Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
 Post partum adalah masa sesudah persalinan dan dapat juga disebut masa
nifas ( puerperium ) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah
masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai
kembali ke keadaan normal seperti sebelum hamil ( Bobak, 2010 ).
 Perdarahan post partum didefenisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih
darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah section
cesarean ( Leveno, 2009; WHO, 2012 ).
 Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan melebihi 500 ml pasca
persalinan setelah bayi lahir ( Ambar Dwi, 2010 ).
 Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi setelah kelahiran bayi,
sebelum , selama dan sesudah keluarnya plasenta ( Harry Oxorn, 2010 ).
 Perdarahan post partum adalah kehilangan darah secara abnormal. Rata – rata
kehilangan darah selama kelahiran pervaginam yang ditolong tenaga medis
tanpa komplikasi lebih dari 500 ml, atau kehilangan darah rata – rata selama
kelahiran kelahiran sectio caesarea sekitar 1000 ml ( Varney, 2008 ).
 Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi lebih dari 500 – 600
ml dalam jangka 24 jam setelah anak lahir ( Sarwono, 2008 ).

B. Klasifikasi
Menurut Manuaba ( 2007 ), perdarahan post partum dibagi dalam 2 kategori
berdasarkan waktu kejadiannya yaitu :
 Perdarahan post partum primer
Yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir dengan jumlah
darah 500 cc atau lebih.
 Perdarahan post partum sekunder
Yaitu perdarahan yang terjadi dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setelah
kelahiran bayi, dengan jumlah darah 500 cc atau lebih.

