4 3. Manifestasi klinisa. Uterus tidak berkontraksi dan lembekb. Perdarahan segera setelah
anak lahir (post partum primer) 4. Pencegahan atonia uteri.Atonia uteri dapat dicegah dengan
Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi
10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau U perliter Intravenous drips cc/jam. Pemberian
oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan
juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi
5 . Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia,
dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan
kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin
lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit. Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini
digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum
10 4. Uterine lavage dan Uterine Packing Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan,
pemberian air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia
uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa
infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin
keluar.Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya
adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.Prinsipnya adalah membuat distensi
maksimum sehingga memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus.
11 5. Operatif Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan
80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi
batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan
segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial
vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa
uterina.
12 Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi
pasien.
• Teknik B-LynchTeknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan
pospartum akibat atonia uteri • HisterektomiHisterektomi peripartum merupakan tindakan yang
sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif.
Insidensi mencapai 7-13 per kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal
dibandingkan vaginal.
15 III. Patofisiologi Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin
melalui laserasi pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan
laserasi pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah
dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena
rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam
sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan
masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat
yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat
menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan
bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada
jantung dan paru-paru.
16 Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri
koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan
curah jantung menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan
gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini
adalah fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan
Coagulation Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi
sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas cara
cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban
atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler.
17 IV. Manifestasi Klinis Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli
cairan ketuban: 1. Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada
saat pengukuran ( Hipotensi ) 2. Dyspnea 3. Batuk 4. Sianosis perifer dan perubahan
pada membran mukosa akibat dari hipoksia.
18 5. Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin dapat turun
hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan ini berlangsung selama 10 menit
atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau kurang lebih 3-5 menit mungkin
menunjukkan Bradycardia terminal. 6. Pulmonary edema. 7. Cardiac arrest. 8. Rahim
atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang berlebihan setelah
melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan dengan pijat bimanual diagnostik.
9. Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di
83% pasien.)
19 V. Pemeriksaan Diagnostik
1. Gas darah arteri : pO2 biasanya menurun. 2. Tekanan vena sentralis dapat meningkat,
normal, atau subnormal tergantung pada kuantitas hilangnya darah. Darah vena sentralis dapat
mengandung debris selular cairan amninon. 3. Gambaran koagulasi ( fibrinogen, hitung
jumlah trombosit, massa protrombin, produk pecahan fibrin. Dan massa trombo[lastin parsial )
biasanya abnormal , menunjukkan DIC. 4. EKG dapat memperlihatkan regangan jantung
kanan akut. 5. Keluaran urin dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
6. Foto toraks biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukkan infiltrate. Scan paru dapat
memperlihatkan defek perfusi yang sesuai dengan proses emboli paru.
22 VII. Komplikasi 1. Edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan
payah jantung kanan. 2. Ganguan pembekuan darah. VIII. Prognosis Sekalipun nortalitas
tinggi, emboli cairan tidak selalu membawa kematian pada tiap kasus. 75% wanita meninggal
sebagai akibat langsung emboli. Sisanya meninggal akibat perdarahan yang tidak terkendali.
Mortalitas feral tinggi dan 50% kematian terjadi intrauteri.
23 INVERSIO UTERI Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam
kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat
melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik.
Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok adapun
menyebutkan bahwa inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya kedalam kavum uteri.
24 2 ETIOLOGI Penyebab inversio uteri dapat secara spontan atau karena tindakan. Faktor
yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya, adanya atonia
uteri dan adanya kekuatan yang menarik fundus kebawah. sedangkan yang spontan dapat terjadi
pada grandemultipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan (tonus otot rahim yang lemah,
kanalis servikalis yang longgar), dan tekanan intra abdominal yang tinggi (misalnya mengejan
dan batuk). Inversio uteri karena tindakan dapat disebabkan karena perasat Crede yang
berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada manual plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada
perlekatan plasenta pada dinding rahim atau Karna tindakan atraksi pada tali pusat yang
berlebihan yang belum lepas dari dinding rahim. inversio uteri juga dapat terjadi waktu batuk,
bersin atau mengejan.
25 Berbagai faktor etiologi telah dikaitkan dengan inversi uterus, walaupun mungkin tidak ada
penyebab yang jelas. Diidentifikasi faktor etiologi meliputi: a. Tali pusat yang pendek
b. Traksi yang berlebihan pada tali pusat. c. Tekanan pada fundus yang berlebihan.
d. Sisa plasenta dan abnormal perlekatan plasenta (inkreta, perkreta, akreta). e. Menarik
terlalu keras pada tali pusar untuk mempercepat pelepasan plasenta, terutama jika plasenta
melekat pada fundus. f. Endometritis kronis.
27 Hal ini biasanya tidak dianggap sebagai akibat dari penata laksanaan kala III persalinan
yang salah meskipun faktor-faktor yang tercantum di ataspun memegang peranan penting dalam
menimbulkannya, Namun sering kali dianggap berasal dari manajemen yang buruk pada kala III
persalinan, jika manajemen aktif kala III persalinan dilakukan dengan baik maka dapat
mengurangi resiko kejadian.
30 Perdarahan yang banyak juga dapat terjadi, akibat dari plasenta yang masih melekat pada
uterus, hal ini dapat juga berakibat syok. · Pemeriksaan luar pada palpasi abdomen,
fundus uteri sama sekali tidak teraba atau teraba lekukan pada fundus seperti kawah. Kadang-
kadang tampak seperti sebuah tumor yang merah di luar vulva, hal ini ialah fundus uteri yang
terbalik. · Pada pemeriksaan dalam, bila masih inkomplit, maka pada daerah simfisis
uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam; bila sudah komplit, di atas simfisis teraba kosong
dan dalam vagina teraba tumor lunak atau kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
33 6 PENANGANAN 90% kasus inversio uteri disertai dengan perdarahan yang masif dan
“life-threatening”. · Bila terjadi syok atau perdarahan, gejala ini diatasi dulu dengan infus
intravena cairan elektrolit dan tranfusi darah. · Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya
renjatan vasovagal dan perdarahan maka harus segera dilakukan tindakan reposisi secepat
mungkin. · Segera lakukan tindakan resusitasi. · Bila plasenta masih melekat , jangan
dilepas oleh karena tindakan ini akan memicu perdarahan hebat . · Lakukan tindakan
resusitasi dengan cara: Tangan seluruhnya dimasukkan ke vagina sedang jari tengah dimasukkan
ke dalam cavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan
menekan korpus perlahan-lahan tapi terus menerus kearah atas agak kedepan sampai korpus uteri
melewati serviks dan inversion.
34 · Salah satu tehnik reposisi lain yaitu dengan menempatkan jari tangan pada fornix
posterior, dorong uterus kembali kedalam vagina, dorong fundus kearah umbilikus dan
memungkinkan ligamentum uterus menarik uterus kembali ke posisi semula. · Sebagai
tehnik alternatif : dengan menggunakan 3 – 4 jari yang diletakkan pada bagian tengah fundus
dilakukan dorongan kearah umbilikus sampai uterus kembali keposisi normal. · Setelah
reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan menekan fundus uteri. Berikan oksitosin
atau Suntikkan intravena 0,2 mg ergomitrin kemudian dan jika dianggap masih perlu, dilakukan
tamponade uterovaginal dan setelah terjadi kontraksi , tangan dalam boleh dikeluarkan perlahan
agar inversio uteri tidak berulang. · Bila reposisi per vaginam gagal, maka dilakukan
reposisi melalui laparotomi.
41 B. ETIOLOGI Atoni uteri. Sisa plasenta dan selaput ketuban. Jalan lahir : robekan perineum,
vagina, serviks, forniks dan rahim. Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau
hipofibrinogenemia yang sering dijumpai. Perdarahan yang banyak. Solusio plasenta. Kematian
janin yang lama dalam kandungan. Pre-eklampsia dan eklampsia. Infeksi dan syok septik.
Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta. Malnutrisi.
42 C.DIAGNOSIS Cara membuat diagnosis perdarahan post partum : Palpasi uterus : bagaimana
kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau
tidak. Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari : - Sisa plasenta dan ketuban. -
Robekan rahim.
43 Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.
Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT), dan lain-
lain. Perdarahan post partum adakalanya merupakan perdarahan yang hebat maupun perdarahan
perlahan-lahan tetapi terus-menerus. Keduanya dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan
dapat menjadi syok. Oleh karena itu penting sekali pada setiap ibu bersalin dilakukan
pengukuran kadar darah secara rutin; serta pengawasan tekanan darah, nadi dan pernapasan ibu,
kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam. Beberapa menit setelah janin lahir, biasanya
mulai terjadi proses pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan
turun ke bagian bawah rahim maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (his
pengeluaran plasenta).
44 D. TATA LAKSANA Penanganan perdarahan post partum berupa mencegah perdarahan post
partum, mengobati perdarahan kala uri dan mengobati perdarahan post partum pada atoni uteri.
Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar
hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi
persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterotonika).
Setelah ketuban pecah, kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi
lahir diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (sintometrin
intravena). Hasilnya biasanya memuaskan.
46 Jika masih ada sisa-sisa plasenta yang agak melekat dan masih terdapat perdarahan segera
lakukan utero-vaginal tamponade selama 24 jam, diikuti pemberian uterotonika dan antibiotika
selama 3 hari berturut-turut dan pada hari ke-4 baru dilakukan kuretase untuk membersihkannya.
Jika disebabkan oleh luka-luka jalan lahir, luka segera dijahit dan perdarahan akan berhenti.
Pengobatan perdarahan post partum pada atoni uteri tergantung banyaknya perdarahan dan
derajat atoni uteri yang dibagi dalam 3 tahap :
47 Tahap I : perdarahan yang tidak banyak dapat diatasi dengan memberikan uterotonika,
mengurut rahim (massage) dan memasang gurita. Tahap II : bila perdarahan belum berhenti dan
bertambah banyak, selanjutnya berikan infus dan transfusi darah lalu dapat lakukan : -
Perasat (manuver) Zangemeister. - Perasat (manuver) Fritch. - Kompresi
bimanual. - Kompresi aorta. - Tamponade utero-vaginal. - Jepit arteri uterina
dengan cara Henkel. Tahap III : bila belum tertolong maka usaha terakhir adalah menghilangkan
sumber perdarahan dengan 2 cara yaitu meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi.
48 retensio plasenta Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir ½ jam
sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008:174) Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak
terpisah dan menimbulkan hemorrhage yang tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya
waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan.beberapa ahli
klinik menaniani setelah 5 menit, kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi
plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya untuk tertahan (Varney’s, 2007).
49 Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir. Plasenta mungkin
terlepas tetapi terperangkap oleh seviks, terlepas sebagian, secara patologis melekat (plasenta
akreta, inkreta, percreta) (David, 2007) Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro
(2006:656) yang menyebutkan retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah
jam setelah janin lahir.
51 Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding
uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva),
plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai
miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta). Plasenta yang sudah lepas
dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada
bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
53 2. Plasenta Inkarserata a. Konsistensi uterus keras b. TFU 2 jari bawah pusat c. Bentuk uterus
globular d. Perdarahan sedang e. Tali pusat terjulur f. Ostium uteri terbuka g. Separasi plasenta
sudah lepas h. Syok jarang 3. Plasenta Akreta a. Konsistensi uterus cukup b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid d. Perdarahan sedikit / tidak ada e. Tali pusat tidak terjulur g. Separasi
plasenta melekat seluruhnya h. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada
tali pusat. (Prawirohardjo, S : 178)
54 Pemeriksaan Penunjang
a) Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan
infeksi, leukosit biasanya meningkat. b) Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung
Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana
dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
55 Diagnosa Banding Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada
miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua. Penatalaksanaan a.
pencegahan adalah yang terbaik: 1) Atasi anemia pada kehamilan 2) Riwayat perdarahan (lahir
dirumah sakit) 3) Pemeriksaan factor pembekuan darah pada IUFD 4) Pada kala 3 uterus jangan
dipijat atau didorong sebelum plasenta lepas 5) Persalinan lam: berikan penenang,cegah jangan
sampai ibu lelah 6) Penggunaan uterotonika terutama pada ibu dengan resiko perdarahan.
57 5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa
plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati
karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. 6) Setelah selesai
tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui
suntikan atau per oral. 7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder. (Sulisetiya.blogspot.com/2010/03). Bidan hanya diberikan
kesempatan untuk melakukan plasenta manual dalam keadaan darurat dengan indikasi
perdarahan di atas 400 cc dan teriadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya
masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta kdapat dikirim ke puskesmas atau rumah
sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat. Dalam melakukan rujukan penderita
dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan
diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.
59 Terapi Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus
atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu
dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi pemisahan
plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman. Bila terjadi perdarahan: lepaskan plasenta
secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan
upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta,
lakukan hysterectomia.
63 LukaPerinium Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian
perinium dimana muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999). Luka perinium, dibagi atas
4tingkatan : Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perinium Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot
perinea transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani Tingkat III : Robekan mengenai
seluruh perinium dan otot spingter ani Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum
65 Faktor-faktor janin : 1. Bayi yang besar 2. Posisi kepala yang abnormal, misalnya
presentasi muka dan occipitoposterior 3. Kelahiran bokong 4. Ekstrasksi forceps yang
sukar 5. Dystocia bahu 6. Anomali congenital, seperti hydrocephalus.
68 2. Perlukaan Vulva Perlukaan vulva terdiri atas 2 jenis yaitu : a. Robekan Vulva
Perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan
sering terlihat robekan. Robekan kecil pada labium minus, vestibulum atau bagianbelakang
vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan perdarahan banyak, tidak
perlu dilakkan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robekan terjadi pada pembuluh darah, lebih-
lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian
perdarahan dan penjahitan luka robekan. Luka-luka robekan diaJhit dengan catgut secara
terputus-putus ataupun secara jelujur. Jika luka robekan terdapat di sekitar orifisium uretra atau
diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan penjahitan, dipasang dulu kateter
tetap.
70 3. Serviks Uteri Bibir serviks uteri merupakan jaringan yang mudah mengalami perlukaan
saat persalinan karena perlukaan itu portio vaginalis uteri pada seorang multipara terbagi menjadi
bibir depan dan belakang. Robekan serviks dapat menimbulkan perdarahan banyak khususnya
bila jauh ke lateral sebab di tempat terdapat ramus desenden dari arateria uterina. Perlukaan ini
dapat terjadi pada persalinan normal tapi lebih sering terjadi pada persalinan dengan tindakan –
tindakan pada pembukaan persalinan belum lengkap. Selain itu penyebab lain robekan serviks
adalah persalinan presipitatus. Pada partus ini kontraksi rahim kuat dan sering didorong keluar
dan pembukaan belum lengkap.
71 4. Korpus uteri Perlukaan yang paling berat pada waktu persalianan ialah robekan uterus.
Robekan ini dapat terjadi pada waktu kehamilan atau pada waktu persalianan, namun yang
paling sering terjadi ialah robekan ketika persalinan. Mekanisme terjadinya robekan uterus
bermacam-macam. Ada yang terjadi secara spontan, dan ada pula yang terjadi akibat ruda paksa.
Lokasi robekan dapat korpus uteri atau segmen bawah uterus.
72 Secara anatomi robekan uterus dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
• Robekan inkomplet, yakni robekan yang mengenai endometrium dan miometrium tetapi
perimetrium masih utuh. • Robekan komplet, yakni robekan yang mengenai endometrium,
miometrium dan perimetrium sehingga terdapat hubungan langsung antara kavum uteri dan
rongga perut. Robekan uterus komplet yang terjadi ketika persalianan berlangsung
menyebabakan gejala yang khas yaitu nyeri perut mendadak, anemia, syok dan hilangnya
kontraksi. Pada keadaan ini detak jantung janin tidak terdengar lagi, serta bagian-bagian janin
dengan mudah dapat teraba dibawah dinding perut ibu.
73 5. Uterus Ruptura uteri disebabkan oleh his yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang
hebat di perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan
pernafasan cepar, cincin van bandi meninggi. Setelah terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala
syok, perdarahan (bisa keluar melalui vagina atau pun ke dalam rongga perut), pucat, nadi cepat
dan halus, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada palpasi sering bagian-bagian
janin dapat diraba langsung di bawah dinding perut, ada nyeri tekan, dan di perut bagian bawah
teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi. Umumnya janin sudah meninggal. Jika kejadian
ruptura uteri lebih lama terjadi, akan timbul gejala-gejala metwarisme dan defenci musculare
sehingga sulit untuk dapat meraba bagian janin
75 Syok obstetrik Pasien kadang kadang dapat mengalami hipotensi tanpa perdarahan luar yg
bermakna. Keadaan ini disebut syok obstetrik. Penyebab syok obstetrik antara lain adalah
perdarahan yang tersembunyi,inversi rahim,dan embolisme cairan amnion. Kalau jahitan pertama
pada apeks vadina dari insisi epiostomi tidak memadukan potongan dan arteriol yang
direktasi,arteriol dapat terus bertambah,menimbulkan suatu hematoma yang dapat membedah
sefalad ke dalam ruang retroperitoneal. Ini dapat menyebabkan syok, tanpa bukti kehilangan
darah eksternal. Suatu hematoma jaringan lunak, biasanya pada vulva,mungkin terjadi setelah
kelahiran tanpa laserasi atau episiotomi dan juga dapat ikut menyebabkan kehilangan darah yg
samar.
76 Tanda-Tanda Syok Syok Awal Syok Lanjut Terbangun,sadar,cemas Denyut nadi agak cepat
(110 permenit atau lebih) Pernapasan sedikit lebih cepat (30 tarikan nafas permenit atau lebih)
Pucat Tekanan darah rendah-ringan (sistolik kurang dari 90mmHg) Pengeluaran urine 30cc
perjam atau lebih
78 Faktor penyebab 1. Atonia uteri (> 75%), atau uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan
Normal, Depkes Jakarta ; 2002). 2. Robekan (laserasi, luka) jalan lahir atau robekan
yang terjadi pada jalan lahir bisa disebabkan oleh robekan spontan atau memang sengaja
dilakukan episiotomi, robekan jalan lahir dapat terjadi di tempat: robekan servik, perlukaan
vagina, robekan perinium. 3. Retensio plasenta dan sisa plasenta (plasenta tertahan di dalam
rahim baik sebagian atau seluruhnya). 4. Inversio uterus (uterus keluar dari rahim).
5. Gangguan pembekuan darah (koagulopati).
82 f) Siapkan darah untuk transfuse, ambil darah untuk cross cek, berikan NaCl 11/15
menit
apabila pasien mengalami syok (pemberian infuse sampai sekitar 3 Lt untuk
mengatasi syok), pada kasus syok yang parah gunakan plasma ekspander g) Awasi agar
uterus tetap berkontraksi dengan baik. Tambahkan 40 IU oksitosin dalam 1 liter cairan
infuse dengan tetesan 40 tetes/menit h) Berikan antibiotic berspektrum luas i) Jika
mungkin siapkan pasien untuk pemeriksaan segera di bawah pengaruh anastesi.