Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah melalui proses persalinan, seorang ibu mempunyai tugas dan peran baru
terkait kehadiran sang bayi di tengah keluarga. Ibu diharapkan memberikan yang terbaik
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayinya. Hal ini tentu memerlukan dukungan dan
peran serta aktif dari semua anggota keluarga terkait. Faktor utama yang diharapkan terkait
kebutuhan utama sang bayi adalah pemberian ASI eksklusif yang bisa terpenuhi lewat
proses menyusui yang baik. Menyusui adalah salah satu proses alamiah yang dijalani
seorang ibu dalam masa nifas. Menyusui merupakan aktivitas yang sangat penting bagi ibu
maupun bayinya. Dalam proses menyusui terjadi hubungan yang erat antara ibu dan
bayinya.
World Health Organization (WHO) dan United Nations Childrens Fund (UNICEF)
merekomendasikan agar ibu menyusui bayinya saat satu jam pertama setelah melahirkan
dan melanjutkan hingga usia 6 bulan pertama kehidupan bayi. Pengenalan makanan
pelengkap dengan nutrisi yang memadai dan aman diberikan saat bayi memasuki usia 6
bulan dengan terus menyusui sampai 2 tahun atau lebih (WHO, 2016b).
Pemberian ASI memiliki banyak manfaat bagi ibu dan bayi. Beberapa manfaat ASI
bagi bayi yaitu sebagai perlindungan terhadap infeksi gastrointestinal, menurunkan risiko
kematian bayi akibat diare dan infeksi, sumber energi dan nutrisi bagi anak usia 6 sampai
23 bulan, serta mengurangi angka kematian di kalangan anak-anak yang kekurangan gizi.
Sedangkan manfaat pemberian ASI bagi ibu yaitu mengurangi risiko kanker ovarium dan
payudara, membantu kelancaran produksi ASI, sebagai metode alami pencegahan
kehamilan dalam enam bulan pertama setelah kelahiran, dan membantu mengurangi berat
badan lebih dengan cepat setelah kehamilan (WHO, 2016a).
Saat menjalankan peran sebagai seorang ibu, terutama dalam peran aktifnya
menyusui, terkadang ibu akan menjumpai beberapa masalah saat menyusui bayi. Sangatlah
penting bagi seorang ibu untuk mengenal beberapa masalah yang umum terjadi seputar
menyusui, agar ibu bisa menanganinya dengan tepat, sehingga tidak mengganggu
kelancaran proses pemberian ASI. Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh ibu
menyusui adalah bendungan ASI.
Menurut data WHO terbaru pada tahun 2013 di Amerika Serikat persentase
perempuan menyusui yang mengalami bendungan ASI rata-rata mencapai 87,05% atau
sebanyak 8.242 ibu nifas dari 12.765 orang, pada tahun 2014 ibu yang mengalami
bendungan ASI 7.198 orang dari 10.764 orang dan pada tahun 2015 terdapat ibu yang
mengalami bendungan ASI sebanyak 6.543 orang dari 9.862 orang ( WHO, 2015 ).
Menurut data ASEAN pada tahun 2013 disimpulkan bahwa presentase cakupan
kasus bendungan ASI ibu nifas tercatat 107.654 ibu nifas, pada tahun 2014 terdapat ibu
nifas yang mengalami bendungan ASI sebanyak 95.698 orang, serta pada tahun 2015 ibu
yang mengalami bendungan ASI sebanyak 76.543 orang. Hal ini disebabkan karena
kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah
(Depkes RI, 2014)
Menurut Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2014 menyebutkan
bahwa terdapat ibu nifas yang mengalami bendungan ASI sebanyak 35.958 atau (15,60%)
ibu nifas, serta pada tahun 2015 ibu nifas yang mengalami bendungan ASI sebanyak
77.231atau (37,12%) ibu nifas (SDKI, 2015).
Dampak dari bendungan ASI menimbulkan statis pada pembuluh limfe yang akan
mengakibatkan tekanan intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada
payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa
penuh, tegang dan nyeri (WHO). Terlihat kalang payudara lebih lebar sehingga sukar
diisap oleh bayi. Pada saat terjadi bendungan ASI, ibu yang tidak mendapat informasi yang
tepat dan benar menjadi enggan untuk melanjutkan pemberian ASI eksklusif disebabkan
karena rasa nyeri yang timbul. Pada bayi hal ini tentu akan berdampak buruk karena
kebutuhan nutrisi bayi tidak terpenuhi sebagai akibat dari penundaan proses menyusui dari
ibu. Dan kadangkala menjadi penghambat dalam proses pemberian ASI eksklusif . Karena
terkadang ibu memilih alternatif pemberian susu formula untuk mengurangi nyeri pada saat
menyusui. Tanpa ibu sadari, jika payudara dengan bendungan ASI tidak disusukan secara
adekuat, pada akhirnya bisa menyebabkan mastitis.
Untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya adalah melakukan perawatan
payudara pada kehamilan dan melakukan health education melalui penyuluhan-penyuluhan
pada ibu post partum hari ke 3-6 yang disertai demonstrasi cara perawatan payudara setelah
melahirkan dengan benar, serta penyuluhan dan peragaan tentang perawatan payudara pada
kunjungan masa nifas, dimana penyuluhan tepat pada waktu ibu mengembangkan
kemampuan dalam melakukan perawatan payudara berdasarkan informasi yang sudah di
dapat sebelumnya. Upaya ini dapat meningkatkan kemampuan ibu dalam perawatan
payudara secara baik dan benar sebagai upaya preventif terhadap masalah menyusui. Dan
yang paling penting adalah tetap menganjurkan ibu untuk melanjutkan menyusui sehingga
pemberian ASI eksklusif tetap berjalan dengan lancar sehingga upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan ibu dan bayi dapat tercapai.

B. Rumusan Masalah

1) Apa pengertian dari bendungan ASI?


2) Apa penyebab dari bendungan ASI?
3) Bagaimana tanda dan gejala bendungan ASI?
4) Bagaimana pencegahan bendungan ASI?
5) Bagaimana penatalaksanaan bendungan ASI?

C.Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian dari bendungan ASI
2) Untuk mengetahui penyebab dari bendungan ASI
3) Untuk memahami tanda dan gejala bendungan ASI
4) Untuk mengetahui cara pencegahan terjadinya bendungan ASI
5) Untuk mengetahui penatalaksanaan terhadap bendungan ASI
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. DEFENISI
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa
nyeri disertai kenaikan suhu badan (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Bendungan ASI adalah kejadian dimana aliran vena dan limfe tersumbat, aliran
susu jadi terhambat dan tertekan pada saluran air susu ibu dan alveoli meningkat
(Wulandari dan Handayani, 2011).
2. ETIOLOGI
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010), bendungan air susu ibu disebabkan oleh
a) Pengosongan mammae yang tidak sempurna
Selama masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI yang berlebihan. Apabila
bayi sudah kenyang dan selesai menyusu dan payudara tidak dikosongkan, maka
masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan
dapat menimbulkan bendungan ASI.
b) Hisapan bayi tidak aktif
Pada masa laktasi, jika bayi tidak aktif menghisap, maka akan menimbulkan
bendungan asi.
c) Posisi menyusui yang tidak benar
Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan putting susu menjadi
lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya ibu tidak mau
menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI.
d) Puting susu yang terbenam
Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu, karena bayi
tidak dapat menghisap putting dan areola. Akibatnya bayi tidak mau menyusui dan
terjadi bendungan ASI.
e) Puting susu terlalu panjang
Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu
karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk
mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI.
f) Pemakaian BH yang terlalu ketat
BH yang ketat mengakibatkan penekanan pada payudara dan bisa menyumbat
saluran ASI. Selama masa menyusui sebaiknya ibu menggunakan BH yang dapat
menyangga payudara, tetapi tidak terlalu ketat.
g) Tekanan jari ibu pada tempat yang sama setiap menyusu
Setiap kali ibu melakukan penekanan di tempat yang sama saat menyusui dapat
mengakibatkan pembengkakan yang bisa meningkatkan aliran vena dan limfe,
sehingga ibu mengalami bendungan ASI.
h) Kurangnya pengetahuan cara perawatan payudara dan pencegahan bendungan ASI.
Kurangnya pengetahuan ibu akan cara perawatan payudara dan pencegahan
bendungan ASI bisa berakibat ibu mengalami bendungan ASI karena ibu tidak
mengerti cara pencegahan jika terjadi bendungan ASI dan cara perawatan payudara.