C. Etiologi
Penyebab dari haemoragic post partum lebih dikenal dengan empat T yakni :
1. Tone / tonus : atonia uteri
Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak pada haemoragic
post partum yang mungkin kira-kira 70 % kasus. Pada kondisi ini otot
polos uterus gagal berkontraksi untuk menjepit pembuluh-pembuluh darah
spiral ditempat perlengketan plasenta sehingga perdarahan terjadi sangat
cepat. Kecepatan aliran darah pada uterus aterm diperkirakan 700 ml per
menit sehingga dapat dibayangkan kecepatan darah yang hilang.Atonia
dapat terjadi setelah persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun
persalinan abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia
uteri lebih tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan dengan
persalinan vaginal.
Atonia uteri adalah suatu keadaaan dimana uterus gagal untuk
berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan
post partum secara fisiologis dikontrol oleh konttraksi serat-serat
myometrium terutama yang berada sekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia terjadi ketika
myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia
uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat
timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus
dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang
sebenarnya bukan terlepas dari uterus.
Atonia uteri juga dapat ditegakan bila setelah bayi lahir dan
plasenta lahir terdapat perdarahan aktif, bergumpal, banyak, dan pada
palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan
kontraksi yang lemah.
2. Trauma : perlukaan jalan lahir, inversi uteri
 Perlukaan atau robekan jalan lahir
Trauma jalan lahir seperti laserasi episiotomy, haematoma, rupture
uteri, perluasan insisi pada saat operasi sesar dan inversi uteri
merupakan beberapa trauma yang menimbulkan perdarahan
banyak. Perdarahan jalan lahir bisa terjadi pada persalinan dengan
trauma. Robekan yang terjadi bisa ringan berupa lecet atau
laserasi, luka episiotomy, robekan perineum dengan derajat ringan
hingga rupture perineum totalis ( sfingter ani terputus ), yang
paling buruk adalah rupture uteri. Perdarahan dapat diperiksa
dengan caramelakukan inpeksi pada vulva, vagina dan serviks
untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri darah yang merah
segar. Perdarahan yang terjadi akibat rupture uterus dapat diduga
akibat proses persalinan yang lama, uterus dengan lokus minoris
resistensia, adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas pada intra
abdominal.
 Inversi uterus
Keluarnya lapisan bagian dalam uterus ( endometrium ) melewati
ostium uteri eksternum, inversi dapat bersifat inkomplit sampai
dengan komplit. Beberapa keadaan yang dapat terjadi pada inversi
uterus adalah sebagai berikut :
 Keadaan dimana fundus uteri menonjol kedalam cavum
uteri tetapi tidak sampai keluar cavum.
 Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
 Uterus dengan vagina yang seluruhnya terbalik ( sebagian
besar terletak di luar vagina ).
Inversi uteri biasa ditandai dengan hal-hal sebagai berikut :
 Syock karena nyeri yang cukup berat.
 Perdarahan banyak dan menggumpal.
 Di vulva tampak endometrium yang terbalik dengan atau
tanpa placenta yang masih melekat.
 Bila segera diketahui, maka prognosis cukup baik, jepitan
pada serviks yang mengecil akan membuat uterus
mengalami iskemia, nekrosis hingga infeksi.
3. Tissue / jaringan : retensio placenta, placenta akreta
Waktu rata-rata lepasnya plasenta dari persalinan adalah 8-9 menit.
Semakin lama kala tiga berlangsung maka resiko haemoragic post partum
menjadi semakin tinggi dengan peningkatan yang tajam setelah 18 menit.
Retensio placenta biasanya didefenisikan sebagai placenta tidak lahir
setelah 30 menit, yang kejadiannya kurang dari 3% persalinan vaginal.
Plasenta yang lahir lebih dari lebih dari 30 menit memiliki resiko
mengalami haemoragic post partum enam kali lipat dibandingkan dengan
persalinan normal. Retensio plasenta terjadi 10% dari persalinan dan akan
menimbulkan perdarahan post partum. Sebagian besar retensio plasenta
dapat diambil secara manual tetapi kadangkala pada pasien plasenta
akreta, inkreta dan perkreta maka perlu penanganan lebih khusus. Retensio
plasenta menyebabka kehilangan darah yang cukup hebat karena uterus
gagal berkontraksi sempurna akibat masih tersisahnya jaringan plasenta di
cavum uteri.
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir
sebagian atau seluruhnya hingga atau melebihi 30 menit setelah bayi lahir.
Hal ini bisa terjadi akibat adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus yang
akan menyebabkan terganggunya retraksi otot dan kontraksi otot uterus,
sehinnga sebagian pembuluh darah tetap terbuka yang akan menyebabkan
perdarahan
Jenis-jenis retensio plasenta adalah sebagai berikut :
 Plasenta adhesive
Melekatnya vili korion dari plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme pelepasan secara
fisiologis.Hal ini terjadi akibat kontraksi uterus yang lemah
untuk melepaskan plasenta.
 Plasenta akreta
Melekatnya villi korion hingga memasuki sebagian lapisan
lapisan myometrium.Tanda khas dari plasenta akreta pada
pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus apabila ditali pusat
ditarik.
 Plasenta inkreta
Melekatnya villi korion plasenta hingga memasuki
/mencapai lapisan myometrium, sehingga tidak mungkin
dapat lepas sendirinya.Perlu dilakukan plasenta manual
dengan tambahan kuretase tajam dan dalam hingga
histerektomi.
 Plasenta perkreta
Melekatnya villi korion hingga menembus lapisan otot
hingga mencapai dinding serosa uterus.
 Plasenta inkarserata
Tertahannya plasenta didalam rongga uterus, disebabkan
oleh kantraksi ostium uteri.
4. Trombin : gangguan koagulasi
Meskipun proporsi penyebab gangguan koagulasi tidak besar,
namun tidak bisa diremehkan. Karena kejadian gangguan koagulasi ini
berkaitan dengan beberapa kondisi kehamilan lain seperti solusio plasenta,
preeklamsia, dan lain-lain. Penyebabyang potensial menimbulkan
gangguan koagualsi sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga
persiapan untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum dapat
dilakukan sebelumnya.
Gangguan pembekuan darah dapat dicurigai bila ibu bersalin
pernah mengalami hal yang sama dan penyebab perdarahan yang lain
dapat disingkirkan, akan terjadi tendensi mudah terjadinya perdarahan
setiap dilakukan penjahitan maka perdarahan akan merembes dan
menimbulkan haematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari
gusi, gigi, rongga hidung dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan hasil pemeriksaan
faal haemostatis yang tidak normal.Waktu perdarahan dan waktu
pembekuan memanjang, trombositopeni, terjadi juga hipofibrinogemia dan
terdeteksi adanya fibrin degradation product serta perpanjangan tes
protrombin.Faktor predisposisi yang dapat memicu terjadinya koagulapati
adalah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklamsia,
emboli cairan ketuban dan sepsis.
Etiologi early / primer haemoragic post partum biasanya
disebabkan oleh atonia uteri, sisa palcenta, laserasi jalan lahir, rupture
uteri, inversion uteri, plasenta akreta, dan gangguan koagulasi herediter.
Sedangkan penyebab late/sekunder haemoragic post partum biasanya
disebabkan oleh sisa plasenta dan subinvolusi dari placenta bed.

D. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak
( > 500 ml ), nadi lemah, pucat, lochea, berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih
dan dapat terjadi syock hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstermitas dingin dan
mual muntah. Gejala klinis lainnya biasanya berdasarkan penyebab :
 Atonia uteri
Gejala yang selalu timbul adalah uterus tidak berkontraksi dan lembek,
perdarahan segera setelah anak lahir. Sedangkan gejala lain yang kadang
muncul adalah syock ( tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan halus,
ekstremitas dingin, gelisah, dan mual.
 Robekan jalan lahir
Gejala yang sering timbul adalah perdarahan segera, darah segar mengalir
segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik dan plasenta baik. Sedangkan
gejala lain yang kadang muncul adalah pucat, lemah dan menggigil.
 Retensio plasenta
Gejala yang sering timbul adalah placenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, dan kontraksi uterus baik.Sedangkan gejalah yang kadang
muncul adalah tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat
tarikan dan perdarahan lanjutan.
 Inversio uterus
Gejala yang sering timbul adalah uterus tidak teraba, lumen vagina terisi
massa, tampak tali pusat ( jika placenta belum lahir ), perdarahan segera dan
nyeri sedikit atau berat. Sedangkan gejala yang kadang muncul adalah syock
neurogenic dan pucat.
 Tertinggalnya placenta ( sisa placenta )
Gejala yang sering timbul adalah plasenta atau sebagian selaput (
mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera.
Sedangkan gejalah yang kadang timbul yakni uterus berkontraksi baik tetapi
tinggi fundus berkurang.
 Ruptur uteri
Gejala yang sering timbul adalah perdarahan segera baik intra abdomen
ataupun pervaginam dan nyeri perut yang hebat serta kontraksi yang hilang.
 Gangguan pembekuan darah
Gejala yang sering timbul adalah perdarahan yang tidak berhenti, encer, tidak
terlihat gumpalan, kegagalan pembentukan gumpalan pada uji pembekuan
darah sederhana, serta terdapat factor predisposisi seperti solusio plasenta,
IUFD, eklamsia, dan emboli air ketuban
E. Komplikasi
Komplikasi perdarahan post partum primer yang paling berat yaitu syok. Bila terjadi
syok yang berat dan pasien selamat, dapat terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia
dan infeksi dalam masa nifas.Infeksi dalam keadaan anemia dapat berlangsung berat
sampai sepsis. Pada perdarahan yang disertai oleh pembekuan intravaskuler merata
dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ-organ seperti gagal ginjal mendadak
( Chalik, 2000 ), serta komplikasi yang utama adalah kematian.
F. Pemeriksaan Penunjang
 Golongan darah untuk menentukan Rh, ABO, dan pencocokan silang.
 Jumlah darah lengkap menunjukan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah
sel darah putih ( perpindahan kekiri dan peningkatan laju sedimentasi
menunjukan infeksi ).
 Kultur uterus dan vagina mengesampingkan infeksi post partum.
 Urinalisis, untuk memastikan kerusakan kandung kemih.
 Profil koagulasi, peningkatan degradasi kadar produk fibrin/produk split
fibrin, penurunan kadar fibrinogen.
 Sonografi untuk menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

