Anda di halaman 1dari 15

PENYULIT KALA 3 DAN 4 PERSALINAN

OLEH : silvia pradipta 130082 2.B

2 A.PENYULIT KALA 3 PERSALINAN ATONIA UTERI


Pengertian Atonia Uteri Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi
dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan
Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002) Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi
sebagaimana mestinya setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol
oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium
tidak dapat berkontraksi (Wiknjosastro,2002).

3 2. Etiologi 1. overdistention uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas


tinggi. 2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua 3. Multipara dengan jarak keahiran pendek 4.
Partus lama / partus terlantar 5. Malnutrisi 6. Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha
melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.

4 3. Manifestasi klinisa. Uterus tidak berkontraksi dan lembekb. Perdarahan segera setelah
anak lahir (post partum primer) 4. Pencegahan atonia uteri.Atonia uteri dapat dicegah dengan
Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi
10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau U perliter Intravenous drips cc/jam. Pemberian
oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan
juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi

5 . Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia,
dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan
kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin
lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit. Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini
digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum

6 5. Manajemen atonia uteri


1. ResusitasiApabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital,
monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan
crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.

7 2. Masase dan kompresi bimanual


2. Masase dan kompresi bimanual.Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi
uterus yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya
plasenta (max 15 detik)a. Jika uterus berkontraksiEvaluasi, jika uterus berkontraksi tapi
perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi
dan jahit atau rujuk segerab. Jika uterus tidak berkontraksi maka : • Bersihkanlah bekuan darah
atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks • Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
• Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
8 • Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan
pantau kala empat dengan ketat. • Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk
mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan
ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum
ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat
mungkin; Ulangi KBIJika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala
empatJika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera

9 3. UterotonikaOksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior


hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan
meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin
menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan
tetani.Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus
dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU
intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu
nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan

10 4. Uterine lavage dan Uterine Packing Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan,
pemberian air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia
uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa
infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin
keluar.Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya
adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.Prinsipnya adalah membuat distensi
maksimum sehingga memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus.

11 5. Operatif Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan
80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi
batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan
segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial
vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa
uterina.

12 Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi
pasien.
• Teknik B-LynchTeknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan
pospartum akibat atonia uteri • HisterektomiHisterektomi peripartum merupakan tindakan yang
sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif.
Insidensi mencapai 7-13 per kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal
dibandingkan vaginal.

13 6. Kompresi bimanual atonia uteri


Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang
yang telah dicuci.Teknik :Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam
kedaruratan tidak diperlukan 1. Eksplorasi dengan tangan kiri Sisipkan tinju kedalam forniks
anterior vagina 2.. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan
menangkap uterus dari belakang atas 3. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan
luarIa tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga
menyempitkan lumennya.Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam
waktu menit.Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan
perdarahan secara sempurna.

14 Emboli air ketuban I. Pengertian


Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki
sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Dua puluh
lima persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli cairan
ketuban jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis yang dibuat adalah
shock obastetrik, perdarahan post partum atau edema pulmoner akut. II. Etiologi Faktor
predisposisi 1. Multiparitas 2. Usia lebih dari 30 tahun 3. Janin besar intrauteri
4. Kematian janin intrauteri 5. Menconium dalam cairan ketuban 6. Kontraksi uterus
yang kuat 7. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi

15 III. Patofisiologi Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin
melalui laserasi pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan
laserasi pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah
dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena
rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam
sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan
masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat
yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat
menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan
bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada
jantung dan paru-paru.

16 Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri
koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan
curah jantung menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan
gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini
adalah fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan
Coagulation Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi
sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas cara
cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban
atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler.

17 IV. Manifestasi Klinis Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli
cairan ketuban: 1. Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada
saat pengukuran ( Hipotensi ) 2. Dyspnea 3. Batuk 4. Sianosis perifer dan perubahan
pada membran mukosa akibat dari hipoksia.

18 5. Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin dapat turun
hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan ini berlangsung selama 10 menit
atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau kurang lebih 3-5 menit mungkin
menunjukkan Bradycardia terminal. 6. Pulmonary edema. 7. Cardiac arrest. 8. Rahim
atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang berlebihan setelah
melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan dengan pijat bimanual diagnostik.
9. Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di
83% pasien.)

19 V. Pemeriksaan Diagnostik
1. Gas darah arteri : pO2 biasanya menurun. 2. Tekanan vena sentralis dapat meningkat,
normal, atau subnormal tergantung pada kuantitas hilangnya darah. Darah vena sentralis dapat
mengandung debris selular cairan amninon. 3. Gambaran koagulasi ( fibrinogen, hitung
jumlah trombosit, massa protrombin, produk pecahan fibrin. Dan massa trombo[lastin parsial )
biasanya abnormal , menunjukkan DIC. 4. EKG dapat memperlihatkan regangan jantung
kanan akut. 5. Keluaran urin dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
6. Foto toraks biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukkan infiltrate. Scan paru dapat
memperlihatkan defek perfusi yang sesuai dengan proses emboli paru.