3. ANATOMI FISIOLOGI PAYUDARA


Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, di atas otot dada. Fungsi
dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai
sepasang kelenjar payudara yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram,
dan saat menyusui 800 gram. Payudara juga disebut glandula mamae. Pada pria secara
normal tidak berkembang kecuali jika dirangsang oleh hormon. Pada wanita tetap
berkembang setiap pubertas, selama hamil dan terus berkembang terutama saat
menyusui.
a) Letak
Setiap payudara terletak pada sternum dan meluas setinggi kosta kedua dan keenam.
Payudara ini juga terletak pada supercialis dinding rongga dada yang dirangsang oleh
ligamentum suspensorium.
b) Bentuk
Masing-masing payudara berbentuk tonjolan setengah bola dan mempunyai ekor dari
jaringan yang meluas ke arah ketiak.
c) Ukuran
Ukuran payudara berbeda setiap individu, juga tergantung pada stadium juga tergantung
pada stadium perkembangan dan umur. Tidak jarang salah satu payudara ukurannya
agak lebih besar daripada yang lainnya.
d) Struktur payudara
1) Struktur makroskopik dari payudara
-) Cauda aksilaris
Jaringan yang meluas ke arah aksila
-) Areola
Daerah lingkaran yang mengalami hiperpigmentasi. Areola yang mengalami
hiperpigmentasi memiliki garis tengah kira-kira 2,5cm letaknya mengelilingi puting
dan berwarna gelap, selama hamil warna akan menjadi gelap dan warna ini akan
menetap untuk selanjutnya. Kelenjar lemak ini akan menghasilkan suatu bahan dan
dapat melicinkan kalang payudara selama menyusui, pada kalang ini terdapat duktus
lakteferus yaitu saluran yang membesar dan melebar akhirnya memusat ke dalam
puting dan bermuara ke luar.
-) Papila mamae
Papila mamae terletak setinggi kosta keempat. Pada tempat ini terdapat lubang-
lubang kecil yang merupakan muara dari duktus lakteferus, ujung-ujung serat syaraf,
pembuluh darah, pembuluh getah bening serat-serat otot polos yang tersusun secara
sirkuler sehingga bila ada kontraksi duktus lakteferus akan memadat dan akan
menyebabkan puting susu ereksi, sedangkan serat serat otot yang longitudinal akan
menarik kembali puting susu tersebut. Bentuk puting ada empat macam yaitu bentuk
yang normal, pendek, panjang dan terbenam ( Dewi dan Sunarsih, 2011 h7).
2) Struktur mikroskopis dari payudara
Payudara tersusun atas jaringan kelenjar, tetapi juga mengandung jumlah jaringan
lemak dan ditutupi oleh kulit, jaringan kelenjar ini dibagi kira-kira menjadi 15-20
lobus yang dipisahkan secara sempurna satu sama lain oleh lembaran-lembaran
jaringan fibrosa. Setiap lobus merupakan satu unit fungsional yang berisi dan
tersusun atas bagian-bagian berikut :
a) Alveoli
Merupakan unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah
sel aciner, jaringan lemak sel plasma, sel otot polos, dan pembuluh darah.
Payudara terdiri atas 15-20 lobus masing-masing lobus terdiri atas 20-40
lobulus. Masing-masing lobulus terdiri atas 10-100 alveoli dan masing-masing
dihubungkan dengan saluran air susu, kemudian beberapa duktus bergabung
membentuk saluran yang lebih besar (Duktus Laktiferus).
b) Duktus Laktiferus
Saluran sentral yang merupakan muara dari beberapa tubulus lakteferus.
c) Ampula
Bagian dari duktus laktiferus yang melebar merupakan tempat penyimpan air
susu. Ampula terletak dibawah aerola.
d) Tubulus
Jaringan yang meluas dari ampula sampai ke papila mamae.
(Dewi dan Sunarsih, 2011;h.9)
Selama masa kehamilan, hormon estrogen dan progesteron menginduksi
perkembangan alveoli dan duktus laktiferus di dalam payudara, serta
merangsang produksi kolostrum. Penurunan produksi hormon akan terjadi
dengan cepat setelah placenta dilahirkan. Hormon hipofise anterior yaitu
prolaktin yang terjadi dihambat oleh kadar estrogen dan progesteron yang tinggi
dalam darah, kini dilepaskan. Prolaktin akan mengaktifkan sel-sel kelenjar
payudara untuk memproduksi ASI. Setelah pelepasan ASI, akan memberikan
rangsangan pada payudara (bayi menghisap) sehingga merangsang produksi
oksitosin yang mempengaruhi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveoli
mammae sehingga alveoli tersebut berkontraksi dan mengeluarkan air susu yang
sudah disekresikan oleh kelenjar mammae. Pada saat bayi menghisap, ASI di
dalam sinus tertekan keluar masuk ke dalam mulut bayi. Gerakan tersebut
dinamakan let down reflect atau pelepasan. Pelepasan akan di pacu tanpa
rangsangan hisapan, tapi dapat terjadi bila ibu mendengar bayi menangis atau
sekedar memikirkan tentang bayinya (Sulistyawati, 2009).
4. PATOFISIOLOGI
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus
laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau kelainan
pada puting susu. Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan
progesteron turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi
keluarnya pituitary lactogenic hormon (prolaktin) waktu hamil, dan sangat dipengaruhi
oleh estrogen tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon
ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk
mengeluarkannya dibutuhkan reflex yang menyebabkan kontraksi sel-sel mio-epitelial
yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar tersebut. Refleks ini timbul jika
bayi menyusu. Pada permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau
kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, terjadi
pembendungan air susu. Payudara yang terbendung membesar,membengkak dan sangat
nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak
mengalir dengan mudah dan bayi sulit menghisap ASI smpai bengkak berkurang. Bila
nyeri ibu tidak mau menyusui keadaan ini akan berlanjut, ASI yang disekresi akan
menumpuk sehingga payudara bertambah tegang. Saluran yang tersumbat terjadi status
pada saluran ASI (duktus laktiferus) secara lokal sehingga timbul benjolan lokal
(Wiknjosastro, 2010).