G. Pencegahan dan Manajemen


Penanganan pasien dengan haemoragic post partum memiliki dua komponen utama
yaitu resusitasi dan pengelolaan perdarahan obstetric yang mungkin disertai syock
hipovolemik dan identifikasi serta pengelolaan penyebab dari perdarahan.
Keberhasilan pengelolaan perdarahan post partum mengharuskan kedua komponen
secara simultan dan sistematis ditangani ( Edhi, 2013 ).
 Pencegahan perdarahan post partum
 Perawatan masa kehamilan
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus
yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan
pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai
sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.
Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang
mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum sangat
dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
 Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,
golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan
dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan ukuran
yang besar untuk persiapan apabila diperlukan tranfusi. Sangat
dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan post partum untuk
menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.
 Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massage dengan arah gerakan sirkular atau
maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan
baik. Massage yang terlalu berlebihan atau terlalu keras terhadap
uterus sebelum, selama, ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa
mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat
kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan
memicu terjadinya perdarahan post partum.
 Kala tiga dan empat
 Uterotonika dapat diberikan segera sesudah bahu depan
dilahirkan. Studi memperlihatkan penurunan insiden
perdarahan post partum pada pasien yang mendapatkan
oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan
peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja
lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil
kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian
oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah
yang hilang dan kejadian perdarahan post partum sebesar 40 %.
 Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5
menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan
tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian.
Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil
dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari
vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali pusat
terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat
dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati.
Segera sesudah lahir, plasenta diperiksa apakah lengkap atau
tidak. Untuk manual plasenta ada perbedaan pendapat waktu
dilakukannya manual plasenta. Apabila didapatkan perdarahan
maka tidak ada alasan untuk menunggu pelepasan plasenta
secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan tanpa
ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang
menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi
lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap,
uterus terus dieksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil
dari sisa plasenta.
 Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya
perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan
dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun
episiotomy segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang
mengeras dan berkontraksi dengan baik.
 Manajemen perdarahan post partum
Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah
menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.
Terapi pada pasien dengan perdarahan pot partum mempunyai dua bagian
pokok yaitu :
 Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan haemoragic post partum memerlukan penggantian
cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah organ-organ penting.
Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.
Pastikan dua kateter intravena ukuran besar untuk memudahkan
pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan
resusitasi cairan cepat.
 Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate.
 Tranfusi darah : bisa berupa WB atau PRC
 Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine.
 Manajemen penyebab haemoragic post partum
Tentukan penyebab haemoragic postpartum :
 Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakan satu tangan
di fundus uterui dan llakukan masase untuk mengeluaekan
bekuan darah diuterus dan vagina apabila terus teraba lembek
dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan masase
yang lebih keras dan pemberian oksitosin, pengosongan
kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan
mempermudah tindakan selanjutnya, lakukan kompresi
bimanual apabila perdarahan masih berlanjut. Pemberian
uterotonika jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian
oksitosin dan pemberian kompresi bimanual gagal
menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah
ergotamine.
 Sisa plasenta
Apabila kontrraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah
kompresi bimanual ataupun masage dihentikan, bersamaan
pemberian uterotonika lakukan eksplorasi. Beberapa ahli
menganjurkan eksplorasi secepatnya akan tetapi hal ini sulit
dilakukan tanpa general anastesi kecuali pasien jatuh dalam
shock.Setelah eksplorasi lakukan masage dan krompresi
bimanual ulang tanpa menghentikan uterotonika. Pemberian
antbiotik sprektum luas setelah eksplorasi dan kompresi
bimanual. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi
uterus tidak baik dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
laparatomi .Pemasangan tamponade uterovaginal juga cukup
berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan
operasi.
 Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab perdarahan apabila
uterus sudah berkontraksi dengan baik tetapi perdaraahan terus
berlanjut. Lakukan ekplorasi jalan lahir untuk mencari
perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup.
Lakuakan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber
perdarahan, dan lakukan evaluasi perdarahan setelah
penjahitan selesai. Haemotom jalan lahir bagian bawah terjadi
apabila terjadi laserasi pembuluh daarah dibawa mukosa,
penatalaksanaanya biasa dilakukan insisi dan drainage.
Apabila hematom sangat besar ,di curigai sumber hematom
karena pecahnya pembulu darah arteri, cari dan lakukan ligasi
untuk menghentikan perdarahan.
 Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture
uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi
uterus yang baik maka kecurigaan penyebab perdarahan
adalah gangguan pembekuan darah, lanjutkan dengan
pemberian produk darah pengganti.
 Terapi pembedahan
 Laparatomi
Bersihkan darah bebas untuk memudakan eksplorasi
uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat
rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung
tebal tipisnya hematom. Pastikan reparasi benar-benar
menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan
dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan
keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila
perlu. Apabilah setelah pembedahan ditemukan uterus
intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture,
lakukan kompresi bimanual disertai pemberian
uterotonika.
 Ligasi Arteri
Ligasi arteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan
perdarahan yang beerasal dari uterus karena
arteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir
ke uterus.
Ligasi arteri ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding
dengan hasil yang diberikan.
Ligasi arteri iliaka interna
Efektif mengurangi perdarahan yang
bersumber dari semua traktus genitalia dan
mengurangi tekanan darah dan sirkulasi darah
sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil
menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya
adalah histerektomi.
 Histerektomi
Merupakan tindakan kuratif menghentikan perdarahan
yang berasal dari uterus. Total histerektomi di anggap
lebih baik dilakukan dalam kasus ini walupun subtotal
hiterektomi lebih mudah dilakukan,hal ini disebabkan
subtotal histerektomi tidak begitu efektif
menghentikan perdarahan, apabila perdarahan berasal
dari segmen bawah rahim, servik, dan fornix vagina.

