
seksual (PMS) seperti: gonore dan klamidia; faktor usia hamil di atas 35
tahun; riwayat kebiasaan buruk (merokok) dan pasien dalam proses fertilisasi
in vitro.
g. Diagnosis

Kehamilan ektopik biasanya sulit didiagnosa dengan cepat, dikarenakan tanda


dan gejala sama dengan kehamilan normal. Untuk menegakkan diagnosa,
maka dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1) Anamnesis, untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu;
2) Pemeriksaan fisik;
3) Tes kehamilan;
4) Pengukuran kadar beta-HCG;
5) Sonografi transvaginal, untuk mendeteksi kantung kehamilan intrauterin;
6) Kuldosintesis, untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah;
7) Pemeriksaan hematokrit;
8) Dilatasi dan kuretase, dan
9) Laparoskopi, digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang
lainnya meragukan.
h. Komplikasi
1) Komplikasi yang dapat timbul akibat kehamilan ektopik, yaitu: ruptur tuba
atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan
perdarahan masif, syok, DIC, dan kematian.
2) Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain: perdarahan,
infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan
pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi terkait tindakan
anestesi.

i. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan akan bergeser dari mencegah kematian menjadi
mengurangi kesakitan dan mempertahankan kesuburan, apabila dilakukan

diagnosis yang lebih awal. Adapun penatalaksanaan pada kasus kehamilan


ektopik antara lain:
1) Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan pemberian Metotreksat
(MTX), injeksi intramuskular 50 mg/m2 merupakan pengobatan yang
efektif untuk pasien-pasien yang memenuhi kriteria. Dosis diberikan pada
hari ke 1, tetapi kadar beta-HCG akan mengalami peningkatan selama
beberpa hari. Kriteria untuk mendapatkan metotreksat adalah: stabil
secara

hemodinamik

tanpa

perdarahan

aktif,

pasien

ingin

mempertahankan kesuburannya, tidak ditemukan gerakan janin dan


kadar beta-HCG tidak lebih 6000 mIU/ml.
Adapun kontraindikasinya adalah: imunodefisiensi, ibu menyusui,
alkoholisme, leukopenia, penyakit paru aktif, disfungsi hati, disfungsi
ginjal, gerakan jantung embrio dan kantung kehamilan lebih dari 3,5 cm.
2) Terapi pembedahan
Terapi pembedahan definitif berupa salpingektomi merupakan terapi
pilihan untuk wanita yang secara hemodinamik tidak stabil. Adapun terapi
pembedahan konservatif yang sepenuhnya sesuai untuk pasien dengan
hmodinamik stabil adalah:
a) Salpingostomi linear laparoskopik adalah prosedur yang paling sering
digunakan.
b) Salpingektomi parsial meripakan pengangkatan bagian tuba falopi
yang rusak dan diindikasikan ketika terdapat kerusakan yang luas atau
perdarahan lanjutan setelah salpingostomi.
4. Praktikum Persiapan Kuretase
a. Definisi
Kuretase adalah Serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada
dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen

(sendok kuret) ke dalam kavum uteri. Jadi kuret ini memasukkan alat
instrument ke dalam kandungan anda dengan tujuan untuk membersihkan
jaringan sisa janin yang mati di dinding rahim. Kuretase selain untuk terapi,
kuretase juga dapat dilakukan untuk mengdiagnosis suatu penyakit. Kuretase
diagnostik adalah Tindakan kuretase dengan tujuan mengambil jaringan
endometrium.
Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada
dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrument
(sendok kuret) ke dalam kavum uteri.
b. Indikasi Diagnostik Kuretase
Metrorragia, PUD, Infertilitas, Amenore sekunder, Karsinoma endometrium,
Polip uteri. Sedangkan Indikasi terapeutik seperti Abortus inkomplit, Abortus
insipiens, Missed abortion, Sisa jaringan plasenta pascapersalinan, dan
Molahidatidosa.
c. Tujuan Kuretase
Menurut ginekolog dari Morula Fertility Clinic, RS Bunda, Jakarta, tujuan
kuret ada dua yaitu:
1) Sebagai terapi pada kasus-kasus abortus. Intinya, kuret ditempuh oleh
dokter untuk membersihkan rahim dan dinding rahim dari benda-benda
atau jaringan yang tidak diharapkan.
2) Penegakan diagnosis. Semisal mencari tahu gangguan yang terdapat pada
rahim, apakah sejenis tumor atau gangguan lain. Meski tujuannya berbeda,
tindakan yang dilakukan pada dasarnya sama saja. Begitu juga persiapan
yang harus dilakukan pasien sebelum menjalani kuret.
d. Konseling pra tindakan
1) Memberi informed consent
2) Menjelaskan pada klien tentang penyakit yang diderita
3) Menerangkan kepada pasien tentang tindakan kuretase yang akan
dilakukan:
4) garis besar prosedur tindakan, tujuan dan manfaat tindakan
5) memeriksa keadaan umum pasien, bila memungkinkan pasien dipuasakan.
e. Pemeriksaan sebelum curretage
1) USG (ultrasonografi)
2) Mengukur tensi dan Hb darah
3) Memeriksa sistim pernafasan