5. TANDA DAN GEJALA


Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010),ibu yang mengalami bendungan ASI
mempunyai tanda dan gejala sebagai berikut:
a) Payudara bengkak, panas serta keras pada perabaan
b) Puting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusu
c) Payudara terasa nyeri bila di tekan
d) Payudara berwarna kemerahan
e) Suhu tubuh meningkat sampai 380C
6. PENCEGAHAN
Bendungan ASI dapat dicegah dengan beberapa cara berikut:
a) Perawatan payudara pasca persalinan secara teratur, untuk mencegah terjadinya
statis aliran ASI.
b) Posisi menyusui yang di ubah-ubah
c) Menggunakan bra yang menyangga bukan bra yang menekan
d) Melakukan pengosongan payudara
7. PENATALAKSANAAN
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010) bila payudara ibu terjadi bendungan ASI
dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Menyusui bayi secara on demand/ tanpa dijadwal sesuai kebutuhan bayi.
b) Mengeluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek.
c) Mengompres payudara dengan air hangat dan dingin secara bergantian
d) Untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu,berikan kompres
hangat sebelum menyusui
e) Untuk mengurangi bendungan di Vena dan pembuluh getah bening dalam payudara,
lakukan pengurutan payudara / perawatan payudara
f) Bila perlu memberikan paracetamol 1500 mg peroral tiap 4 jam
8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi bila bendungan ASI tidak di tangani, antara lain :
a) Mastitis
Adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak, kadangkala
diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat. Didalam terasa ada masa padat
(lump), dan diluar kulit menjadi merah. Kejadian ini sering terjadi pada masa nifas
1-3 minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang
berlanjut.
b) Abses
Harus dibedakan antara Mastitis dan Abses. Abses payudara merupakan
kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini disebabkan karena meluasnya
peradangan dalam payudara terssebut. Gejala yang dirasakan adalah ibu tampak
lebih parah sakitnya, payudara lebih mengkilap, benjolan lebih lunak karena berisi
nanah,

B. TINJAUAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a) Pengumpulan data:

- Identitas / biodata klien.

Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, bahasa, status
perkawinan,pekerjaan, pendidikan, tanggal MRS, no register, dan diagnosa
keperawatan

- Keluhan utama

Pada umumnya klien mengeluh payudara terasa tegang dan terasa nyeri.

- Riwayat kesehatan.

- Riwayat kesehatan dahulu

Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC,
Hepatitis, penyakit kelamin atau abortus, riwayat lalu tidak pernah menderita.

- Riwayat kesehatan sekarang.

Riwayat pada post partum didapatkan payudaranya terasa tegang dan nyeri karena
payudaranya belum ditetekan ke bayinya.

- Riwayat kesehatan keluarga.

Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti adanya penyakit jantung,


hipertensi, DM, keturunan bayi kembar, TBC, hepatitis, penyakit kelamin dan
abortus. Memungkinkan penyakit tersebut ditularkan pada klien. (Depkes RI, 1993 :
66)
- Riwayat psikososial

Pada klien nifas biasanya cemas bagaimana cara merawat bayinya, berat badan yang
semakin meningkat dan membuat harga dirinya rendah.

b) Pola-pola fungsi kesehatan

- Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat.

Karena kurangnya pengetahuan klien tentang bendungan ASI dan cara pencegahan,
penanganan serta perawatannya dan kurangnya menjaga kebersihan tubuhnya akan
menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.

- Pola nutrisi dan metabolisme

Pada klien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena pengaruh dari
keinginan menyusui bayinya.

- Pola aktivitas

Klien dapat melakukan aktifitas seperti biasanya, terbatas apa aktifitas ringan, tidak
membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, cepat lesu. Pada klien nifas didapatkan
keterbatasan aktifitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.

- Pola eliminasi

Pada penderita post partum sering terjadi adanya perasaan sering / sudah kencing
selama nifas yang ditimbulkan karena terjadinya oedema dari trigono yang
menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita
takut untuk melakukan BAB.

- Pola tidur dan istirahat

Pada klien nifas terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
- Pola hubungan peran

Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain
Pola penanggulangan stress. Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas atas
bendungan ASInya dan cara menetek yang benar.

- Pola sensori dan kognitif

Pada pola sensori klien nifas merasakan nyeri pada perineum akibat luka jahitan dan
nyeri parut akibat involusi uteri.

Pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurang pengetahuan tentang cara
merawat bayi.

- Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilannya, lebih- lebih menjelang


persalinan dampak psikologis, klien terjadi perubahan konsep diri antara lain body
image dan ideal diri. Pola produksi seksual Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan
dalam hubungan seksual / fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya
proses persalinan dan nifas (Sharon J. Reeder, 1997 : 285).

- Pola tata nilai dan kepercayaan.

Biasanya saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan klien akan terganggu
dalam hal ibadahnya karena harus bedrest total setelah partus sehingga aktifitas klien
dibantu oleh keluarganya.

c) Pemeriksaan Fisik

- Kepala

Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya


cloasma gravidarum dan apakah ada benjolan.
- Leher

Kadang-kadang ditemukan adanya pembesaran kelenjar gondok karena dalam proses


meneran yang salah.

- Mata

Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-


kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sklera kuning.

- Telinga

Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihannya adakah cairan
yang keluar dari telinga.

- Hidung

Ada polip atau tidak dan apabila pada post partum mengalami pernafasan cuping
hidung.

- Dada

Terdapat adanya pembesaran pada payudara, adanya hipopigmentasi areola mamae


dan papilla mamae.

- Abdomen

Pada klien nifas, abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri, fundus
uteri 3 jari bawah pusat.

- Genetalia

Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat


pengeluaran mekonium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak (Cristina Ibrahim, 1993 : 50). Periksa dalam
untuk mengetahui jauhnya kemajuan persalinan, keadaan serviks, panggul serta
keadaan jalan lahir (Depkes RI, 1993 : 76).
- Anus

Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture.