2.2 TINJAUAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pada kasus perdarahan post partum , seharusnya dilakukan pemeriksaan fisik secara
menyeluruh dan lebih difokuskan pada :
1. Data Demografi
2. Aktivitas atau istirahat, dengan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
3. Sirkulasi, -kehilangan darah pada kelahiran umumnya 400 – 500 ml ( kelahiran
pervaginam ), 600 – 800 ml ( kelahiran seksio caesarea ), meskipun kehilangan
darah sering diabaikan. Riwayat anemia kronis, efek koagulasi kongenital atau
insidental serta idiopatiktrombositopenia purpuratik.
 Perdarahan post partum awal ( sampai 24 jam setelah kelahiran ) :
1. Sirkulasi
a. Perubahan tekanan darah dan nadi ( mungkin tidak terjadi sampai
kehilangan darah bermakna ).
b. Perlambatan pengisian kapiler.
c. Pucat, kulit dingin/lembab.
d. Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal ( placenta
tertahan ).
e. Dapat mengalami perdarahan pervaginam berlebihan, rembesan dari
insisi caesarea atau episiotomi, seperti rembesan kateter intra vena.
f. Haemoragi berat atau gejala syok diluar proporsi jumlah kehilangan
darah ( inversi uterus ).
2. Nyeri/ketidaknyamanan
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri vulva/vagina/pelvis/punggung
berat ( haematoma ), nyeri uterus lateral, nyeri panggul ( haematoma ke dalam
ligamen luas ), nyeri tekan abdominal ( atonia uteri, fragmen plasenta
tertahan), nyeri abdominal ( inversio uterus ).
3. Eliminasi
Kesulitan berkemih, dapat menunjukan haematoma dari portio vagina.
4. Keamanan
a. Laserasi jalan lahir : darah merah terang sedikit menetap ( mungkin
tersembunyi ) dengan uterus keras, uterus berkontraksi dengan baik,
robekan terlihat pada labia mayora/minora dari muara vagina ke perineum,
robekan episiotomi luas, ekstensi episiotomi ke dalam kubah vagina atau
robekan pada serviks.
b. Haematoma : unilateral, penonjolan masa tegang berfluktuasi pada muara
vagina atau meliputi labia mayora, keras, nyeri pada sentuhan, perubahan
warna kemerahan atau kebiruan unilateral kulit perineum atau bokong
( haematoma abdominal setelah kelahiran caesarea mungkin asimtomatik,
kecuali pada perubahan tanda vital ).
5. Seksualitas
a. Pembesaran lunak dan menonjol, sulit dipalpasi, perdarahan merah
terang dari vagina ( lambat atau tersembunyi), bekuan-bekuan besar
dikeluarkan dari massage uterus ( atonia uteri ).
b. Uterus kuat, kontraksi baik atau kontraksi partial dan agak menonjol
( fragmen-fragmen plasenta tertahan ).
c. Fundus uterus terinversi mendekat pada kontak atau menonjol melalui
os eksternal ( inversi uterus ).
d. Kehamilan baru dapat mempengaruhi hiperdistensi uterus ( gestasi
multiple polihidramnion, makrosemia ), abrupsi plasenta, plasenta
previa.
 Perdarahan post partum lambat ( 24 – 28 hari setelah kelahiran ) :
1) Sirkulasi
a. Rembesan kontinu atau rembesn tiba-tiba.
b. Kelihatan pucat, anemis.
2) Nyeri/ketidaknyamanan
a. Nyeri tekan uterus ( fragmen-fragmen plasenta tertahan ).
b. Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung ( haematoma ).
3) Keamanan
a. Lochea berbau busuk ( infeksi ).
b. Ketuban pecah dini
4) Seksualitas
a. Tinggi fundus badan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
sebelum kehamilan ( subinvolusi ).
b. Leukorea mungkin ada.
c. Terlepasnya jaringan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
2. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dan
darah, penurunan perfusi darah ke perifer.
3. Resiko syok ( hipovolemik ) berhubungan dengan penurunan aliran darah
kejaringan ditandai dengan hipotensi, hipoksia.
4. Nyeri akut berhubungan dengan trauma / distensi jaringan.
5. Resti infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, stsis cairan tubuh, penurunan
hb.
6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, penurunan suplai
oksigen keseluruh tubuh.
8. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
C. Intervensi Keperawatan
1. Deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif.
NOC :
 Fluid balance
 Hydration
 Nutritional status : food and fluid intake
Kriteria hasil :
 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia, BB, BJ urine normal,
HT normal
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC :
Fluid Management
 Timbang popok atau pembalut jika diperlukan.
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
 Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan.
 Monitor vital sign
 Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian.
 Lakukan terapi IV
 Berikan cairanBerikan cairan IV pada suhu ruangan
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan tranfusi.
Hypovolemia Management
 Monitor status cairan termasuk intake dan out put cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan hematocrit.
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
 Monitor BB
 Pemberian cairan IV dan monitor adanya tanda dan gejala kelebihan
volume cairan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma / distensi jaringan.
NOC :
 Pain level
 Pain control
 Comfort level
Kriteria hasil :
 Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan )
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
 Mampu mengenali nyeri ( skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri ).