20 VI. Penatalaksanaan 1. Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi ,


koreksi defek yang khusus ( atonia uteri , defek koagulasi ). 2. Penggatian cairan intravena &
darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia & perdarahan . 3. Oksitosin yang di
tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia uteri. 4. Morfin ( 10 mg ) dapat
membantu mengurangi dispnea dan ancietas . 5. Heparin membantu dalam mencegah
defibrinasi intravaskular dengan menghambat proses perbekuan. 6. Amniofilin ( 250 – 500
mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada bronkospasme ..

21 7. Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos bronkus, dan


peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung. Obat ini di berikan perlahan – lahan melalui Iv
untuk menyokong tekanan darah sistolik kira – kira 100 mmHg. 8. Kortikosteroid secara IV
mungkin bermanfaat . 9. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler
dengan menghambat proses pembekuan. 10. Oksigen diberikan dengan tekanan untuk
meningkatkan. 11. Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar
dan sedian trombosit. 12. Defek koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin /
fibrinogen. 13. Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu diperhatikan
agar tidak menimbulkan pembebanan berlebihan dalam sirkulasi darah. 14. Digitalis berhasiat
kalau terdapat kegagalan jantung.

22 VII. Komplikasi 1. Edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan
payah jantung kanan. 2. Ganguan pembekuan darah. VIII. Prognosis Sekalipun nortalitas
tinggi, emboli cairan tidak selalu membawa kematian pada tiap kasus. 75% wanita meninggal
sebagai akibat langsung emboli. Sisanya meninggal akibat perdarahan yang tidak terkendali.
Mortalitas feral tinggi dan 50% kematian terjadi intrauteri.

23 INVERSIO UTERI Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam
kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat
melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik.
Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok adapun
menyebutkan bahwa inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya kedalam kavum uteri.

24 2 ETIOLOGI Penyebab inversio uteri dapat secara spontan atau karena tindakan. Faktor
yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya, adanya atonia
uteri dan adanya kekuatan yang menarik fundus kebawah. sedangkan yang spontan dapat terjadi
pada grandemultipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan (tonus otot rahim yang lemah,
kanalis servikalis yang longgar), dan tekanan intra abdominal yang tinggi (misalnya mengejan
dan batuk). Inversio uteri karena tindakan dapat disebabkan karena perasat Crede yang
berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada manual plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada
perlekatan plasenta pada dinding rahim atau Karna tindakan atraksi pada tali pusat yang
berlebihan yang belum lepas dari dinding rahim. inversio uteri juga dapat terjadi waktu batuk,
bersin atau mengejan.

25 Berbagai faktor etiologi telah dikaitkan dengan inversi uterus, walaupun mungkin tidak ada
penyebab yang jelas. Diidentifikasi faktor etiologi meliputi: a. Tali pusat yang pendek
b. Traksi yang berlebihan pada tali pusat. c. Tekanan pada fundus yang berlebihan.
d. Sisa plasenta dan abnormal perlekatan plasenta (inkreta, perkreta, akreta). e. Menarik
terlalu keras pada tali pusar untuk mempercepat pelepasan plasenta, terutama jika plasenta
melekat pada fundus. f. Endometritis kronis.

26 g. Kelahiran setelah sebelumnya operasi secarea.


h. Cepat atau tenaga His yang panjang. i. Sebelumnya rahim inverse. j. Obat
tertentu seperti magnesium sulfat (sebagai relaksan otot selama persalinan). k. Unicornuate
rahim. l. Kelainan bawaan atau kelemahan rahim. m. Inversio uteri dapat terjadi pada
kasus pertolongan persalinan kala III aktif khususnya bila dilakukan tarikan talipusat terkendali
pada saat masih belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan
iatrogenic.

27 Hal ini biasanya tidak dianggap sebagai akibat dari penata laksanaan kala III persalinan
yang salah meskipun faktor-faktor yang tercantum di ataspun memegang peranan penting dalam
menimbulkannya, Namun sering kali dianggap berasal dari manajemen yang buruk pada kala III
persalinan, jika manajemen aktif kala III persalinan dilakukan dengan baik maka dapat
mengurangi resiko kejadian.