- Ekstrimitas

Pemeriksaan oedema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,


karena preeklamsia atau karena penyakit jantung / ginjal (Sharon J. Reeder, 1987 :
412).

- Muskuluskeletal

Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak dan aktifitas karena
adanya luka episiotomi.

- Tanda-tanda vital

Apabila terjadi pendarahan pada post partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh menurun.

2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

a) DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang sering muncul antara lain :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (bendungan payudara)


2. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan anomali payudara ibu, kurang
pengetahuan
3. Diskontinuitas pemberian ASI berhubungan dengan kebutuhan untuk segera
menyapih
4. Hipertermi berhubungan dengan trauma,peningkatan laju metabolisme
5. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan,pengetahuan yang tidak cukup
untuk menghindari pemajanan patogen
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
7. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
b) INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis(bendungan payudara)

NOC

Pain level, pain control, comfort level

Kriteria hasil :

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik


nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan management nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri )
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal

NIC

Pain Management :

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Gunakan komunikasi teraupetik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan control nyeri di
masa lampau
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri ( farmakologi, non farmakologi dan interpersonal )
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration :

 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesic yang di perlukan atau kombinasi dari analgesic ketika pemberian lebih
dari satu
 Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgetic pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama kali
 Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgetik, tanda dan gejala (efek samping)

2. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan anomaly payudara ibu,defisit


pengetahuan

NOC

Breastfeding ineffective, breastfeeding pattern ineffevtive, breastfeeding interrupted

Kriteria Hasil :

 Kemantapan pemberian ASI : Bayi : perlekatan bayi yang sesuai pada payudara ibu dan
proses menghisap untuk memperoleh nutrisi selama 3 minggu pertama pemberian ASI
 Kemantapan pemberian ASI : Ibu : kemantapan ibu untuk membuat bayi melekat
dengan tepat dan menyusu dari payudara ibu untuk memperoleh nutrisi selama 3
minggu pertama pemberian ASI
 Pemeliharaan pemberian ASI : keberlangsungan pemberian ASI untuk menyediakan
nutrisi bagi bayi / toddler

Penyapihan pemberian ASI :

 Diskontinuitas progresif pemberian ASI


 Pengetahuan Pemberian Asi : tingkat pemahaman yang ditunjukkan mengenai laktasi
dan pemberian makan bayi melalui proses pemberian ASI
 Ibu mengenali isyarat lapar dari bayi dengan segera
 Ibu mengindikasikan kepuasan terhadap pemberian ASI
 Ibu tidak mengalami nyeri tekan pada putting
 Mengenali tanda-tanda penurunan suplai ASI

NIC

Breastfeding Assistance

 Evaluasi pola menghisap atau menelan bayi


 Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk menyusui
 Evaluasi pemahaman ibu tentang isyarat menyusui dari bayi ( misalnya reflex rooting,
menghisap dan terjaga )
 Kaji kemampuan bayi untuk latch on dan menghisap secara efektif
 Pantau keterampilan ibu dalam menempelkan bayi ke puting
 Pantau integritas kulit puting ibu
 Evaluasi pemahaman tentang sumbatan kelenjar susu
 Pantau kemampuan untuk mengurangi kongesti payudara dengan benar
 Pantau berat badan dan pola eliminasi bayi

Breast Examination

Lactation Supresion

 Fasilitasi proses bantuan interaktif untuk membantu mempertahankan keberhasilan


proses pemberian ASI
 Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik memompa ASI ( secara manual atau
dengan pompa elektrik ), cara mengumpulkan dan menyimpan ASI
 Ajarkan pengasuh bayi mengenai topik-topik, seperti penyimpanan dan pencairan ASI
dan penghindaran memberi susu botol pada dua jam sebelum ibu pulang
 Ajarkan orangtua mempersiapkan, menyimpan, menghangatkan kemungkinan
pemberian tambahan susu formula
 Apabila penyapihan diperlukan, informasikan ibu mengenai kembalinya proses ovulasi
dan seputar dan seputar alat kontrasepsi yang sesuai

Lactation Counseling

 Sediakan informasi tentang keuntungan dan kerugian pemberian ASI


 Demonstrasikan latihan menghisap, jika perlu
 Diskusikan metode alternative pemberian makan bayi