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Pain Management
 Lakukan penkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi.
 Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien.
 Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri masa lampau
 Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri.
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri ( farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal ).
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil.
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan staus kesehatan
NOC :
 Anxiety control
 Coping
 Impulse control
Kriteria hasil :
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan dan menunjukan
teknik untuk mengontrol cemas
 Vital sign dalam batas normal
 Postur tubuh , ekspresi wajah, bahasa menunjukan berkurangnya
kecemasan
NIC :
Anxiety Reduction ( penurunan kecemasan )
 Gunakan pendekatan yang menenangkan
 Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
 Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress.
 Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
 Berikan informasi factual mengenai diagnosis, tindakan prognosis.
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Bantu pasien untuk mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
4. Reisko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, stasis cairan tubuh,
penurunan Hb.
NOC :
 Infection control
Kriteria hasil :
 Klien bebas dari dari tanda dan gejala infeksi ( calor, rubor, dolor, tumor,
fungtiolaesa ).
 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya.
 Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Menunjukan perilaku hidup sehat.
NIC :
Infection control :
 Bersikan lingkungan setelah dipakai pasien lain
 Pertahankan teknik isolasi
 Batasi pengunjung
 Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
dan setelah meninggalkan pasien
 Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan
 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Kolaborasikan pemberian terapi antibiotic.
D. Discharge Planing
 Selalu periksakan kehamilan.
 Melakukan antenatal care yang baik.
 Ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum
dianjurkan untuk melakukan persalinan di rumah sakit.
 Setelah melahirkan usahakan dapat mengkonsumsi vitamin atau makanan
yang bergizi yang bertujuan untuk memulihkan stamina dan daya tahan
tubuh.
 Konsultasikan kembali dengan dokter jika ingin hamil dan sebelum
melahirkan.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Perdarahan adalah salah satu penyebab langsung kematian maternal, terutama di
negara berkembang . Perdarahan pasca persalinan sering bersifat akut, dramatic dan
merupakan penyebab utama kematian pada maternal. Pendekatan resiko sangat
diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan kejadiannya.
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi
setelah bayi lahir melewati batas fisiologis normal. Suatu perdarahan dikatakan
fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan
tidak lebih dari 1000 ml pada section caesarea. Menurut waktu terjadinya perdarahan post
partum dibagi atas 2 bagian yakni perdarahan post partum primer dan perdarahan post
partum sekunder.
Penyebab dari perdarahan post partum dibedakan dalam 4 penyebab primer yakni
tone ( tonus ), trauma, tissue 9 jaringan ), dan thrombin. Perdarahan bukanlah sebuah
penyakit tapi merupakan suatu gejala maka harus segera diketahui penyebabnya untuk
mempermudah dalam penanganannya. Penanganan perdarahan post partum ditujukan
pada pencegahan, penghentian perdarahan dan mengatasi syock.
B. Saran
 Bagi Mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam penanganan kasus perdarahan
post partum sehingga dapat diaplikasikan dalam pelayanan langsung pada ibu
dengan perdarahan post partum .
 Bagi tenaga kesehatan
 Perlu adanya peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam
penangan managemen perdarahan post partum.
 Perlu adanya peningkatan pemahaman mengenai kehamilan resiko
tinggi dan kepatuhan dalam rujukan kasus ibu hamil resiko tinggi ke
fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
 Meningkatkan health education pada ibu-ibu hamil dan pasangan usia
subur sehingga secara dini mengetahui komplikasi selama kehamilan
dan dapat dicegah kemungkinan yang menjadi komplikasi dalam
kehamilan.
 Peningkatan system pelaporan dan pencatatan guna menjamin
ketersediaan data guna mempermudah deteksi dini dalam pencegahan
resiko tinggi pada ibu hamil.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Angka kematian maternal merupakan salah satu indikator untuk menilai derajat kesehatan
masyarakat.Kematian dan kesakitan ibu merupakan kesehatan serius dan menjadi perhatian
khusus di negara-negara berkembang. Kematian ibu adalah kematian seorang wanita yang terjadi
saat hamil, bersalin, atau 42 hari setelah persalinan dengan penyebab yang berhubungan
langsung atau tidak langsung terhadap persalinan. World Health Organization ( WHO )
memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan
proses kelahiran. Sekitar 99 % dari seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang dan
sekitar 80 % kematian maternal merupakan akibat meningkatnya komplikasi selama kehamilan,
persalinan dan setelah persalinan ( WHO, 2014 ).