28 3 KLASIFIKASI Menurut perkembangannya inversio uteri dapat dibagi dalam


beberapa tingkat : a. Inversio uteri ringan Fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum
uteri, namun belum keluar dari ruang rongga rahim. b. Inversio uteri sedang Fundus
uteri terbalik dan sudah masuk dalam vagina. c. Inversio uteri berat Uterus dan vagina
semuanya terbalik dan sebagian besar sudah terletak diluar vagina. Ada pula beberapa pendapat
membagi inversio uteri menjadi : 1) Inversio inkomplit Yaitu jika hanya fundus uteri
menekuk ke dalam dan tidak keluar ostium uteri atau serviks uteri. 2) Inversio
komplit Seluruh uterus terbalik keluar, menonjol keluar serviks uteri. 3) Inversio
prolaps Keadaan dimana uterus yang berputar balik itu keluar dari vulva.
29 4 GEJALA KLINIS Gejala inversion uteri dijumpai pada kala III atau postpartum.
gejalanya pada permulaan tidak selalu jelas, akan tetapi apabila kelainan itu sejak awalnya
tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa
nyeri keras disebabkan karena fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum infundibulo
pelvikum dan ligamentum rotundum kanan dan kiri ke dalam terowongan inversio sehingga
terjadi tarikan yang kuat pada peritoneum parietal.

30 Perdarahan yang banyak juga dapat terjadi, akibat dari plasenta yang masih melekat pada
uterus, hal ini dapat juga berakibat syok. · Pemeriksaan luar pada palpasi abdomen,
fundus uteri sama sekali tidak teraba atau teraba lekukan pada fundus seperti kawah. Kadang-
kadang tampak seperti sebuah tumor yang merah di luar vulva, hal ini ialah fundus uteri yang
terbalik. · Pada pemeriksaan dalam, bila masih inkomplit, maka pada daerah simfisis
uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam; bila sudah komplit, di atas simfisis teraba kosong
dan dalam vagina teraba tumor lunak atau kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

31 5 DIAGNOSA Penegakan diagnosis sangat penting dan mungkin menyelamatkan


nyawa ibu. Diagnosis tidak sukar dibuat jika mengetahui kemungkinan terjadinya inversio uteri.
Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang
lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor
yang lunak di atas serviks uteri atau dalam vagina, sehingga diagnosis inversio uteri dapat
dibuat. Diagnose juga bisa ditegakkan apabila pemeriksa menemukan beberapa tanda inversi
uterus yang mencakup: · Uterus menonjol dari vagina. · Fundus tidak tampaknya berada
dalam posisi yang tepat ketika dokter palpasi (meraba) perut ibu. ·

32 Adanya perdarahan yang tidak normal dan perdarahannya banyak bergumpal.


· Tekanan darah ibu menurun (hipotensi). · Ibu menunjukkan tanda-tanda syok
(kehilangan darah) dan kesakitan. · Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau
tanpa plasenta yang masih melekat. · Bila baru terjadi maka, maka perognosis cukup baik
akan tetapi bila kejadian cukup lama maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus
mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi. · Pemeriksaan penunjang (seperti USG atau MRI)
dapat digunakan dalam beberapa kasus untuk memperkuat diagnosis.

33 6 PENANGANAN 90% kasus inversio uteri disertai dengan perdarahan yang masif dan
“life-threatening”. · Bila terjadi syok atau perdarahan, gejala ini diatasi dulu dengan infus
intravena cairan elektrolit dan tranfusi darah. · Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya
renjatan vasovagal dan perdarahan maka harus segera dilakukan tindakan reposisi secepat
mungkin. · Segera lakukan tindakan resusitasi. · Bila plasenta masih melekat , jangan
dilepas oleh karena tindakan ini akan memicu perdarahan hebat . · Lakukan tindakan
resusitasi dengan cara: Tangan seluruhnya dimasukkan ke vagina sedang jari tengah dimasukkan
ke dalam cavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan
menekan korpus perlahan-lahan tapi terus menerus kearah atas agak kedepan sampai korpus uteri
melewati serviks dan inversion.

34 · Salah satu tehnik reposisi lain yaitu dengan menempatkan jari tangan pada fornix
posterior, dorong uterus kembali kedalam vagina, dorong fundus kearah umbilikus dan
memungkinkan ligamentum uterus menarik uterus kembali ke posisi semula. · Sebagai
tehnik alternatif : dengan menggunakan 3 – 4 jari yang diletakkan pada bagian tengah fundus
dilakukan dorongan kearah umbilikus sampai uterus kembali keposisi normal. · Setelah
reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan menekan fundus uteri. Berikan oksitosin
atau Suntikkan intravena 0,2 mg ergomitrin kemudian dan jika dianggap masih perlu, dilakukan
tamponade uterovaginal dan setelah terjadi kontraksi , tangan dalam boleh dikeluarkan perlahan
agar inversio uteri tidak berulang. · Bila reposisi per vaginam gagal, maka dilakukan
reposisi melalui laparotomi.

35 7 PENCEGAHAN INVERSI SEBELUM TINDAKAN KOREKSI MANUAL


a. Pasang sarung tangan DTT. b. Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan
kembali melalui serviks. Gunakan tangan lain untuk membantu menahan uterus didinding
abdomen. Jika plasenta belum lepas, lakukan plasenta manual setelah tindakan koreksi. c. Jika
koreksi manual tidak berhasil, lakukan koreksi hidrostatistik

36 KOREKSI HIDROSTATIK a. Pasien dalam posisi terdelenbung dengan kepala lebih


rendah sekitar 50 cm dari perineum. b. Siapkan sistem bilas yang sudah disinfeksi berupa
selang 2m berujung penyemprot berlubang besar, selang disambung dengan tabung berisi air
hangat 3-5 l (atau Nacl / infus lain) dan dipasang setinggi 2 m. c. Identifikasi forniks
posterior. d. Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai menutup labla sekitar
ujung selang dengan tangan. e. Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus keposisi
semula. KOREKSI MANUAL dengan ANASTESIA UMUM Jika koreksi hidrostatik gagal,
upayakan reposisi dalam anastesia umum haloton merupakan pilihan untuk relaksasi uterus.

37 KOREKSI KOMBINASI ABDOMINAL – VAGINAL


a. Kaji ulang indikasi. b. Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif. c. Lakukan insisi
dinding abdomen sampai poritenium dan singkirkan usus dengan kasa. Tampak uterus berupa
lekukan. d. Dengan jari tangan lakukan delatasi cincin konstriksi serviks. e. Pasang
tenakulum melalui cincin serviks pada fundus. f. Lakukan tarikan/traksi ringan pada fundus
sementara asisten melakukan koreksi manual melalui vagina. g. Jika tindakan traksi gagal,
lakukan insisi cincin konstriksi serviks di belakang untuk menghindari resiko cedera kandung
kemih. Ulang tindakan dilatasi, pemasangan tenakulum dan traksi fundus. h. Jika koreksi
berhasil, tutup dinding abdomen setelah melakukan. i. Jika ada infeksi, pasang drain karet.

38 8 KOMPLIKASI Komplikasi meliputi endomyometritis , kerusakan usus atau


pelengkap rahim. 9 PROGNOSIS Prognosis inversi uteri di pengaruhi oleh kecepatan
penanganan, makin lambat keadaan ini di ketahui dan di obati makin buruk prognosanya dan jika
dikelola dengan benar maka akan membawa prognosa yang baik pula.

39 PERDARAHAN KALA IV PRIMER


A. DEFINISI Menurut dr. Delfi Lutan, SPOG, 1998, Perdarahan post partum atau Kala
IVadalah perdarahan lebih ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena
retensio plasenta. Pembagian perdarahan post partum : Perdarahan post partum primer (early
postpartum hemorrhage) yang terjadi selama 24 jam setelah anak lahir. Perdarahan post partum
sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam anak lahir. Biasanya hari ke
5-15 post partum.
40 Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan
post partum : Menghentikan perdarahan. Mencegah timbulnya syok. Mengganti darah yang
hilang. Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan
penyebabnya : Atoni uteri (50-60%). Retensio plasenta (16-17%). Sisa plasenta (23-24%).
Laserasi jalan lahir (4-5%). Kelainan darah (0,5-0,8%).

41 B. ETIOLOGI Atoni uteri. Sisa plasenta dan selaput ketuban. Jalan lahir : robekan perineum,
vagina, serviks, forniks dan rahim. Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau
hipofibrinogenemia yang sering dijumpai. Perdarahan yang banyak. Solusio plasenta. Kematian
janin yang lama dalam kandungan. Pre-eklampsia dan eklampsia. Infeksi dan syok septik.
Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta. Malnutrisi.

42 C.DIAGNOSIS Cara membuat diagnosis perdarahan post partum : Palpasi uterus : bagaimana
kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau
tidak. Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari : - Sisa plasenta dan ketuban. -
Robekan rahim.

43 Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.
Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT), dan lain-
lain. Perdarahan post partum adakalanya merupakan perdarahan yang hebat maupun perdarahan
perlahan-lahan tetapi terus-menerus. Keduanya dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan
dapat menjadi syok. Oleh karena itu penting sekali pada setiap ibu bersalin dilakukan
pengukuran kadar darah secara rutin; serta pengawasan tekanan darah, nadi dan pernapasan ibu,
kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam. Beberapa menit setelah janin lahir, biasanya
mulai terjadi proses pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan
turun ke bagian bawah rahim maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (his
pengeluaran plasenta).

44 D. TATA LAKSANA Penanganan perdarahan post partum berupa mencegah perdarahan post
partum, mengobati perdarahan kala uri dan mengobati perdarahan post partum pada atoni uteri.
Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar
hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi
persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterotonika).
Setelah ketuban pecah, kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi
lahir diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (sintometrin
intravena). Hasilnya biasanya memuaskan.

45 Cara mengobati perdarahan kala uri :


Memberikan oksitosin. Mengeluarkan plasenta menurut cara Credee (1-2 kali). Mengeluarkan
plasenta dengan tangan. Pengeluaran plasenta dengan tangan segera sesudah janin lahir
dilakukan bila : · Menyangka akan terjadi perdarahan post partum. · Perdarahan
banyak (lebih 500 cc). · Retensio plasenta. · Riwayat perdarahan post partum pada
perssalinan yang lalu.

46 Jika masih ada sisa-sisa plasenta yang agak melekat dan masih terdapat perdarahan segera
lakukan utero-vaginal tamponade selama 24 jam, diikuti pemberian uterotonika dan antibiotika
selama 3 hari berturut-turut dan pada hari ke-4 baru dilakukan kuretase untuk membersihkannya.
Jika disebabkan oleh luka-luka jalan lahir, luka segera dijahit dan perdarahan akan berhenti.
Pengobatan perdarahan post partum pada atoni uteri tergantung banyaknya perdarahan dan
derajat atoni uteri yang dibagi dalam 3 tahap :

47 Tahap I : perdarahan yang tidak banyak dapat diatasi dengan memberikan uterotonika,
mengurut rahim (massage) dan memasang gurita. Tahap II : bila perdarahan belum berhenti dan
bertambah banyak, selanjutnya berikan infus dan transfusi darah lalu dapat lakukan : -
Perasat (manuver) Zangemeister. - Perasat (manuver) Fritch. - Kompresi
bimanual. - Kompresi aorta. - Tamponade utero-vaginal. - Jepit arteri uterina
dengan cara Henkel. Tahap III : bila belum tertolong maka usaha terakhir adalah menghilangkan
sumber perdarahan dengan 2 cara yaitu meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi.

48 retensio plasenta Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir ½ jam
sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008:174) Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak
terpisah dan menimbulkan hemorrhage yang tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya
waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan.beberapa ahli
klinik menaniani setelah 5 menit, kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi
plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya untuk tertahan (Varney’s, 2007).

49 Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir. Plasenta mungkin
terlepas tetapi terperangkap oleh seviks, terlepas sebagian, secara patologis melekat (plasenta
akreta, inkreta, percreta) (David, 2007) Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro
(2006:656) yang menyebutkan retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah
jam setelah janin lahir.

50 Etiologi Retensio Plasenta


Penyebab Retentio Plasenta menurut Sastrawinata (2006:174) adalah: a. Fungsional: 1. His
kurang kuat (penyebab terpenting) 2. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut
tuba); bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang
sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive. b.
Patologi – anatomi: 1. Plasenta akreta 2. Plasenta inkreta 3. Plasenta perkreta Sebab-sebabnya
plasenta belum lahir bisa oleh karena: a) Plasenta belum lepas dari dinding uterus b) Plasenta
sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

51 Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding
uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva),
plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai
miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta). Plasenta yang sudah lepas
dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada
bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

52 . Gejala Klinis a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta


informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel
fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan. b. Pada pemeriksaan pervaginam,
plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel
di dalam uterus. . Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta 1. Plasenta Akreta Parsial / Separasi a.
Konsistensi uterus kenyal b. TFU setinggi pusat c. Bentuk uterus discoid d. Perdarahan sedang –
banyak e. Tali pusat terjulur sebagian f. Ostium uteri terbuka g. Separasi plasenta lepas sebagian
h. Syok sering

53 2. Plasenta Inkarserata a. Konsistensi uterus keras b. TFU 2 jari bawah pusat c. Bentuk uterus
globular d. Perdarahan sedang e. Tali pusat terjulur f. Ostium uteri terbuka g. Separasi plasenta
sudah lepas h. Syok jarang 3. Plasenta Akreta a. Konsistensi uterus cukup b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid d. Perdarahan sedikit / tidak ada e. Tali pusat tidak terjulur g. Separasi
plasenta melekat seluruhnya h. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada
tali pusat. (Prawirohardjo, S : 178)

54 Pemeriksaan Penunjang
a) Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan
infeksi, leukosit biasanya meningkat. b) Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung
Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana
dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

55 Diagnosa Banding Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada
miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua. Penatalaksanaan a.
pencegahan adalah yang terbaik: 1) Atasi anemia pada kehamilan 2) Riwayat perdarahan (lahir
dirumah sakit) 3) Pemeriksaan factor pembekuan darah pada IUFD 4) Pada kala 3 uterus jangan
dipijat atau didorong sebelum plasenta lepas 5) Persalinan lam: berikan penenang,cegah jangan
sampai ibu lelah 6) Penggunaan uterotonika terutama pada ibu dengan resiko perdarahan.

56 b. Penanganan umum Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah: 1)


Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter
besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang
hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen.
Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah. 2) Drips
oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal
saline) sampai uterus berkontraksi. 3) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika
berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus. 4) Jika plasenta tidak
lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada
kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.

57 5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa
plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati
karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. 6) Setelah selesai
tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui
suntikan atau per oral. 7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder. (Sulisetiya.blogspot.com/2010/03). Bidan hanya diberikan
kesempatan untuk melakukan plasenta manual dalam keadaan darurat dengan indikasi
perdarahan di atas 400 cc dan teriadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya
masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta kdapat dikirim ke puskesmas atau rumah
sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat. Dalam melakukan rujukan penderita
dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan
diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.

58 Komplikasi Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya: a. Perdarahan


Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi
memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup. b. Infeksi Karena
sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu
dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta. c. Dapat terjadi plasenta inkarserata d.
Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik
(displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive
atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus. e. Syok haemoragik

59 Terapi Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus
atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu
dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi pemisahan
plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman. Bila terjadi perdarahan: lepaskan plasenta
secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan
upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta,
lakukan hysterectomia.

60 Cara untuk melahirkan plasenta:


a. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong meregangkan tali
pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan. b. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan
narkose) Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum uteri,
melepaskan plasenta dari insertio dan mengeluarkanya. c. Bila ostium uteri sudah demikian
sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat
dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.

61 Rujukan Dalam melakukan rujukan,bidan dapat memberikan pertolongan darurat dengan : 1)


Memasang infus 2) Menyertakan petugas dalam merujuk pasien 3) Mempersiapkan donor darah
dari keluarga/masyarakat 4) Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan dalam
pemberian pertolongan pertama.

62 ROBEKAN JALAN LAHIR A. Pengertian Robekan Perinium


Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito bregmatika.

63 LukaPerinium Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian
perinium dimana muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999). Luka perinium, dibagi atas
4tingkatan : Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perinium Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot
perinea transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani Tingkat III : Robekan mengenai
seluruh perinium dan otot spingter ani Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum

64 B. Etiologi · Faktor Maternal 1. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan


tidak ditolong 2. Pasien tidak mampu berhenti mengejan 3. Partus diselesaikan secara
tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan. 4. Edema dan kerapuhan pada
perineum 5. Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum 6. Arcus pubis sempit
dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga 7. menekan kepala bayi ke arah
posterior. 8. Peluasan episiotomi

65 Faktor-faktor janin : 1. Bayi yang besar 2. Posisi kepala yang abnormal, misalnya
presentasi muka dan occipitoposterior 3. Kelahiran bokong 4. Ekstrasksi forceps yang
sukar 5. Dystocia bahu 6. Anomali congenital, seperti hydrocephalus.

66 C. Klasifikasi Robekan Jalan Lahir & Perinium


1. Vagina Perlukaan vagina sering terjadi sewaktu : a. Melahirkan janin dengan cnam.
b. Ekstraksi bokong c. Ekstraksi vakum d. Reposisi presintasi kepala janin, umpanya
pada letak oksipto posterior. e. Sebagai akibat lepasnya tulang simfisis pubis (simfisiolisis)
bentuk robekan vagina bisa memanjang atau melintang.

67 Komplikasi robekan vagina antara lain :


a. Perdarahan pada umumnya pada luka robek yang kecil dan superfisial terjadi perdarahan
yang banyak, akan tetapi jika robekan lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai pembuluh
darah dapat menimbulkan perdarahan yang hebat. b. Infeksi jika robekan tidak ditangani
dengan semestinya dapat terjadi infeksi bahkan dapat timbul septikami. Perlukaan pada dinding
depan vagina sering kali terjadi terjadi di sekitar orifisium urethrae eksternum dan klitoris.
Perlukaan pada klitoris dapat menimbulkan perdarahan banyak. Kadang-kadang perdarahan
tersebut tidak dapat diatasi hanya dengan jahitan, tetapi diperlukan penjepitan dengan cunam
selama beberapa hari.

68 2. Perlukaan Vulva Perlukaan vulva terdiri atas 2 jenis yaitu : a. Robekan Vulva
Perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan
sering terlihat robekan. Robekan kecil pada labium minus, vestibulum atau bagianbelakang
vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan perdarahan banyak, tidak
perlu dilakkan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robekan terjadi pada pembuluh darah, lebih-
lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian
perdarahan dan penjahitan luka robekan. Luka-luka robekan diaJhit dengan catgut secara
terputus-putus ataupun secara jelujur. Jika luka robekan terdapat di sekitar orifisium uretra atau
diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan penjahitan, dipasang dulu kateter
tetap.

69 b. Hematoma Vulva Terjadinya robekan vulva disebabkan oleh karena robeknya,


pembuluh darah terutama vena yang terikat di bawah kulit alat kelamin luar dan selaput lendir
vagina. Hal ini dapat terjadi pada kala pengeluaran, atau setelah penjahitan luka robekan yang
senbrono atau pecahnya vaRises yang terdapat di dinding vagina dan vulva. Sering terjadi bahwa
penjahitan luka episiotomi yang tidak sempurna atau robekan pada dinding vagina yang tidak
dikenali merupakan sebab terjadinya hematome

70 3. Serviks Uteri Bibir serviks uteri merupakan jaringan yang mudah mengalami perlukaan
saat persalinan karena perlukaan itu portio vaginalis uteri pada seorang multipara terbagi menjadi
bibir depan dan belakang. Robekan serviks dapat menimbulkan perdarahan banyak khususnya
bila jauh ke lateral sebab di tempat terdapat ramus desenden dari arateria uterina. Perlukaan ini
dapat terjadi pada persalinan normal tapi lebih sering terjadi pada persalinan dengan tindakan –
tindakan pada pembukaan persalinan belum lengkap. Selain itu penyebab lain robekan serviks
adalah persalinan presipitatus. Pada partus ini kontraksi rahim kuat dan sering didorong keluar
dan pembukaan belum lengkap.

71 4. Korpus uteri Perlukaan yang paling berat pada waktu persalianan ialah robekan uterus.
Robekan ini dapat terjadi pada waktu kehamilan atau pada waktu persalianan, namun yang
paling sering terjadi ialah robekan ketika persalinan. Mekanisme terjadinya robekan uterus
bermacam-macam. Ada yang terjadi secara spontan, dan ada pula yang terjadi akibat ruda paksa.
Lokasi robekan dapat korpus uteri atau segmen bawah uterus.

72 Secara anatomi robekan uterus dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
• Robekan inkomplet, yakni robekan yang mengenai endometrium dan miometrium tetapi
perimetrium masih utuh. • Robekan komplet, yakni robekan yang mengenai endometrium,
miometrium dan perimetrium sehingga terdapat hubungan langsung antara kavum uteri dan
rongga perut. Robekan uterus komplet yang terjadi ketika persalianan berlangsung
menyebabakan gejala yang khas yaitu nyeri perut mendadak, anemia, syok dan hilangnya
kontraksi. Pada keadaan ini detak jantung janin tidak terdengar lagi, serta bagian-bagian janin
dengan mudah dapat teraba dibawah dinding perut ibu.

73 5. Uterus Ruptura uteri disebabkan oleh his yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang
hebat di perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan
pernafasan cepar, cincin van bandi meninggi. Setelah terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala
syok, perdarahan (bisa keluar melalui vagina atau pun ke dalam rongga perut), pucat, nadi cepat
dan halus, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada palpasi sering bagian-bagian
janin dapat diraba langsung di bawah dinding perut, ada nyeri tekan, dan di perut bagian bawah
teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi. Umumnya janin sudah meninggal. Jika kejadian
ruptura uteri lebih lama terjadi, akan timbul gejala-gejala metwarisme dan defenci musculare
sehingga sulit untuk dapat meraba bagian janin

74 B. PERSALINAN PENYULIT KALA IV


Definisi Yang dimaksud dengan perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam
24 jam setelah persalinan berlangsung.Haemorragic post partum (HPP) biasanya kehilangan
darah lebih dari 500 ml selama atau setelah melahirkan (Marylin E Doengoes, 2001). Perdarahan
post partum tahap primer: perdarahan post partum terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab:
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, terbanyak dalam 2 jam pertama.
Perdarahan post partum tahap sekunder: perdarahan post partum terjadi setelah 24 jam
pertama. Penyebab: robekan jalan lahir, dan sisa plasenta atau membrane.

75 Syok obstetrik Pasien kadang kadang dapat mengalami hipotensi tanpa perdarahan luar yg
bermakna. Keadaan ini disebut syok obstetrik. Penyebab syok obstetrik antara lain adalah
perdarahan yang tersembunyi,inversi rahim,dan embolisme cairan amnion. Kalau jahitan pertama
pada apeks vadina dari insisi epiostomi tidak memadukan potongan dan arteriol yang
direktasi,arteriol dapat terus bertambah,menimbulkan suatu hematoma yang dapat membedah
sefalad ke dalam ruang retroperitoneal. Ini dapat menyebabkan syok, tanpa bukti kehilangan
darah eksternal. Suatu hematoma jaringan lunak, biasanya pada vulva,mungkin terjadi setelah
kelahiran tanpa laserasi atau episiotomi dan juga dapat ikut menyebabkan kehilangan darah yg
samar.

76 Tanda-Tanda Syok Syok Awal Syok Lanjut Terbangun,sadar,cemas Denyut nadi agak cepat
(110 permenit atau lebih) Pernapasan sedikit lebih cepat (30 tarikan nafas permenit atau lebih)
Pucat Tekanan darah rendah-ringan (sistolik kurang dari 90mmHg) Pengeluaran urine 30cc
perjam atau lebih

77 Bingung atau tidak sadar


Denyut nadi cepat dan lemah Napas pendek dan sangat cepat Pucat dan dingin Tekanan darah
sangat rendah Pengeluaran urine kurang dari 30cc perjam (Safe motherhood,modul dasar 2001)

78 Faktor penyebab 1. Atonia uteri (> 75%), atau uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan
Normal, Depkes Jakarta ; 2002). 2. Robekan (laserasi, luka) jalan lahir atau robekan
yang terjadi pada jalan lahir bisa disebabkan oleh robekan spontan atau memang sengaja
dilakukan episiotomi, robekan jalan lahir dapat terjadi di tempat: robekan servik, perlukaan
vagina, robekan perinium. 3. Retensio plasenta dan sisa plasenta (plasenta tertahan di dalam
rahim baik sebagian atau seluruhnya). 4. Inversio uterus (uterus keluar dari rahim).
5. Gangguan pembekuan darah (koagulopati).

79 Langkah – langkah penanganan


(a) Pijat uterus agara berkontraksi dan keluarkan bekuan darah (b) Kaji kondisi pasien (denyut
jantung, tekanan darah, warna kulit, kesadaran, kontraksi uterus) dan perkirakan banyaknya
darah yang keluar. (c) Berikan oksitosin (10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui IM
apabila tidak bisa melalui IV) (d) Siapkan donor untuk transfuse, ambil darah untuk
kroscek, berikan NaCl 11/15 menit apabila pasien mengalami syok (pemberian infuse sampai
sekitar 3 Lt untuk mengatasi syok)

80 (e) Kandung kemih selalu dalam kondisi kosong


(f) Awasi agar uterus dapat terus berkontraksi dengan baik (g) Jika perdarahan persisten dan
uterus tetap rileks, lakukan kompresi bimanual (h) Jika perdarahan persisten dan uterus
berkontraksi dengan baik, maka lakukan pemeriksaan pada vagina dan serviks untuk
menemukan laserasi yang menyebabkan perdarahan tersebut (i) Jika ada indikasi bahwa
mungkin terjadi infeksi yang diikuti dengan demam, menggigil, lokhea yang berbau busuk,
segera berikan antibiotic berspektrum luas (j) Lakukan pencatatan yang akurat

81 Langkah awal penanganan perdarahan sekunder


a) Prioritas dalam penatalaksanaan HPP sekunder (sama dengan HPP primer) b) Masukkan
pasien ke rumah sakit sebagai salah satu kasus kedaruratan c) Percepatan kontraksi dengan
cara melakukan massage uterus, jika uterus masih teraba d) Kaji kondisi pasien, jika pasien di
daerah terpencil mulailah sebelum dilakukan rujukan e) Berikan oksitosin (oksitosin 10 IU IV
dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui IM apabila tidak bisa melalui IV)

82 f) Siapkan darah untuk transfuse, ambil darah untuk cross cek, berikan NaCl 11/15
menit
apabila pasien mengalami syok (pemberian infuse sampai sekitar 3 Lt untuk
mengatasi syok), pada kasus syok yang parah gunakan plasma ekspander g) Awasi agar
uterus tetap berkontraksi dengan baik. Tambahkan 40 IU oksitosin dalam 1 liter cairan
infuse dengan tetesan 40 tetes/menit h) Berikan antibiotic berspektrum luas i) Jika
mungkin siapkan pasien untuk pemeriksaan segera di bawah pengaruh anastesi.

83 Prosedur tetap (protal): Langkah yang harus dilakukan pertama penanganan


perdarahan:
a. Melakukan anamnesa b. Memeriksa bahwa uterus kenyal dan berkontraksi baik
c. Memastikan jumlah darah yang hilang d. Memeriksa kondisi umum (misal kepucatan,
tingkat kesadaran) e. Memeriksa tanda – tanda vital f. Memeriksa asupan cairan (setelah
pasien stabil cairan IV harus diberikan rata – rata 1 liter dalam 6 – 8 jam ) g. Jika
dilakukan transfuse darah harus di pantau dan volume yang ditransfusikan harus di catat
sebagai asupan cairan h. Ukur pengeluaran urine dan membuat catatan yang akura

Anda mungkin juga menyukai