3. Diskontinuitas pemberian ASI berhubungan dengan kebutuhan untuk segera menyapih bayi

NOC

 Breastfeding ineffective
 Breathing Pattern ineffective
 Breastfeeding interupted

Kriteria hasil :

 Menyusui secara mandiri


 Tetap mempertahankan laktasi
 Pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam batas normal
 Mengetahui tanda-tanda penurunan suplai ASI
 Ibu mampu mengumpulkan dan menyimpan ASI secara aman
 Penyapihan pemberian ASi diskontinuitas progresif pemberiqn ASI
 Kemampuan penyedia perawatan untuk mencairkan, menghangatkan dan
menyimppan ASI secara aman
 Menunjukkan teknik dalam memompa ASI
 Berat badan bayi = masa tubuh
 Tidak ada respon alergi sistemik
 Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal

NIC

Lactation suppression

 Fasilitasi proses bantuan interaktif untuk membantu mempertahankan keberhasilan


proses pemberian ASI
 Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik memompa ASI { secara manual atau
dengan pompa elektrik ), cara mengumpulkan dan menyimpan ASI
 Tunjukkan dan demonstrasikan berbagai jenis pompa payudara, tentang biaya,
keefektifan, dan ketersediaan alat tersebut
 Ajarkan pengasuh bayi mengenai topik-topik, seperti penyimpanan dan pencairan
ASI dan penghindaran memberi susu botol pada dua jam sebelum ibu pulang
 Ajarkan orangtua mempersiapkan, menyimpan, menghangatkan dan kemungkinan
pemberian tambahan susu formula
 Apabila penyapihan diperlukan, informasikan ibu mengenai kembalinya proses
ovulasi dan seputar alat kontrasepsi yang sesuai

Lactation Counseling

 Menggunakan bantuan interaktif untuk membantu ibu mempertahankan


keberhasilan proses pemberian ASI
 Beri dorongan untuk tetap melanjutkan menyusui sepulang kerja atau sekolah

4.Hipertermi berhubungan dengan trauma, peningkatan laju metabolisme

NOC : Thermoregulation

Kriteria hasil :

 Suhu tubuh dalam rentang normal


 Nadi dan RR dalam rentang normal
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
NIC

Fever Treatment

 Monitor suhu sesering mungkin


 Monitor IWL
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tekanan darah, nadi dan RR
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor WBC, Hb, dan Hct
 Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik
 Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
 Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
 Kolaborasi pemberian cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil

Temperature Regulation

 Monitor suhu minimal tiap 2 jam


 Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda hipertermie dan hipotermie
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara untuk mencegah keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negative
dari kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang di perlukan
 Berikan antipiretik jika perlu

Vital Sign Monitoring

 Monitor TD,nadi, suhu, dan RR


 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR sebelum dan sesudah aktivitas
 Monitor kualitas nadi
 Monitor irama dan frekuensi pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu,warna dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan,pengetahuan yang tidak cukup
untuk menghindari pemajanan pathogen

NOC

 Immune status
 Knowledge : infection control
 Risk control

Kriteria hasil

 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC

Infection Control ( kontrol infeksi )

 Gunakan sabun untuk cuci tangan


 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Berikan perawatan kulit pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka,kerusakan jaringan
 Dorong masukan nutrisi yang tepat
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi

3. DISCHARGE PLANNING

Perencanaan pada pasien dengan bendungan payudara adalah sebagai berikut :

● Anjurkan ibu untuk menjaga payudara tetap kering dan bersih

● Anjurkan ibu menggunakan bra yang menyokong payudara


● Apabila puting lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada seputar puting susu setiap
kali selesai menyusui. Menyusui di mulai dari puting yang tidak lecet.

● Bila puting lecet berat, istirahatkan selama 24 jam, ASI dikeluarkan dan diminumkan
dengan sendok

● Mengajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan payudara

● Mengajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik

● Mengajarkan kepada ibu cara perawatan / massage payudara

● Ajarkan kepada ibu untuk melakukan breast care jika payudara bengkak akibat bendungan
ASI

Anda mungkin juga menyukai