Perdarahan post partum merupakan penyebab utama tingginya angka kematian ibu ( AKI ).
Kira-kira 14 juta wanita menderita perdarahan post partum setiap tahunnya. Perdarahan post
partum menyebabkan kematian sebanyak 25-30 % dinegara berkembang.

Pada tahun 2013, perdarahan post partum menyebabkan kematian ibu sebnyak 30,3 % di
Indonesia. Selain perdarahan, penyebab kematian ibu tertinggi lainnya adalah hipertensi dalam
kehamilan, infeksi, partus lama dan abortus ( Kemenkes RI, 2015 ). Di Indonesia angka kematian
ibu menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia ( SDKI ) pada tahun 1991 dan 2007
adalah sebesar 390 dan 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini telah mengalami penurunan
namun belum mencapai target tujuan pembangunan millennium yaitu sebesar 102 per 100.000
kelahiran hidup ( BAPPENAS, 2011 ).

Angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi mengingat target Sustainable
Development Goals ( SDGs ) pada tahun 2030 adalah mengurangi angka kematian ibu hingga
dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup ( Kemenkes RI, 2015 ). Sedangkan berdasarkan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah ( RPJM ) 2015-2019, target angka kematian ibu pada
tahun 2019 yaitu 306 per 100.000 kelahiran ibu ( BAPPENAS, 2014 ). Perdarahan post partum
merupakan penyebab tersering dari keseluruhan kematian akibat perdarahan obstetric.
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir pada
persalinan per vaginam dan melebihi 1000 ml pada section caesarea ( Chunningham, 2012 ), atau
perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda vital, seperti
kesadaran menurun, pucat, limbung, keringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan
nadi > 100 x/menit ( Karkata, 2010 ).