4) Mengatasi perdarahan
5) Memastikan pasien dalam kondisi sehat dan fit
f. Prosedur Kuretase
1) Menyiapkan pasien
a) Mengosongkan kandung kemih
b) Membersihkan genetalia eksterna
c) Membantu pasien naik ke meja ginek
d) Lakukanlah pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, keadaan
jantung, dan paru paru dan sebagainya.
e) Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis
f) Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum secara iv
dengan ketalar.
g) Sebelum masuk ke ruang operasi, terlebih dahulu pasien harus
dipersiapkan dari ruangan
h) Puasa: saat akan menjalani kuretase, dilakukan puasa 4-6 jam
sebelumnya. Tujuannya supaya perut dalam keadaan kosong sehingga
i)
j)
k)
l)
m)
n)

kuret bisa dilakukan dengan maksimal.


Cek adanya perdarahan
Persiapan psikologis pasien
Mengganti baju pasien dengan baju operasi
Memakaikan baju operasi kepada pasien dan gelang sebagai identitas
Pasien dibawa ke ruang operasi yang telah ditentukan
Mengatur posisi pasien sesuai dengan jenis tindakan yang akan

dilakukan, kemudian pasien dibius dengan anesthesi narkose


o) Setelah pasien tertidur, segera pasang alat bantu napas dan monitor
EKG
p) Bebaskan area yang akan dikuret
2) Persiapan petugas
a) Mencuci tangan dengan sabun antiseptic
b) Baik dokter maupun perawat instrumen melakukan cuci tangan steril
c) Memakai perlengkapan : baju operasi, masker dan handscoen steril
d) Perawat instrumen memastikan kembali kelengkapan alat-alat yang
akan digunakan dalamtindakan kuret
e) Alat disusun di atas meja mayo sesuai dengan urutan
3) Persiapan alat dan obat
a) Alat-alat
Alat-alat kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam
keadaan aseptic berisi :
(1) Speculum dua buah (Spekullum cocor bebek (1) dan SIMS/L (2)
ukuran S/M/L) speculum 2 Buah.
(2) Sonde (penduga) uterus:

(a) untuk mengukur kedalaman rahim


(b) untuk mengetahui lebarnya lubang vagina
(3) Cunam muzeus atau Cunam porsio
(4) Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar
(5) Bermacam macam ukuran sendok kerokan (kuret 1 SET)
(6) Cunam tampon (1 buah)
(7) Pinset dan klem
(8) Kain steril, dan sarung tangan dua pasang.
(9) Menyiapkan alat kuret AVM
(10) Ranjang ginekologi dengan penopang kaki
(11) Meja dorong / meja instrument
(12) Wadah instrumen khusus ( untuk prosedur AVM )
(13) AVM Kit (tabung, adaptor, dan kanula)
(14) Tenakulum (1 buah)
(15) Klem ovum/fenster (2 buah)
(16) Mangkok logam
(17) Dilagator/ busi hegar (1 set)
(18) Lampu sorot
(19) Kain atas bokong dan penutup perut bawah
(20) Larutan anti septik (klorheksidin, povidon iodin, lkohol)
(21) Tensimeter dan stetoskop
(22) Sarung tangan DTT dan alas kaki
(23) Set infus
(24) Abocatt
(25) Cairan infus
(26) Wings
(27) Kateter Karet 1 buah
(28) Spuit 3 cc dan 5 cc
b) Obat-obatan
(1) Analgetik ( petidin 1-2 mg/Kg BB
(2) Ketamin HCL 0.5 ml/ Kg BB
(3) Tramadol 1-2 mg/ BB
(4) Sedativa ( diazepam 10 mg
(5) Atropine sulfas 0.25- 0.50 mg/ml
(6) Oksigen dan regulator
4) Penatalaksanaan
a) Pasien ditidurkan dalam posisi litotomi (posisi seperti sedang mau
melahirkan)
b) Infus cairan dengan drips oksitosin 10 IU Mengurangi kemungkinan
perforasi
c) Anestesi Blok paraservikal atau Total Intavenous Anestesi

d) Kateterisasi urin
e) Pemeriksaan bimanual ulang untuk menentukan besar & arah uterus
f) Bersihkan vulva & vagina dengan larutan antiseptik
g) Pasang spekulum vagina
h) Jepit dinding depan porsio uteri dengan tenakulum atau klem ovum
i) Masukkan sonde uterus Letak & panjang kavum uteri
j) Dilatasi kanalis servikalis dengan busi Hegar (bila perlu)
k) Pada UK 6 atau 7 mgg pengeluaran isi rahim dilakukan dengan kuret
tajam
l) 12. Pada UK > 6 atau 7 minggu gunakan kuret tumpul, setelah
sebagian besar hasil konsepsi lepas dari dinding uterus maka
dikeluarkan dengan cunam abortus dan dilanjutkan kerokan dengan
kuret tajam

g. Komplikasi
1) Perforasi uterus sehingga penting untuk mengetahui arah dan besar uterus.
2) Luka pada serviks uteri dapat terjadi bila jaringan serviks keras & dilatasi
dipaksakan.
3) Perlekatan dalam kavum uteri Hindari miometrium terkerok, kerokan
dihentikan pada suatu tempat bila dirasakan jaringan tidak lembut lagi.
4) Perdarahan terutama pada kehamilan yang agak tua atau molahidatidosa.
5) Infeksi Bila syarat asepsis dan antisepsis tidak diperhatikan.

6) Syok neurogenic.
5. Praktikum Penatalaksanaan Digital
Pengeluaran sisa jaringan secara digital tindakan ini untuk menolong penderita
ditempat yang tidak ada fasilitas

kuretase. Sekurang-kurangnya

untuk

menghentikan perdarahan. Hal ini sering dilakukan pada keguguran yang sedang
berlangsung (abortus insipiens), abortus incomplete. Pembersihan secara digital
hanya dapat dilakukan bila telah ada pembukaan serviks uteri yang dapat dilalui
oleh 1 jari longgar dan cavum uteri cukup luas. Karena manipulasi ini akan
menimbulkan rasa nyeri, maka sebaiknya dilakukan dalam narkoseumum intra
vena atau anastesi blok pars servikalis.
Caranya adalah dengan dua jari:
Jari telunjuk dan jari tengah. Tangan kanan dimasukan kedalam jalan lahir dengan
mengeluarkan hasil konsepsi, sedangkan tangan kiri menekan serviks uteri
sebagai fiksasi, kedua jari tangan kikislah hasil konsepsi sebanyak mungkin atau
sebersihnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat tertentu) pada


atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum
mampu untuk hidup di luar kandungan.
Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari plasenta akibat
kesalahan

pertemuan

ovum

dan

sperma

sewaktu

fertilisasi

(Sarwono

Prawirohardjo,2003).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan abnormal yang terjadi di luar rongga
rahim, janin tidak dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang sama sekali.
Kehamilan ektopik disebut juga ectopic pregnancy, ectopic gestation, eccecyesis.
Kehamilan ektopik merupakan penyebab kematian ibu pada umur kehamilan
trimester pertama.
Kuretase adalah Serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada
dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen
(sendok kuret) ke dalam kavum uteri. Jadi kuret ini memasukkan alat instrument
ke dalam kandungan anda dengan tujuan untuk membersihkan jaringan sisa janin
yang mati di dinding rahim. Kuretase selain untuk terapi, kuretase juga dapat
dilakukan untuk mengdiagnosis suatu penyakit. Kuretase diagnostik adalah
Tindakan kuretase dengan tujuan mengambil jaringan endometrium.
Digital adalah Pengeluaran sisa jaringan secara digital tindakan ini untuk
menolong penderita ditempat yang tidak ada fasilitas kuretase. Sekurangkurangnya untuk menghentikan perdarahan. Hal ini sering dilakukan pada
keguguran yang sedang berlangsung (abortus insipiens), abortus incomplete.
B. Saran
Diharapkan bidan mampu memberikan asuhan yang tepat dan sesuai dengan kasus
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Azhari. 2002. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. Seminar


Kelahiran Tidak Diinginkan (aborsi) Dalam Kesejahteraan Reproduksi Remaja.

Palembang.
Errol, Norwitz. 2006. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: erlangga.
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika.
http://www.artikelkedokteran.com/967/kuretase-pengertian-dan-prosedurpelaksanaannya.html diakses pada tanggal 12 maret 2014 pkl.16.58 WIB
http://www.kebidanan.org/kehamilan-mola-hidatidosa diakses pada tanggal 12
maret 2014 pkl.17.35 WIB
http://www.kebidanan.org/abortus diakses pada tanggal 12 maret 2014 pkl. 17.54
WIB
http://www.kebidanan.org/kehamilan-ektopik diakses pada tanggal 12 maret 2014
pkl. 18.08 WIB
Linda, Walsh. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Scoot, James. 2002. Danforth Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: Widya
Medika.

Anda mungkin juga menyukai