Anda di halaman 1dari 27

BAB I

Pendahuluan

1.1.Latar Belakang

Infeksi kala nifas adalah infeksi-peradangan pada semua alat genitalia dan payudara
pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi
38ºC tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari

Sumber terjadinya infeksi kala nifas adalah manipulasi penolong yang terlalu sering
melakukan pemeriksaan dalam, penggunaan alat yang kurang steril, personal hygiene ibu,
dan kesalahan dalam pemberian ASI (Air Susu Ibu) terhadap bayi. Infeksi juga dapat
diperoleh dari rumah sakit (nosokomial), atau sudah terdapat infeksi intrapartum : persalinan
terlantar, ketuban pecah lebih dari enam jam, dan lain-lain.

Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja
petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat
kegawatdaruratan. Sebagian infeksi kala nifas yang berat perlu di rawat dirumah sakit,
sehingga dapat dilakukan observasi, karena dapat dilakukan tindakan operasi untuk
menyelamatkan jiwa penderita

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud kegawatdaruratan pada masa nifas?


2. Bagaimana cara melakukan penilaian klinik?
3. Bagaimana cara melakukan pengelolaan pada infeksi nifas?
4. Apa yang dimaksud metritis?
5. Apa yang dimaksud dengan bendungan dan infeksi payudara?
6. Apa yang dimaksud dengan abses pelvis?
7. Apa yang dimaksud dengan peritonitis?
8. Apa yang dimaksud dengan tromboflebilitis?
9. Berapakah klasifikasi Ttomboflebilitis?

1
1.3 Tujuan

1. Menjelaskan yang dimaksud dengan kegawatdaruratan pada masa nifas


2. Menjelaskan cara melakukan penilaian klinik.
3. Menjelaskan cara pengelolaan pada infeksi nifas
4. Memberitahu pengertian dan penjelasan dari metritis
5. Memberitahu pengertian dan penjelasan dari bendungan dan infeksi payudara
6. Menjelaskan yang dimaksud dengan abses pelvis
7. Menjelaskan yang dimaksud denganperitonitis
8. Menjelaskan yang dimaksud dengantromboflebilitis
9. Memberitahu klasifikasi tromboflebilitis

2
BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian kegawatdaruratan pada masa nifas

Kegawatdaruratan adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan


seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti
pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Sementara pengertian masa nifas sendiri
merupakan masa yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6
minggu (prawirohardjo, 2002:N:23).Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran
sampai 6 minggu. Selama masa ini, saluran reproduktif anatominya kembali ke keadaan
tidak hamil yang normal (Obstetri Willian).

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kegawat daruratan masa nifas adalah
keadaan gawat darurat pada masa nifas yang jika tidak segera diatasi akan
mengakibatkan kematian.

2.2 Penilaian klinik


Gejala dan tanda yang Gejala lain yang mungkin Kemungkinan diagnosis
selalu didapat didapat
 Nyeri perut  Perdarahan Metritis ( endometritis/
bagian bawah pervaginam endomiometritis)
 Lokhia yang  Syok
purulen dan  Peningkatan sel darah
berbau putih, terutama
 Uterus tegang polimorfonuklear
dan subinvolusi lekosit
 Nyeri perut  Dengan antibiotik Abses pelvik
bagian bawah tidak membaik
 Pembesaran  Pembengkakan pada
perut bagian adneksa atau kavum
bawah Douglas

3
 Demam yang
terus menerus
 Nyeri perut  Perut yang tegang Peritonitis
bagian bawah (rebound tendernes)
 Bising usus  Anoreksia/muntah
tidak ada
 Nyeri payudara  Payudara yang Bendungan pada payudara
dan tegang mengeras dan
membesar ( pada
kedua payudara)
 biasanya terjadi
antara hari 3 – 5
pascapersalinan
 Nyeri payudara  Ada inflamasi yang Mastitris
dan didahului bendungan
tegang/bengkak  Kemerahan yang
baisanya jelas pada
payudara
 Biasanya hanya satu
payudara
 Biasanya terjadi
antara 3 -4 minggu
pasca persalinan
 Payudara yang  Pembengkakan Abses payudara
tegang dan dengan ada fluktuasi
padat  Mengalir nanah
kemerahan
 Nyeri pada  Luka/irisan pada Selulitis pada luka
luka/irisan dan perut dan perineal (perineal/abdominal)
tegang yang
mengeras/indurasi
 Keluar pus
 Kemerahan

4
 Bila terjadi Abses atau hematoma pada
luka yang luka insisi
mengeras di
sertai dengan
pengeluaran
cairan serous
atau kemerahan
dari luka : tidak
ada/sedkit
erithema dekat
luka insisi
 Disuria  Nyeri dan tegang Infeksi pad traktus urinarius
pada daerah pinggang
 Nyeri Suprapubik
 Uterus tidak
mengeras
 Mengigil
 Demam yang  Ketegangan pada otot Thombosisi Vena yang dalam
tinggi walau kaki (deep Vein Thrombosis)
mendapat  komplikasi pada paru, Thromboflebitis :
antibiotika ginjal, persendian,  Pelviotromboflebitis
 Mengigil mata dan jaringan  Femoralis
subkutan

2.3 Pengelolaan
Pengelolan yang dilakukan sesuai dengan kasus atau masalah masing-masing dari tiap
komplikasi

5
2.4 Metritis

Metritis ialah infeksi pada uterus setelah persalinan. Keterlambatan terapi akan
menyebabkan abses, peritonitis, syok, trombosis vena, emboli paru, infeksi panggul kronik,
sumbatan tuba, infertilitas.

Faktor predisposisi

 Kurangnya tindakan aseptik saat melakukan tindakan


 Kurangnya hygiene pasien
 Kurangnya nutrisi

Tanda dan gejala

 Demam >38C dapat disertai menggigil


 Nyeri perut bawah
 Lokia berbau dan perulen
 Nyeri tekan uterus
 Subinvolusi uterus
 Dapat disertai perdarahan pervaginam dan syok

Tatalaksana

a. Tatalaksana umum
 Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam:
 Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
 Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
 Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam

6
 Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan
tatalaksana
 Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infus cairan kristaloid
 Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai
terpapar tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan ke dalam
vaginanya)
 Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan
bekuan serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum atau kuret tumpul besar
bila perlu
 Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis (demam, nyeri lepas dan nyeri
abdomen), lakukan laparatomi dan drainaseabdomen bila terdapat pus.
 Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.
 Lakukan pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung jenis leukosit
 Golongan darah ABO dan jenis RH
 Gula Darah Sewaktu (GDS)
 Analisis urin
 Kultur (cairan vagina, darah, dan urin sesuai indikasi)
 Ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sisa
plasenta dalam rongga uterus atau massa intra abdomen-pelvik
 Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang
digantungkan pada tempat tidur pasien.
 Periksa kondisi umum: tanda vitas, malaise, nveri perut dan cairan
pervaginam setiap 4 jam
 Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit per 48 jam.
 Terima, catat dan tindak lanjuti hasil kultur
 Perbolehkan pasien pulang jika suhu <37,5C selama minimal 48 jam dan
hasil pemeriksaan leukosit <11.000/mm

7
2.5 Bendungan payudara

Bendungan ASI menurut Pritchar (1999) adalah pembendungan air susu karena
penyempitan duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna
atau karena kelainan pada puting susu (Buku Obstetri Williams).
Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri
disertai kenaikan suhu badan (Sarwono, 2005).

Diagnosis
a) Payudara bengkak dank eras
b) Nyeri pada payudara
c) Terjadi 3-5 hari setelah persalinan
d) Kedua payudara terkena

Faktor Penyebab
 Posisi menyusui yang tidak baik
 Membatasi menyusui
 Membatasi waktu bayi dengan payudara
 Memberikan sumplemen susu formula untuk bayi
 Menggunakan pompa payudara tanpa indikasi sehingga menyebabkan sumplai
berlebihan
 Implan payudara

Pencegahan agar tidak terjadi bendungan ASI


a. Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan dihisap oleh bayi
b. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI.
Penatalaksanaan

1. Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.


2. Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama 5 menit.
3. Urut payudara dari arah pangkal menuju puting.
4. Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga puting menjadi lunak.

8
5. Susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (on demand feeding) dan
pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar.
6. Pada masa-masa awal atau bila bayi yang menyusu tidak mampu mengosongkan
payudara, mungkin diperlukan pompa atau pengeluaran ASI secara manual dari
payudara.
7. Letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es pada payudara setelah menyusui
atau setelah payudara dipompa.
8. Bila perlu, berikan parasetamol 3 x 500 mg per oral untuk mengurangi nyeri.
9. Lakukan evaluasi setelah 3 hari.

2.6 Infeksi payudara


Infeksi payudara atau disebut juga mastitis merupakan peradangan pada payudara
infeksi terjadi melalui luka pada puting susu, tapi mungkin juga melalui peredarah darah
(Prawirohadjo,2005:701) Penyebab infeksi biasanya Staphylococcus aureus. Mastitis
diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut. Keadaan ini disebabkan
kurangnya ASI dihisap atau dikeluarkan secara tidak efektif. Dapat juga terjadi akibat
tekanan BH atau baju. Para wanita yang baru pertama kali menyusui cenderung lebih
sering terkena mastitis. Mastitis ini dapat terjadi kapan saja sepanjang periode menyusui,
tapi paling sering terjadi antara hari ke-10 dan hari ke-28 setelah kelahiran.Menurut
Sarwono (2005:482) tidak jarang mastitis dibarengi oleh kanker payudara, yang
menyebabkan jalannya penyakit menjadi lebih cepat. Mastitis tidak akan membawa
dampak negatif bagi bayi karena kuman yang menyebabkan mastitis terdapat pada
peredaran darah dan tidak mempengaruhi saluran ASI, sehingga tidak mempengaruhi
ASI.
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus hingga
putting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan
ketiga pasca kelahiran, penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran asi yang
tidak efisien akibat teknik menyusui yang salah atau buruk. Untuk menghambat
terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang
memiliki penyangga yang baik pada payudara ( Sally I,2003 dalam Anonim,2013)

9
Jenis-jenis mastitis atau infeksi payudara
a. Secara garis besar mastitis dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Non Infektif Mastitis
Non infektif mastitis terjadi karena saluran air susu yang tersumbat atau juga
karena posisi menyusui yang salah.
2) Infektif Mastitis
Yaitu yang telah terinfeksi bakteri yang diakibatkan oleh kuman yang masuk ke
saluran air susu di puting payudara melalui perantaraan mulut atau hidung bayi.
Pada mastitis infeksius, ASI dapat terasa asin akibat kadar natrium dan klorida
yang tinggi dan merangsang penurunan aliran ASI. Ibu harus tetap menyusui.

b. Berdasarkan tempatnya serta berdasarkan penyebab dan kondisinya


1) Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae
2) Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu
3) Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan
abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.

c. Menurut kondisinya
1) Mastitis periductal
Biasanya muncul pada wanita di usia menjelang menopause (wanita di atas 45
tahun), penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Akibat perubahan hormonal dan
aktivitas menyusui di masa lalu. Pada saat menjelang menopause terjadi
penurunun hormon estrogen yang menyebabkan adanya jaringan yang mati.
Tumpukan jaringan mati dan air susu menyebabkan penyumbatan pada saluran di
payudara. Penyumbatan menyebabkan buntunya saluran dan akhirnya melebarkan
saluran di belakangnya, yang biasanya terletak di belakang puting payudara. Hasil
akhirnya ialah reaksi peradangan yang disebut mastitis periductal. Jenis mastitis
ini jarang terjadi.

2) Mastitis puerperalis
Ini disebabkan karena infeksi pada jaringan payudara. Mastitis ini terjadi pada
wanita yang sedang menyusui karena adanya perpindahan kuman dari mulut bayi
atau mulut dari suaminya. Kuman yang paling banyak menyebabkan mastitis
puerperalis adalah Staphylococcus aureus. Selain itu kuman dapat masuk ke

10
payudara karena suntik silikon atau injeksi kolagen sehingga menyebabkan
peradangan. Pada mastitis puerperalis kuman berasal dari luar yang masuk ke
dalam payudara.

3) Mastitis supurativa
Mastitis jenis ini ialah yang paling sering ditemui. Mirip dengan jenis
sebelumnya, mastitis jenis ini juga disebabkan kuman staphylococcus. Selain itu
bisa juga disebabkan oleh jamur, kuman TBC, bahkan sifilis. Mastitis jenis ini
harus mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat agar tidak terjadi abses atau
luka bernanah dalam jaringan payudara. Kuman dari mastitis supurative berasal
dari dalam tubuh yang masuk ke dalam jaringan payudara lewat aliran darah.

d. Berdasarkan etiloginya
1) Stasis ASI
Stasis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal
ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat
jika bayi mengisap ASI, kenyutan bayi buruk pada payudara , pengisapan yang
tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI,
suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Statis
ASI dapat membaik hanya dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik yang
benar.
2) Non infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: adanya
bercak panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan
tidak terjadi demam dan ibu masih merasa baik-baik saja. Mastitis non infeksiosa
membutuhkan tindakan pemerasan ASI setelah menyusui.
3) Mastitis Infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah,
nyeri kepala seperti gejala flu, demam suhu >38,5 oc, ada luka pada putting
payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat, terasa keras
dan tegang, payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat, dan terjadi
peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang
terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerahan ASI dan
antibiotic sistematik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non infeksiosa

11
sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa menjadi
pembentukan abses .

Faktor Resiko
Beberapa faktor yag diduga dapat meningkatkan risiko mastitis (Prasetyo,2010),
yaitu:
a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita dibawah
21 tahun atau diatas 35 tahun.

b. Riwayat sebelumnya
Riwayat mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik
menyusui yang salah yang tidak diperbaiki
c. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan resiko mastitis, walaupun penggunaan
oksitosin tidak meningkatkan resiko.
d. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya
mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami mastitis karena
kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh mengalami
infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat resiko
mastitis
e. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam
payudara
f. Pekerjaan di luar rumah
Interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI
yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya statis ASI.
g. Trauma
Trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat merusak jaringan kelenjar
dan saluran susu dan hal tersebut dapat menyebabkan mastitis.

12
Etiologi
a. Bayi tidak mau menyusu sehingga ASI tidak diberikan secara adekuat.
b. Lecet pada puting susu yang menyebabkan kuman staphylococcus aureus masuk
menyebabkan infeksi mastitis
c. Personal higiene ibu kurang, terutama pada puting susu
d. Bendungan air susu yang tidak adekuat di tangani sehingga menyebabkan mastitis
(Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, 2001)

Tanda-Tanda Infeksi Payudara Atau Mastitis


a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa
nyeri.
b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan putting teregang menjadi rata.
c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengeyut untuk menghisap ASI
sampai pembengkakan berkurang.
d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin
dan tubuh terasa pegal dan sakit.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena.

Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membegkak karena sumbatan
saluran ASI antara lain :
a. Payudara terasa nyeri
b. Teraba keras
c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah –pecah, dan
badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa infeksi, biasanya di
badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian keras
dan nyeri serta merah .
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila didapat
sumbatan pada asluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan permukaan kulit
tidak pecah-pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara namun
tidak disertai adanya bagaian payudara yang mengeras, maka hal tersebut bukan mastitis
(Pitaloka,2001 dalam Anonim,2013).

13
Patofisiologis

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran


ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli
yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama
protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke
jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi,
dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus
sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau
melalui penyebaran hematogen pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah
Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadangkadang ditemukan
pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil.
Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.

Komplikasi dan Prognosis

a. Komplikasi

1) Abses
Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan
tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya
abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan
yang terkumpul.
2) Mastitis berulang/kronis

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak


adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi
berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri
diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500mg sekali sehari) selama masa
menyusui .

14
3) Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida
albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi
jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di
sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal.
Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan
terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga mengandung kortison ke puting dan
areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat
yang sama

b. Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan segera. Dan
keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikan atau dilakukan tindakan yang
adekuat.

Pencegahan

Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan. Pencegahan dilakukan


dengan cara sebagai berikut :
a. Perawatan puting susu atau perawatan payudara
b. Susukan bayi setiap saat tanpa jadwal
c. Pembersihan puting susu sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan
kerak dan susu yang sudah kering
d. Teknik menyusui yang benar.
e. Bra yang cukup meyangga tetapi tidak ketat
f. Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara
g. Kompres hangat pada area yang terkena
h. Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu
i. Peningkatan asupan cairan
j. Istirahat
k. Membantu ibu menentukan prioritas untuk mengurangi stress dan keletihan dalam
kehidupannya
l. Suportif, pemeliharaan perawatan ibu
m. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan

15
n. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara
dengan cara memompanya
o. Rajin mengganti BH / Bra setiap kali mandi atau bila basah oleh keringat dan ASI,
BH tidak boleh terlalu sempit dan menekan payudara.
p. Jika ibu melahirkan bayi lalu bayi tersebut meninggal, sebaiknya dilakukan bebat
tekan pada payudara dengan menggunakan kain atau stagen dan ingat untuk minta
obat penghenti ASI pada dokter atau bidan.

Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum
1) Ibu sebaiknya tirah berbaring dan mendapat asupan cairan yang lebih banyak.
2) Sampel ASI sebaiknya dikultur dan diuji sensitivitas.
b. Tatalaksana Khusus
Berikan antibiotika :
 Kloksasilin 500 mg per oral per 6 jam selama 10-14 hari
Atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10-14 hari
 Dorong ibu untuk tetap menyusui, dimulai dengan payudara yang tidak
sakit. Bila payudara yang sakit belum kosong setelah menyusui, pompa
payudara untuk mengeluarkan isinya.
 Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri.
 Berikan parasetamol 3 x 500 mg per oral
 Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas
 Lakukan evaluasi setelah 3 hari .

2.7 Abses Pelvis


Abses pelvis adalah abses pada regio pelvis. Penyakit radang panggul adalah infeksi
saluran reproduksi bagian atas. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium
(selaput dalam rahim), saluran tuba, indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium
dan rongga panggul. Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari
Penyakit Menular Seksual (PMS). Peradangan tuba falopii terutama terjadi pada wanita
yang secara seksual aktif. Resiko terutama ditemukan pada wanita yang memakai IUD.
Biasanya peradangan menyerang kedua tuba. Infeksi bisa menyebar ke rongga perut
dan menyebabkan peritonitis.

16
Etiologi
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital bagian
bawah yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau
minggu untuk seorang wanita menderita penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering
adalah Neiserreia Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan
dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun
vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab PMS. Proses
menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang
menyebabkan berkurangnya pertahanan dari rahim, serta menyediakan medium yang baik
untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi).
Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
a. Aktinomikosis (infeksi bakteri)
b. Skistosomiasis (infeksi parasit)
c. Tuberkulosis.
d. Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.
Faktor Predisposisi pada radang panggul yaitu metritis (infeksi dinding uterus) pasca
kehamilan

Tanda dan gejala

Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi. Penderita merasakan nyeri pada
perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual atau muntah. Biasanya
infeksi akan menyumbat tuba falopii. Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi
cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak
teratur dan kemandulan. Infeksi bisa menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan
terbentuknya jaringan parut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ-organ
perut serta menyebabkan nyeri menahun. Di dalam tuba, ovarium maupun panggul bisa
terbentuk abses(penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul,
gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalamisyok. Lebih jauh lagi bisa terjadi
penyebaran infeksi ke dalam darah sehingga terjadi sepsis. Selain itu gejala yang sering
timbul yaitu nyeri perut bawah dan kembung, demam tinggi-menggigil, nyeri tekan uterus,
respon buruk terhadap antibiotika, Pembengkakan pada adneksa atau kavum Douglas, pungsi
kavum Douglas berupa pus

17
Penatalaksanaan

- Berikan antibiotika kombinasi sebelum pungsi dan drain abses sampai 48 jam
bebas demam:
o Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
o Ditambah gentamisin 5 mg/kg BB melalui IV tiap 24 jam
o Ditambah metronidazol 500 mg melalui IV tiap 8 jam
o Jika kavum Douglas menonjol, lakukan drain abses, jika demam tetap tinggi,
lakukan laparotomy.

2.8 Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera
dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ
perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga
pelvis disebut pelvioperitonitis. Peritonitis berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe
uterus, parametritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke periyoneum,
atau langsung sewaktu tindakan perabdominal. Peritoritis yang terlokalisir hanya dalam
rongga pelvis disebut pelvioperitonitis, bila meluas keseluruh rongga perineum disebut
peritonitis umum, dan ini sangat berbahaya yang menyebabkan kematian 33% dari selurih
kematian karena infeksi. Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam
uterus langsung mencapai peritonium dan menyebabkan peritonitis, atau melalui jaringan di
antara kedua lembar ligamentum latum yang menyebabkan parametritis ( selulitis pelvika)

Tanda dan Gejala


Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi.
Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai
sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita
secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri
akibat pelvic inflammatoru disease.
Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam
keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau
HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik,

18
syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita
geriatric.Tanda gejala yang lain juga terjadi:
- Nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi
- Demam menggigil
- Perut gembung tapi kadang-kadang ada diarrhea
- Muntah
- Pasien gelisah, mata cekung
- Pembengkakan dan nyeri di perut
- Demam dan menggigil
- Kehilangan nafsu makan
- Haus
- Mual dan muntah
- Urin terbatas
- Bisa terdapat pembentukan abses.

Etiologi

Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus
abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena
trauma abdomen. Penyebab peritonitis yang lain yaitu penyebaran infeksi dari organ perut
yang terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, peritonitis dapat terjadi setelah suatu
pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.

Pengobatan Dan Penataksanaan


a. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.
Adanya antibiotika sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan pengobatan dengan
obat-obat lain merupakan usaha yang terpenting. Dalam memilih satu antibiotik untuk
mengobati infeksi, terutama infeksi yang berat harus menyandarkan diri atas hasil test
sensitivitas dari kuman penyebab. Tapi sambil menunggu hasil test tersebut sebaiknya segera
memberi dulu salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam keadaan yang
begitu gawat. Di samping pemberian antibiotic dalam pengobatannya masih diperlukan

19
tindakan khusus untuk mempercepat penyembuhan infeksi tersebut. Karena peritonitis
berpotensi mengancam kehidupan. Penderita disarankan mendapat perawatan di rumah sakit
b. Penatalaksana
 Lakukan pengisapan nasogastrik
 Pasang infus IV dan infuskan cairan IV
 Berikan kombinasi antibiotik sampai ibu tidak demam selama 48 jam
- Ampisilin 2 g melalui IV setiap 6 jam
- Ditambah gentasimin 5 mg/kg BB melalui IV setiap 24 jam
- Ditambah metronidazol 500 mg melalui IV setiap 8 jam
 Jika perlu, lakukan laparotomi untuk lavase peritoneal

Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah.


1. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
2. Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.
3. Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
4. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.

2.9 Infeksi Luka Perineal Dan Luka Abdominal

Infeksi luka perineum dan luka abdominal adalah peradangan karena masuknya
kuman-kuman ke dalam luka episotomi atau abdomen pada waktu persalinan dan nifas,
dengan tanda-tanda infeksi jaringan sekitar.

Gejala awal yang dialami ibu dengan infeksi luka parinieal dan luka abdominal adalah
suhu badan meningkat, luka jahitan terasa nyeri, perih, berbau dan mengeluarkan push.
Infeksi luka parineal dan luka abdominal pada masa nifas bagi ibu setelah melahirkan bisa
disebabkan oleh ketidak bersihan pada saat proses persalinan, bisa juga akibat kurang
bersihnya perawatan pada ibu setelah melahirkan. Beberapa bakteri bisa menyebabkan
infeksi pasca persalinan ini. Infeksi kemungkinan akan meluas ke saluran urinari, dan bagian
tubuh lainnya.

Faktor Predisposisi

 Kurangnya tindakan aseptik saat melakukan penjahitan


 Kurangnya higien pasien
 Kurangnya nutrisi

20
Pemeriksaan Klinis

1. Inspeksi (ada/tidak adanya tan-tanda infeksi)


2. Yeri tekan pada luka disertai pengeluaran cairan atau darah
3. Etema ringan diluar tepi insisi

Penatalakasaan

a. Tatalaksana umum
1) Kompres luka dengan kasa lembab dan minta pasien mengganti kompres
sendiri tiap 24 jam
2) Jaga kebersihan ibu, minta ibu untuk selalu menggunakan baju dan
pembalut yang bersih

b. Tatalaksana khusus
1) Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan
pengeluaran serta kompres antiseptik
2) Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan dilakukan debridemen
(pengangkatan jaringan yang mati)
3) Pada pasien tertentu yang selulitasnya (kemerahannya) jelas namun tidak
bernanah, dapat diberikan terapi antimikroba spekrum luas dengan
observasi ketat.
4) Bila infeksi sedikit dan jika abses tanpa selulitis tidak perlu antibiotik
5) Bila luka relatif superfisial (didekat permukaan luka), berikan ampisilin
500 mg peroral selama 6 jam dan metronidazol 500mg per oral 3 kali/hari
selama 5 hari
6) Bila infesi dalam, dan melibatkan otot serta menyebabkan nekrosis
a) Beri penisilin G 2 juta Unit IV setiap 4 jam (atau ampisilin inj 1 g 4
kali/hari) atau dsumber lain mengatakan setiap 6 jam.
b) Ditambah dengan gentamisin 5mg/kg berat badan perhari IV sekali
(24 jam)
c) Ditambah dengan metronidazol 500 gr IV setiap 8 jam, sampai bebas
panas selama 48 jam. Jika ada jaringan nekrosis yang harus dibuang
lakukan jahitan sekunder 24 minggu setelah infeksi membaik.

21
7) Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan
sering diganti.

2.10 Trombloflebitis

Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi mikroorganisme
pathogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena dan cabang-cabangnya sehingga
terjadi tromboflebitis.1

Dua golongan vena biasanya memegang peranan pada :

a. Vena-vena dinding Rahim dan lig. Latum (vena ovarika, vena uterin, dan vena
hipogastrik).
b. Vena-vena tungkai (vena femoralis, poplitea, dan safena).

Radang vena-vena golongan 1 disebut tromboflebitis pelvika/ polviotromflebitis dan infeksi


vena-vena golongan 2 disebut tromboflebitis femoralis.

Klasifikasi

a. Pelviotromboflebitis
Terjadi jika infeksi intrauterus menyebarkan organisme ke dalam sirkulasi vena,
organisme tersebut merusak endothelium vascular, dan kemudian terjadi tromboflebitis.3

Yang paling sering meradang ialah vena ovarika karena mengalirkan darah dan luka bekas
plasenta di daerah fundus uteri. Penjalaran tromboflebitis pada vena ovarika kiri ialah ke

22
vena renalis dan dari vena ovarika kanan ke vena kava inferior. Trombosis yang terjadi
setelah peradangan bermaksud untuk menghalangi penjalaran mikroorganisme. Dengan
proses ini, infeksi dapat sembuh, tetapi jika daya tahan tubuh kurang, thrombus dapat
menjadi nanah.2
Pelviotromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu
vena ovarika, vena uterine dan vena hipogastrika. Vena yang paling sering terkena ialah
vena ovarika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas
uterus, proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah ke
vena renalis, sedangkan perluasan infeksi dari vena ovarika dekstra ialah ke vena kava
inferior. Peritoneum, yang menutupi vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan
menyebabkan perisalpingoooforitis dan periapendisitis. Perluasan infeksi dari vena utruna
ialah ke vena iliaka komunis.

Gejala klinis :

a) Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan/atau perut bagian samping,
timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
b) Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut :
 Menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat (30-40 menit)
dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu
menggigil penderita hamper tidak panas.
 Suhu badan naik turun secara tajam (36˚C menjadi 40˚C), yang diikuti dengan
penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis).
 Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan.
 Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana-mana, terutama ke paru-paru.

Gambaran darah :

a) Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat


segera terjadi leukopenia).
b) Untuk membuat kultur darah, darah di ambil pada saat yang tepat sebelum
mulainya menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di dalam darah selama
menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.

Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena
ialah vena ovarika yang sukar di capai pada pemeriksaan.

23
Komplikasi

a) Komplikasi pada paru-paru: infark, abses, pneumonia.


b) Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria
dan hematuria.
c) Komplikasi pada persendian, mara dan jaringan subkutan.

Penanganan

a) Rawat inap
Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah terjadinya
emboli pulmonum.
b) Terapi medic
Pemberian antibiotika ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5
mg/kgBB IV tiap 24 jam, ditambah metronidazole 500 mg IV tiap 8 jam dan
heparin jika terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonum.
c) Terapi operatif
Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus
berlangsung sampai mencapai paru-paru, meskipun sedang dilakukan
heparinisasi.

b. Tromboflebitis Femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena femoralis,
vena poplitea dan vena safvena.1 Dapat terjadi tromboflebitis vena safena magna atau

24
peradangan vena femoralis sendiri, penjalaran tromboflebitis vena uterina (vena uterina,
vena hipogastrika, vena iliaka eksterna, venafemoralis), dan akibat parametritis.
Tromboflebitis vena femoralis mungkin terjadi karena aliran darah lambat di daerah lipat
paha karena vena tersebut, yang tetekan oleh lig. Inguinale, juga karena dalam masa nifas
kadar fibrinogen meninggi.

Penilaian Klinik

a) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu
mendadak naik kira-kira pada hari ke 10-20, yang disertai dengan menggigil dan nyeri
sekali.
b) Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan tanda-tanda
sebagai berikut :
 Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar bergerak, lebih
panas disbanding dengan kaki lainnya.
 Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha
bagian atas.
 Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
 Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang,
putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun.
 Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada umumnya
terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan
pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas.
 Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau dengan memijit betis atau dengan
meregangkan tendo akhiles (tanda homan).

Penanganan
a) Perawatan
Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompres pada kaki. Setelah
mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki panjang yang
elastik selama mungkin.
b) Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.
c) Terapi medik : pemberian antibiotika dan analgetika.

25
BAB III
Kesimpulan

Infeksi kala nifas adalah infeksi-peradangan pada semua alat genitalia dan payudara
pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi
38ºC tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari

Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja
petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat
kegawatdaruratan. Sebagian infeksi kala nifas yang berat perlu di rawat dirumah sakit,
sehingga dapat dilakukan observasi, karena dapat dilakukan tindakan operasi untuk
menyelamatkan jiwa penderita.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F Gary. 2012.obstetri williams vol.1 edisi 23. Jakarta : EGC


2. JNPK-KR. 2008. Pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar (PONED)
3. Kementrian kesehatan RI. 2013. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan
4. Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
5. Prawiroharjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
6. Prawiroharjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
7. Prawirohadjo,S.2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta: YBP
8. Manuaba Gde Ida Bagus.1999.Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta: Arcan
9. Cunningham,Donald Mac,Gant.1995.Obstetri Williams.Jakarta:EGC
10. Sarwono.2009. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
11. Buku saku manajemen komplikasi kehamilan dan persalinan,2012,jakarta, EGC

27

Anda mungkin juga menyukai