Factor-faktor yang berhubungan dengan perdarahan post partum yaitu umur, jumlah paritas,
jarak antar kelahiran, riwayat persalinan sebelumnya, lama partus, lama lepasnya placenta,
anemia, pengetahuandan factor fasilitas pelayanan kesehatan ( Pardosi, 2006 ). Factor lain yang
berhubungan dengan perdarahan post partum adalah pada keadaan pre eklamsia berat dimana
bisa ditemukan defek koagulasi dan volume darah ibu yang kecil yang akan memperberat
penyebab perdarahan post partum ( Chunningham, 2012 ). Berdasarkan berbagai penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya, multiparitas merupakan salah satu yang berperan penting sebagai
factor resiko terjadinya perdarahan post partum ( Sosa, 2009 ).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk melihat
lebih jauh mengenai perdarahan post partum melalui makalah yang akan dikembangkan dengan
judul “ Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Haemoragic Post Partum “.

1.2.Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan pemahaman mahasiswa mengenai asuhan keperawatan pada
klien dengan haemoragic post partum.
1.2.2. Tujuan Khusus
 Agar mahasiswa dapat memahami tentang pengertian perdarahan post partum,
klasifikasi perdarahan post partum, pathofisiologi dan manifestasi klinis dari
perdarahan post partum.
 Agar mahasiswa dapat memahami tentang pencegahan dan penatalaksanaan pada
klien dengan perdarahan post partum.
 Agar mahasiswa mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada
klien dengan perdarahan post partum.
 Sebagai persayaratan untuk memperoleh nilai tugas untuk mata kuliah keperawatan
maternitas.
3.1.Manfaat
 Bagi penulis
Sebagai wadah untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perdarahan
post partum dan penerapannya di lapangan.
 Bagi masyarakat
Dapat meningkatkan wawasan masyarakat mengenai sebab terjadinya perdarahan
post partum untuk menghindari faktor resiko kejadian tersebut.
 Bagi tenaga kesehatan
Sebagai masukan untuk meningkatkan pengethuan mengenai penanganan perdarahan
post partum agar mengurangi angka kematian ibu.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan karena atas bimbingan
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Asuhan Keperawatan
Maternitas Pada Ibu Dengan Perdarahan Post Partum “. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang sudah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyusun makalah ini sehingga bisa menambah wawasan penulis
mengenai konsep dasar perdarahan post partum dan juga manajemen pemberian asuhan
keperawatan pada ibu dengan perdarahan post partum.

Makalah ini merupakan tugas individu mata kuliah maternitas. Saya sangat berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan mengenai manajemen
penanganan pada ibu dengan perdarahan post partum. Penulis juga menyadari bahwa didalam
makalah ini terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis
sangat mengharapkan kritik, usul dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalh ini di masa
mendatang.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun bagi semua orang yang
membacanya. Dan penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan
dan kesempurnaan makalah ini.

Maumere, 2018

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

K.S.Icemi, P.Wahyu ( 2013 ), Buku Ajar Kepatawatan Maternitas, Nuhamedika, Yogyakarta

H.A.Nurarif., H.Kusuma ( 2015 ), Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


NANDA NIC-NOC, Mediaction, Yogyakarta

F.N.Putri, F.Munaya ( 2016 ), Faktor Resiko Dengan Kejadian haemoragic Post Partum Di
Rumah Bersalin Wijaya Kusuma, Universitas Muhammadiyah, Jakarta

Y.Asif, S.Ariawan, S.Ari, Anies, K.I.Martha ( 2016 ), Beberapa Faktor Kejadian Perdarahan
Post Partum Ibu Bersalin Yang Dirawat Di Rumah Sakit, Universitas Diponegoro,
Semarang

Siswosudarmo R ( 2012 ), Penanganan Perdarahan Pascasalin Terkini Dalam Upaya


Menurunkan Angka Kematian Ibu, Departemen Obstetrika Dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran UGM, Yogyakarta

Manuaba I.B.G.F ( 2007 ), Pengantar Kuliah Obstetri, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai